Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perspektif Progresivisme John Dewey Dalam Merdeka Belajar Pardini, Aan Soka; Kristian, Deddi; Hadi, Janes Kurnia; Firmansyah, Hendri; Fauzan, Fauzan; Hartati, Merri Sri; Susiyanto, Susiyanto
Jurnal Pendidikan Indonesia : Teori, Penelitian, dan Inovasi Vol 5, No 2 (2025): Jurnal pendidikan Indonesia: Teori, Penelitian, dan Inovasi
Publisher : Penerbit Widina, Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jpi.v5i2.1448

Abstract

The Merdeka Belajar policy in the Indonesian education system aims to create an education process that is more flexible, innovative, and oriented to student needs. These principles are in line with John Dewey's philosophy of progressivism, which emphasizes direct experience, active student involvement, and the relevance of education to real life. This study aims to analyze the alignment between John Dewey's principle of progressivism and Merdeka Belajar policy in Indonesia. Using the literature study method, it was found that Merdeka Belajar has adopted elements of progressivism, such as experiential learning and the role of the teacher as a facilitator. However, its implications face challenges such as teacher readiness and uneven infrastructure. In conclusion, the implementation of Merdeka Belajar needs to be strengthened through a holistic approach involving various stakeholders to realize relevant, inclusive, and progressive education in accordance with John Dewey's thinking.ABSTRAKKebijakan Merdeka Belajar dalam sistem pendidikan Indonesia bertujuan untuk menciptakan proses Pendidikan yang lebih fleksibel, inovatif, dan berorientasi pada kebutuhan siswa. Prinsip-prinsip ini sejalan dengan filsafat progresivisme John Dewey, yang menekankan pengalaman langsung, keterlibatan aktif siswa, serta relevansi pendidikan dengan kehidupan nyata. Penelitian ini bertujuan menganalisis keselarasan antara prinsip progresivisme John Dewey dan kebijakan Merdeka Belajar di Indonesia. Dengan metode studi literatur, ditemukan bahwa Merdeka Belajar telah mengadopsi unsur progresivisme, seperti pembelajaran berbasis pengalaman dan peran guru sebagai fasilitator. Namun, implikasinya menghadapi tantangan seperti kesiapan guru dan infrastruktur yang belum merata. Kesimpulannya, implementasi Merdeka Belajar perlu diperkuat melalui pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan guna mewujudkan pendidikan yang relevan, inklusif, dan progresif sesuai dengan pemikiran John Dewey.
Mempersiapkan Siswa Untuk Masa Depan: Literasi AI Sebagai Keterampilan Abad 21 Maleni, Linna; Pardini, Aan Soka; kristian, Deddi; Iswandi, Wedi; Yudisman, Afrien; Hidayat, Tomi; Rifa’i, Rifa’i
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 2 (2025): Mei - Juli
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i2.1587

Abstract

Pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam dunia pendidikan pada abad 21 menuntut adanya penguatan literasi AI sebagai keterampilan mendasar bagi peserta didik dalam menghadapi perkembangan teknologi yang pesat. Literasi AI tidak hanya berfokus pada penguasaan teknis penggunaan teknologi, tetapi juga pada pemahaman prinsip kerja, manfaat, serta risiko dan implikasi etis penggunaan AI dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka (library research) dengan menganalisis literatur lima tahun terakhir untuk mengidentifikasi urgensi literasi AI sebagai bagian dari keterampilan abad 21. Hasil kajian menunjukkan bahwa integrasi literasi AI dalam kurikulum pendidikan pada berbagai jenjang dapat mendukung pengembangan keterampilan berpikir kritis, berpikir komputasional, literasi data, serta kemampuan pemecahan masalah berbasis teknologi. Literasi AI juga membantu peserta didik memahami adanya potensi bias dalam sistem AI serta pentingnya penggunaan teknologi secara kritis dan bertanggung jawab. Dengan penguatan literasi AI, peserta didik akan memiliki kesiapan untuk menghadapi dunia kerja masa depan yang berbasis teknologi dan meningkatkan daya saing global secara adaptif dan kreatif. Studi ini merekomendasikan adanya integrasi literasi AI secara sistematis dalam kurikulum serta peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan literasi AI untuk mendukung transformasi pendidikan yang adaptif, humanis, dan berkelanjutan.
Model Pendidikan Di Negara Maju dan Berkembang Marleni, Linna; Pardini, Aan Soka; kristian, Deddi; Yudisman, Afrien; Asmara, Adi; Kashardi, Kashardi
RIGGS: Journal of Artificial Intelligence and Digital Business Vol. 4 No. 4 (2026): November - January
Publisher : Prodi Bisnis Digital Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/riggs.v4i4.4161

Abstract

Pendidikan merupakan faktor kunci dalam membangun sumber daya manusia dan mendorong perkembangan sosial-ekonomi suatu bangsa. Penelitian ini membahas perbandingan sistem pendidikan antara negara maju dan negara berkembang dengan fokus pada enam aspek utama, yaitu akses pendidikan, kurikulum dan kualitas pembelajaran, profesionalisme dan kesejahteraan guru, pemanfaatan teknologi dalam pendidikan, pendanaan pendidikan, serta sistem evaluasi dan penilaian. Hasil kajian menunjukkan bahwa negara maju seperti Finlandia, Jepang, dan Korea Selatan telah menerapkan kebijakan pemerataan pendidikan secara efektif, didukung oleh sistem pendanaan yang kuat serta distribusi sarana prasarana yang merata. Kurikulum berbasis kompetensi, STEM, dan pembelajaran kontekstual menjadi pendekatan utama dalam meningkatkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Guru memperoleh pelatihan profesional berkelanjutan serta kesejahteraan yang tinggi sehingga berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran. Pemanfaatan teknologi digital semakin memperkuat model pembelajaran inovatif yang adaptif terhadap kebutuhan siswa. Sebaliknya, negara berkembang seperti Indonesia, Nigeria, dan Filipina masih menghadapi ketimpangan akses pendidikan akibat kondisi geografis, ekonomi, dan infrastruktur yang belum merata. Kurikulum yang berorientasi hafalan, keterbatasan pelatihan guru, rendahnya literasi digital, serta ketergantungan pada ujian nasional menjadi tantangan utama dalam peningkatan kualitas pendidikan. Pendanaan yang terbatas serta rendahnya investasi pada riset pendidikan menyebabkan inovasi belum berkembang optimal. Implikasi penelitian ini menegaskan pentingnya reformasi kebijakan secara komprehensif untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mengurangi kesenjangan global.