Articles
Menjaga Keberlanjutan Kampung Adat Melalui Pemberdayaan Penenun di Kampung Anajiaka, Kab. Sumba Tengah
. Wiyatiningsih;
Kristian Oentoro
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 7 No 1 (2020): April 2020
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (567.75 KB)
|
DOI: 10.24843/JRS.2020.v07.i01.p10
The study discusses the effort to maintain the sustainability of a traditional kampung through empowering weavers in Kampung Anajiaka, Sumba Tengah Regency. The number of weavers is decreasing. This is in line with the lack of weaving skills which inhibits the development of weaving motifs as a local identity. Indeed, woven clothes have deep cultural meanings. They are not only used for everyday wear, but also for ritual ceremonies. With time, woven clothes making become a livelihood for the community of Kampung Anajiaka. This work replaces farming that is absolutely depending on the rain. Based on the problems, the study aims at mapping the potentials of weavers and their role in the sustainability of Kampung Anajiaka. The study applies a descriptive – qualitative research method collecting data through field observation and interviews with the weavers. The study was done in Kampung Anajiaka consisting of 14 Sumbanese traditional houses surrounding megalithic toms. The study result shows that empowering weavers improves living environment quality. This can be seen from the mutual relationship system in the development of weaving skills of the weavers and the providing of working space and types of equipment for weaving. The improvement of living environment quality will contribute to the sustainability of the traditional kampung. Keywords: empowering; Sumba Tengah Regency; sustainability; traditional kampung; the weaver Abstrak Studi ini membahas upaya untuk menjaga keberlanjutan kampung adat melalui pemberdayaan penenun di Kampung Anajiaka, Kabupaten Sumba Tengah. Jumlah penenun yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga semakin menurun saat ini. Sedikitnya jumlah penenun seiring dengan minimnya ketrampilan menenun yang menghalangi pengembangan motif tenun sebagai identitas lokal. Padahal, tenun memiliki makna kultural yang dalam bagi masyarakat Sumba. Tenun merupakan bagian dari perlengkapan budaya yang tidak hanya dipergunakan untuk pakaian sehari-hari, namun juga untuk upacara-upacara adat. Pada perkembangannya, menenun dapat menjadi sumber pendapatan keluarga bagi masyarakat Kampung Anajiaka. Pekerjaan ini menggantikan pekerjaan bertani yang sangat tergantung pada hujan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka studi ini bertujuan untuk memetakan potensi penenun dan perannya terhadap keberlanjutan kampung adat Anajiaka. Studi ini menerapkan metode penelitian deskriptif – kualitatif yang mengumpulkan data melalui observasi lapangan dan wawancara terhadap penenun. Studi dilakukan di Kampung Adat Anajiaka yang terdiri dari 14 rumah tradisional yang diletakkan mengelilingi batu kubur megalitik. Hasil studi menunjukkan bahwa pemberdayaan penenun berdampak pada peningkatan kualitas lingkungan hunian. Hal ini terlihat melalui sistem gotong royong dalam peningkatan ketrampilan menenun dari penenun dan penyediaan ruang kerja dan peralatan menenun. Meningkatnya kualitas lingkungan hunian akan berkontribusi terhadap keberlanjutan kampung adat. Kata kunci: pemberdayaan; Kabupaten Sumba Tengah; keberlanjutan; kampung adat; penenun
Tren Wisata Sepeda Urban Masa Pandemi: Kesiapan Ruang di Perkampungan Bantaran Sungai Gajah Wong Yogyakarta
Wiyatiningsih .;
Kristian Oentoro;
Sita Yuliastuti Amijaya
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 9 No 1 (2022): April 2022
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (851.613 KB)
|
DOI: 10.24843/JRS.2022.v09.i01.p04
Cycling has become a trend during the time of the Covid-19 pandemic. The government of Yogyakarta has taken advantage of the opportunity in creating cycling tourism. It is expected that the program can reactivate tourism activities. Cycling-based tourism is organized in the administrative areas of Yogyakarta including urban kampungs. Nevertheless, it seems that not all kampungs are ready to support this strategy. Based on the background, the research aims at evaluating the spatial preparedness of kampungs on the Gajah Wong riverbank to facilitate cycling tourism. The research implements a qualitative method – an explorative case study. The kampungs on the Gajah Wong riverbank are selected due to the uniqueness of spaces and their contribution to forming the Yogyakarta image. The cycling tourism route is analyzed with five principles implemented in the Netherland - friendly infrastructure design comprising coherence, directness, safety, comfort, and attractiveness. Study results show that socio-cultural aspects play a key role in the development of spatial characteristics of kampungs located along the Gajah Wong riverbank. This becomes the primary attraction for tourists. Social interaction between tourists and residents along the kampung corridor forms a social space that has the potential to increase tourists’ experience of the Kampungs.Keywords: urban cycling tourism; kampungs; pandemic; Gajah Wong riverbank AbstrakBersepeda menjadi tren selama masa pandemi Covid-19. Pemerintah Kota Yogyakarta menangkap perubahan gaya hidup tersebut dengan membuat program wisata sepeda untuk membangkitkan kembali aktivitas pariwisata. Wisata sepeda dilakukan di wilayah administrasi Kota Yogyakarta, termasuk kawasan perkampungan kota. Namun demikian, sepertinya belum semua perkampungan yang dilewati oleh rute wisata sepeda siap sebagai destinasi wisata sepeda. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kesiapan ruang di perkampungan, khususnya bantaran Sungai Gajah Wong, untuk mendukung aktivitas wisata sepeda. Penelitian ini menerapkan metode kualitatif - studi kasus eksploratif. Perkampungan di bantaran Sungai Gajah Wong dipilih sebagai studi kasus dengan mempertimbangkan keunikan ruang dan kontribusinya terhadap pembentukan karakter Kota Yogyakarta. Kesiapan ruang sebagai jalur wisata sepeda dinilai dengan lima prinsip desain infrastruktur ramah sepeda yang diterapkan di Belanda, yaitu: keterpaduan, kelangsungan, keselamatan, kenyamanan dan kemenarikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek sosial budaya memiliki peran kunci dalam pembentukan karakteristik ruang perkampungan di bantaran Sungai Gajah Wong yang menjadi daya tarik utama bagi pesepeda. Interaksi sosial antara pesepeda dengan penduduk setempat di sepanjang lorong kampung membentuk ruang sosial yang berpotensi untuk meningkatkan kenyamanan pesepeda.Kata kunci: wisata sepeda urban; perkampungan; pandemi; bantaran Sungai Gajah Wong
PENGEMBANGAN KAWASAN EMBUNG LANGENSARI SEBAGAI IKON WISATA BATIK TULIS PEWARNA ALAM DI KOTA YOGYAKARTA
Tutun Seliari, Kristian Oentoro & Sita Yuliastuti Amijaya
RESEARCH FAIR UNISRI Vol. 3 No. 1 (2019): RESEARCH FAIR UNISRI
Publisher : Universitas Slamet Riyadi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (413.653 KB)
|
DOI: 10.33061/rsfu.v3i1.2561
Kawasan Embung Langensari merupakan ruang terbuka hijau dan taman rekreasi masyarakat yang terletakdi tengah Kota Yogyakarta tepatnya di Kelurahan Klitren, Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Di Embung langensari sering diadakan berbagai kegiatan yang diinisiasi oleh komunitas–komunitas di Yogyakarta, bahkan setiap pagi dan sore hari cukup banyak pengunjung yang mendatangi kawasan ini sebagai tempat berolahraga, bersantai, hingga memancing. Disekitar Embung Langensari terdapat perajin batik yang tergabung dalam komunitas Paguyuban Batik Tulis Langensari (PBTLS). PBTLS merupakan komunitas perajin batik yang konsen terhadap batik pewarna alam. Kegiatan PBTLS sering diadakan di kawasan Embung Langensari. Pengembangan batik tulis warna alam di sekitar Embung Langensari diharapkan dapat menjadi potensi pengembangan wisata edukasi batik (educational tourism) di kota Yogyakarta. Keterlibatan masyarakat yang menekuni bidang batik secara langsung dapat mendukung Kota Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia. Arahan pengembangan Kawasan Embung Langensari sebagai destinasi wisata edukasi batik adalah dengan penanaman tanaman penghasil zat warna alam sebagai bagian dari lanskap ruang terbuka hijau di kawasan Embung Langensari dan regenerasi calon pembatik dengan melakukan kegiatan pelatihan batik di Embung Langensari. Kegiatan tersebut dapat dikemas sebagai salah satu atraksi sehingga para pengunjung nantinya dapat belajar membatik dengan pewarna alam yang dikelola oleh komunitas batik setempat, sehingga kedepannya Embung Langensari dapat menjadi ikon di Kota Yogyakarta sebagai pusat wisata batik pewarna alam yang merupakan tempat wisata budaya berbasis lingkungan (eco-culture tourism).Kata kunci: destinasi wisata, ikon wisata, wisata batik, batik warna alam, Embung Langensari
ANALISIS PENGEMBANGAN WIRAUSAHA BATIK TRADISIONAL DI SEKITAR EMBUNG LANGENSARI, YOGYAKARTA
Kristian Oentoro, Sita Yuliastuti Amijaya & Tutun Seliari
RESEARCH FAIR UNISRI Vol. 3 No. 1 (2019): RESEARCH FAIR UNISRI
Publisher : Universitas Slamet Riyadi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (370.677 KB)
|
DOI: 10.33061/rsfu.v3i1.2567
Batik merupakan warisan budaya tak benda (intangible cultural heritage) asli Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO sejak tahun 2009. Kebijakan pemerintah untuk mengenakan seragam batik setiap hari Jumat di beberapa instansi swasta maupun pemerintah juga mendukung peningkatan penjualan batik di daerah masing-masing. Sebagai bentuk penguatan identitas budaya, kota Yogyakarta pada tahun 2014 mendapatkan gelar sebagai kota batik dunia oleh World Craft Council. Kemunculan beberapa pelaku usaha batik tradisional di sekitar Embung Langensari Yogyakarta perlu dikaji karena potensi batik di daerah ini jarang diketahui oleh sebagian besar masyarakat Kota Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan kendala pelaku usaha batik tradisional di sekitar Embung Langensari Yogyakarta. Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan metode survei yang melibatkan 32 pelaku usaha batik sebagai responden, sedangkan analisis data dilakukan secara kuantitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukan 56% pelaku usaha batik berasal dari kalangan ibu rumah tangga dan sebagian besar berusia 40-60 tahun. Fenomena berkembangnya wirausaha batik tradisional dari kalangan ibu rumah tangga disebabkan karena kegiatan membatik merupakan pekerjaan sambilan untuk mempersiapkan usaha di masa tua. Hasil penelitian juga memetakan tiga kendala utama, yakni (1) pemasaran batik tradisional, (2) penentuan harga pokok produksi, dan (3) pengembangan motif batik. Pembentukan organisasi pelaku batik tradisional merupakan salah satu solusi agar memperkuat dan menjaga keberlanjutan pengembangan wirausaha batik tradisional.Kata-kata kunci: Batik, Wirausaha, Embung Langensari, YogyakartaPENDAHULUANBatik
Mewujudkan Smart Kampung Melalui Pengelolaan Wisata Budaya dan Ekonomi Masyarakat
Sita Yuliastuti Amijaya, Tutun Seliari & Kristian Oentoro
RESEARCH FAIR UNISRI Vol. 3 No. 1 (2019): RESEARCH FAIR UNISRI
Publisher : Universitas Slamet Riyadi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (397.184 KB)
|
DOI: 10.33061/rsfu.v3i1.2610
Smart city atau kota cerdas mengunggulkan sisi penerapan teknologi informasi dalam pengelolaan kota, sehingga warga kota memiliki akses terbaik terhadap fasilitas infrastruktur kota secara lebih efektif dan efisien. Kenyataan yang terjadi pada masyarakat di kampung kota, kepuasan hidup mereka tidak melulu diukur pada aspek penguasaan teknologi dan keterjangkauannya terhadap teknologi informasi. Selain itu terdapat isu penting pada sisi transformasi peralihan dari masyarakat itu sendiri yang belum sepenuhnya mengusai teknologi informasi yang canggih menuju terwujudnya konsep kota cerdas dengan dukungan teknologi informasi yang terintegrasi. Kehidupan masyarakat di kampung kota tetap berjalan dan kualitas kehidupan juga tetap dapat terjaga. Studi ini dilakukan untuk menemukan dimensi kecerdasan kota pada masyakarat kampung terutama melalui parameter smart living dan smart economy. Studi kasus dilakukan pada masyarakat di Kampung Klitren yang bergerak menuju terwujudnya kampung wisata budaya dengan mengangkat kerajinan batik tulis pewarna alam sebagai salah satu andalan produk wisatanya. Tinjauan dimensi smart living dan smart economy dipilih pada penelitian ini untuk mengevaluasi aspek perkembangan wisata budaya dan ekonomi masyarakat melalui usaha kecil menengah (UKM). Metode kualitatif dalam bentuk kegiatan workshop dan pelatihan keterampilan batik tulis pewarnaan alami sesui untuk mengevalusi kedua aspek tersebut diatas.Kata-kata kunci: kota cerdas, batik tulis, wisata budaya, UKM
PENERAPAN KERTAS SEMEN BEKAS DALAM STRUKTUR DESAIN KURSI DENGAN TEKNIK LAMINASI PIPA
Kristian Oentoro;
Tosan Tri Putro
PROSIDING SNAST Prosiding SNAST 2018
Publisher : IST AKPRIND Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
The needs of cement in Indonesia are increasing along with infrastructure development in various regions in Indonesia. Based on data from the Ministry of Industry in 2017, national cement needs have reached 70 tons per year. One of the environmental impacts is a lot of cement stacks in various construction sites. Meanwhile, the thickness and the strength of cement paper is better than the other types of paper because it has gramatur up to 180 gsm, thus capable for packing a weight of 40kg or one sack of cement. The utilization of used cement paper into recycled material is a step to extend the use value and becoming environmentally friendly material. Based on previous research, the compaction of materials through laminated paper cement can be used as a combination of children's furniture and has a hardness value of 2.86 kg / mm2. Whereas in this study, the utilization of used cement paper waste aims to determine the potential for lamination applications in the form of used cement paper pipes as the main material in the chair structures design for adult users. Research and development of chair design adapted the form follows material method which through three main stages, namely identification, visualization and materialization. The results of this study showed that the application of used pipe paper laminated into the chair structure design was able to withstand 132 kg of user load with through connection techniques and the classification of furniture design forms were orthogonal.
PENGEMBANGAN DESAIN FURNITUR ANAK BERBAHAN KERTAS SEMEN BEKAS DENGAN TEKNIK LAMINASI & SPIRAL WOUND TUBING
Kristian Oentoro;
Bernike Elsafany
Ide dan Dialog Desain Indonesia (Idealog) Vol 1 No 2 (2016): Jurnal Idealog vol 1 nomor 2
Publisher : Universitas Telkom
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.25124/idealog.v1i2.845
Semen merupakan salah satu bahan utama untuk mendirikan sebuah bangunan, penggunaannya semakin hari semakin banyak seiring dengan pembangunan di berbagai wilayah di Indonesia. Tumpukan kertas semen bekas yang mudah ditemui di lingkungan sekitar juga belum banyak dimanfaatkan menjadi produk fungsional, sehingga usia pakainya tergolong singkat. Padahal kualitas dan karakteristiknya lebih baik daripada kertas bekas lain, khususnya dalam hal menahan beban. Melalui penelitian desain berbasis eksporasi bahan ini, kertas semen bekas dapat dikembangkan menjadi furnitur anak yang ergonomis dengan desain terinspirasi bentuk hewan (gajah). Teknik utama yang diaplikasikan dalam pengembangan desain ini adalah laminasi & spiral wound tubing, aplikasi kedua teknik ini termasuk inovatif karena umumnya pemanfaatan kertas semen bekas dalam produk kerajinan hanya dengan teknik pilin dan anyam. Metode penelitian desain yang igunakan melalui 3 tahap utama, yakni identifikasi, visualisasi dan materialisasi ide berdasarkan optimalisasi karakteristik materialnya (Ashby, 2010). Berdasarkan hasil eksplorasi material dan teknik pada kertas semen bekas, karakteristik yang menonjol adalah ringan dan kokoh. Selain itu, penelitian pengembangan desain ini juga bertujuan untuk meningkatkan nilai komersial kertas semen bekas dan membuka peluang baru dalam berbagai pengembangannya, khususnya aplikasi pada produk-produk struktural. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa teknik laminasi dan spiral wound tubing layak diaplikasikan menjadi material furnitur anak, serta aman dan nyaman dipakai untuk anak berdasarkan hasil uji coba.
Pengembangan desain sarana pengembalian buku di ruang baca perpustakaan Kota Yogyakarta
Kristian Oentoro;
Laurensius Windy O.H.;
R. Tosan Tri Putro
PRODUCTUM Jurnal Desain Produk (Pengetahuan dan Perancangan Produk) Vol 3, No 2 (2017)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1282.375 KB)
|
DOI: 10.24821/productum.v3i2.1737
Yogyakarta city library applied an open access service system, in which the library users were given access to independently find and take the books in collection shelves. Those users were also asked to return the finished books to the returning books medium in the form of trolleys. Later these books in the trolleys would be returned by the librarians scheduled for shelving duty. Observation result showed that there are a lot of unreturned books because the trolleys of the returning mediums are too full. Librarian also faced many difficulties in classifying the book stacks before returned to the collection shelves because of their messy state. According to the design study and development employing front- end process method, process (Karl & Steven, 2008), this problem could be solved by developing design concept for books returning mediums in the form of shelves contained colors and book codes information according to the standard of Yogyakarta city library. The result design prototype trial showed the increasing library users’ interest to return the finished books to the returning books medium according to the color and code information. It would greatly help the librarians in classifying the books before the re-organizing in the collection shelves. Design development of the returning books medium would also open the opportunity to optimize the temporary flow of returning books which would be easily found by the other library users before the shelving schedule.Keywords: library, open access, book shelf, librarian, library user
Evaluasi Model Kirkpatrick terhadap Kegiatan Desain Camp #1: Bamboo for Creative Millennials
Kristian Oentoro
PRODUCTUM Jurnal Desain Produk (Pengetahuan dan Perancangan Produk) Vol 3, No 8 (2020)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24821/productum.v3i8.3815
Design Camp #1 is the national workshop for product design students which involve 28 stu participants from 14 public/private colleges in Indonesia. The theme of Bamboo for Creative Millennials was raised to encouraged the participants to work together with bamboo craftsmen at Sendari Bamboo Crafts Center, Sleman, D.I. Yogyakarta. As the first program carried out, Design Camp # 1 requires evaluative research so that the process of implementing the next activity can continue to be developed. The Kirkpatrick model is applied to find out four levels of evaluation, including reactions, learning, behavior, and results. The research method used is quantitative descriptive, while the data collection uses interview techniques and online surveys. The results of the reaction evaluation showed that 52.5% of participants were very satisfied with aspects of the implementation (design materials, craft mentors, organizers, and support of each college). Learning evaluation shows that participants can learn bamboo processing skills (75%) and knowledge of bamboo design (67.8%). Participants also showed good collaboration in the work process, even in the evaluation of behavior 38% of aspects of success were determined by a group of friends. Design Camp # 1 activity produced 10 prototypes and 67.8% of participants were interested in developing their design ideas. The evaluation results also showed that 60.7% of participants strongly agreed that this activity could support a career as a product designer.Key words: design, evaluation, Kirkpatrick, bamboo
Pengembangan desain teko set gerabah kontemporer berbasis budaya lokal di Kabupaten Bojonegoro
Kristian Oentoro
PRODUCTUM Jurnal Desain Produk (Pengetahuan dan Perancangan Produk) Vol 3, No 6 (2019)
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (519.309 KB)
|
DOI: 10.24821/productum.v3i6.2431
Pottery is a type of traditional craft that has taken root in the history of art and culture of the Indonesian society. This fact is supported by various forms of ancient earthenware crafts which discovered since prehistoric times and the emergence of pottery craft centers in various parts of Indonesia, including in Rendeng Village, Malo District, Bojonegoro Regency. The changing of market needs and tastes today are a common problem faced by the traditional craft industry, including pottery crafts. Local wealth inside the traditional handicraft design which increasingly disappearing is one of the common concerns. The development of this contemporary pottery design aims to revive the skills of pottery craftsmen and the local culture of the Bojonegoro society in a modern design style. The research and development produced three sets of earthenware teapots, namely a turtle-shaped teapot set, a white combination of turtle-shaped teapot and teapot set inspired by Bojonegoro local coffee. Design research uses action research methods which consist of three design cycles. The application of this research method is useful to improve the capabilities and creativity of pottery craftmen in designing craft designs. Each design development cycle has four stages, namely planning, observation, action and reflection. The results of the study show that the color of the local clay Bojonegoro can characterize contemporary designs with a blend of colors and materials. The local way of drinking coffee as an inspiration for ‘kothok’ coffee teapots set has the potential to commercialize products and new experiences in drinking coffee.Key words: teapot, pottery, contemporary, Bojonegoro