Claim Missing Document
Check
Articles

Found 33 Documents
Search

KETERKAITAN DALANG DAN LAKON WAYANG PURWA DALAM JEJAK-JEJAK ARKAISME : KETERKAITAN DALANG DAN LAKON WAYANG PURWA DALAM JEJAK-JEJAK ARKAISME Darsa, Undang Ahmad; Nani Sumarlina, Elis Suryani; Mohamad Permana, Rangga Saptya
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 4 No 3 (2022): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Oktober, 2022
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v4i3.73

Abstract

Salah satu seni pertunjukan klasik di kalangan masyarakat Sunda yang masih tetap eksis sampai hari ini adalah seni pertunjukan Wayang Golek. Selain Wayang Golek, pernah tercatat jenis-jenis pertunjukan wayang, seperti wayang bendo, wayang golek papak (cepak), wayang golek modern, wayang kulit, dan wayang topeng. Bahkan, ada jenis wayang yang sudah hampir tidak dikenal lagi di kalangan masyarakat Sunda ialah yang disebut Wayang Lilingong. Seseorang yang berprofesi memainkan pertunjukan para tokoh dalam lakon wayang disebut dalang. Adapun istilah dalang dimaksudkannya sebagai pencerita yang merangkum sebuah kisah yang bersumber dari sebuah otoritas. Dalam kaitan ini, karya yang ditampilkannya tidak saja indah tetapi memiliki otoritas sebagaimana dulunya dikisahkan oleh seorang dalang yang bijaksana dan suci.
SERPIHAN TERPENDAM SISTEM TEKNOLOGI DAN PEMBAGIAN TATARUANG MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA: SERPIHAN TERPENDAM SISTEM TEKNOLOGI DAN PEMBAGIAN TATARUANG MASYARAKAT ADAT KAMPUNG NAGA Nani Sumarlina, Elis Suryani; Mohamad Permana, Rangga Saptya; Darsa, Undang Ahmad
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 5 No 1 (2023): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Februari, 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v5i1.104

Abstract

Kearifan lokal budaya yang dimiliki suatu bangsa atau suku bangsa, berkembang seiring perkembangan teknologi dan perkembangan zaman. Meskipun demikian, adat dan tradisi, beserta tinggalan budaya warisan nenek moyang kita harus tetap dijaga, dilindungi, dan dilestarikan agar tidak musnah ditelan masa. Tulisan ini mengulas dan berupaya mengenalkan keanekaragaman budaya Sunda yang terdapat di Kampung Naga, yang merupakan salah satu kekayaan dan khazanah kebudayaan Sunda, hasil kreativitas dan peninggalan nenek moyang orang Sunda pada masa lampau, yang keberadaannya saat ini sudah tidak dikenali, tidak diketahui, tidak dimengerti, bahkan sudah tidak dipahami oleh masyarakat Sunda pada umumnya. Selain itu, perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih, diiringi adanya kemampuan manusia dalam berinteraksi sosial, menjadikan suku bangsa yang ada di Indonesia, cenderung menuju kepada kebudayaan industri. Tetapi, masih terdapat beberapa suku bangsa yang tetap bersikukuh mempertahankan adat istiadat dan tradisi lamanya. Salah satu di antaranya adalah Masyarakat Kampung Naga, yang tinggal di Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat. Sistem teknologi dan pembagian tataruang yang berlaku di masyarakat tersebut mnarik untuk disajikan dalam tulisan ini, karena berbeda dari masyarakat lainnya. Kajian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analisis komparatid, melalui metode kajian budaya dan etnografi, di samping antropologi. Hasil yang diperoleh, beragam alat dan tataruang yang digunakan masih bersifat tradisional, namun memiliki fungsi yang tidak kalah dari masyarakat modern. Hal ini juga berkaitan dengan sistem sosial masyarakat adat Kampung Naga yang tidak bisa dipisahkan dari tri tangtu di bumi, melipti tatalampah, tatawayah, dan tatawilayah.
MENELISIK ANTI STUNTING BERBASIS TEKS NASKAH SUNDA Sebagai Dokumen Budaya dan Referensi Literasi: Sebagai Dokumen Budaya dan Referensi Literasi Nani Sumarlina, Elis Suryani; Darsa, Undang Ahmad; Rostikawati , Ike
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 5 No 2 (2023): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Juni 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v5i2.146

Abstract

Kearifan lokal budaya Sunda masa lampau yang terpendam dalam naskah sedikitnya berguna untuk mengungkap tonggak bagi suatu kehidupan masyarakat. Naskah sebagai wujud nyata dari tulisan tangan, jika dilihat dari konteks kebudayaan, termasuk ke dalam warisan budaya kebendaan yang bersifat nyata, sekaligus mengandung teks, yang dapat dikategorikan sebagai salah satu warisan budaya nonkebendaan yang bersifat abstrak. Keabstrakan suatu teks naskah, sejatinya dikaji, agar isi yang terpendam di dalamnya bisa terkuak, khususnya teks naskah Sunda yang berkaitan dengan konsep perjalanan hidup seorang manusia, selama dalam kandungan hingga remaja, mampu menguak tabir, sebagai pembentuk kepribadian dan karakter generasi muda Sunda khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya, yang sehat dan kuat. Isi naskah dimaksud sejalan dengan eksistensinya di zaman millennial saat ini, yang dikenal dengan stunting, yang sedang diupayakan pemerintah untuk diberantas. Naskah-naskah sejenis itu, jika dibiarkan, tidak dikaji, tidak dikenalkan, dan tidak segera diungkap isinya, lama kelamaan, baik naskah, tradisi, budaya, juga isi yang terkandung dalam naskah Sunda tersebut akan musnah ditelan masa. Untuk menelisik masalah ini digunakan metode penelitian deskriptif analisis, melalui melalui kajian filologis dan kajian budaya, sehingga hasil kajiannya berguna bagi ilmu lain, seperti kesehatan masyarakat, farmasi, keperawatan, kedokteran, ilmu komunikasi, dan budaya secara umum.
RINEKASASTRA MAJAS DALAM TEKS NASKAH MANTRA SUNDA: RINEKASASTRA MAJAS DALAM TEKS NASKAH MANTRA SUNDA Nani Sumarlina, Elis Suryani; Mohamad Permana, Rangga Saptya; Darsa, Undang Ahmad
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 5 No 3 (2023): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Oktober, 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v5i3.177

Abstract

Unsur majas dalam sebuah teks puisi tidak dapat dilepaskan dari kajian linguistik dan stuktur karya sastra. Demikian pula dalam teks mantra yang memiliki fungsi sangat penting, dalam upaya menunjang kepuitisan teks mantra itu sendiri, di samping unsur rima, irama, diksi, dan citraan. Melalui majas itulah teks mantra mampu menarik perhatian pembaca, membuat lebih hidup, serta dapat menimbulkan kesegaran, terutama dalam upaya menimbulkan kejelasan gambaran angan. Unsur Majas dalam teks naskah mantra Sunda mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain agar gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan lebih hidup. Yang dimaksud majas dalam teks mantra Sunda adalah kiasan kata untuk menghidupkan lukisan maupun perasaan yang akan diungkapkan lebih nyata, tergambarkan lebih jelas, lebih terasa, dan lebih ekspresif. Bahasa yang digunakan dalam majas lebih menonjol, melalui kata-kata yang susunan dan artinya sengaja disimpangkan dari susunan dan artinya yang biasa, menjadi luar biasa, untuk mendapatkan kesegaran dan kekuatan makna serta ekspresi dengan cara memanfaatkan perbandingan, pertentangan, dan pertautan hal yang satu dengan hal lainnya yang ada dalam sebuah teks mantra. Menggunakan metode penelitian deskriptif analisis, melalui metode kajian struktur puisi mantra dan maknanya, sehingga majas yang terdapat dalam teks mantra Sunda, yang meliputi majas perbandingan, majas pertentangan, dan majas pertautan dapat ditelusuri melalui rinekasastra-nya ‘upaya memperhalus perkataan (cerita) agar lebih indah’, karena bahasa itu dianggap hanya sekadar ‘bahan’, keindahan dan kehalusan bahasa menjelma setelah mengalami pengolahan (digubah oleh pengarang).
RAJA-RAJA SUNDA PERIODE KERAJAAN PAJAJARAN BERDASARKAN TRADISI TULIS SUNDA KUNO: RAJA-RAJA SUNDA PERIODE KERAJAAN PAJAJARAN BERDASARKAN TRADISI TULIS SUNDA KUNO Darsa, Undang Ahmad; Nani Sumarlina, Elis Suryani; Mohamad Permana, Rangga Saptya
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 5 No 3 (2023): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Oktober, 2023
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v5i3.185

Abstract

Sumber data penelitian ini berdasarkan tradisi tulisan Sunda kuno berupa naskah daun lontar pada Kropak 406 yang berjudul Carita Parahyangan dan Fragmen Carita Parahyangan. Perbandingannya dilakukan dengan menggunakan teks piagam pelat tembaga Kebantenan dan prasasti Batutulis Bogor. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengkaji bukti-bukti tertulis yang menggambarkan kondisi kehidupan para Raja Sunda pasca berdirinya Kerajaan Pajajaran, serta mengungkap latar belakang kondisi sosial yang menyebabkan kronologis berakhirnya pemerintahan kerajaan di wilayah Sunda. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diambil pendekatan teori filologi karena berkaitan dengan proses pengkajian sumber tradisi tertulis, disertai dengan upaya penafsiran isi teks pada sumber data tersebut dengan menggunakan pendekatan hermeneutika. Metode penelitian kualitatif diterapkan untuk memahami fakta di balik realitas yang dapat diamati atau dirasakan secara langsung. Hasilnya menunjukkan bahwa Kerajaan Sunda lebih dikenal dengan sebutan “Kerajaan Pajajaran” yang berlangsung selama kurun waktu 97 tahun (1482-1579 M). Kerajaan ini diperintah oleh 6 raja: (1) Maharaja Sri Baduga yang menjadi Maharaja Sunda pertama dan Galuh atau Maharaja Pajajaran yang berkuasa selama 39 tahun; (2) Prabu Surawisesa yang bertahta sebagai Maharaja Pajajaran selama 14 tahun; (3) Prabu Ratudewata yang memerintah sebagai Maharaja Pajajaran selama 8 tahun; (4) Sang Prabhusakti yang menyandang gelar Maharaja Pajajaran selama 8 tahun; (5) Prabu Nilakendra yang menjadi Raja Pajajaran; dan (6) Prabu Ragamulya yang merupakan Raja Pajajaran terakhir yang memerintah selama 16 tahun. Pada tahun 1579 M, Kerajaan Pajajaran lenyap dan melebur menjadi Kesultanan Banten dan Cirebon.
MANUSKRIP WAWACAN PANJI WULUNG KRITIK TEKS DAN KAJIAN HERMENEUTIK KARYA SASTRA: MANUSKRIP WAWACAN PANJI WULUNG KRITIK TEKS DAN KAJIAN HERMENEUTIK KARYA SASTRA Nani Sumarlina, Elis Suryani; Mohamad Permana, Rangga Saptya; Darsa, Undang Ahmad
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 6 No 1 (2024): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Februari, 2024
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v6i1.213

Abstract

Tulisan ini mengambil objek kajian manuskrip berjudul Wawacan Panji Wulung, karya H. Muhamad Musa, salinan tahun 1862. Manuskrip tersebut diyakini satu-satunya karya sastra Sunda berujud manuskrip, yang disalin ke dalam teks manuskrip Jawa. Manuskrip Wawacan Panji Wulung (WPW) berdasarkan hasil penelitian Sumarlina (1990), teridentifikasi sebanyak delapan buah, terdiri atas dua buah teks naskah dalam bentuk tulisan tangan (manuskrip) dan enam buah teks naskah cetakan. Namun dalam tulisan ini secara khusus hanya melibatkan tiga buah manuskrip. Teks-teks naskah WPW dimaksud menggunakan huruf Cacarakan dan huruf Latin, berbahasa Sunda dan Belanda. Kedelapan manuskrip itu teksnya tidak ada yang utuh. Melalui garapan filologis, baik kodikologis maupun tekstologis, akhirnya dapat ditentukan tiga buah teks naskah WPW yang lebih banyak digunakan dalam rangka menyusun sebuah Edisi Teks Wawacan Panji Wulung yang lengkap dan bebas dari kesalahan, agar dapat lebih mudah dibaca dan dipahami oleh masyarakat pada saat ini, sehingga akhirnya bisa dipertanggungjawabkan dan dipandang mendekati teks aslinya. Metode penelitian menggunakan deskriptif analisis komparatif. Penggarapan teks didasarkan kepada metode landasan dan metode gabungan. Untuk teks WPW melibatkan pendekatan filologi dan hermeneutik. Kecacatan WPW ini disebabkan oleh gejala salah tulis di dalam tradisi penurunan sepanjang sejarah perkembangannya, meliputi penggantian (substitutions), penghilangan (omissions), penambahan (additions), dan perubahan (transpositions). Edisi Teks WPW yang digubah dalam bentuk wawacan, meliputi sebanyak 28 pupuh yang terdiri atas 1018 pada. Manuskrip WPW termasuk ke dalam salah satu khazanah susastra Sunda yang memiliki nilai tinggi, bila dibandingkan dengan karya-karya sastra lainnya yang sejaman. Hal ini tampak dari hasil tinjauan dari sudut pandang karya sastra, meskipun tinjauan yang dilakukan belum menyeluruh dan mendalam. Tinjauan dari aspek sastra pada dasarnya hanyalah sebagai pembuka jalan bagi penelitian selanjutnya dan dapat dijadikan sebagai referensi literasi bagi ilmu lain.
IMPLEMENTASI & PEMANFAATAN TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) KANEKES BADUY BERBASIS MANUSKRIP TATAMBA: IMPLEMENTASI & PEMANFAATAN TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) KANEKES BADUY BERBASIS MANUSKRIP TATAMBA Nani Sumarlina, Elis Suryani; Ahmad Darsa, Undang; Erwina, Wina
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 6 No 2 (2024): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Juni 2024
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v6i2.236

Abstract

Di era milenial yang serba modern ini, kearifan lokal budaya tinggalan karuhun orang Sunda yang terpendam dalam manuskrip, selayaknya digali, dikaji, dan dikembangkan secara berkesinambungan. Sebagai dokumen budaya, manuskrip memberikan informasi beragam pengetahuan yang masih relevan untuk diimplementasikan dan dimanfaatkan saat ini. Salah satunya teks manuskrip Tatamba, yang berisi seluk beluk Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan pengobatan tradisional, yang masih diimplementasikan terutama di masyarakat adat Kanekes Baduy, yang pada saat Pandemi Covid-19 hampir tidak ada yang terkena wabah tersebut. Hal ini dimungkinkan, karena mereka memanfaatkan TOGA dalam kesehariannya. Tanaman obat keluarga merupakan tanaman hasil budidaya yang berkhasiat sebagai obat, yang bisa ditanam di pekarangan rumah, kebun atau ladang, yang terdiri atas enam kelompok, yakni tanaman liar, umbi-umbian, tanaman pagar hidup, tanaman hias merambat, tanaman hias perdu, dan tanaman pohon peneduh. TOGA yang ditemukan di masyarakat adat Baduy dideskripsi, diinventarisasi, dibandingkan dengan Teks Naskah Tatamba melalui metode deskriptif analisis komparatif, melibatkan metode kajian kualitatif, melalui kajian filologis, yang meliputi kajian kodikologis dan tekstologis, serta kajian budaya secara umum secara multidisiplin. Hasil yang dicapai, selain terkumpulnya berbagai jenis TOGA, yang berguna bagi masyarakat, juga agar masyarakat dapat memanfaatkan TOGA lebih efektif dalam mengobati berbagai penyakit, melalui jenis, fungsi, dosis, cara pengolahan, dan tindak pengobatan yang benar.
KABUYUTAN DALAM TRADISI SUNDA: KABUYUTAN DALAM TRADISI SUNDA Darsa, Undang Ahmad; Permana, Rangga Saptya; Nani Sumarlina, Elis Suryani
Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora Vol 6 No 2 (2024): Jurnal Kajian Budaya dan Humaniora (JKBH), Juni 2024
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/jkbh.v6i2.244

Abstract

Artikel ini berjudul Kabuyutan dalam Tradisi Sunda. Sumber data kajiannya didasarkan pada tradisi tulis Sunda Kuno berupa naskah lontar, piagam lempengan logam, maupun prasasti. Adapun tujuannya penulisan artikel adalah menelusuri bukti jejak-jejak tempat aktivitas keagamaan berupa kabuyutan yang terpantulkan dalam lingkungan tradisi masyarakat Sunda Kuno pada zamannya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut ditempuh melaui pendekatan filologi karena berkaitan dengan proses kajian sumber tradisi tulis dalam upaya peafsiran data yang terkandung di dalamnya. Metode penelitian kualitatif diterapkan dalam upaya memahami fakta di balik kenyataan yang dapat diamati atau diindera secara langsung.Hasilnya diperoleh bukti, pertama, kabuyutan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda sudah sangat akrab, baik di telinga maupun di hati. Istilah kabuyutan ini adalah kosa kata asli Sunda dari kata dasar buyut (artinya: 1. generasi ke-4 dari ego: anak-indung/bapa-nini/aki-buyut; 2. pamali ‘tabu, bertuah, suci’) ditambah konfiks ka-an menunjukkan tempat atau lokasi. Jadi, kabuyutan secara generik mengandung arti suatu lokasi yang oleh masyarakat setempat dianggap mempunyai kesaktian, bertuah, angker, suci, atau sebuah tempat keramat. Istilah keramat itu sendiri berasal dari kosa kata bahasa Arab: karamah yang mengadung makna ‘mulia’. Kedua, menurut catatan yang tertuang dalam teks-teks tradisi tulis Sunda Kuno, artinya sejauh hal itu terdapat dalam berbagai sumber data, tempat yang dianggap keramat dan suci yang dinamakan kabuyutan itu dapat diduga ada yang dengan sengaja didirikan atau dibangun langsung pada masanya. Akan tetapi, tidak jarang masyaarakat itu cukup menata dan hanya memanfaatkan apa yang sudah disediakan alam di lingkungan tempat tinggalnya. Apabila sebuah tempat sudah dianggap sebagai kabuyutan, apakah di situ ada benda cagar budaya atau tidak, bukan menjadi sesuatu perdebatan yang utama. Bagi masyarakat sekitarnya, lokasi-lokasi semacam itu adalah tempat suci dan keramat sehingga hampir tidak ada yang berani bertindak gegabah di situ.
SISTEM PEMERINTAHAN, PEMBAGIAN KEKUASAAN, DAN KEPEMIMPINAN MASA LAMPAU BERBASIS NASKAH SUNDA KUNO : SISTEM PEMERINTAHAN, PEMBAGIAN KEKUASAAN, DAN KEPEMIMPINAN MASA LAMPAU BERBASIS NASKAH SUNDA KUNO Nani Sumarlina, Elis Suryani; Mohamad Permana, Rangga Saptya
KABUYUTAN Vol 1 No 1 (2022): Kabuyutan, Maret 2022
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v1i1.26

Abstract

Suatu bangsa mampu menghasilkan pemimpin yang handal, namun belum tentu mampu memiliki negarawan yang unggul. Untuk menjadi seorang pemimpin yang hebat, berkualitas, dan bijaksana, ia harus mampu berperilaku sebagai seorang negarawan, artinya seorang negarawan harus menjadi seorang pemimpin, tetapi seorang pemimpin belum tentu dapat bertindak sebagai seorang negarawan, jika ia tidak mampu berkomunikasi dan berpolitik dengan baik. Sistem pembagian kekuasaan dan kepemimpinan raja-raja Sunda di masa lalu, erat kaitannya dengan etika, sistem pemerintahan, dan komunikasi politik, yang terungkap dalam Sanghyang Siksakandang Karesian, Fragmen Carita Parahiyangan, Sanghyang Hayu, Amanat Galunggung atau Darmasiksa, Sewaka Darma , dan naskah Sunda kuno abad XVI Masehi, yang masih mewujud dan terimplementasi dalam kehidupan masyarakat adat Kampung Naga, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Naskah Sunda kuno umumnya terbuat dari lontar, ditulis dengan huruf dan bahasa Sunda kuno, yang sulit dibaca, serta harus melibatkan ahli yang benar-benar memahami karakter, bahasa, dan budaya pada masanya, sedangkan ahli di bidang aksara Sunda kuno dan bahasa masih sangat jarang. Untuk itu diperlukan penggalian, penelitian, dan kajian agar isi yang terpendam di dalamnya dapat terungkap dan dikaji lebih dalam, untuk tata kelola yang lebih baik, dan agar generasi muda Sunda khususnya mengetahui dan berpartisipasi dalam peran melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal yang tersisa dari budaya Sunda, sebagai identitas orang Sunda. Metode analisis deskriptif yang akan digunakan berusaha untuk mendeskripsikan data secara rinci dan cermat, menganalisisnya dengan cermat, dan membandingkannya tepat sasaran, melalui pendekatan kritik tekstual, kajian budaya, dan kajian historiografi, yang digunakan untuk mengungkap isimdari teks-teks Sunda kuno yang terkubur di dalamnya, yang berkaitan dengan sistem pembagian kekuasaan dan kepemimpinan.
KERAJAAN SUNDA BIHARI DAN KIWARI BERBASIS NASKAH SUNDA KUNO: KERAJAAN SUNDA BIHARI DAN KIWARI BERBASIS NASKAH SUNDA KUNO Nani Sumarlina, Elis Suryani; Darsa, Undang
KABUYUTAN Vol 1 No 2 (2022): Kabuyutan, Juli 2022
Publisher : PT. RANESS MEDIA RANCAGE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61296/kabuyutan.v1i2.37

Abstract

Beberapa waktu lalu bermunculan kembali ‘kerajaan baru’, yang tentu saja masalah ini sudah ngageumbreungkeun ‘menghebohkan’ media sosial dan masyarakat, sekaligus menggelitik hati. Meskipun strategi, taktik, pola, arah, dan teknik yang mereka gunakan sudah terbaca, namun jika hal itu dibiarkan, akan semakin merajalela, karena semua hal yang kelompok mereka sampaikan tidak sesuai dengan data dan faktanya. Andai ingatan kita mundur ke beberapa waktu yang lalu, tatkala kerajaan Tarumanagara dianggap fiktif, tak ayal masyarakat Sunda terperangah dan terkejut. Ada apa? Masyarakat Sunda yang tatatengtrem ‘damai’ seakan terusik, demikian juga waktu hal itu terjadi. Mungkinkah fenomena ‘kerajaan abal-abal’ yang kini muncul saling berkaitan dengan adanya ‘pengingkaran terhadap kerajaan Tarumanagara dimaksud? Jawabannya mungkin ya mungkin juga tidak. Untuk mengungkap masalah ini, akan digunakan metode penelitian deskriptif dan metode kajian filologis, historiografi tradisional, sosial, komunikasi politik, dan kajian budaya secara secara multidisiplin, agar diperoleh gambaran, data serta fakta berdasarkan naskah Sunda kuno yang mengungkap permasalahan yang ada kaitannya dengan kerajaan Sunda masa lampau beserta aspek-aspek yang mendukung ke arah masalah kepemimpinan, sistem pemerintahan, dan pembagian kekuasaan, yang terungkap dalam naskah dan prasasti.