cover
Contact Name
Endang Wahyati
Contact Email
endang_wahyati@yahoo.com
Phone
-
Journal Mail Official
soepra@unika.ac.id
Editorial Address
Jl. Pawiyatan Luhur IV/1 Bendan Duwur Semarang, 50234
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan
ISSN : -     EISSN : 2548818X     DOI : https://doi.org/10.24167/shk
Core Subject : Health, Social,
The Journal focuses on the development of health law in Indonesia: national, comparative and international. The exchange of views between health lawyers in Indonesia is encouraged. The Journal publishes information on the activities of European and other international organizations in the field of health law. Discussions about ethical questions with legal implications are welcome. National legislation, court decisions and other relevant national material with international implications are also dealt with.
Articles 227 Documents
Supervision Of Buleleng District Health Office On The Implementation Of Empirical-Traditional Health Service And The Protection Of The Community’s Right To Health Karlina Sumiari Tangkas; Endang Wahyati Yustina; Daniel Budi Wibowo
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.947 KB) | DOI: 10.24167/shk.v4i1.1479

Abstract

Empirical-traditional health service existing in Bali Province, especially in Buleleng District, was growing rapidly. Therefore, it was necessary to monitor the implementation of traditional health services in Buleleng District. The purpose of this study was to know the supervision conducted by Buleleng District Health Office on the implementation of empirical-traditional health service and the protection of the community’s right to health. This study used socio-legal approach having an analytical-descriptive specification and qualitative research design. Data gathering was conducted by having in-depth interviews. The results of the study showed about the legal basis of empirical-traditional health service, implementation of supervision to the Head of Buleleng District’s Health Office and The factors influencing the implementation of the supervision. The conclusions that could be drawn was the supervision conducted by the Buleleng District’s Health Office was not optimal so that the community’s health rights had not been protected. It was suggested that the provincial government, the empirical-traditional health service providers, and the community as well would push Buleleng District’s Health Office to perform better supervision so that it would be able to provide protection for the community’s rights to health
KETENTUAN TENTANG SUNAT PEREMPUAN DIKAITKAN DENGAN ASAS GENDER DAN NONDISKRIMINATIF Inna Noor Inayati; Agnes Widanti; Alma Lucyati
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.173 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.810

Abstract

Sunat perempuan masih dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia dengan berbagai variasi dan berdampak negatif terhadap kesehatan. CEDAW dan WHO melarang praktik sunat perempuan. UUD 1945 dan UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan praktik sunat perempuan melanggar hak reproduksi perempuan dan diskriminatf. Dalam melindungi perempuan dari praktik sunat, pemerintah mengeluarkan ketentuan tentang sunat perempuan dengan Permenkes No. 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. Penelitian menggunakan metode kualitiatif dan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Tehnik pengumpulan data terdiri dari data sekunder yang dikategorikan dalam bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis data menggunakan metode kualitatif normatif yaitu metode analisis yang dilakukan dengan pendekatan normatif. Penyajian data dilakukan bersamaan dengan analisa data berdasarkan kerangka teori dan pemahaman. Hasil analisis hukum positif dan asas lex superior derogat legi inferiori, ketentuan sunat perempuan melanggar hukum dan tidak sesuai dengan standar pelayanan kesehatan dan standar profesi tenaga kesehatan. Permenkes Sunat Perempuan tidak memberikan perlindungan terhadap hak dan kesehatan reproduksi perempuan dan bersifat diskriminasi sehingga dinyatakan tidak memenuhi asas gender dan nondiskriminatif
Pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Sebagai Bagian Dari Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Di Lingkungan Pendidikan (Studi Kasus Pada STIKES Di Kota Semarang) Yana Agus Setianingsih; Endang Wahyati Yustina; Endang Widyorini
SOEPRA Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.365 KB) | DOI: 10.24167/shk.v1i1.1290

Abstract

Kebijakan KTR dibuat oleh Pemerintah yang bertujuan untuk menyeimbangkan hak perokok dan hak atas kesehatan. kebijakan KTR berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang memiliki tujuan sama yaitu untuk memperoleh derajat kesehatan yang maksimal. STIKES merupakan lingkungan pendidikan bidang kesehatan yang dapat menjadi ujung tombak terlaksananya kebijakan KTR.Metode pendekatan yang digunakan yuridis sosiologis, spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analitis. Aspek yuridis yang diteliti adalah ketentuan hukum tentang Kebijakan KTR dan PHBS. Aspek sosiologis yang diteliti yaitu pelaksanaan kebijakan KTR sebagai bagian dari PHBS di STIKES Kota Semarang. Kebijakan KTR di Kota Semarang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188 dan 7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2013 tentang Kawasan tanpa rokok. Pelaksanaan kebijakan KTR di STIKES Kota Semarang telah dilaksanakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan, namun belum optimal dikarenakan belum adanya peraturan internal dan sanksi belum ditegakkan.
PERLINDUNGAN HAK REPRODUKSI PEREMPUAN UNTUK BER KBDIHUBUNGKAN DENGAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (PERMENKES NO.2562/MENKES/PER/XII/2011) . Eldawaty; Agnes Widanti; Yanti Fristikawati
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.071 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.780

Abstract

ABSTRAK Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 disebutkan bahwa penghapusan diskriminasi dibidang pemeliharaan dan jaminan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan KB. Melalui Undang-Undang ini memberikan landasan hukum tentang kepastian perlindungan terhadap hak reproduksi perempuan untuk bebas menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak.Salah satu upaya guna melindungi perempuan dari kematian akibat kehamilan, pemerintah melalui peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 menyelenggarakan Jaminan Persalinan. Pada kebijakan operasional ini disebutkan bahwa penerima manfaat jaminan persalinan didorong untuk mengikuti program KB paska persalinan dengan membuat surat pernyataan. Kondisi ini menimbulkan pertanyaaan bagaimana perlindungan hak reproduksi perempuan dalam mengambil keputusan ber-KB, bagaimana hak reproduksi perempuan yang ingin menggunakan jaminan persalinan tapi tidak mau ber-KB dan apa kendala penerapan PERMENKES Nomor 2562/Menkes/PER/XII/2011 mengenai hak reproduksi perempuan dalam ber-KB.Penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian Deskriptif dengan pendekatan metode penelitian Yuridis Normatif ,sehingga jenis penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaaan.Data yang dikumpulkan adalah data kualitatif dalam bentuk bahan pustaka,yakni bahan hukum primer,sekunder dan tersier.Sehubungan dengan data yang digunakan data kualitatif,maka akan dilakukan analisis kualitatif terhadap ketiga bahan hukum yang dikumpulkan,dan akan dirumuskan jawaban sementara berbentuk hipotesis kerja.Kewajiban KB pasca persalinan dengan membuat surat pernyataan bertentangan dengan undang-undang. Perempuan tidak dapat menggunakan jaminan persalinan apabila tidak ingin ber-KB.Komunikasi,informasi dan edukasi yang kurang serta ketersediaan alat kontrasepsi yang tidak siap pakai merupakan kendala penerapan PERMENKES.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,maka PERMENKES yang mengatur KB pasca persalinan perlu direvisi dengan mencantumkan kriteria-kriteria perempuan yang wajib untuk ber-KB guna melindungi perempuan dari kematian akibat kehamilan
REKAM MEDIS ODONTOGRAM SEBAGAI ALAT IDENTIFIKASI DAN KEPENTINGAN PEMBUKTIAN DI PENGADILAN . Trisnowahyuni; Agus Hadian Rahim; Eddie Imanuel Doloksaribu
SOEPRA Vol 3, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (388.808 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i1.704

Abstract

Identifikasi melalui rekam medis odontogram bertujuan untuk memenuhi persyaratan sebagai tenaga professional dokter, dokter gigi ataupun tenaga kesehatan lainnya di dalam pembuatan rekam medis. Pelaksanaannya harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan, selain banyak manfaatnya rekam medis ini dapat dipakai sebagai alat bukti di pengadilan. Saat ini belum semua dokter gigi maupun perawat gigi di Indonesia melakukan pencatatan rekam medis odontogram secara benar. Masih belum adanya keseragaman dalam tata cara penulisan maupun pengistilahan yang digunakan dalam pencatatan rekam medis odontogram sehingga menimbulkan kesalahpahaman saat rekam medis tersebut dimanfaatkan dalam suatu proses hukum. Standar Operasi Prosedur mengenai rekam medis odontogram perlu diterapkan dan dilaksanakan pada setiap pelayanan kesehatan baik instansi pemerintah, swasta maupun pratik perseorangan dengan standar Nasional maupun Internasional secara manual, digital maupun secara elektronik.
TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT ATAS KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA SAAT OPERASI DI RS PREMIER JATINEGARA JAKARTA . Sukendar; Agus H. Rahim; Samuel Hutabarat
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.12 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.825

Abstract

Informed consent atau tindakan medis merupakan salah satu upaya pengembangan usaha kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dalam keadaan yang wajar memerlukan persetujuan dari pihak pasien.Persetujuan ini dapat berupa persetujuan lisan atau persetujuan tertulis, hal ini tergantung dari besar dan kecilnya resiko dari pembedahan yang dilakukan. Hal seperti ini sudah diatur dalam perundang- undangan praktek kedokteran nomer 29 Tahun 2009 dan Undang-undang Rumah Sakit nomor 44 tahun 2004 dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 dan peraturan internal rumah sakit (Hospital by Laws).Kesalahan dan kelalaian dalam melaksanakan profesi kedokteran merupakan masalah penting, karena dapat menyebakan kecacatan. Baik cacat sementara maupun cacat permanen, bahkan sampai menimbulkan kematian. Hal tersebut dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi kesehatan .Sehingga pasien tidak melulu mengharapkan hasil yang baik dan sehingga setelah pembedahan tidak terjadi adanya konflik / kesalahpahaman yang akan menimbulkan adanya tuntutan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT ATAS KELENGKAPAN INFORMED CONSENT PADA SAAT OPERASI DI RS PREMIER JATINEGARA JAKARTA.Adapun perumusan masalah yang ada adalah bagaimana pengaturan tentang informed consent dikamar operasi sebelum melakukan tindakan pembedahan dilaksanakan di Rumah Sakit Premier Jatinegara, dan bagaimana dampak dan akidah hukum terhadap dokter atas kelengkapan informed consent di Rumah sakit Premier jatinegara.Metode dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif ini dalam menganalisa dan meninjau masalah digunakan prinsip dan asas-asas hukum. Penelitian ini menentukan pada segi-segi yuridis dan melihat pada Perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian tindaklan medis / informed consent.
KETENTUAN TEKNIS TENTANG UJI DAN PEMERIKSAAN KESEHATAN CALON ANGGOTA WANITA ANGKATAN UDARA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Krismono Irwanto; Endang Wahyati Y; Djoko Widyarto JS
SOEPRA Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (404.934 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i2.816

Abstract

Menjadi anggota Tentara Nasional Indonesi aktif diperlukan syarat yang harus dipenuhi ialah Uji dan Pemeriksaan Kesehatan yang diatur di dalam Petunjuk Teknis Uji dan Pemeriksaan Kesehatan. Tujuannya adalah untuk memperoleh prajurit matra udara yang memiliki kesehatan yang optimal dan mampu melaksanakan tugasnya. Namun terhadap calon anggota Wanita Angkatan Udara, ternyata memiliki pengaturan yang berbeda. Pada Petunjuk Teknis mengharuskan syarat perawan bagi calon anggota Wanita Angkatan Udara. Padahal ketentuan ini tidak memiliki pengaruh yang berarti bagi status kesehatannya secara keseluruhan. Tetapi syarat ini memiliki implikasi yang tidak sederhana karena berpengaruh pada lulus-tidaknya calon anggota Wanita Angkatan Udara. Selain itu Petunjuk Teknis ini berdampak cukup besar dalam kaitannya dengan perlindungan hak-hak azasi manusia, karena di dalam beberapa pengaturannya diduga terdapat pengabaian hak-hak yang semestinya diterima oleh calon anggota Wanita Angkatan Udara sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat yang sama.Metode penelitian hukum ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, data yang digunakan adalah data sekunder atau studi pustaka. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat antara ketentuan hukum Petunjuk Teknis Uji dan Pemeriksaan Kesehatan calon Wanita Angkatan Udara dengan perlindungan Hak Azasi Manusia.Sebagai hasilnya ditemukan beberapa penyimpangan di dalam ketentuan Petunjuk Teknis yang berkaitan dengan perlindungan Hak Azasi Manusia seperti perlakuan diskriminatif, kurangnya perhatian pada hak-hak calon anggota Wanita Angkatan Udara yang berhubungan dengan organ reproduksinya dan hak untuk mendapatkan informasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketentuan teknis Uji dan Pemeriksaan Kesehatan ini ternyata tidak didasarkan pada perlindungan Hak Azasi Manusia terutama hak sehat seperti yang seharusnya diatur di dalam Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Udang Hak Azasi Manusia, tapi lebih pada konsep kemiliteran yang doktrinal, akibatnya secara yuridis formal banyak terjadi penyimpangan dan kelemahan yang sifatnya berdampak pada tujuan perlindungan hukumnya.
Legal Protection For Doctors In Doing Medical Activities Related To The Distribution Of False Vaccine In Semarang District Totok Sumariyanto; Trihoni Nalesti Dewi; Tjahjono Tjahjono
SOEPRA Vol 4, No 1: Juni 2018
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.958 KB) | DOI: 10.24167/shk.v4i1.1273

Abstract

The case of the false vaccine circulation that occurred in Indonesia in mid-2016 had horrendous World Health and raising fears in society. This case raises the impact on doctors who provide vaccine or immunization to the patient. Due to the false vaccine case resulted in lowered public confidence towards the world of health, especially do immunization in toddlers. Concerns also arise on a doctor who gave the vaccine, because his own doctors did not know whether the vaccine will be given to the patient's original or false. It is interesting to be researched by the author to know about circulation and surveillance of vaccine in the area of Semarang. The research method used in this thesis is sociological juridical. Data collection was done with primary and secondary data that were gathered by interviews with some resources, such as Head of BPOM Central Java, Chairman IDI Semarang District, Head of District Health Office of Semarang, Pharmaceutical procurement department in Semarang District Hospital, doctor of RSUD Kabupaten Semarang who do the vaccine directly to patients, as well as library studies and related documents. This research is done explanatively. The result of the research, it can be concluded that the regulation concerning the circulation of drugs or vaccine in Indonesia is adequate. The process of circulation and procurement of vaccines in the district of Semarang on RSUD Ambarawa and RSUD Ungaran have been conducted in accordance with the procedures, including also in the implementation of the procurement of the vaccine so well controlled. Responsibility for the false vaccine relief in Indonesia is the responsibility of BPOM and the Health Department.  The circulation of drugs or vaccines may not be able to circulate in the community in a strict supervision and control and periodically by BPOM and the health service is running properly
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TENAGA PERAWAT YANG MELAKUKAN TINDAKAN MEDIK DALAM RANGKA MENJALANKAN TUGAS PEMERINTAH TERUTAMA DIKAITKAN DENGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR. 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERA Edita Diana Tallupadang; Yovita Indrayati; Djoko Widyarto JS
SOEPRA Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (331.215 KB) | DOI: 10.24167/shk.v2i1.806

Abstract

Setiap orang berhak untuk hidup sehat dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh masyarakat, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Tindakan medik merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang harus dilakukan oleh yang berwenang sesuai yang diatur dalam peraturan dan Undang-Undang. Perawat dalam melakukan praktik keperawatan sekaligus menjalankan tugas pemerintah sering melakukan tindakan medik sehingga membutuhkan perlindungan hokum yang jelas. Perawat dalam melakukan tindakan medis mempunyai tanggungjawab hukum.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian yang bersifat deskriptf analisis ini dilakukan di Puskesmas Birobuli dan Puskesmas Tipo di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Palu. Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan melalui wawancara dengan narasumber yang terkait dengan permasalah yang diteliti, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi kepustakaan/studi dokumen. Data yang telah terkumpul dianalisis secara kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat di Kota Palu yang melakukan praktik perawat sering melakukan tindakan medik yang sebenarnya bukan wewenang perawat seperti yang di atur dalam peraturan dan perundangundangan. Hal ini dapat dilihat dimana perawat yang melakukan tindakan medic tanpa ada pelimpahan secara tertulis dari dokter yaitu sebanyak 50%. Perawat yang melakukan tindakan medik dalam rangka menjalankan tugas pemerintah sangat rawan bersinggungan dengan hukum. Olehnya itu diharapkan agar pemerintah daerah/walikota segera menetapkan daerah-daerah yang tidak memiliki dokter atau daerah yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang melebihi ketersediaan tenaga dokter agar perawat dapat mendapatkan perlindungan hukum yang jelas. Dan agar perawat yang melakukan tindakan medik dapat bertanggungjawab secara hukum maka dokter dalam melimpahkan kewenangan kepada perawat diharapkan dalam bentuk tertulis dan disertai dengan SOP yang jelas
KEWENANGAN KLINIS DALAM TINDAKAN PEMBEDAHAN DAN ASAS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN Achmad Hafiedz Azis Kartamihardja; P. Lindawaty S. Sewu; Tri Wahyu Murni S
SOEPRA Vol 3, No 2: Desember 2017
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.31 KB) | DOI: 10.24167/shk.v3i2.776

Abstract

Kesehatan adalah hak asasi manusia yang merupakan hak fundamental setiap warga dan harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang aman, bermutu dan terjangkau. Untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu, salah satunya dapat dicapai dengan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan tersebut. Dokter sebagai salah satu tenaga kesehatan yang berperan dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan, memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. Kewenangan dokter dalam melakukan pelayanan kesehatan didapatkan dan harus sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan, dokter dapat saja mengalami gangguan kesehatan sehingga tidak kompeten dalam melaksanakan pelayanan kesehatan serta perkembangan disiplin ilmu kedokteran menyebabkan suatu penyakit dapat ditangani oleh beberapa disiplin ilmu kedokteran yang berbeda. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana perlindungan terhadap pasien sehingga pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik, aman dan bermutu.Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan acuan penelitian hukum normatif, yang dapat digunakan berbagai pihak untuk memecahkan permasalahan berkaitan dengan asas perlindungan hukum pasien dikaitkan dengan kewenangan klinis tindakan pembedahan yang dilakukan di Rumah Sakit.Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan ketentuan tentang kewenangan klinis dalam tindakan pembedahan di Rumah Sakit dilakukan melalui proses kredensial (credentialing) yang dilakukan oleh Komite Medik untuk menentukan kelayakan seseorang memperoleh kewenangan klinis (clinical privilege) dalam menjalankan tindakan medis termasuk pembedahan pada periode tertentu. Asas perlindungan hukum bagi pasien dapat dipenuhi dalam tindakan pembedahan di Rumah Sakit dengan melaksanakan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance) bagi para tenaga klinisinya. Penerapan ketentuan mengenai kewenangan klinis (clinical privilege) dalam tindakan pembedahan di Rumah Sakit menyebabkan dapat dipenuhinya asas perlindungan hukum bagi pasien di Rumah Sakit.

Page 5 of 23 | Total Record : 227