Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

DEMOKRASI DALAM TEORI POLITIK ISLAM Zulhamdi
Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi Vol. 8 No. 2 (2019): SYARAH : Jurnal Hukum Islam
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Negara demokrasi adalah negara yang menganut paham kedaulatan rakyat,Kekuasaan yang sesungguhnya adalah milik rakyat, oleh rakyat dan untukrakyat. Sedangkan politik Islam merupakan sistem pemerintahan yang samasekali berbeda dengan sistem-sistem pemerintahan yang ada di dunia, baikdari segi asas berdirinya, pemikiran, standar dan aspek hukum yangdipergunakan untuk melayani kepentingan masyarakat maupun dari aspekundang-undang dasarnya, ataupun dari aspek bentuk yangmenggambarkan wujud negara Islam, bentuk pemerintahan Islam adalahpemerintahan khilafah, Penulis mencoba membahas tentang perbedaan danpersamaan antara demokrasi dengan teori politik Islam sehingga bisamemberikan informasi kepada pembaca terkait dengan demokrasi dalampolitik Islam, Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatifdeskriptif, karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif, penelaahandokumen. Deskriptif dalam arti peneliti berusaha mendeskripsikan secarasistematis dan akurat terhadap suatu data-data dan dokumen yang ada,Demokrasi bisa sejalan dengan ajaran Islam, sebab prinsip-prinsip nilai yangdibawa demokrasi, yakni nilai egalitarianisme (almusâwah), kebebasan (alhurriyah)dan pluralisme (ta`addudiyah), tidak bertentangan dengan prinsipprinsipIslam, bahkan jauh sebelumnya Islam telah berbicara danmemperjuangkan nilai-nilai tersebut. Akan tetapi, hal itu bukan berartidemokrasi sepenuhnya sesuai dengan semangat dan nafas Islam. Sebab, disisi lain, Islam juga mengandung prinsip-prinsip lain yang tidak dibawaoleh demokrasi. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah, (1) prinsip syûrâ(musyawarah), (2) imâmah (kepemimpinan), (3) perbedaan gender, dan (4)soal dzimmi. Jadi, prinsip-prinsip Demokrasi pada dasarnya memang dapatditerima dan tidak bertentangan dengan Islam, tetapi hal itu bukan berartiIslam identik dengan demokrasi.
KONSEP PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM FIQH JINAYAH Zulhamdi
Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi Vol. 9 No. 1 (2020): SYARAH : Jurnal Hukum Islam
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia memiliki konsekwensi hukum bagi pelakunya, dan akan dimintai pertanggung jawabannya, tertutama dalam perbuatan tindak pidana yang bisa dijatuhi hukuman terhadap pelakunya, sedangkan hukuman tersebut dapat dijatuhkan kepada sipelaku manakala terpenuhi syarat-syarat yang mengharuskan si pelaku dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya. Pertanggung jawaban pidana dalam Syari’at Islam adalah pembebanan seseorang dengan hasil (akibat) perbuatan (atau tidak ada perbuatan) yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri, di mana ia mengetahui maksud-maksud dan akibat-akibat dari perbutannya itu, Pertanggungjawaban pidana dalam syari’at Islam bisa terjadi, apabila terpenuhi tiga asas perbuatan, yaitu; 1). Adanya perbuatan yang dilarang/melawan hukum. 2). Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri, dan 3). Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu. Yang merupakan tujuan akhir dari penulisan jurnal ini adalah untuk menetahui konsep pertanggung jawaban pidana baik dalam hukum pidana Islam maupun dalam KUHP Adapun faktor yang mempengaruhi pertanggungjawaban pidana, meliputi; Pengaruh tidak tahu, lupa dan keliru, Pengaruh Rela Menjadi Objek Jarimah atas Pertanggungjawaban Pidana. Seperti rela dibunuh atau Rela dianiaya, dan Perbuatan yang berkaitan dengan jarimah dan hubungannya dengan pertanggungjawaban pidana; meliputi Perbuatan langsung, Perbuatan sebab atau Perbuatan syarat. Perbuatan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana adalah: menjalankan ketentuan syari’at, karena perintah jabatan, keadaan paksa, pembelaan diri, syubhat, ma’af, meninggalnya si pelaku, taubat, kadulawarsa, pendidikan dan pengajaran, pengobatan, hapusnya jaminan keselamatan
Transplantasi Organ Tubuh Menurut Perspektif Hukum Islam Yusriadi Yusriadi; Zulhamdi Zulhamdi
Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi Vol. 11 No. 2 (2022): SYARAH : Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47766/syarah.v11i2.698

Abstract

The Qur'an does not mention transplantation explicitly as specifically, but there are several verses of the Qur'an that contain a discussion of transplantation in general, as mentioned in (QS. 2: 2), (QS. 2 : 195), (Qur'an 5: 2), (QS. 59: 9), (QS. 17: 70), (QS. 5: 32). The research technique here uses the library research method, which is done by searching for research data or information through reading scientific journals, reference books and publication materials available in the library. The majority of fiqh scholars consisting of some Hanfiyyah scholars, some Malikiyyah scholars, Syfi'iyah scholars, some Syfi'iyah scholars, Hanbali scholars and Zaidiyah scholars, are of the opinion that using human organs as treatment is permissible in a state of arȗrat. It is required that there must be permission from the heirs who can be considered and their abilities with the will of a person who has died. According to Jumhur ulama, it is permissible to transplant, with the concrete reason that all rights of a corpse when it is still alive become the right of the owner to inherit the organs of the body before he dies. From the International Fatwa Council, it is permissible to transplant human vital organs, and cannot be traded.
Implementasi Murabahah Pada Perbankan Syariah Muhammad Diah; Zulhamdi Zulhamdi
Al-Hiwalah : Journal Syariah Economic Law Vol. 1 No. 1 (2022): Al-Hiwalah : Journal Syariah Economic Law
Publisher : Hukum Ekonomi Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (437.719 KB) | DOI: 10.47766/alhiwalah.v1i1.875

Abstract

Murabahah is a form of buying and selling goods developed by Islamic banking. In Islamic banking, murabahah dominates the bank's income from the products available in all Islamic banks. Murabahah also provides many benefits to Islamic banks/Islamic banks, one of which is the profit that arises from the difference between the purchase price from the seller and the selling price to the customer. Murabahah as an exchange transaction contract requires the seller to have the right to take legal action against the object he sells. In addition, murabahah as a form of trust buying and selling requires the seller and the buyer to know each other and be honest with each other regarding the object of sale, both the specifications of the goods, the acquisition price, the desired margin, and the method of payment. Included in the acquisition price is the cost of goods and their procurement costs until the acquisition price is only known after the goods are legally owned by the seller. Along with the emergence and development of the Islamic banking industry, murabahah was adopted as one of the contracts in Islamic bank financing products.
Aspek Hukum Perjanjian dalam Aktivitas Bisnis zulhamdi zulhamdi; Husnaini Husnaini
Al-Hiwalah : Journal Syariah Economic Law Vol. 1 No. 1 (2022): Al-Hiwalah : Journal Syariah Economic Law
Publisher : Hukum Ekonomi Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.144 KB) | DOI: 10.47766/alhiwalah.v1i1.892

Abstract

The development of the business world, especially trade in Indonesia, seems to be dominated by trade in goods which is the result of cooperation between Indonesian entrepreneurs and foreign entrepreneurs, and between Indonesian entrepreneurs and Indonesian entrepreneurs. Agreement as a private legal relationship that exists between parties who have entered into an agreement, on objects that have been agreed upon as a form of fulfillment of rights and obligations, after the creation of an agreement.
Al Masyaqqah Tajlibut Taysir (Kesulitan Mendatangkan Kemudahan) Zulhamdi Zulhamdi
Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi Vol. 10 No. 2 (2021): SYARAH : Jurnal Hukum Islam
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47766/syarah.v10i2.216

Abstract

Kesulitan dan Kesukaran yang menjadi permasalahan yang terjadi pada mukallaf menuntut adanya penetapan hukum untuk mencapai kemashlahatan dan kepastian hukum guna menjawab permasalah yang terjadi. Supaya dalam penghambaan diri kepada Allah SWT itu tidak terjadi kekeliruan, maka Allah SWT membuat peraturan khusus yang disebut sebagai syariah untuk kepentingan manusia itu sendiri. Tentunya syariah itu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan potensi yang dimiliki seorang hamba, karena pada dasarnya syariah itu bukan untuk kepentingan Tuhan melainkan untuk kepentingan manusia sendiri. Penulisan ini menelaah tentang dalil – dalil baik itu dalil naqli maupun dalil aqli, yang berkaitan tentang konsep-konsep/teori-teori yang berkaitan dengan al masyaqqah tajlibut taysir yang biasa dikenal dengan kajian kepustakaan. Sehingga menghasilkan temuan daam tulisan ini adalah bahwa hukum-hukum yang dalam penerapannya apabila ada sebab-sebab kesulitan dan kesukaran bagi mukallaf (subjek hukum), maka syariah meringankannya sehingga mukallaf mampu melaksanakannya tanpa kesulitan dan kesukaran. Banyak nass yang berasal dari Alquran maupun Sunah yang menjelaskan Al Masyaqqah Tajlibut Taysir cukup membuktikan bahwasannya pengaplikasian kaedah ini sangat berperan penting dalam mengatur logika berfikir untuk menemukan hukum suatu masalah, Oleh sebab itu, kaedah ini disepakati oleh seluruh ulama mazhab yang pengaplikasiannya sebagai analogi dalam menyimpulkan dan menemukan hukum ketika berijtihad
Jual Beli Saham: (Suatu Kajian Praktek Jual Beli Online Shopee) Zulhamdi Zulhamdi
Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi Vol. 11 No. 1 (2022): SYARAH : Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47766/syarah.v11i1.294

Abstract

Buying and selling with a salam contract is a buying and selling with an order system, which means that the delivery of goods is not directly at the time of order but is delayed at a particular time which has been agreed by both parties. In buying and selling with a salam contract, the payment system is carried out before the goods are delivered, for example in online buying and selling transactions on the Shopee application using the internet media. Shopee is online buying and selling media based on mobile application which is currently developing in Indonesia. Buyers take advantage of the online shop media to have the desired items easily without having to leave the house. This study which used a qualitative method aimed to determine the relevance of the implementation of online buying and selling on Shopee services with the implementation of buying and selling with a salam contract.
Classification of Awrah: Madhhab Scholars Perspective and Its Comparison With Muhammad Syahrur Zulhamdi Adnan
Media Syari'ah : Wahana Kajian Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 24, No 1 (2022)
Publisher : Sharia and Law Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jms.v24i1.10303

Abstract

Discussion of the categorization of awrah is an important thing to discuss, because it makes it easier for women/men to interact socially with mahrams or not. The purpose of the study was to examine the concept of categorization of genitalia according to school of law scholars, with a literature review using qualitative research methods with a normative approach. The findings in this study are differences in the categorization of genitalia according to Imam Malik and Muhammad Syahrur, the female genital mukhalazah according to Malikiyah includes the genitalia of mughallazah, while according to Muhammad Shahror the breast does not include genitalia of mughallazah, then the female genital mukhafafah according to Malik is the head, neck, ends of the hands and feet, while Muhammad Shahrur part of the female mukhaffafah genitalia is the hands, feet and chest. Regarding the permissibility of seeing a woman's awrah is for her husband only, other Muslim women are allowed to see it other than the navel to the knee, as is the case with the Malikiyah and Hanabilah perceptions which fence off a woman's genitals with other women from the knee to the navel, both blood mahrams and not. According to Syafi'iah, it is permitted. For a woman see all of a woman's nakedness except between the navel to her knees, it is a woman who has blood, while a woman who is not bloodless means that her entire body cannot be shown except for parts such as the hair and neck.Pembahasan kategorisasi aurat merupakan hal yang penting untuk dibahas, karena memudahkan kepada wanita/pria dalam berinteraksi sosial dengan mahram maupun bukan. Tujuan penelitian dilakukan untuk mengkaji konsep tentang kategorisasi aurat menurut ulama mazhab, dengan kajian kepustakaan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif. Temuan dalam penelitian ini yaitu perbedaan kategorisasi aurat menurut Imam Malik dengan Muhammad Syahrur, bagian aurat mughallazah (berat) perempuan menurut Malikiyah dada termasuk aurat mughallazah sedangkan menurut muhammad Syahrur dada tidak termasuk aurat mughallazah, kemudian aurat mukhafafah (ringan) perempuan menurut malik adalah kepala, leher, ujung tangan dan kaki, sedangkan Muhammad Syahrur bagian aurat mukhaffafah perempuan adalah kedua tangan, kaki dan bagian dada. Mengenai kebolehan melihat aurat mughallazah dari perempuan adalah hanya suaminya saja, perempuan muslim lainnya dibolehkan melihatnya selain dari pusar hingga lutut, seperti halnya persepsi Malikiyah dan Hanabilah yang memagari aurat wanita dengan wanita lain pada bahagian lutut hingga pusar saja, baik yang sedarah maupun bukah, Sedangkan menurut Syafi’iah yang boleh melihat seluruh aurat wanita selain antara pusar sampai lutut adalah wanita yang sedarah, sedangkan aurat wanita yang bukan sedarah ialah seluruh anggota badannya tidak boleh diperlihatkan kecuali bagian seperti rambut dan leher.
The Impact of Divorce on Psychological, Emotional and Mental Children in the Perspective of Islamic Law Muhammad Syarif; Zulhamdi Zulhamdi
Syarah: Jurnal Hukum Islam & Ekonomi Vol. 12 No. 1 (2023): SYARAH : Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47766/syarah.v12i1.1270

Abstract

Every human being certainly has the hope of building a family which is the goal of marriage law, namely building a family that is sakinah, mawaddah wa rahmah. However, there are various factors that cause damage and destruction of a household so that they choose to divorce. The result of the divorce will damage the relationship between husband and wife and have an impact on the psychological, emotional and mental health of children. Data collection with a library research approach, which is carried out by searching for research data or information through reading scientific journals, reference books and publication materials available in various sources. The results of this study indicate that married couples sometimes have to face problems in their household life, the emergence of problems in the household can be caused by many things including economic factors, lack of a sense of responsibility, differences in outlook on life that can lead to household crises. The woman who will become a widow does not think about other people's views on her because she thinks this is her life and she is the one who lives it all, it's just that there is guilt in her child when she has to divorce. Of course, there is an impact of divorce that will arise on the psychological development of their children, trying so that their children do not lose the love of a father.
INTERNAL CONTROL ON MILITARY ASSETS ACCORDING TO MILK AL-DAULAH IN ISLAMIC ECONOMIC LAW: A STUDY IN KUTA ALAM DORMITORY BANDA ACEH, INDONESIA Wilda Nadhiratul Safira; Zulhamdi
JURISTA: Jurnal Hukum dan Keadilan Vol. 8 No. 1 (2024): JURISTA: Jurnal Hukum dan Keadilan
Publisher : Centre for Adat and Legal Studies of Aceh Province (CeFALSAP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/jurista.v8i1.154

Abstract

This article aims to examine the internal control system of national military assets in Indonesia at the Kuta Alam Banda Aceh barracks, reviewed according to the concept of milk al-daulah. The approach taken by the author is a juridical-empirical study. The research findings indicate that to address issues in the internal control system of assets in the Indonesian National Army (TNI) at the Kuta Alam Banda Aceh barracks, a holistic approach is required to effectively tackle existing challenges. It is crucial to update and refine the inventory process to ensure that asset data is more accurate and current. Implementing an integrated, technology-based asset management system will facilitate tracking and monitoring. Furthermore, asset maintenance should be scheduled regularly and its implementation should be ensured to prevent damage that could increase repair costs. Enhancements in surveillance technology, such as modern CCTV and access control systems, are essential to reduce the risk of theft and damage. Compliance with policies should be strengthened through intensive training and consistent enforcement to ensure procedures are properly followed. Risk management also needs improvement with more effective and proactive mitigation strategies. Additionally, the use of advanced technology can support efficiency in asset management and reporting. Transparency should be increased by providing clear and accessible reporting mechanisms, while budget management should be improved to ensure efficient allocation. Regular personnel training is important to keep their skills relevant, and routine audits and evaluations should be conducted to maintain the effectiveness of the internal control system.