cover
Contact Name
Endang Wahyati
Contact Email
endang_wahyati@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
soepra@unika.ac.id
Editorial Address
Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Duwur Semarang, 50234
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
ISSN : -     EISSN : 2548818X     DOI : https://doi.org/10.24167/shk
Core Subject : Health, Social,
The Journal focuses on the development of health law in Indonesia: national, comparative and international. The exchange of views between health lawyers in Indonesia is encouraged. The Journal publishes information on the activities of European and other international organizations in the field of health law. Discussions about ethical questions with legal implications are welcome. National legislation, court decisions and other relevant national material with international implications are also dealt with.
Articles 227 Documents
PERAN DOKTER PENERBANGAN DALAM PELAKSANAAN KEWAJIBAN PEMERIKSAAN KESEHATAN BAGI PENERBANG UNTUK KESELAMATAN PENERBANGAN Dominiques Reggy Marfilan Tinggogoy; Endang Wahyati Y; Johnny Wirgho
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.663 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.779

Abstract

Industri penerbangan dunia berkembang sangat cepat, tidak terkecuali di Indonesia. Dalam keselamatan penerbangan terdapat peran penting dokter penerbangan dalam pelaksanaan kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang. Terciptanya penerbang yang sehat akan mengurangi faktor resiko terjadinya kecelakaan pesawat, dimana faktor yang paling dominan adalah faktor manusia. Penelitian ini meninjau secara yuridis implikasi peran dokter penerbangan dalam pelaksanaan kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang untuk keselamatan penerbangan.Metode pendekatan yang dipergunakan adalah metode pendekatan yuridis sosiologis berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan beserta Peraturan Pelaksanaan dari perundang undangan tersebut.Hasil penelitian ini didapatkan bahwa pengaturan hukum tentang kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang dasar hukumnya Pasal 58 dan Pasal 59 UU Penerbangan, dimana penerbang wajib melakukan pemeriksaan kesehatan, yang merupakan prasyarat penerbang dinyatakan sehat dan dapat menjalankan tugas terbangnya. Peran dokter penerbangan dalam pelaksanaan kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang dasar perannya kewenangan, dimana produk hukumnya berupa sertifikat kesehatan penerbangan, yang diterbitkan oleh Balai Kesehatan Penerbangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi peran dokter penerbangan dalam kewajiban pemeriksaan kesehatan bagi penerbang terdiri dari faktor yuridis, dimana beberapa ketentuan tidak terdapat kejelasan sanksi apabila penerbang tidak melakukan kewajiban pemeriksaan kesehatan setiap 6 bulannya sehingga dapat dilanggar dan belum berjalan maksimal, dan faktor teknis berupa SDM yang jumlahnya kurang, belum tersedianya alat-alat medis yang menunjang pemeriksaan, serta faktor pendidikan, dimana dokter penerbangan yang memiliki kewenangan dalam pemeriksaan kesehatan penerbangan yaitu dokter yang telah mengikuti dan lulus dalam pendidikan khusus kedokteran penerbangan. Peran dokter penerbangan dalam keselamatan penerbangan belum berjalan optimal.
KEAMANAN PERALATAN RADIASI PENGION DIKAITKAN DENGAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA KESEHATAN DI BIDANG RADIOLOGI DIAGNOSTIK Puji Supriyono; Wila . Candrawila S; Agus H. Rahim; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.379 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.702

Abstract

Aspek keselamatan dalam pemakaian tenaga nuklir di Indonesia dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang pelaksanaannya diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir, dan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 363/MENKES/PER/IV/1998 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan pada Sarana Pelayanan Kesehatan, serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 780/MENKES/PER/VIII/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Radiologi.Salah satu fungsi hukum adalah untuk melindungi para pihak yang terkait dalam hubungan hukum, agar ketentuan-ketentuan yang dibuat benar-benar dapat melindungi para pihak, sehingga terbentuk keadilan hukum.Keadilan hukum tentunya selalu bersisi dua, adil bagi seseorang akan tidak adil bagi orang lain, sehingga perlu diambil ukuran lain yang bagi para pihak terdapat keadilan yang seimbang. Seringkali pihak-pihak yang terkait akan mengmabil ukuran adil yang tentunya menguntungkan bagi didinya, sehingga terdapat banyak pendapat bagi artinya adil, yang paling memadai adalah apa yang dikemukakan oleh John Rawls, bahwa apa keadilan sebagai kepantasan: Justice as fainess.Peneilitian hukum ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif dengan pendekatan Metode Penelitian Yuridis Normatif, sehingga jenis penelitian yang digunakan adalah Studi Kepustakaan. Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dalam bentuk bahan pustaka, yakni bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Sehubungan dengan data yang digunakan data kualitatif, maka akan dilakukan analisis kualitatif terhadap ketiga bahan hukum yang dikumpulkan, dan akan dirumuskan jawaban sementara berbentuk hipotesis kerja.Pemanfaatan tenaga nuklir wajib dilaksanakan dengan memperhatikan aspek keselamatan dan keamanan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup, sehingga pengaturan yang lebih jelas, efektif, dan konsisten. Pengaturan mengenai Keselamatan Radiasi Pengion ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (untuk selanjunya akan disebut dengan PP Keselamatan Radiasi). Apabila ketentuan-ketentuan hukum dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka Jaminan perlindungan keselamatan bagi pekerja kesehatan dibidang radiodiagnostik akan tercapai.
PERAN BIDAN DALAM PELAKSANAAN PERMENKES NOMOR 631/MENKES/ PER/III/2011 SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN PERMENKES NOMOR 2562/MENKES/PER/XII/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS JAMINAN PERSALINAN (Studi Kasus Pelayanan Kebidanan Di RSUD dr. H. Soewondo Kendal . Sariyati; Endang Wahyati Y; C. Tjahjono Kuntjoro
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.759 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.824

Abstract

The role of midwives in service delivery assurance in dr. H. Soewondo Kendal based on Permenkes No. 2562/MENKES /PER/XII/2011 on Technical Guidelines for Labor Warranty. The aim is to implement the appropriate authority midwifery services, with the ultimate goal of reducing the MMR (Maternal Mortality Rate) and IMR (Infant Mortality Rate). If viewed from Permenkes 1464/Menkes /Per/X/2010 number of licenses and the implementation of midwifery practice, it is not really appropriate authority for the role of the midwife in the hospital to service delivery is a delivery service assurance of advanced midwives in hospitals. The scope of service includes pregnant women, maternity (risti), childbirth, newborns, family planning and treatment of complications in obstetrics. So based on the authority role of the midwife in the hospital should not be for the scope of services for maternity delivery guarantee (risti) and treatment of complications in obstetrics
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN JAMINAN PEMBIAYAAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI TAHANAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN HAK ASASI MANUSIA Lenny M. Siregar; Endang Wahyati Y; Y. Budi Sarwo
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/shk.v2i1.814

Abstract

Hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak merupakan hak konstitusional bagi setiap warga negara, termasuk di dalamnya tahanan di Rumah Tahanan POLRI dan merupakan hak yang bersumber dari Hak Asasi Manusia. Jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan tahanan bagi tahanan POLRI pada dasarnya belum secara jelas diatur dalam suatu ketentuan peraturan Perundangan-undangan. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam pemberian jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi tahanan di RUTAN POLRI, untuk mengetahui pelaksanaan pemberian jaminan pelayanan kesehatan bagi tahanan di RUTAN POLRI berdasarkan HAM di Polres Metro Jakarta Timur, dan untuk mengetahui faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam pemberian jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan berdasarkan HAM bagi tahanan di RUTAN POLRI.Penelitian ini memakai metode penelitian deskriptif, dengan pendekatan Yuridis Sosiologis, sedangkan data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan sekunder yang diperoleh melalui studi lapangan dan studi pustaka. Adapun analisis data dilakukan secara kualitatif.Bahwa kebijakan Pemerintah dalam pemberian jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi tahanan POLRI didasarkan pada ketentuan Perundang-undangan antara lain UUD Tahun \1945, UU HAM, UU Kesehatan, UU Rumah Sakit, UU SJSN, UU BPJS, Perpres tentang Jamkesmas, yang bentuk pengaturannya dituangkan di dalam Peraturan Kapolri tentang Pengurusan Tahanan Pada RUTAN POLRI,Keputusan Kapolri tentang Norma Indek di Lingkungan POLRI, Petunjuk Administrasi Kapolri tentang Prosedur Pengelolaan Biaya Perawatan dan Makan Tahanan di Lingkungan POLRI,Dan Prosedur Tetap tentang Pelaksanaan Perawatan Tahanan Polda Metro Jaya, dengan tujuan agar tahanan mendapatkan jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan yang layak. Dalam implementasi tersebut maka RUTAN POLRI belum sepenuhnya menjamin biaya kesehatan bagi tahanan, mengingat ketidakjelasan kedudukan hukum para tahanan khususnya ditinjau dari pengertian pasien miskin atau orang tidak mampu. Disamping itu, keterbatasan keterbatasan anggaran yang disediakan dari POLRI, sehingga perlu dibuat aturan yang jelas tentang jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan bagi tahanan POLRI berdasarkan HAM
Pemenuhan Kesehatan Gigi Anak Penyandang Retardasi Mental Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Nendika Dyah Ayu M.; Y. Trihoni Nalesti Dewi; Edi Sumarwanto
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.443 KB) | DOI: 10.24167/shk.v4i1.1267

Abstract

Mental retardation is a decrease in cognitive, motoric and social abilities.Mental retardation in indonesia reach 30.460 in 2012. Mental retardation characterized byindex IQ less than 70, it cause limitation in motoric skills such as brushing teeth.Theinability to brush their teeth will affect in their oral health, that can increase variousoral disease, so children with mental retardation need a affirmative action. Law Number36 Year 2009 on Health, Law of the Republic of Indonesia Number 8 Year 2016 on Personswith Disabilities and Law of the Republic of Indonesia Number 19 Year 2011 on RatificationConvention On The Rights Of Persons With Disabilities explained that children withmental retardation deserve highest degree of health without discrimination and getaffirmative action according to their disability.A method of the research is a qualitative method.The approach method is juridicalsociological. Data that used in this research are primary and secondary data.The primarydata are from interviews with pediatric dentist, director of the hospital , teachers SLB ,principal SLB and jurist. Secondary data are from literature study which supporting theprimary data.The results show that the existing regulation only give an obligation for the governmentto fullfil. If they are not implementing the regulation, there is no reporting mechanismand regulatory sanctions. In practice, the right to obtain socialization or informationabout dental health of children with mental retardation, the right to access facilities andparamedics without discrimination, and the right to get affirmative action such as dentalteam service, communication, visitation hours, dental chair and treatment specificallystated on the regulation of the minister of health number 89 of 2015 on dental and oralhealth efforts is not based on that regulation. Without any sanctions, the existingregulation has not been able to guarantee the compliance the right of dental health forchildren with mental retardation. So that it isn’t sufficient as a basic for the complianceof the human rights.
PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN Dian Kartika; Pan Lindawaty S Sewu; Rullyanto W.
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (531.529 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.805

Abstract

Pelayanan kesehatan tradisional merupakan terapi alternatif pengganti untuk memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Perkembangan pelayanan kesehatan tradisional, disertai dengan antusiasme orang dalam pengobatan tradisional, menegaskan bahwa pemerintah memiliki tugas untuk meningkatkan dan mengontrol pelayanan pengobatan tradisional sebagai perwujudan perlindungan untuk masyarakat. melalui undang-undang N0.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Kemudian didukung dengan peraturan Kepmenkes RI No 10761Menkes/SKlVII1/2003 tentang Penyelengaraan Pengobatan Tradisional dimana pemerintah membentuk Sentra Pengembangan Dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) yang diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan pada setiap pelayanan pengobatan tradisional.Oleh karena itu telah dilakukan penelitian deskriptif analitis, yaitu dengan membuat deskripsi atau gambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai fakta, sifat dan hubungan antar fenomena yang diteliti sambil menganalisisnya, yaitu mencari sebab-akibat dari suatu hal dan menguraikannya secara konsisten dan sistematis serta logis. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian tesis ini, yaitu yuridis normatif yaitu suatu cara dalam penelitian hukum yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder dengan menggunakan metode berpikir deduktif berdasarkan kriterium kebenaran koheren.Hasil penelitian menunjukkan, dengan melihat kedua aspek dari unsur-unsur pelayanan kesehatan tradisional dan perlindungan hukum pasien, melalui Pasal 59, 60, 61 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Kepmenkes Nomor 1076 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional dapat dirumuskan jawaban sementara yakni: jika terpenuhinya syarat dan standar suatu pelayanan kesehatan tradisional maka dipenuhinya perlindungan hukum bagi pasien
PERAN BALAI POM JAMBI DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA YANG DAPAT BERAKIBATKAN BAGI KESEHATAN A.Triwildan ST.Fatimah; Y. Budi Sarwo; Natasya Yunita S
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.344 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.775

Abstract

Penyalahgunaan bahan kimia Formalin, Boraks dan Rhodamin B dalam produk pangan terbukti berdampak buruk bagi kesehatan manusia, Karenanya dikeluarkan suatu peraturan perundang-undangan yaitu Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini selaras dengan Undang -undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menyebutkan bahwa pangan tidak hanya dituntut untuk memberikan pasokan produk pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup,tetapi juga aman,Permasalahan yang akan dibahas adalah pertama, pengaturan Bahan Tambahan Pangan (BTP), khususnya mengenai standar ukuran penggunaan formalin, boraks dan rodhamin B serta sanksi terhadap pelanggaran penggunaan BTP, Kedua, peran BPOM Jambi dalam pengawasan terhadap produk makanan yang beredar di masyarakat. Penulis menggunakan Metode penelitian pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu cara meneliti dalam penelitian hukum yang dilakukan terhadap bahan pustaka atau data sekunder. Penarikan kesimpulan dilakukan melalui metoda berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berangkat dari sesuatu yang sifatnya umum yang sudah dibuktikan bahwa dia benar dan kesimpulan itu ditujukan untuk sesuatu yang sifatnya khususAkhirnya diperoleh kesimpulan antara lain pertama, Peraturan tentang BTM ada pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 772/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan secara tegas menyatakan formalin dan boraks bukan merupakan bahan tambahan makanan dan dilarang digunakan dalam makanan. Sedangkan Rhodamin B termasuk dalam salah satu zat warna yang dilarang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Rl No.235/Menkes/Per/VI/79 tentang Zat Warna yang Dilarang Digunakan. Kedua, Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki fungsi pengawasan terhadap produk pangan, fungsi pengawasan ini dilakukan berdasarkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) 3 Lapis, atau sistem pengawasan full spectrum mulai dari pre-market hingga post-market control.Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, bahan berbahaya
Penelitian Terapi Sel Punca Darah Tali Pusat Dan Asas Manfaat (Penelitian Hukum Normatif Terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 833/Menkes/Per/IX/2009 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca) Harjono Koewarijanto; Wila Chandrawila; Tri Wahyu Murni
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.417 KB) | DOI: 10.24167/shk.v1i1.1285

Abstract

Terapi Sel Punca Darah Tali Pusat merupakan perkembangan terkini dalam dunia kedokteran yang manfaatnya mampu untuk menyembuhkan berbagai penyakit yang tidak dapat di obati dengan terapi konvensional, hal ini memberikan harapan baru bagi penderita penyakit kronis yang tidak mungkin disembuhkan dengan pengobatan biasa. Upaya kesehatan yang dilakukan pada intinya harus memberikan keuntungan dan kebahagiaan yang sebesar-besarnya kepada pasien dalam arti memenuhi asas kemanfaatan. Sehingga timbul pertanyaan apakah pengaturan tentang sel punca menyebabkan dilanggarnya asas kemanfaatan?Pada penelitian hukum yang dilakukan pada tesis ini menggunakan Metode Penelitian Deskriptif dengan pendekatan Metode Penelitian Yuridis Normatif, sehingga jenis metode penelitian yang digunakan adalah Studi Kepustakaan. Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dalam bentuk bahan pustaka, yakni bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sehubungan dengan data yang digunakan data kualitatif, maka akan dilakukan analisis kualitatif terhadap ketiga bahan hukum yang dikumpulkan, dan akan dirumuskan jawaban sementara berbentuk hipotesis.Perkembangan penelitian dan terapi sel punca yang diatur dalan Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 dan dijabarkan dalam Permenkes dan Kepmen bertujuan untuk mengawasi penelitian dan terapi sel punca di Indonesia. Ketentuan memberikan rambu-rambu dalam pelaksanaan penelitian dengan tujuan tidak merugikan pasien dan hasil penellitian memberikan hasil yang optimal terhadap penyembuhan pasien.Setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama di muka hukum dan dijamin oleh konstitusi, sehingga setiap orang mendapatkan hak yang sama dengan yang lainnya dan melaksanakan kewajiban yang sama pula. Beberapa asas hukum yang dianut adalah asas keadilan dan asas kemanfaatan, yang selalu dipertimbangkan dalam setiap pembentukan Undang-Undang, sehingga setiap ketentuan yang menyangkut dua pihak, selalu ada keseimbangan antara hak dan kewajiban, sebab adil bagi seseorang, akan tidak adil bagi yang lainnya.Terapi Sel Punca darah Tali Pusat memberikan harapan akan kesembuhan yang lebih menjanjikan dan penelitian di bidang ini masih terus dilaksanakan agar didapat hasil yang optimal, dengan kegagalan yang seminimal mungkin. Asas kemanfaatan dalam hukum bertujuan memberikan kebahagiaan sebesar-besarnya bagi pelaksanaan dari peraturan tersebut, agar terbentuk kesimbangan antara hak dan kewajiban para pihak yang terkait. Sehingga didapat jawaban sementara jika ditentukan terapi sel punca darah tali pusat dengan baik dan komprehensif, maka dipenuhi asas kemanfaatan
PEMBERIAN KEWENANGAN TAMBAHAN KEPADA DOKTER GIGI DALAM RANGKA PEMERATAAN PELAYANAN KESEHATAN Nelson Situmorang; Endang Wahyati Y; Eddy Priyono
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.395 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.820

Abstract

Penumpukan dokter gigi spesialis di kota-kota besar berbanding terbalik dengan kebutuhan di daerah. Kondisi ini mengakibatkan tidak meratanya pelayanan kesehatan yang berakibat pada kecacatan bahkan kematian. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang merata merupakan hak dasar yang dimiliki tiap-tiap Warga Negara baik di kota besar maupun di pedesaan. Upaya penanggulangan persoalan ini telah memunculkan gagasan pemberian kewenangan tambahan kepada dokter gigi. Untuk itu perlu diadakan penelitian tentang Pemberian Kewenangan Tambahan Kepada Dokter Gigi Dalam Rangka Pemerataan Pelayanan Kesehatan: Kajian Terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik KedokteranKajian dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan analisis deskriptif kualitatif, kualifikasi yuridis normative, dan penggunaan data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Bahan hukum primer menggunakan perundang-undangan, bahan hukum sekunder menggunakan pustaka relevan, dan bahan hukum tersier menggunakan kamus dan ensiklopedia.Hasil penelitian menunjukkan absennya dokter gigi spesialis sebagai pihak yang berkompeten di daerah, telah menjadikan konsep pemberian kewenangan tambahan kepada dokter gigi menjadi urgen dan relevan. Urgensi dan relevansi pemberian kewenangan tambahan kepada dokter gigi berkaitan erat dengan kebijakan pemerataan pelayanan kesehatan
PENERAPAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN YANG IDEAL DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN MELALUI PROGRAM JAMKESMAS Anthony Sudjadi; Agnes Widanti; Y. Budi Sarwo; Handy Sobandi
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.125 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.694

Abstract

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Jamkesmas adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Namun terdapat pembatasan dan pelayanan yang tidak ditanggung dalam program tersebut yang berdampak warga miskin menjadi rentan terhadap berbagai macam penyakitBerdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian tesis ini dirumuskan beberapa perumusan masalah, yaitu Apakah yang dimaksud dengan kriteria pelayanan kesehatan yang ideal? dan Apakah yang dimaksud dengan program Jamkesmas dan isi program tersebut?, serta Apakah program Jamkesmas tersebut menyebabkan dilanggarnya hak masyarakat untuk mendapat upaya kesehatan yang ideal?. Penelitian tesis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui program Jamkesmas dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin yang ideal, dengan metode penelitian pendekatan yuridis normatif dengan cara berpikir deduktif dan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, serta metode analisis data kualitatif normatif.Kriteria upaya kesehatan yang ideal berdasarkan UU kesehatan nomor 36 tahun 2008 pasal 47 adalah meliputi perlindungan di bidang promotif, prefentif, kuratif, dan rehabilitative.Terdapat pembatasan-pembatasan dalam pelayanan dari program Jamkesmas berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 125/Menkes/SK/II/2008 seperti pembatasan biaya kaca mata, alat bantu dengar, tongkat/alat bantu berjalan bagi mereka yang lumpuh, selain itu program jamkesmas tidak meliputi bidang promotif dan preventif serta terdapat pembatasan pelayanan di bidang kuratif dan rehabilitatif.Berdasarkan analisis hubungan antara kriteria upaya kesehatan yang ideal berdasarkan UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 47 dan isi dari program Jamkesmas maka menyebabkan dilanggarnya hak masyarakat miskin untuk hidup sehat.

Page 4 of 23 | Total Record : 227