cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta timur,
Dki jakarta
INDONESIA
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa
ISSN : 23388528     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Ranah: Journal of Language Studies is published by the National Agency for Language Development and Cultivation. It is a research journal which publishes various research reports, literature studies and scientific writings on phonetics, phonology, morphology, syntax, discourse analysis, pragmatics, anthropolinguistics, language and culture, dialectology, language documentation, forensic linguistics, comparative historical linguistics, cognitive linguistics, computational linguistics, corpus linguistics, neurolinguistics, language education, translation, language planning, psycholinguistics, sociolinguistics and other scientific fields related to language studies. It is published periodically twice a year in June and December. Each article published in Ranah will undergo assessment process by peer reviewers.
Arjuna Subject : -
Articles 285 Documents
PENGGUNAAN JARGON OLEH KOMUNITAS WARIA DI JEJARING SOSIAL ‘FACEBOOK’ Jusmianti Garing
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 6, No 1 (2017): Ranah: Jurnal Kajian Bahasa
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.219 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v6i1.259

Abstract

Jargon that used by transgender community in social networking ‘facebook’ is really interesting to understand because the jargon has a form and meaning itself in its disclosure. The research discusses of using of transgender community in social networking ‘facebook’ by using semantic parameter. The research aims to describe the jargon forms that used by transgender community in social networking ‘facebook’ and discusses the type of semantics and changes of meaning generated from the jargons. The method used of this research is qualitative descriptive by using noting and scrutinizing technique. The result shows that there are fifty-three of jargons used by transgender community in social networking ‘facebook’. Those jargons are ate, eke/eike, yey, ses, astajim, mengondek, menyabong, res/ress, le/lek/leee, mawar, ono, seljes/seljong, bo, kulo, lekes, mehong, cuccok, ce, nekk, sindang, ceu, libra, chinese, centes, peges-peges, mekong, tinta, bae, kentilas, heywanat, cacamarica, ojo, polo/polonia, mursid/mursida, bosnia, megang, kereles, kempinsky, endes, sahaja, bue, perez, dese, merongin, malides, mojang, priwi, kinyis-kinyis, cuss, eim/em, say, andbye. The jargons are formed based on the type of semantic, namely lexical meaning, grammatical meaning, denotative meaning, connotative meaning, contextual meaning, situational meaning, and thematic meaning. Furthermore, the jargons have also a relation of meaning and aspect of meaning. The relation of meaning is synonym and antonym, while, the aspect of meaning is feeling, tone, and intention. Then, there are some of jargons that undergo change the meaning, that is total meaning, broad meaning, and using diachronic parameter, such, bosnia, mursid, polo astajim, mawar, and bye.ABSTRAKJargon yang digunakan oleh komunitas waria di jejaring sosial “‘facebook’” sangat menarik untuk dipahami karena jargon tersebut memiliki bentuk dan makna tersendiri dalam pengungkapannya. Bagi orang awam jargon tersebut susah untuk dipahami, hanya komunitas merekalah yang mampu memahami maksud dari jargon yang digunakannya tersebut. Tulisan ini membincangkan tentang penggunaan jargon bahasa waria di jejaring sosial ‘facebook’ dan perubahan makna yang ditimbulkan dari jargon tersebut. Tujuan tulisan ini adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk jargon yang digunakan oleh komunitas waria di jejaring sosial ‘facebook’ dan menjelaskan kata-kata apa saja yang mengalami perubahan makna. Metode yang digunakan dalam tulisan ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik catat dan simak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima puluh dua bentuk jargon yang digunakan oleh komunitas waria di jejaring sosial ‘facebook’, yakni ate, eke/eike, yey, ses, astajim, mengondek, menyabong, res/ress, le/lek/leee, mawar, ono, seljes/seljong, bo, kulo, lekes, mehong, cuccok, ce, nekk, sindang, ceu, libra, chinese, centes, peges-peges, mekong, tinta, bae, kentilas, heywanat, cacamarica, ojo, polo/polonia, mursid/mursida, bosnia, megang, kereles, kempinsky, endes, sahaja, bue, perez, dese, merongin, malides, mojang, priwi, kinyis-kinyis, cuss, eim/em, say, dan bye. Jargon-jargon tersebut dibentuk berdasarkan makna leksikal dan gramatikal. Selanjutnya, jargon yang mengalami perubahan makna adalah astajim, mawar, dan bye.
Tindak Tutur Ekspresif pada Aanak-anak Saat Bermain Bola di Lapangan NFN defina
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 7, No 1 (2018): Ranah: Jurnal Kajian Bahasa
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (681.329 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v7i1.469

Abstract

When playing, children will communicate to one another. They use language when communicating with their interlocutors. In this sense, this study was aimed at analyzing types of expressive illocutionary speech acts produced by children to communicate when playing. Ethnographic communication method was employed in this research done at Klender National Residence, East Jakarta. The data collecting technique was observation aimed to take down notes the children’s speech acts when playing football, in particular. The obtained data were then analyzed by using matching method. Meanwhile, this research employed Schiffrin’s speech acts theory. The findings revealed that in the distribution of the use of expressive speech acts in the children’s dialogues when playing football were identified six pairs of speech. From the six pairs, only two types of expressive speech acts were identified, while the other three were none. The produced expressive speech acts are 1) blaming expression in five pairs (83,3%) and 2) pardoning expression in one pairs (16,7%). On the other hand, the unidentified types of expressive speech acts are 1) thanking, 2) congratulating, 3) praising and 4) condoling, 5) welcoming, 6) criticising,  7) complaining,  dan 8)  flattering. In conclusion, the children used expressive illocutionary speech acts more with blaming expression than those with pardoning, thanking, congratulating, praising and  condoling. So, their communicative language tends to involve blaming expressions. AbstrakSaat bermain, anak-anak akan berkomunikasi sesamanya. Mereka menggunakan bahasa saat berkomunikasi dengan mitra tutur.  Sehubungan dengan hal itu, tujuan dalam penelitian ini adalah menganalisis jenis tindak tutur illokusioner ekspresif yang dihasilkan anak-anak untuk berkomunikasi saat bermain. Metode penelitian ini adalah metode etnografi komunikasi. Penelitian dilaksanakan di Perumnas Klender, Jakarta Timur. Teknik pengumpulan data melalui observasi. Observasi bertujuan mencatat tuturan-tuturan anak-anak saat bermain bola. Teknik analisi data,data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis menggunakan metode padan. Teori yang digunakan adalah teori tindak tutur yang dikemukan Schiffrin. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa distribusi penggunaan tindak tutur ekspresif  dalam dialog anak-anak saat bermain bola, dapat diidentifikasi 6 pasang ujaran.  Dari enam pasang ujaran, hanya ada dua jenis ujaran ekspresif, sedangkan tiga jenis ujaran ekspresif lainnya tidak ada.Tindak tutur yang dihasilkan itu adalah 1) tindak tutur ekspresif menyalahkan berjumlah 5 pasangan ujaran  (83,3 %) dan 2) tindak tutur ekspresif  meminta maaf 1 pasangan ujaran (16,7 %).  Sebaliknya, tindak tutur ekspresif yang tidak dipergunakan 1) berterima kasih, 2) memberi selamat, 3) memuji, 4) belangsung kawa, 5) menyambut, 6) mengkritik, 7)  mengeluh,  dan 8) menyanjung. Kesimpulannya adalah dalam bermain, anak-anak lebih banyak menggunakan tindak tutur ilokusi ekspresif  menyalahkan jika dibadingkan dengan tindak tutur  meminta maaf, berterima kasih, memberi selamat, memuji, belangsung kawa, menyambut, mengkritik, mengeluh, dan menyanjung. Jadi, bahasa mereka dalam berkomunikasi cenderung menyalahkan.
VITALITAS BAHASA USING BANYUWANGI BERHADAPAN DENGAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2014: KISAH PENYUDUTAN BAHASA USING BANYUWANGI M. Oktavia Vidiyanti
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 5, No 2 (2016): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.994 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v5i2.151

Abstract

This paper is motivated by the Regulation of the Governor of East Java Number 19 of 2014 about the subject of local language as a local content that is required to be taught in elementary schools/madrasah, Madura and Javanese language. In the regulation, Using language is not included as one of the local contents. Meanwhile, the Local Regulation of Banyuwangi stated that Using language should be thought in elementary schools and junior high schools since 2007. It certainly caused paradox between the Regulation of the Governor and the Local Regulation of Banyuwangi Regency. This paper highlights how Using Bayuwangi language has high language vitality and is able to accommodate with other languages (i.e. Gintangan Village, Rogojampi District, Banyuwangi). The ability of Using language to survive within the society obviously draws questions as to why the Regulation of the Governor is unable to observe from the ethics and emic point of views. The ethics point of view mostly theoretically, which is probably temporary and needed to be verified, while the emic point of view tends to be practical, historical and concrete. A compromised solution may needed to be sought, for example only languages that are truly maintained by its people and proved to have high ethnolinguistic vitality that should be preserved, while others probably should be sacrificed. ABSTRAKMakalah ini bertolak pada Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 19 tahun 2014 tentang mata pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal wajib diajarkan sekolah/madrasah yaitu bahasa daerah Madura dan bahasa Jawa. Di dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur tersebut Bahasa Using tidak diikutsertakan dalama muatan lokal tersebut. Sementara itu, Peraturan Daerah Banyuwangi yang memberlakukan bahasa daerah Using diajarkan di SD dan SMP sejak tahun 2007. Hal ini tentunya timbul paradoks di dalam Peraturan Gubernur dan Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi. Tulisan ini menyoroti bagaimana bahasa Using Banyuwangi memiliki vitalitas bahasa yang tinggi dan mampu berakomodasi dengan bahasa di luar bahasa Using (sampel Desa Gintangan, Kecamatan Rogojampi, Banyuwangi). Kemampuan bahasa Using yang dapat bertahan di masyarakatnya tersebut tentunya memunculkan pertanyaan mengapa Peraturan Gubernur tidak melihat dari sudut pandangan etik dan emik dalam bahasa. Pandangan etik lebih banyak bersifat teoretis, masih bersifat sementara dan perlu diuji kebenarannya. Sementara pandangan emik lebih bersifat praktis, kesejarahan, dan kenyataan yang konkret. Untuk itu perlu dicari penyelesaian kompromistis, hanya bahasa yang benar-benar dipelihara oleh masyarakatnya, yang terbukti vitalitas etnolinguisnya tinggi, dan yang perlu dilestarikan.
Prosesi Perkawinan Adat Istiadat Lampung Pepadun: sebagai Bentuk Pelestarian Bahasa Lampung NFN Roveneldo
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 6, No 2 (2017): Ranah: Jurnal Kajian Bahasa
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.687 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v6i2.265

Abstract

The existence of Lampung culture is very important to regard because the culture is a good culture strategy to maintain and develop Lampung language, that is by seeing and examining how the government apply the rules designed by the local government to retain one characteristic in the area, such as language and culture. This study is also conducted to find out how the development of Lampung language and the culture in Lampung province. The results in this study shows that language and culture is slowly eroded by the progression of time. Unfortunately, the education of Lampung language shows a lot of inequality in the learning process. This study uses a qualitative method to look at the use of language Lampung in customs procession that have lasted all this time. Afterwards, the researcher also look at and examine how the role of the government related to Lampung language and its culture,s including the teaching of Lampung language. AbstrakKeberadaan kebudayaan Lampung sangat penting untuk diperhatikan sebab kebudayaan tersebut adalah stategi kebudayaan yang sangat baik untuk memelihara, membina bahasa Lampung.  Melihat dan meneliti bagaimana pemerintah mengaplikasikan  Peraturan-peraturan yang di rancang oleh pemerintah daerah untuk mempertahankan salah satu ciri khas yang ada di daerah seperti bahasa dan kebudayaan. Penelitian ini juga  untuk mengetahui bagaimana perkembangan bahasa lampung dan kebudayaan yang ada di Provinsi Lampung. Hasil dalam penelitian ini bahwa bahasa dan kebudayaan perlahan-lahan terkikis oleh perkembangan waktu. Sungguh disayangkan kependidikan bahasa Lampung banyak ketimpangan dalam proses pembelajaran. Penelitian ini mengunakan metode  kualitatif   dengan  melihat  pengunaan bahasa Lampung dalam acara prosesi  adat istiadat yang  telah  berlangsung  selama  ini. Kemudian melihat dan meneliti bagaimana peran pemerintah terkait bahasa daerah Lampung dan budaya di lihat juga dalam pengajaran bahasa Lampung.
PEMAHAMAN TERHADAP METAFOR SEBAGAI SUMBER KEARIFAN MASYARAKAT Margaretha Liwoso
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 1, No 2 (2012): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5142.964 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v1i2.19

Abstract

Pengggunaan metafor di dalam teks bahasa asing dapat diasumsikan menimbulkan kesenjangan pemahaman makna bahasa sumber. Teks bahasa asing terdiri dari makna implisit yang terbentuk melalui latar belakang pengetahuan masyarakat. Dalam hal ini, makna bahasa dan budaya yang berbeda tidak selamanya mudah dianalogikan secara langsung dari bahasa sumber ke bahasa sasaran, tanpa mempertimbangkan makna implisit yang terkandung di dalam bahasa sumber. Sejauh ini, para ahli sedang berupaya mencoba menemukan cara untuk menyelesaikan masalah kesalahpahaman karena implikasi metaforis.Dalam hal ini, kemungkinan kesenjangan pemahamanmempengaruhi penerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target. Bagaimanapun, dengan mengeksplorasi aspek-aspek metafor bahasa, akan dapat diekspresikan kearifan masyarakat sebagai bagian kehidupan mereka.
BAHASA OIRATA, PULAU KISAR Nazarudin Nazarudin
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 2, No 1 (2013): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9362.533 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v2i1.51

Abstract

Bahasa Oirata adalah sebuah bahasa yang terancam punah yang dituturkan oleh suku Oirata di wilayah Pulau Kisar, Kabupaten Maluku Barat Daya. Sebagai sebuah bahasa dengan penutur sekitar 1500 orang, bahasa ini dianggap sebagai bahasa minoritas yang masuk dalam kategori terancam punah yang hidup berdampingan dengan bahasa Meher dengan penutur lebih dari 10.000 orang. Dengan demikian, cukup menarik untuk melihat bagaimana kedua bahasa tersebut saling berinteraksi. Berdasarkan temuan di lapangan, dapat diketahui bahwa kedua penutur bahasa ini berinteraksi dengan menggunakan bahasa Melayu Ambon. Selain itu, penelitian ini juga berfokus pada vitalitas bahasa Oirata dan deskripsi kebahasaan yang terdiri dari sistem fonologi dan proses morfologis yang terdapat dalam bahasa itu.
PERGESERAN PERAN BAHASA INDONESIA Fatimah Djajasudarma
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 1, No 1 (2012): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (821.312 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v1i1.2

Abstract

Pergeseran peran bahasa Indonesia dalam penelitian ini dikaitkan dengan peran dan fungsi bahasa Indonesia dalam bidang ekonomi atau bisnis, dan orang, atau lainnya. Perubahan bahasa berarti perubahan budaya. Kata-kata pinjaman akan menyebabkan pergeseran peran bahasa Indonesia oleh bahasa asing akibat kemunculan budaya global di Indonesia. Pergeseran peran bahasa Indonesia berhubungan dengan kehidupan sosial dalam hal penginternasionalan budaya. Bahasa Inggris akan menguasai seluruh dunia di masa globalisasi karena bahasa Inggris adalah bahasa dunia yang digunakan oleh seluruh negara saat melakukan kerja sama. Hal ini menimbulkan banyak hambatan bagi Indonesia untuk mempertahankan bahasa dan budaya mereka. Penelitian ini membahas pergeseran kata-kata Indonesia oleh kata-kata Inggris, terutama dalam bidang bisnis dan nama orang akibat budaya pembaratan dan penginternasionalan yang dipandang memiliki status sosial yang lebih tinggi. Penelitian ini menggunakan data deskriptif dan pendekatan determinisme linguistik dalam kaitannya dengan ide pikiran dan budaya karena bahasa berhubungan erat dengan budaya. Kemunculan kosakata baru menandakan keberadaan hal baru dalam budaya (Humboldt, 1789-1835). Ide Humboldt nerupakan pemicu penelitian dan data yang ada dianalisis berdasarkan teori Sapir-Whorf (1956), Mahyuni (2007), Samuel (2008), Johnson (2000), Searl (1998), dan Djajasudarma (2009).
ANALISIS BERBASIS KORPUS: KOLOKASI KATA-KATA BERMAKNA “PEREMPUAN” DALAM MEDIA SUNDA (MAJALAH MANGLÉ, 2012 – 2013) Susi Yuliawati
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 3, No 2 (2014): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9172.805 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v3i2.42

Abstract

Makalah ini membahas kolokasi dan makna dari lima kata (awéwé, istri, mojang, pamajikan, dan wanoja) dalam bahasa Sunda yang bermakna perempuan dari majalah Manglè yang terbit di tahun 2012-2013 melalui pendekatan linguistik korpus. Tujuannya adalah mengidentifikasi distribusi frekuensi penggunaan lima kosakata bermakna perempuan, mengidentifikasi kolokat signifikan berdasarkan frekuensi dan MI score, dan membuat profil semantis untuk setiap kata bermakna perempuan berdasarkan analisis preferensi semantis dan medan makna menurut USAS. Metode yang digunakan adalah rancangan metode gabungan (mixed methods design), artinya penelitian ini menggunakan data statistik yang diperoleh dari analisis korpus, lalu diinterpretasikan lebih lanjut dengan menggunakan pertimbangan kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan kata-kata bermakna perempuan beragam. Kata yang paling sering digunakan adalah pamajikan, sedangkan yang paling sedikit digunakan adalah awéwé. Berdasarkan kolokat siginifkan yang dikategorikan menurut preferensi semantisnya, terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa masing-masing kata tersebut dikaitkan dengan topik-topik tertentu. Selain itu, jika dilihat berdasarkan prosodi semantisnya, kata mojang cenderung dimaknai positif, istri dan pamajikan negatif, dan awéwé netral.
Transitivity Analysis on Framing in the Online News Articles Agustinus Dias Suparto
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 7, No 1 (2018): Ranah: Jurnal Kajian Bahasa
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (41.128 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v7i1.586

Abstract

News is the way to let public know about certain occurrences around the world. In Indonesia, the case of Ahok which has been sentenced for two years has been an international phenomenon. There are two factions which are opposite two each other about the case. Thus, report which can be found in the news may have different perspectives, depending on the writers’ views. There are bias and framing which leads people on the writer’s perspective. This paper will try to analyze two news articles on Basuki Tjahaja Purnama’scase which are taken from antaranews.com and hrw.org using Systemic Functional Linguistics (SFL). The data will be examined using transitivity analysis which can reveal the different perspectives of these two news articles by breaking down the sentences which shows the participants, process and circumstances involved. At the end of this paper, it shows how the difference in using of participants, process and circumstances creates different perspectives of the writer.  AbstrakBerita merupakan alat pemberitaan kepada masyarakat luas tentang peristiwa yang terjadi di dunia. Di Indonesia, pemberitaan tentang Ahok yang telah didakwa dua tahun penjara telah menjadi perbincangan dunia. Dalam menyikapi pemberitaan ini, terdapat dua kelompok besar yang saling berlawanan sehingga memungkinkan terdapat perbedaan laporan dalam berbagai pemberitaan. Maka, terjadi ketaksesuaian informasi dan framing yang berujung pada perbedaan pandangan tentang objek pemberitaan. Artikel ini membahas tentang pemberitaan Basuki Tjahaja Purnama di dua berita online, yaitu antaranews.com dan hrw.org menggunakan analisis ketransitifan dalam Systemic Functional Linguistics(SFL) yang dipopulerkan oleh Halliday. Data dibahas secara rinci dengan menganalisis aspek-aspek ketransitifan pada setiap kalimat dalam berita. Pada akhirnya, artikel ini mengungkap bagaimana penggunaan partisipan (participants), proses (process) dan situasi (circumstances) dalam kalimat dapat memengaruhi sudut pandang dari penulis berita 
ENTITAS METAFORA LEKSIKON FLORA MANDAILING TERHADAP KEBUDAYAANNYA Putri Nasution
Ranah: Jurnal Kajian Bahasa Vol 4, No 2 (2015): Jurnal Ranah
Publisher : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (8774.791 KB) | DOI: 10.26499/rnh.v4i2.33

Abstract

Masyarakat Mandailing memiliki satu ragam bahasa yang dinamakan hata bulung-bulung (artinya bahasa daun-daunan). Berbeda dari bahasa yang biasa, kata – kata dalam hata bulung-bulung ialah daun tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa Mandailing disebut bulung-bulung. Daun-daunan yang digunakan ialah daun-daunan yang namanya mempunyai persamaan bunyi dengan kata-kata lainnya dalam bahasa Mandailing. Misalnya daun tumbuh-tumbuhan yang bernama sitarak digunakan untuk menyampaikan kata marsarak (berpisah). Daun tumbuh-tumbuhan yang bernama pau (pakis) digunakan untuk menyampaikan kata diau (pada saya). Daun tumbuhan yang bernama sitanggis (setanggi) digunakan untuk menyampaikan perkataan tangis (menangis). Daun tumbuh-tumbuhan yang bernama podom-podom digunakan untuk menyampaikan perkataan modom (tidur). Daun tumbuh-tumbuhan yang bernama adungdung (madung) digunakan untuk menyampaikan perkataan dung (setelah). Daun tumbuhan yang bernama sitata (hita) digunakan untuk menyampaikan perkataan hita (kita). Dari ragam bahasa daunan atau flora itulah muncul bahasa Mandailing. Masyarakat Mandailing sendiri banyak yang tidak mengetahui tentang asal-usul bahasa Mandailing itu sendiri. Telah terjadi transformasi leksikon flora Mandailing yang membentuk satu makna dalam bahasa Mandailing itu sendiri yang mengandung nilai budaya yang sangat tinggi.

Page 5 of 29 | Total Record : 285