cover
Contact Name
Endang Wahyati
Contact Email
endang_wahyati@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
soepra@unika.ac.id
Editorial Address
Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Duwur Semarang, 50234
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
ISSN : -     EISSN : 2548818X     DOI : https://doi.org/10.24167/shk
Core Subject : Health, Social,
The Journal focuses on the development of health law in Indonesia: national, comparative and international. The exchange of views between health lawyers in Indonesia is encouraged. The Journal publishes information on the activities of European and other international organizations in the field of health law. Discussions about ethical questions with legal implications are welcome. National legislation, court decisions and other relevant national material with international implications are also dealt with.
Articles 227 Documents
TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG INFORMED CONSENT BAGI TENAGA PERAWAT YANG MELAKSANAKAN ASUHAN KEPERAWATAN UNTUK PASIEN YANG DIRAWAT DI RSUD Dr H SOEWONDO KENDAL . Kawi; Resti Nurhayati; Sofwan Dahlan
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.702 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.782

Abstract

Meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak yang dimiliki merupakan salah satu indikator positif meningkatnya kesadaran hukum dalam masyarakat. Namun ada konsekensinya yaitu adanya kecenderungan meningkatnya kasus tenaga kesehatan ataupun rumah sakit di somasi,. Pokok permasalahan adalah tidak setiap upaya pelayanan kesehatan khususnya tindakan keperawatan hasilnya selalu memuaskan semua pihak terutama pasien.Tingginya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan sering kali menimbulkan ketidak puasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan terutama tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang dirawat. Hal ini tingkat pengetahuan tentang informed consent bagi perawat sangat penting untuk dapat memberikan pelindungan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan keperawatan.Berdasarkan latar belakang masalah seperti tersebut di atas maka dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana tingkat pengetahuan tentang informed consent para tenaga perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien yang dirawat di RSUD Dr. H .Soewondo Kendal ?Bagaimana pelaksanaan informed Consent oleh tenaga perawat yang melaksanakan asuhan keperawatan terhadap pasien di unit-unit rawat nginap Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal ?Tujuanya untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang informed consent oleh tenaga perawat yang melakukan tindakan asuhan keperawatan bagi pasien yang dirawat di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo Kendal. Untuk mengetahui pelaksanaan informed consent oleh tenaga perawat yang melakukan tindakan asuhan keperawatan bagi pasien yang dirawat di unit-unit Rumah Sakit Dr.H. Soewondo Kendal.Metode penelitian yaitu yuridis sosiologis dengan responden 55 perawat yang melakukan tindakan asuhan keperawatan dengan metode survy dengan cara membagikan daftar pertanyaan tentang, pengetahuan informed consent, pengetahuan tentang kelengkapan informed cansent dan pengetahuan tentang pelaksanaan informed consent.Kesimpulannya bahwa tingkat pengetahuan tentang informed consent,pengetahuan tentang kelengkapan informed consent, dan pengetahuan tentang pelaksanaan informed consent bagi tenaga perawat yang melakukan asuhan keperawatan untuk pasien yang dirawat di RSUD Dr H Soewondo masih kurang
URGENSI PEMBENTUKAN KOMITE ETIK DAN HUKUM RUMAH SAKIT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEDIK SECARA NON LITIGASI Hardini Indarwati; Djoko Widyarto JS; Valentinus Suroto
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.201 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.706

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya/cara penyelesaian sengketa medis di RSUD Jombang, dan urgensi dibentuknya Komite Etik dan Hukum Rumah Sakit dalam rangka penyelesaian sengketa medis secara non litigasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Aspek sosiologis terutama digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mendorong perlu segera dibentuknya Komite Etik dan Hukum di Rumah Sakit. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis ini dilakukan di RSUD Jombang, dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan para narasumber yang terkait dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan datanya. Selanjutnya, data sekunder dikumpulkan dengan metode studi kepustakaan/studi dokumen. Dokumen yang diteliti adalah dokumen rekam medis dari enam pasien yang terlibat dalam sengketa medis yang diteliti. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian menggambarkan bahwa upaya penyelesaian sengketa medis yang dilakukan di RSUD Jombang selama tahun 2008 sampai dengan awal tahun 2011 masih belum melembaga. Dikatakan demikian, sebab penyelesaian sengketa dilakukan secara segmental, tergantung bagian staf medis fungsional mana yang terlibat sengketa, diselesaikan oleh Bagian Humas RSUD Jombang, ada juga sengketa medis yang diselesaikan dengan membentuk Panitia Kecil secara ad hoc, bahkan ada yang diselesaikan langsung oleh Direktur RSUD Jombang, dan ada pula yang diselesaikan oleh dokter yang bersangkutan atas inisiastif sendiri. Model penyelesaian sengketa yang tidak melembaga dan tidak terstruktur sebagaimana terjadi di RSUD Jombang selama tahun 2008 sampai dengan awal tahun 2011, meskipun dari enam sengketa medis yang terjadi tidak ada satupun yang harus diselesaikan melalui jalur litigasi (pengadilan), namun demikian mengandung kelemahan-kelemahan, antara lain penyelesaiannya merugikan pihak ketiga yang berkepentingan karena dalam proses penyelesaiannya tidak secara penuh melibatkan pihak ketiga tersebut, penyelesaiannya dilakukan oleh organ Rumah Sakit yang kurang memahami hukum kesehatan sehingga persoalannya menjadi semakin rumit. Oleh karena itu pada rumah sakit perlu segera dibentuk komite yang bersifat tetap/melembaga yang bertugas menangani penyelesaian sengketa medis, yaitu dengan membentuk Komite Etik dan Hukum. Pembentukan Komite Etik dan Hukum tersebut sekaligus untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Permenkes RI No 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.
Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Klinik Pada Penyelenggaraan Poliklinik Kesehatan Desa Di Kabupaten Batang R. Arif Rachmad; Endang Wahyati Yustina; Edward Kurnia
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.685 KB) | DOI: 10.24167/shk.v1i1.1283

Abstract

Poskesdes didirikan dalam rangka mendekatkan pelayanan kesehatan dasar. Di Jateng Poskesdes diatur dalam Pergub Nomor 90 Tahun 2005 tentang PKD seharusnya memenuhi persyaratan Permenkes Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik. Tujuan penelitian untuk menganalisis implementasi Permenkes Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik pada penyelenggaraan PKD di Kabupaten Batang.Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, jenis penelitian deskriptif analitik, menggunakan data primer dan sekunder. Metode pengumpulan data studi lapangan dan kepustakaan dengan sampling secara purposive non random sampling, analisis secara kualitatif.Pelaksanaan PKD di Kabupaten Batang belum seluruhnya sesuai Permenkes Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik. Pengaturan klinik meliputi jenis klinik, kepemilikan, lokasi, bangunan, prasarana, sumberdaya manusia, peralatan, kefarmasian, laboratorium, perijinan, pelayanan, pembinaan dan pengawasan, hanya terpenuhi syarat kepemilikan dan lokasi. PKD di kabupaten Batang lebih mendekati Kepmenkes Nomor 1529/MENKES/SK/X/2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif, yang mengatur Poskesdes. Faktor yang mempengaruhi yuridis, sosiologis dan teknis.
KEKUATAN PEMBUKTIAN REKAM MEDIS KONVENSIONAL DAN ELEKTRONIK Nabil Atta Samandari; Wila Chandrawila S; Agus H. Rahim
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.033 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.818

Abstract

Rekam medis adalah berkas berisi catatan tentang pasien, yang dibuat berdasarkan kronologis waktu. Terdapat dua jenis rekam medis dan secara umum telah diatur dalam Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis. Salah satu manfaat dari rekam medis adalah sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum.Timbul pertanyaan: apakah ada perbedaan kekuatan pembuktian diantara kedua rekam medis ini? Apakah penyebab perbedaan tersebut?Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif, Studi Komparatif, dengan pendekatan Metode Penelitian Yuridis Normatif. Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang perbedaan dan penyebab perbedaan kekuatan hukum pembuktian dari kedua jenis rekam medis.Perbedaan kekuatan pembuktian terletak pada tidak dipenuhinya syarat rekam medis elektronik sebagai alat bukti tertulis/surat, sesuai dengan KUHPer Buku 4, tentang Pembuktian Dan Daluarsa, Bab Kedua tentang Pembuktian Dengan Tulisan dan KUHAP Pasal 184 ayat (1) huruf c dan d, serta Pasal-Pasal 187 dan 188 ayat (2) huruf b. Artinya rekam medis konvensional dapat digunakan sebagai alat bukti asli tertulis, sedangkan rekam medis elektronik tidak.Penyebab dari perbedaan itu karena baik KUHPer maupun KUHAP, kekuatan pembuktian tulisan, hanya dalam bentuk tulisan, berupa surat asli dan/atau akta otentik
PERAN BIDAN DALAM KEWENANGAN TINDAKAN EPISIOTOMI YANG DIPERLUAS PADA PRAKTEK SWASTA MANDIRI DAN KLINIK BERSALIN Hadiwijaya Hadiwijaya; Agnes Widanti; Agus H. Rahim
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (272.414 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.808

Abstract

Bidan berperan penting dalam penurunan AKI/AKB, namun Permenkes No 1464 tahun 2010 mengurangi kewenangan praktik bidan mandiri. Timbul pertanyaan : bagaimanakah perlindungan hukum bagi bidan praktik mandiri dalam menghadapi kasus kegawatdaruratan, dan tuntutan masyarakat di daerah yang tidak terdapat dokter dalam memberikan pelayanan pengobatan umum, serta mensukseskan program keluarga berencana ?Penelitian ini menggunakan Metode Penelitian Yuridis Empiris dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data empiris dilengkapi dengan data normatif akan dijadikan dasar di dalam memberikan identifkasi dan analisa yang menyeluruh mengenai bagaimana pelaksanaan kewenangan bidan terutama bidan praktik mandiri dan bidan praktik klinik bersalin di Kabupaten Tangerang dalam melakukan tindakan episiotomi yang diperluas pada proses persalinan normal per-vaginam dengan penyulit, serta bagaimana persetujuan tindakan medis (informed consent) dalam tindakan tersebut. Ada pembatasan kewenangan praktik bidan yang cukup banyak pada Permenkes Nomor 1464 tahun 2010 dibanding dengan Kepmenkes Nomor 900 Tahun 2002, dan pada praktiknya bidan masih banyak yang menjalankan permenkes tersebut
Tanggung Jawab Hukum Terhadap Pelaksanaan Asuhan Persalinan Patologi Oleh Bidan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Batang Samuri Samuri; Endang Wahyati Yustina; Tjahjono Kuntjoro
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.871 KB) | DOI: 10.24167/shk.v1i1.1288

Abstract

Rumah Sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang satunya adalah pelaksanaan asuhan persalinan patologi. Pelaksanaan asuhan persalinan patologi merupakan kewenangan atribusi dokter spesialis obetetri ginekologi yang dapat dimandatkan kepada bidan namun juga ada konsekuensi hukumnya.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis dengan spesifikasi deskriptif analitik. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang tanggung jawab hukum pelaksanaan asuhan persalinan patologi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Batang. Responden sebanyak 11 bidan pelaksana di RSUD Kabupaten Batang.Hasil penelitian pelaksanaan asuhan persalinan patologi sebagian tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan. Konsekuensi hukumnya yang menjadi tanggung jawab bidan sebagai pelaksana asuhan persalinan, pada Rumah Sakit dan dokter pelimpah kewenangan, meliputi tanggung jawab hukum administrasi, perdata dan pidana.
TANGGUNGJAWAB BIDAN TERKAIT KEGAGALAN DALAM PEMASANGAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM DITINJAU DARI SEGI HUKUM PERDATA Betty Sumiati; Yanti Fristikawati; Hadi Susiarno
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.229 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.778

Abstract

Ketentuan hak dan tanggung jawab profesi disusun oleh IBI menjadi sebuah kode etik Bidan yang harus ditaati oleh seluruh Bidan di Indonesia tanpa terkecuali.begitu juga dengan standar pelayanan dan standar praktik yang ditetapkan oleh kompetensi Bidan dan Kepmenkes Tentang Standar Profesi,. Peraturan Menteri Nomor 1464 Tahun 2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.Kasus kegagalan kontrasepsi khususnya AKDR memang sudah banyak terjadi dimanapun dan kapanpun. berbagai kemungkinan terhadap bahaya kegagalan yang di alami dengan pasien merupakan salah satu efek dari kb. Meskipun hingga saat ini belum ada tuntutan baik pidana maupun perdata terhadap petugas kesehatan, dan Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap tenaga kesehatan,karena kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif dan spesifikasi deskriptif analitis. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder dibidang hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. dan Analisis terhadap data menggunakan metode normatif kualitatif.Hasil penelitian memperlihatkan bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan berdasarkan atribusi Pasal 21 ayat (3) UU Kesehatan seharusnya diatur didalam Undang-Undang. Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan berdasarkan ketentuan tentang tenaga kesehatan yang ada saat ini telah memperoleh perlindungan hukum secara represif maupun preventif. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan bahwa Bidan tidak memiliki kedudukan hukum yang setara dengan profesinya, antara batas kewenangan dengan tanggung jawab yang dimiliki oleh Bidan. Sehingga berdasarkan hasil penelitian perlu adanya ketentuan dan kepastian hukum untuk tenaga kesehatan berupa Undang-Undang berikut dengan peraturan pelaksana lainnya yang sesuai. Serta perlu adanya Undang-Undang Kebidanan dan penyesuaian terhadap peraturan pelaksana pengelola yang mengatur tentang Bidan khususnya tentang standar profesi/kompetensi dalam mejalankan kewenangan dalam melaksanakan tugas profesinya
PENGGUNAAN RADIOFARMAKA UNTUK DIAGNOSA DAN TERAPI DI INDONESIA DAN ASAS KEAMANAN PENGGUNAAN OBAT N. Elly Rosilawati; I. Nasution; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.414 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.697

Abstract

Tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan meningkat sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan globalisasi. Salah satu strategi dalam meningkatkan derajat kesehatan adalah mengutamakan pelayanan yang berkualitas kepada setiap masyarakat. Sumber tenaga kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan paling berperan dalam peningkatan kualitas. Pemerintah terus-menerus membangun sarana pelayanan kesehatan yang memenuhi standar pelayanan kesehatan baik kualitas maupun kuantitasnya termasuk sumber daya manusianya.Saat ini dengan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran, pemeriksaan penunjang diagnostik kesehatan telah berkembang pula dengan pesat. Salah satu jenis pemeriksaan penunjang yang cukup pesat perkembangannya adalah Ilmu Kedokteran Nuklir. Teknologi ini memanfaatkan sumber radiasi terbuka yang berasal dari disintegrasi inti radionuklida (radioisotop) buatan untuk tujuan diagnostik melalui pemantauan proses fisiologi dan biokimia, pengobatan dan juga penelitian di bidang kedokteran. Penggunaan dan jenis senyawa bertanda radionuklida (radiofarmaka) dalam bidang Kedokteran Nuklir di Indonesia berkembang secara terus-menerus. Sediaan radiofarmaka tidak berbeda dengan obat parental konvensional dalam persyaratan kemurnian, keamanan dan manfaatnya. Agar sesuai dengan asas keamanan penggunaan obat maka semua produk radiofarmaka harus melalui perlakuan kendali mutu yang ketat baik dalam proses pembutan produksi maupun peredarannya.Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif. Tehnik pengumpulan data menggunakan studi pustaka untuk mencari data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sistematika penulisan terdiri dari enam bab untuk memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti.Berdasarkan penelitian mengenai sebab akibat antara hubungan penggunaan radiofarmaka untuk diagnosa dan terapi di Indonesia dan asas keamanan penggunaan obat, bahwa pemerintah belum mengatur mengenai produksi dan peredaran radiofarmaka di Indonesia. Regulasi untuk sediaan radiofarmaka sangatlah diperlukan mengingat radiofarmaka juga merupakan sediaan farmasi sehingga adanya perlindungan hukum bagi pasien bahwa obat yang digunakan memiliki mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. hal ini tentunya sangat penting agar sesuai dengan asas keamanan penggunaan obat.
KETENTUAN TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KELUARGA BERENCANA DAN KELUARGA SEJAHTERA BERDASARKAN ASAS PERIKEMANUSIAAN DAN HAK ASASI MANUSIA . Riyanti; Agnes Widanti; Alma Lucyati
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.795 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.823

Abstract

Program keluarga berencana merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menangani permasalahan kependudukan yang dialami negara Indonesia, berbagai peraturan telah disusun, salah satunya adalah Ketentuan tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di Kabupaten/Kota. Peraturan ini disusun untuk mendekatkan pelayanan dan meningkatkan kualitas pelayanan program keluarga berencana dan keluarga sejahtera.Asas perikemanusiaan dan hak asasi manusia dalam ketentuan tentang standar pelayanan minimal bidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera belum terlaksana secara nyata, sehingga perlu diteliti bagaimana gambaran hubungan ketentuan tentang standar pelayanan minimal bidang keluarga berencana, keluarga sejahtera dengan asas perikemanusiaan dan hak asasi manusia.Metode penelitianyang digunakan dalam tesis ini adalah deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif. Jenis data adalah data sekunder dengan bahan, hukum primer, sekunder dan tersier.Metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan dengan metode kualitatif normatif.Hasil penelitian, ketentuan tentang standar pelayanan minimal bidang keluarga berencana, keluarga sejahtera dan asas perikemanusiaan dengan hak asasi manusia sangat berhubungan keterbatasan lingkup pelayanan dan standar pelaksanaan Komunikasi Informasi dan Edukasi yang tidak jelasberdampak pada tidak dipenuhinya hak asasi manusia untuk mendapatkan kesetaraan dan kebebasan dalam pelayanan keluarga berencana dan keluarga sejahtera.
Legal Protection For Medical Traditional Treatment Based On Empirical The Government Act No. 103/2014 On Traditional Health Services In The District Semarang Erny Amperawati; Hermawan Pancasiwi; Hari Pudjo Nugroho
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.354 KB) | DOI: 10.24167/shk.v4i1.1485

Abstract

The purpose of this study was to know and understand the provisions of legal protection for medical traditional treatment the empirical basis of Law and Act Government No. 103/2014; authority of the local government of Semarang Regency in applying the legal protection aspect for the health of traditional medicine; and health strategies in Semarang Regency in integrating traditional medicine with standardization of health services in accordance with applicable Laws and Regulations.Research this use method qualitative with approach juridical sociological. Specification from research this is research descriptive. Method analysis of data on research this use qualitative data analysis.The results of this study are: (1) Interest use treatment Traditionally, not also inseparable from the increase complexity illness society, of accompanied with needs cost further treatment Great. As a result, treatment traditional back ogled as wrong one alternative problem solving. Supported with ingredients raw nature provided, as well as existence knowledge hereditary from system treatment Traditionally, the interest community will utilization treatment traditional permanent there is and increasingly increased; (2) The authority government inprotection law service health traditional could reviewed from function government based on protection on law. There is three kind of form protection law government that is as maker legislation, implementing Constitution and as supervisor legislation. As maker legislation, overnment authorized make something regulations governing with concrete about service health traditional. Health Law set field health onthorough but no Specific in set service health traditional. Setting more special arranged in PP 103/2014 as regulations implementing the Health Law; and (3) Services Health Traditional in run activities with aim for treat or cure person pain, close possibility for looking for benefit economical anyway. So on general provider services service health traditional could it says as perpetrators businesses engaged in field service-services health, namely service health traditional. This corresponding with definition perpetrators business in Article 1 paragraph 3 of Law  Protection Consumers meaningful wide. Understanding perpetrators significant effort large the will make it easy consumer in demanding replace loss when there problems law. Rules Government No. 103/2014 only give permission on two expertise only on healthier treatment traditional Empirical

Page 2 of 23 | Total Record : 227