Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pelatihan Penanganan Cardiac Arrest (Henti Jantung) dengan Menggunakan Metode Bantuan Hidup Dasar (BHD) Bagi Pengemudi Ojek Online Se Kota Medan Siahaan, Dwi Lunarta D. S.; Sinatra, Jadeny; Nazma, Diani; Lubis, Andriamuri P.; Tanjung, Qodri F.; Sitepu, John Frans; Hamdi, Tasrif; Hamdani, Irfan; Chalil, M. Jalaluddin A.; Yunafri, Andri; Irina, Sinta; Zainumi, Cut M.; Fadinie, Wulan; Silaen, Ester L. R.; Simbolon, Boyke M.; Siahaan, Jekson M.; Lim, Hadyanto; Anto, Endy Juli; Tobing, Paul S. M. L.; Rimbun, Surjadi; Hutasoit, Eka Samuel P.; Tambunan, Ronald T. H.; Tarigan, Juliyanti; Stephanie S., Kezia; Natalie S., Karen
Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat METHABDI Vol 4 No 2 (2024): Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat METHABDI
Publisher : Universitas Methodist Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46880/methabdi.Vol4No2.pp188-193

Abstract

Cardiac Arrest is the leading cause of death in the world including Indonesia, which can occur anytime and anywhere. The causes vary, ranging from fatigue, and underlying health conditions, to traffic accidents. Basic Life Support (BLS) is the initial step that can be taken to restore respiratory and circulatory function in individuals experiencing respiratory or cardiac arrest. It is important for online motorcycle taxi drivers to possess these skills, as they often spend time on the road and interact with various people in different situations. Perhimpunan Dokter Spesialis Anesthesiology dan Terapi Intensif (PERDATIN) North Sumatra Branch concluded a series of Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Anestesia (KPPIA) by providing basic life support training to 521 public transport or online motorcycle taxi drivers in the city of Medan on September 29, 2024. Held at the Gedung Serba Guna of the North Sumatra Provincial Government, the participants were divided into 52 groups guided directly by anesthesiologist specialists as instructors. By providing this education and training, they can be better prepared to face emergency situations on the road, thereby enhancing safety and service for passengers
Perbandingan Bupivakain 0,5% 15 mg dan Fentanil 25 mcg dengan Bupivakain 0,5% 15 mg dan Morfin 100 mcg terhadap Nilai Oksigenasi Serebral pada Pasien yang Menjalani Anestesi Spinal Sibarani, Nicholas Hamonangan; Irina, Sinta; Hamdi, Tasrif
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 1 (2025): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i1.359

Abstract

Latar Belakang: Salah satu teknik pemantauan oksigenasi jaringan yaitu near-infrared spectroscopy (NIRS). Anestesi spinal menurunkan oksigenasi serebral (rSO2) pada penggunaan fentanil dan morfin sebagai adjuvan dari bupivakain. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian randomized control trial, dengan tujuan untuk mengetahui perbandingan rSO2 dan hemodinamik pada pasien yang menjalani anestesi spinal. Didapatkan total sampel 36 pasien yang dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok yang mendapat bupivakain 0,5% 15 mg ditambah fentanil 25 mcg dan bupivakain 0,5% 15 mg ditambah morfin 100 mcg. Nilai rSO2 dinilai pada sebelum tindakan spinal (T0), 5 menit setelah spinal (T1), dan 30 menit setelah anestesi spinal (T2). Hasil: Rerata rSO2 pada kelompok bupivakain dengan tambahan fentanil berkisar antara 68–72 pada sisi kiri dan kanan. Sementara itu, rerata rSO2 pada kelompok bupivakain dengan tambahan morfin berkisar antara 69–70 pada kedua sisi. Terdapat perbedaan signifikan pada nilai rSO2 pada T1 dan T2 kelompok bupivakain 0,5% 15 mg dengan fentanil 25 mcg dibandingkan dengan kelompok bupivakain 0,5% 15 mg dengan morfin 100 mcg. Simpulan: Pada kelompok dengan tambahan fentanil, terjadi penurunan rSO2 yang tidak signifikan pada T0 dan T1 di kedua sisi kepala, namun penurunan yang signifikan ditemukan pada T2. Sementara itu, pada kelompok dengan tambahan morfin, terjadi penurunan rata-rata rSO2 dari T0 ke T1 dengan nilai penurunan yang tidak signifikan, tetapi penurunan rSO2 yang signifikan ditemukan pada kedua sisi kepala pada T2. Secara keseluruhan, kedua kelompok obat memberikan pengaruh yang serupa terhadap perubahan rSO2.
Hubungan Lama Rawat Inap dengan Lepas dari Ventilasi Mekanik pada Pasien dengan Percutaneous Dilatation Tracheostomy Siagian, Rizki Pratama; Lubis, Bastian; Irina, Sinta
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 1 (2025): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i1.365

Abstract

Latar Belakang: Percutaneous Dilatation Tracheostomy (PDT) adalah prosedur invasif untuk masalah pernapasan yang memerlukan ventilasi mekanik untuk mendukung fungsi pernapasan. PDT sering dilakukan di unit perawatan intensif (ICU) pada pasien yang sulit disapih dari ventilasi mekanik. Prosedur ini diharapkan dapat mempercepat pelepasan dari ventilasi mekanik serta mengurangi biaya perawatan. Metode: Penelitian ini bersifat retrospektif yang menggambarkan profil pasien yang dilakukan PDT. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Sampel merupakan rekam medis pasien yang dilakukan tindakan trakeostomi pada tahun 2022 di ICU RSUP H. Adam Malik. Hasil: Terdapat hubungan antara lama rawat inap dan lepas dari ventilasi mekanik pada pasien pasca PDT (nilai p=0,033). Pasien dengan rawat inap yang lebih lama cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk lepas dari ventilasi mekanik. Rerata lama rawat inap di ICU adalah berkisar 20,09 ± 6,36 hari dan lepas dari ventilasi mekanik pada pasien yang sudah dilakukan PDT berkisar 4 ± 1,44 hari. Sedangkan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan berbeda-beda pada pasien tergantung kondisi dan penyakit yang diderita, namun diperoleh dari penelitian ini biaya selama rawatan di ICU dengan pasien setelah diberikan tindakan PDT <14 hari lebih rendah daripada pasien yang dilakukan PDT >14 hari. Simpulan: PDT pada pasien <14 hari lebih disarankan karena durasi lepas dari ventilasi mekanik lebih pendek, sehingga lama rawat inap di ICU lebih singkat dan biaya perawatan di ICU dapat berkurang. Selain itu, upaya yang terkoordinasi dan perawatan yang tepat harus dilakukan agar dapat mempercepat pemulihan pasien.