cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Naditira Widya
ISSN : 14100932     EISSN : 25484125     DOI : -
Core Subject : Humanities, Art,
Arjuna Subject : -
Articles 545 Documents
LAPANGAN TERBANG BELANDA DI MELAK-SENDAWAR SEBAGAI PERTAHANAN UDARA KALIMANTAN TIMUR Susanto, Nugroho Nur
Naditira Widya Vol 9, No 2 (2015): OKtober 2015
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v9i2.123

Abstract

Salah satu lapangan terbang yang menarik untuk diteliti di wilayah Kalimantan Timur adalah lapangan terbangyang dibangun oleh Belanda di Melak-Sendawar. Artikel dengan tujuan untuk mendeskripsi peninggalan arkeologi dilapangan terbang tersebut akan menggunakan metode induktif interpretatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa lapanganterbang dibangun sebagai antisipasi menghadapi invasi Jepang. Hal tersebut terlihat pada keberadaan landasan pacuganda yang dikelilingi oleh sarana dan prasarana pendukung seperti kantor pusat komando, pillbox, gudang peluru,bunker, penjara, penampungan air, gardu listrik, jaringan jalan, bahkan rumah sakit. Fasilitas tersebut menggambarkanadanya strategi untuk mempertahankan Kalimatan Timur yang kaya akan sumber mineral. Disimpulkan bahwa keberadaanbandara Melalan dengan prasarana pendukungnya menunjukkan strategi pertahanan yang terencana dan matang (dapatmenjadi model pertahanan nasional yang kokoh). Bandara yang juga sebagai Pangkalan Samarinda II ini juga pernahberperan dalam persiapan operasi Ganyang Malaysia semasa konfrontasi pada tahun 1964.
TINGGALAN ARKEOLOGI ISLAM SEBAGAI BAGIAN PERKEMBANGAN SEJARAH BUDAYA DI KALIMANTAN Atmojo, Bambang Sakti Wiku
Naditira Widya Vol 6, No 2 (2012): Oktober 2012
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v6i2.86

Abstract

Abstrak. Tulisan ini mendeskripsikan beragam penelitian arkeologi dari masa pengaruh kebudayaan Islam yangtelah dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin di empat provinsi di Pulau Kalimantan sejak 1993. Penelitianpenelitiantersebut dilakukan dengan teknik survei berdasarkan tema kajian seperti arsitektur kuna, tata kota kuna,dan sejarah kebudayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peninggalan arkeologi masa Islam bervariasi, yaitupeninggalan bendawi dan non-bendawi. Peninggalan arkeologi bendawi terdiri atas peninggalan bersifat bangunan,struktur, situs, kawasan, dan artefaktual. Rentang periodisasi peninggalan arkeologi tersebut berasal dari abad ke-15 sampai dengan ke-19 Masehi; peninggalan tertua berupa makam-makam abad ke-15 yang berada di KabupatenKetapang. Berdasarkan lokasi geografisnya, peninggalan-peninggalan monumental ataupun situs ditemukan padakawasan pantai, daerah aliran sungai, dan perbukitan.
PREFACE NADITIRA WIDYA VOLUME 7 NOMOR 2 OKTOBER 2013 Widya, Naditira
Naditira Widya Vol 7, No 2 (2013): Oktober 2013
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v7i2.277

Abstract

Penempatan Bangunan Candi Tingkip, Lesung Batu dan Bingin Jungut pada Bentang Lahan Fluvial di Musi Rawas, Propinsi Sumatera Selatan Siregar, Sondang Martini
Naditira Widya Vol 11, No 1 (2017): Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v11i1.192

Abstract

Daerah Musi Rawas memiliki dataran aluvial yang membentang di daerah hulu Sungai Musi sampai dengan daerah hulu Sungai Rawas. Pada wilayah tersebut manusia berusaha berinteraksi dengan alam tidak hanya untuk bertahan hidup tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan ritualnya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya bangunan candi di Tingkip, Lesung Batu dan Bingin Jungut pada abad ke-9 Masehi. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana bentuk adaptasi masyarakat pendukung bangunan candi dengan lingkungan fisik di situs Tingkip, Lesung Batu dan Bingin Jungut. Hal ini disebabkan bangunan candi didirikan harus mempertimbangkan lingkungan fisiknya, yaitu jenis tanah, keletakan candi dengan sumber air, sumber bahan bangunan candi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran bentuk adaptasi manusia pendukung bangunan candi dengan lingkungan fisik di situs Tingkip, Lesung Batu dan Bingin Jungut. Metode yang dipakai adalah metode kualitatif dangan analisis ruang sebaran bangunan candi dengan lingkungan fisiknya dan analisis laboratorium, yaitu uji sample tanah dari masing-masing profil tanah dari situs Tingkip, Lesung Batu dan Bingin Jungut. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan untuk penyusunan strategi dan kebijakan yang berhubungan dengan pemanfaatan lahan pada bentang lahan fluvial. Keberadaan bangunan candi menunjukkan adanya sisa peradaban India di situs Tingkip, Lesung Batu dan Bingin Jungut dan masyarakat pendukung candi mempertimbangkan lingkungan fisik dalam mendirikan bangunan candi pada ketiga situs tersebut.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ARKEOLOGI: SEBUAH RETROSPEKSI Hartatik, Hartatik
Naditira Widya Vol 8, No 2 (2014): Oktober 2014
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v8i2.109

Abstract

Sumberdaya arkeologi sering diabaikan oleh masyarakat karena ketidakpahaman masyarakat tentang arti penting sumberdayatersebut. Lembaga kebudayaan milik pemerintah, terutama Balai Arkeologi dan Balai Pelestarian Cagar Budaya merupakan motorpenggerak pengelolaan sumberdaya arkeologi yang mempunyai tanggung jawab untuk menginformasikan keberadaan dan nilaipenting sumberdaya arkeologi kepada masyarakat. Berbagai sosialisasi hasil penelitian yang merupakan bagian dari pengembangankegiatan penelitian telah dilakukan, tetapi hasil kerja lembaga kebudayaan milik pemerintah tersebut belum dapat dipahami dandimanfaatkan oleh masyarakat. Akibatnya, pengelolaan sumberdaya arkeologi seolah menjadi beban tunggal pemerintah. Permasalahandalam tulisan ini adalah apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga kebudayaan untuk menarik masyarakat dalam pengelolaansumberdaya arkeologi? Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui apa yang seharusnya dilakukan oleh lembaga kebudayaan supayamasyarakat sebagai pemilik budaya tertarik dan terlibat dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi. Metode pengumpulan data dilakukanmelalui studi pustaka dan pengamatan selama penulis bekerja di Balai Arkeologi Banjarmasin dari tahun 1999 sampai dengan 2014.Metode analisis data dilakukan secara deskriptif dengan penalaran induktif. Hasil dari tulisan ini adalah nilai penting sumberdayaarkeologi harus dipertahankan dengan melakukan sinergi antara lembaga pengelola kebudayaan dan masyarakat secara efektif danefisien. Selain itu, perlunya instansi pengelola kebudayaan dalam satu garis komando, sehingga akan memudahan koordinasi dalamperencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kinerja.
INTENSIFIKASI SOSIALISASI DAN KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ARKEOLOGI: STUDI KASUS DI KALIMANTAN Sugiyanto, Bambang
Naditira Widya Vol 5, No 2 (2011): Oktober 2011
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v5i2.77

Abstract

Abstrak. Penelitian arkeologi di wilayah operasional Pulau Kalimantan memang menjadi tugas dan wewenang dariBalai Arkeologi Banjarmasin. Selain melaksanakan penelitian arkeologi, Balai Arkeologi Banjarmasin juga mempunyaitanggung jawab bersama-sama Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Samarinda untuk melaksanakan secarakontinu sosialisasi pentingnya sumber daya arkeologi dan pengelolaan cagar budaya yang ada di masing-masingdaerah dan pengelolaan cagar budaya. Sementara itu, dengan efektifnya pelaksanaan Undang-Undang nomor32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, operasional kewenangan kebudayaan dalam tata laksanapemerintahan daerah mengalami perubahan. Perubahan tersebut berkenaan dengan kebijakan pengelolaanbidang kebudayaan, baik material maupun non-material. Namun sayangnya, dalam pengimplementasian kebijakantersebut terdapat kendala yaitu, instansi daerah belum memiliki sumber daya manusia yang kompeten untukmelaksanakan penelitian arkeologi dan konservasi cagar budaya. Tampaknya kebudayaan masih dipandangsama dengan kesenian, jadi banyak instansi daerah yang mempunyai kepala seksi kesenian atau pariwisatadaripada kepala seksi kebudayaan. Tulisan ini membahas gejala perbedaan visi pengelolaan sumber daya arkeologiantara pemerintah pusat dan daerah, serta strategi koordinasi menyamakan visi tersebut dalam upaya peningkatankesejahteraan hidup masyarakat berbasis pelestarian cagar budaya sesuai Undang- Undang Republik Indonesianomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
COVER DEPAN NADITIRA WIDYA VOLUME 8 NOMOR 2 OKTOBER 2014 Widya, Naditira
Naditira Widya Vol 8, No 2 (2014): Oktober 2014
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v8i2.268

Abstract

KONFLIK SUMBER DAYA ARKEOLOGI PADA ERA OTONOMI DAERAH Sulistyanto, Bambang
Naditira Widya Vol 3, No 2 (2009): Naditira Widya Vol. 3 No.2
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v3i2.182

Abstract

The benefiting from archaeological resource during the district autonomy era -prior to the reformation era- in Indonesia shows varieties of conflict concerning either the factors which have caused the problems or the actors involved in the conflict. My research suggests that conflict of benefiting from archaeological resources had appeared due to mishmash of several old issue which was developed into new issue as a result of the reformation movement. Old issues which had to be dealt with were the theft, condemnation and destruction of cultural heritage. Such issue occured becauce of clashes of interest between the governments intention to preserve archaeological resources and the basic economic needs of the community surround the site to provide a secure life. Meanwhile, new issues surfaced due to the development of democracy euphoria within the district goverment as the consequence of the commencement of Law number 32 tahun year 2004 concerning District Autonomy. Horizontal conflict between the central goverment in Jakarta and district goverments has emerged in regard to differences of perception on how to give meaning to archaeological resources, which eventually caused differences of interest in benefiting from archaeological resources. Nevertheless, since the commencement of the reformation era in Indonesia, the people have been expreriencing enlightenment beyond expetation. Therefore, it is not surprising that the people of Indonesia show admirable response to deal with problem solving in manging the archaeological resources; they are more proactive and even demand their rights to be involved in managing the archaeological resources, which are essentially belong to the people of Indonesia. This article discusses the conflict resolution in a cultural management resourch approach.
COVER DEPAN NADITIRA WIDYA VOLUME 12 NOMOR 1 APRIL 2018 Widya, Naditira
Naditira Widya Vol 12, No 1 (2018): NADITIRA WIDYA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2018
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v12i1.297

Abstract

SUMBER BAHAN DAN TRADISI ALAT BATU AWANG BANGKAL Fajari, Nia Marniati Etie
Naditira Widya Vol 5, No 1 (2011): April 2011
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v5i1.61

Abstract

Abstrak. Awang Bangkal tercatat sebagai salah satu situs paleolitik tertua di Kalimantan bagiantenggara. Penelitian pada 1970an telah berhasil menemukan kapak-kapak perimbas di beberapalokasi yang berada di aliran Sungai Riam Kanan ini. Kini penelitian lebih lanjut di lokasi tersebutsulit dilakukan, karena sebagian besar badan Sungai Riam Kanan telah tenggelam akibatpembendungan sungai untuk waduk pembangkit listrik. Yang masih tampak tersisa di daerahAwang Bangkal saat ini adalah perbukitan yang mengandung sumber batuan. Makalah ini akanmemaparkan dan membahas hasil survei di Awang Bangkal pada tahun 2010 yang berhasilmengumpulkan sampel batuan bahan alat dan beberapa temuan artefaktual. Hasil analisis temuanmemberikan gambaran mengenai jenis batuan apa saja yang digunakan untuk membuat alatbatu, serta tradisi budaya alat batu yang berkembang di Awang Bangkal. Jika dilihat dari tradisi alatbatunya, temuan artefaktual di situs ini tidak hanya menunjukkan ciri teknologi paleolitik tetapi jugateknologi neolitik. Hal ini dibuktikan dengan temuan beliung batu dan batu berbentuk paku yangsudah dikerjakan dengan baik dan dihaluskan.

Page 4 of 55 | Total Record : 545


Filter by Year

2006 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 17 No 1 (2023): Naditira Widya Volume 17 Nomor 1 Tahun 2023 Vol 16 No 2 (2022): Naditira Widya Volume 16 Nomor 2 Tahun 2022 Vol 16 No 1 (2022): Naditira Widya Volume 16 Nomor 1 Tahun 2022 Vol 15 No 2 (2021): NADITIRA WIDYA VOLUME 15 NOMOR 2 OKTOBER 2021 Vol 15 No 1 (2021): NADITIRA WIDYA VOLUME 15 NOMOR 1 APRIL 2021 Vol 14 No 2 (2020): NADITIRA WIDYA VOLUME 14 NOMOR 2 OKTOBER 2020 Vol 14 No 1 (2020): NADITIRA WIDYA VOLUME 14 NOMOR 1 APRIL 2020 Vol 13 No 2 (2019): NADITIRA WIDYA Vol 13 No 1 (2019): NADITIRA WIDYA Vol 13, No 1 (2019): NADITIRA WIDYA Vol 12 No 2 (2018): Naditira Widya Volume 12 Nomor 2 Oktober Tahun 2018 Vol 12, No 2 (2018): Naditira Widya Volume 12 Nomor 2 Oktober Tahun 2018 Vol 12, No 1 (2018): NADITIRA WIDYA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2018 Vol 12 No 1 (2018): NADITIRA WIDYA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2018 Vol 11, No 2 (2017): Naditira Widya Volome 11 Nomor 2 Oktober 2017 Vol 11 No 2 (2017): Naditira Widya Volome 11 Nomor 2 Oktober 2017 Vol 11 No 1 (2017): Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017 Vol 11, No 1 (2017): Naditira Widya Vol. 11 No. 1 April 2017 Vol 10 No 2 (2016): Naditira Widya Vol. 10 No. 2 Oktober 2016 Vol 10, No 2 (2016): Naditira Widya Vol. 10 No. 2 Oktober 2016 Vol 10, No 1 (2016): Naditira Widya Vol. 10 No. 1 Tahun 2016 Vol 10 No 1 (2016): Naditira Widya Vol. 10 No. 1 Tahun 2016 Vol 9 No 2 (2015): OKtober 2015 Vol 9, No 2 (2015): OKtober 2015 Vol 9, No 1 (2015): April 2015 Vol 9 No 1 (2015): April 2015 Vol 8, No 2 (2014): Oktober 2014 Vol 8 No 2 (2014): Oktober 2014 Vol 8 No 1 (2014): April 2014 Vol 8, No 1 (2014): April 2014 Vol 7, No 2 (2013): Oktober 2013 Vol 7 No 2 (2013): Oktober 2013 Vol 7, No 1 (2013): April 2013 Vol 7 No 1 (2013): April 2013 Vol 6 No 2 (2012): Oktober 2012 Vol 6, No 2 (2012): Oktober 2012 Vol 6 No 1 (2012): April 2012 Vol 6, No 1 (2012): April 2012 Vol 5, No 2 (2011): Oktober 2011 Vol 5 No 2 (2011): Oktober 2011 Vol 5, No 1 (2011): April 2011 Vol 5 No 1 (2011): April 2011 Vol 4 No 2 (2010): Oktober 2010 Vol 4, No 2 (2010): Oktober 2010 Vol 4 No 1 (2010): April 2010 Vol 4, No 1 (2010): April 2010 Vol 3 No 2 (2009): Naditira Widya Vol. 3 No.2 Vol 3, No 2 (2009): Naditira Widya Vol. 3 No.2 Vol 3 No 1 (2009): Naditira Widya Vol. 3 No.1 Vol 3, No 1 (2009): Naditira Widya Vol. 3 No.1 Vol 2, No 2 (2008): Naditira Widya Vol. 2 No.2 Vol 2 No 2 (2008): Naditira Widya Vol. 2 No.2 Vol 2, No 1 (2008): Naditira Widya Vol. 2 No.1 Vol 2 No 1 (2008): Naditira Widya Vol. 2 No.1 Vol 1, No 2 (2007): Naditira Widya Volume 1 Nomor 2 Tahun 2007 Vol 1 No 2 (2007): Naditira Widya Vol. 1 No.2 Vol 1 No 1 (2007): Naditira Widya Vol. 1 No.1 Vol 1, No 1 (2007): Naditira Widya Vol. 1 No.1 No 16 (2006): Naditira Widya Nomor 16 Oktober 2006 No 16 (2006): Naditira Widya Nomor 16 Oktober 2006 More Issue