cover
Contact Name
Darmadi Hariyanto
Contact Email
Darmadi Hariyanto
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalpori@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Radioterapi & Onkologi Indonesia
ISSN : 20869223     EISSN : -     DOI : -
Majalah Radioterapi & Onkologi Radiasi Indonesia (Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society) dengan ISSN 2086-9223, satu-satunya majalah dalam bidang Onkologi Radiasi di Indonesia, merupakan majalah di bawah penerbit Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI). Majalah ini rutin diterbitkan sejak tahun 2010 dengan frekuensi terbitan 2 kali dalam setahun.
Arjuna Subject : -
Articles 108 Documents
Laporan Tahunan Pelayanan Radioterapi di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Tahun 2018 Alfred Julius Petrarizky; Rafiq S Nugroho
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 10, No 2 (2019): VOLUME 10 NO.2 JULI 2019
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (576.278 KB) | DOI: 10.32532/jori.v10i2.102

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan laporan pelayanan Instalasi Radioterapi di RSUD Dr. Saiful Anwar pada tahun 2018. Penelitian retrospektif ini dilakukan dengan mengumpulkan data pasien berupa usia, jenis kelamin, daerah asal pasien, jenis keganasan, apakah pasien sudah menjalani terapi radiasi, tujuan radioterapi yang diberikan dan jumlah lapangan radiasi yang diberikan. Data dikumpulkan dari status catatan khusus radioterapi pasien RSUD Dr. Saiful Anwar Malang yang datang berobat sepanjang tahun 2018. Pada penelitian ini didapatkan 75,6% pasien wanita dan 24,4% pasien pria dengan total 799 pasien. Pasien berusia antara 11 – 85 tahun dengan median 51 tahun. Sebagian besar pasien berturut-turut berasal dari Malang, Pasuruan dan Tulungagung. Pasien yang berasal dari luar Jawa Timur paling banyak berasal dari Sulawesi Tengah. Kasus terbanyak adalah kanker payudara (38,4%), diikuti kanker serviks (25,5%) dan kanker nasofaring (11,5%). Sebanyak 40,6% pasien belum atau tidak menjalani terapi radiasi. Dari pasien yang menjalani terapi radiasi, sebanyak 64,8% bertujuan kuratif dan sisanya bertujuan paliatif. Kebanyakan pasien mendapatkan 2 lapangan radiasi. Sebagai kesimpulan, kapasitas pelayanan radioterapi RSUD Dr. Saiful Anwar rendah dan harus melayani banyak pasien dari berbagai daerah, mengakibatkan waktu tunggu terapi radiasi yang panjang dan pasien harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk mendapatkan terapi radiasi yang optimal.
Radiasi Adjuvan Paska Operasi pada Sarkoma Pleiomorfik Jaringan Lunak Regio Torso yang Mengalami kekambuhan: Sebuah laporan kasus dalam 2 tahun follow up Ni Ayu Wulandari; Arie Munandar
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 10, No 2 (2019): VOLUME 10 NO.2 JULI 2019
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1041.38 KB) | DOI: 10.32532/jori.v10i2.103

Abstract

Sarkoma jaringan lunak / soft tissue sarcoma (STS) merupakan keganasan yang jarang terjadi. Manajemen STS telah berkembang dalam beberapa dekade terakhir menuju pengobatan modalitas gabungan seperti operasi dan radioterapi untuk memungkinkan menjaga struktur jaringan agar masih  dapat berfungsi optimal. Radioterapi paska operasi telah terbukti meningkatkan kontrol lokal pada pasien dengan margin bedah positif. Metastasis paru pada sarkoma sering terjadi dengan profil prediktor seperti ukuran tumor yang besar (pada kasus ini > 10 cm), kedalaman, dan derajat tumor. Dalam laporan kasus ini, seorang wanita 73 tahun paska operasi eksisi luas akibat kekambuhan STS pada regio torso area flank dengan margin positif. Dalam kontrol lanjutan dua tahun paska radiasi terdapat kontrol lokal yang baik, tetapi didapatkan metastasis paru.
Peran Radioterapi dan Tatalaksana Umum Sindrom Vena Kava Superior Agung Tri Cahyono; Arie Munandar
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 10, No 2 (2019): VOLUME 10 NO.2 JULI 2019
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1581.406 KB) | DOI: 10.32532/jori.v10i2.104

Abstract

Sindrom vena kava superior (SVKS) merupakan kumpulan gejala yang terjadi karena obstruksi aliran darah di vena kava superior. Gejala SVKS bervariasi dari yang tidak mengancam nyawa hingga kondisi yang mengancam nyawa. Target utama tatalaksana umum SVKS adalah mengurangi gejala dan tatalaksana penyakit penyebab. Radioterapi merupakan salah satu terapi yang efektif untuk mengurangi gejala pada SVKS. Dalam pelaksanaannya, radioterapi dapat dikombinasikan dengan pemberian kemoterapi. Teknik radioterapi 2 dimensi, 3 dimensi, stereotactic body radiotherapy (SBRT) dan image-guided radiation therapy (IGRT) dapat diberikan dalam tatalaksana SVKS. Tujuan pemberian radioterapi pada kasus SVKS pada umumnya paliatif, untuk menghindari asfiksia pada jaringan otak dan mengurangi gejala akibat obstruksi. Dalam laporan kasus ini, seorang laki-laki umur 29 tahun dengan tumor di mediastinum anterior yang menyebabkan SVKS (Stanford IV dan derajat keparahan berat), mendapatkan radiasi eksterna AP-PA 3 x 3Gy. Pasien merasakan perubahan signifikan 2 minggu pasca radiasi.
Melanoma Maligna Vagina: Laporan Kasus dan Tinjauan Literatur Yoseph Adi Kristian; Nana Supriana
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 10, No 2 (2019): VOLUME 10 NO.2 JULI 2019
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1021.144 KB) | DOI: 10.32532/jori.v10i2.100

Abstract

Melanoma maligna vagina adalah salah satu melanoma mukosa ganas yang sangat jarang, bersifat agresif dan memberikan prognosis yang buruk dengan angka kesintasan 5 tahun yang rendah. Hingga saat ini belum ada pedoman yang jelas mengenai tatalaksana penyakit ini. Penanganan multidisplin berupa pembedahan, kemoterapi, radiasi hingga immunoterapi, masih belum memberikan hasil yang baik. Meskipun sifatnya dikenal sebagai tumor yang radioresisten, beberapa bukti memperlihatkan bahwa radioterapi ajuvan pasca operasi dapat meningkatkan kontrol lokal tumor. Kami melaporkan kasus melanoma maligna vagina yang mendapat radiasi definitif tanpa pembedahan
Perkembangan Terapi Sel Punca pada Kanker Solid Hari Murti Wijaya; Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 11, No 1 (2020): VOLUME 11 NO.1 JANUARI 2020
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32532/jori.v11i1.111

Abstract

Sel-sel kanker dengan kemampuannya bermetastasis, terkadang sulit ditangani dengan menggunakan pembedahan konvensional atau strategi radioterapi dan kemoterapi. Di sisi lain, perkembangan terapi sel punca menunjukkan  peningkatan keberhasilan yang menjanjikan dalam pengobatan kanker. Sel punca dapat berfungsi sebagai sarana pengiriman obat anti kanker dan menargetkan tumor primer maupun fokus metastasis.  Sel punca dapat direkayasa  untuk mengekspresikan berbagai agen sitotoksik sehingga dapat mengurangi volume tumor dan memperpanjang kesintasan hidup pada model hewan praklinis. Sel punca juga telah digunakan sebagai pembawa virus dan partikel nano untuk meningkatkan efektivitas terapi utama  dan meringankan efek samping pengobatan. Selain itu, sel punca dapat diterapkan dalam kedokteran regeneratif, imunoterapi, terapi bertarget sel punca kanker. Sayangnya penggunaan terapi sel punca untuk mengobati kanker pada manusia, masih menghadapi beberapa tantangan seperti tumorigenesis dan biaya yang tinggi. Oleh sebab itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kinerja terapi dan penerapannya.
Preoperative Radiotherapy in Myxoid Liposarcoma Fenny Tjuatja; H M Djakaria
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 11, No 2 (2020): VOLUME 11 NO.2 JULY 2020
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32532/jori.v11i2.114

Abstract

Myxoid liposarcoma are responsive to radiotherapy, particularly preoperative radiotherapy. The outcome of the preoperative radiation is a decreasing tumor size and major necrotizing area. With a good local control, organ functions can survive without any amputation. Preoperative radiotherapy can be given with or without chemotherapy. Conventional fractionation such as 25 x 2 Gy or hypofractionation 5 x 5 Gy could be an effective way to treat preoperative myxoid liposarcoma.
Efek Abscopal pada Kombinasi Radioterapi dan Imunoterapi Agustinus Darmadi Hariyanto; Arie Munandar
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 11, No 1 (2020): VOLUME 11 NO.1 JANUARI 2020
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32532/jori.v11i1.105

Abstract

Radioterapi atau terapi radiasi merupakan salah satu prosedur medis lokal regional yang digunakan untuk menangani penyakit kanker. Bukti menunjukkan bahwa radiasi juga mampu memicu sistem imunitas tubuh dan hal ini berkontribusi pada efek abscopal, yang dapat didefinisikan sebagai "respons yang diperantarai oleh sistem imun pada jarak yang jauh dari volume atau target radiasi." Meskipun regresi tumor abscopal masih tetap merupakan peristiwa langka dalam praktik radioterapi, peningkatan jumlah kasus dilaporkan terutama sejak implementasi klinis agen imunoterapi. Beberapa hal terkait radiasi seperti regimen radiasi, biological equivalent dose/BED dan luas lapangan radiasi diketahui mampu memengaruhi efek abscopal
Correlation of Radiation Dose and PSA Blood Level in the Radiotherapy of Prostate Cancer: A retrospective case series Ade Margaretha LT; Soehartati A. Gondhowiardjo
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 11, No 2 (2020): VOLUME 11 NO.2 JULY 2020
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32532/jori.v11i2.110

Abstract

Primary Spinal Intradural Ewing Sarcoma pada Anak: Sebuah Laporan Kasus di Masa Pandemi COVID-19 Fauzan Herdian; Renindra Ananda Aman; Soehartati A Gondhowiardjo
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 11, No 1 (2020): VOLUME 11 NO.1 JANUARI 2020
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32532/jori.v11i1.106

Abstract

Ewing Sarcoma (ES) merupakan kanker tulang primer nomor dua paling umum pada pasien anak. Manifestasi ekstraskeletal dari Sarkoma Ewing pada anak sangat jarang, terutama di rongga intradural pada tulang belakang.Penulis melaporkan sebuah kasus yaitu seorang anak berusia 14 tahun yang dirujuk ke departemen kami dengan Sarkoma Ewing pada tulang vertebrae T11. Pasien sebelumnya mengeluh nyeri punggung bawah yang progresif disertai paraparesis dan kesulitan miksi. MRI spinal menunjukkan massa intradura ekstramedulla setinggi tulang vertebrae T11 tanpa perubahan patologis dari tulang vertebrae. Pasien menjalani laminektomi torakal dan memperoleh gross total resection. Diagnosis Sarkoma Ewing ditegakkan dari pemeriksaan histopatologi dan immunohistokimia. PET/CT pasca operasi menunjukkan tangkapan FDG minimal di intradura T11 tanpa gambaran metastasis. Keputusan dari pertemuan multidisiplin tumor board adalah kemoterapi adjuvan diikuti radioterapi lokal. Pasca kemoterapi, rencana pemberian radioterapi ditunda akibat pandemi COVID-19. Pasien dijadwalkan untuk kontrol rutin dan MRI spinal per 3 bulan.Literatur menunjukkan diagnosis primary spinal intradural Ewing Sarcoma ditegakkan melalui pemeriksaan immunohistokimia dan/atau profil molekuler dengan pemeriksaan penunjang menyeluruh untuk menyingkirkan kemungkinan primer di daerah lain. Terapi diberikan sesuai penatalaksanaan untuk sarkoma ewing pada tulang yaitu kombinasi operasi diikuti kemoterapi dan radioterapi. Peran radioterapi pada Ewing Sarcoma ekstraskeletal saat ini terbatas untuk kontrol lokal dan direkomendasikan pasca reseksi subtotal. Radioterapi adjuvan dapat dihindari pada masa pandemi COVID-19 bila terbukti tidak meningkatkan kesintasan.
Xerostomia Severity and Quality of Life After Nasopharyngeal Cancer Radiotherapy: Intensity Modulated vs Two-dimensional Radiation Therapy in Indonesia Soehartati Argadikoesoema Gondhowiardjo; Nikrial Dewin; Andreas Ronald; Vito Filbert Jayalie; Handoko Handoko; Sri Mutya Sekarutami; Zanil Musa
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 11, No 2 (2020): VOLUME 11 NO.2 JULY 2020
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32532/jori.v11i2.116

Abstract

Introduction: Two-dimensional technique (2DRT) is most commonly used in Indonesia. This technique causes severe late toxicity particularly in nasopharyngeal cancer (NPC). Radiation techniques such as Intensity-Modulated Radiation Therapy (IMRT) and Three-Dimensional Conformal Radiation Therapy (3DCRT) provide larger doses at the site of NPC while preserving normal tissue. This study aims to compare late side effects and quality of life (QoL) between IMRT and 2DRT groups.Method: This was a cross-sectional study with consecutive sampling. Salivae samples were collected at least 6 months after last radiation date. Xerostomia severity were determined by measuring whole saliva flow rate which then categorized based on Common Terminology Criteria for Adverse Events (CTCAE). European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC) core questionnaire and EORTC head and neck module (QLQ-H&N35) wereused to assess QoL.Result: The IMRT group had higher saliva flow rate than 2DRT group (1,085 ±0,409 vs  0,188 ± 0,219 stimulated, 0,500±0,254 vs 0,196 ±0,156 unstimulated, p<0.001). According to CTCAE, IMRT group experienced less  grades 2 and 3 of xerostomia compared to 2DRT group (p<0.05). Moderate correlation between recovery time and saliva flow rate (p<0.05) was found in IMRT group at least 6 months after last radiation date. QLO-C30 scores were higher in IMRT group than those in 2DRT group, particularly in global health status, physical functioning, emotional functioning, pain and insomnia (p<0.05). IMRT group scored better in several QLQ-H&N35 subscales namely head and neck pain, swallowing, speech problems, trouble with social eating, trouble with social contact, dry mouth (p<0.05) and sticky saliva (p<0.001).Conclusion: IMRT was significantly superior to 2DRT in preserving and sparing the salivary gland especially parotid and improving quality of life .Thus, we recommend to treat NPC cases in Indonesia with IMRT to reduce toxicity of the treatment and improve quality of life, as it commonly affects people at productive age.

Page 8 of 11 | Total Record : 108