cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Media Medika Muda
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 75 Documents
PERSEPSI DOKTER DALAM MERUJUK PENYAKIT NONSPESIALISTIK DI LAYANAN KESEHATAN PRIMER DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi di Daerah Istimewa Yogyakarta) Aras Utami; Yulita Hendrartini; Mora Claramita
Media Medika Muda Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang:Dokter layanan primer berperan sebagai gatekeeper untuk mengurangi biaya dengan membatasi rujukan ke pelayanan spesialis yang tidak sesuai. Pembatasan penggunaan pelayanan spesialis yang tidak perlu bisa meningkatkan kualitas pelayanan.Pembatasan rujukan dalam jaminan kesehatan nasional (JKN) antara lain dengan diberlakukannya 144 diagnosis penyakit level kompetensi 4 yang harus dilayani di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).Ada 13 kasus terbanyak dari 144 diagnosis penyakit nonspesialistik yang dirujuk ke pelayanan kesehatan tingkat lanjut (FKTL) berdasarkan hasil monitoring BPJS Kesehatan Jawa Tengah-DIY tahun 2014.Meningkatnya kasus penyakit yang dirujuk ke FKTL meningkatkan biaya pelayanan kesehatan.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dokter merujuk 13 penyakit nonspesialistik berdasarkan persepsi dokter.Metode:Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan pendekatan “grounded theory”. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2015 di DIY.Sampel dipilih secara purposive.Jumlah sampel 20 FKTP.Responden adalah dokter.Pengumpulan data dengan wawancara mendalam.Triangulasi dilakukan kepada sumber yang berbeda dan observasi.Hasil:Faktor yang mempengaruhi dokter dalam merujuk penyakit meliputi faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang menurut dokter dirasa cukup dominan meliputi kurangnya ketersediaan obat seperti obat-obat yang masuk dalam program rujuk balik (PRB); kurangnya ketersediaan alat medis seperti alat fisioterapi, alat pemeriksaan mata, alat penyedot serumen, permintaan pasien; kebijakan BPJS tentang penjaminan resep kacamata hanya bisa di dokter spesialis mata di FKTL; dan perilaku dokter spesialis rumah sakit yang tidak mengembalikan pasien PRB ke FKTP. Faktor internal antara lain faktor penyulit penyakit seperti tidak respon dengan pengobatan, multidrug resistan tuberculosis (MDR-Tb); dan kompetensi dokter yang kurang pada penyakit Bell’s palsy dan presbiopia.Kesimpulan: Faktor-faktor yang mempengaruhi dokter merujuk penyakit adalah kurangnya alat medis, kurangnya ketersediaan obat, permintaan pasien, kebijakan BPJS Kesehatan, perilaku dokter spesialis, dan faktor penyulit penyakit, serta kompetensi dokter yang kurang. Kata kunci: dokter layanan primer, rujukan, pelayanan kesehatan primer, jaminan kesehatan nasional
EKSPRESI LATENT MEMBRAN PROTEIN-1 (LMP-1) EPSTEIN BARR VIRUS (EBV) PADA LIMFOMA MALIGNA Hapsari Galih Setyowati; Udadi Sadhana; Meira Dewi Kusuma; Dik Puspasari
Media Medika Muda Vol 2, No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Limfoma maligna menempati 3,37% dari seluruh keganasan di seluruh dunia. Insiden Limfoma maligna di dunia mengalami peningkatan dengan rata-rata 3-4% dalam 4 dekade terakhir. Kenaikan insiden Limfoma Non Hodgkin pada pria 6% dan wanita 4,1%. Limfoma Hodgkin 1,1% pada pria dan 0,7% pada wanita. Data dari Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2013, angka kejadian Limfoma di Indonesia sebesar 0,06% dengan estimasi 14.905 pasien. VEB memiliki peran pada perkembangan Neoplasma Limforetikuler sel B. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ekspresi gen-gen laten VEB menyumbangkan perubahan fenotipe ganas, terutama LMP-1. Gen laten VEB ditemukan dapat merubah perkembangan sel, merubah fenotip dari sel, menginduksi proliferasi dan mencegah apoptosis. Tujuan: mengetahui adanya ekspresi gen laten LMP-1 dari VEB pada Limfoma Maligna.Metode: Populasi dan sampel penelitian diambil dari blok parafin Departemen Patologi Anatomi RSUP Dr. Kariadi, Semarang, Indonesia pada Januari 2015 sampai Mei 2017. Dua puluh (20) blok parafin yang telah didiagnosis dan dire-evaluasi sebagai Limfoma Non Hodgkin sel B dan Limfoma Hodgkin, dilakukan pemeriksaan imunohistokimia LMP-1. Data ekspresi LMP-1 dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact.Hasil: Terdapat ekspresi LMP-1 positif pada 5 sampel (25%)  sediaan Limfoma Non Hodgkin sel B dan 3 sampel (15%) pada sediaan Limfoma Hodgkin, dengan Uji Fisher’s Exact memberikan hasil tidak terdapat perbedaan  bermakna (p = 0,325) dari ekspresi LMP-1 pada Limfoma Non Hodgkin sel B dan Limfoma Hodgkin. Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan bermakna dari ekspresi LMP-1 pada Limfoma Non Hodgkin sel B dan Limfoma Hodgkin.  Kata kunci: VEB, LMP-1, Limfoma Maligna, Limfoma Non Hodgkin sel B, Limfoma Hodgkin
PERBEDAAN KADAR SERUM CEA DALAM DETEKSI KANKER REKTUM PRIMER DAN REKURENSI LOKAL DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI 2013 – DESEMBER 2014 Bernardus Parish Budiono; Joni Then; Hermawan Istiadi
Media Medika Muda Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: CEA merupakan penanda tumor yang klasik pada kanker kolorektal dan telah digunakan untuk penegakan diagnosis, evaluasi rekurensi dan sebagai faktor prognostik. Penelitian ini bertujuan membandingkan perbedaan kadar serum CEA saat diagnosis awal ditegakkan dan hubungan dengan adanya rekurensi lokal pada pasien dengan kanker rektum.Metode: Penelitian retrospektif ini mengikutsertakan 42 pasien dengan kanker rektum yang diambil dari rekam medis sejak Januari 2013 sampai Desember 2014, terdiri dari 23 wanita dan 19 pria, lokasi tumor rektum, kadar serum CEA preoperasi, tindakan operasi, jenis histopatologi dan adanya rekurensi lokal.Hasil: Tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara kadar serum CEA preoperasi terhadap lokasi tumor (p=0.106 vs p=0.100), tidak berbeda signifikan antara rekurensi lokal terhadap lokasi (p=0.525 vs p=0.200). Kecenderungan rekurensi lokal pada kadar serum CEA preoperasi dengan cut off point 8,75 mg/dl (sensitivitas 66.7%, spesifisitas 33.3%).Kesimpulan: Perbedaan lokasi tumor secara anatomis terhadap refleksi peritoneal tidak mempengaruhi perbedaan kadar serum CEA preoperasi dan kecenderungan adanya rekurensi lokal pada kadar serum CEA preoperasi dengan cut off point 8,75 mg/dl (sensitivitas 66.7%, spesifisitas 33.3%).  Kata Kunci: CEA, rekurensi lokal, kanker rektum
HUBUNGAN HEMOGLOBIN TERGLIKOSILASI (HbA1c) DENGAN RISIKO KARDIOVASKULAR PADA PASIEN DIABETES MELLITUS Hadian Widyatmojo; Lisyani B Suromo; Dwi Retnoningrum
Media Medika Muda Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.752 KB)

Abstract

Latar belakang: Diabetes Mellitus (DM) dengan kondisi hiperglikemik kronik dapat mengakibatkan gangguan sistem kardiovaskular dan peningkatan mortalitas. Hemoglobin terglikosilasi (HbA1c) merupakan salah satu parameter untuk pengendalian DM. Tujuan penelitian untuk membuktikan adanya hubungan antara kadar HbA1c serum dengan risiko kardiovaskular pada pasien DM.Metode: Penelitian belah lintang dilakukan pada 42 penderita DM yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi Semarang periode Agustus – September 2017. Diagnosis DM didapatkan melalui rekam medis. Dilakukan pemeriksaan HbA1c dan dinilai faktor risiko yang terdapat pada rekam medis menggunakan skor interheart (IHR).Analisa statistik menggunakan uji korelasi Spearman.Hasil: Terdapat hubungan antara HbA1c dengan skor IHR dengan nilai r=0,887, p=0,001. Pasien dengan kategori risiko kardiovaskular tinggi memiliki nilai HbA1c dengan rerata 10,12 ± 2,29, skor kategori sedang 6,62 ± 1,67 dan skor kategori rendah 5,75 ± 0,78.Simpulan: Terdapat hubungan positif kuat antara HbA1c dengan risiko kardiovaskular pada pasien DM. Perlu dilakukan penelitian prospektif dengan sampel yang lebih besar.
MANAJEMEN TERAPI GANGGUAN PERILAKU PADA DEMENSIA Natalia Dewi Wardani
Media Medika Muda Vol 3, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (356.863 KB)

Abstract

Latar belakang: Demensia merupakan kondisi hilangnya fungsi kognitif seseorang yang berrsifat progresif dan sering menimbulkan perilaku sulit pada individu tersebut. Perilaku sulit sering ditemukan pada Dementia sedang hingga berat dan bisa menyebabkan stress pada pasien dan caregiver. Perilaku sulit pada Demensia sering disebut Behavioral and Psychological Symptom on Dementia (BPSD). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui manajemen terapi farmakoterapi dan non farmakoterapi yang efektif untuk perilaku sulit pada BPSD.Metode: Dilakukan pencarian literatur dengan kata kunci BPSD AND PARANOID AND HALOPERIDOL AND OLANZAPINEmelalui Medscape didapatkan tiga artikel yang sesuai.Hasil: Clozapine, Risperidon, Olanzapin dan Quetiapin direkomendasikan sebagai lini pertama terapi dibandingkan antipsikotik konvensional. Haloperidol sebagai antipsikotik konvensional memiliki efek samping lebih banyak sehingga perlu dipertimbangkan pemakaiannya.Simpulan: Dalam literatur yang ditemukan disebutkan manifestasi BPSD bisa bermacam-macam seperti gejala perilaku, afektif, psikotik dan juga somatik. Terapi komprehensif meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi sebaiknya diberikan pada pasien Demensia.
HUBUNGAN ANTARA high sensitive C-REACTIVE PROTEIN (hsCRP) DAN NITRIC OXIDE (NO) PADA PENDERITA HIPERTENSI Dolly Dolly; indranila Kustarini Samsuria
Media Medika Muda Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.233 KB)

Abstract

Latar belakang: Hipertensi erat kaitannya dengan gangguan vasodilatasi dan disfungsi endotel.Inflamasi vaskular dapat terjadi baik pada permulaan maupun perkembangan hipertensi, inflamasi menimbulkan pelepasan sitokin inflamasi seperti hsCRP. NO berperan sebagai vasodilator pada pembuluh darah. Penurunan NO disebabkan terjadinya penurunan aktivitas nitric oxide synthase (NOS) yang dihambat sintesisnya oleh peningkatan hsCRP. Hipertensi dan inflamasi kronik akan mengakibatkan disfungsi endotel. Tujuan penelitian ini adalah mengetahuii hubungan hsCRP dan NO pada pasien hipertensi.Metode: Rancangan penelitian belah lintang, 30 subjek pasien hipertensi yang berobat di klinik PROLANIS periode Juli sampai September 2017 di Semarang. hsCRP dilakukan pengukuran dengan metoda ELISA, sedangkan NO dengan metoda reaksi Griess. Analisis data mengunakan uji korelasi Spearman.Hasil: hsCRP laki-laki dan perempuan 3,57 (0,19–19,67) dan 2,72 (0,43–15,88) nilai p=0,707. NO laki-laki dan perempuan 59,67 ± 34,28 dan 69,21 ± 43,29 nilai p=0,572. Berdasarkan lamanya hipertensi ≤ 1 tahun dan >1 tahun hsCRP 5,22 ± 6,71 dan 4,73 ± 4,66 nilai p=0,961 dan hipertensi ≤1 tahun dan >1 tahun NO 52,06 ± 41,38 dan 71,12 ± 39,37 nilai p=0,292. Hasil analisis menunjukkan hubungan yang signifikan antara hsCRP dan NO (r=0,692; p<0,001)Simpulan: Terdapat korelasi positif kuat antara hsCRP dan NO pada pasien hipertensi. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi, seperti IL–6 dan TNF–α sebagai sitokin inflamasi yang lainKata kunci: 
KOMPARASI HASIL IMUNOSENSOR PENDETEKSI EKSPRESI ECD-HER2 DENGAN HASIL PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA HER2 PADA KARSINOMA PAYUDARA Eka Yudhanto
Media Medika Muda Vol 1, No 3 (2016)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1056.12 KB)

Abstract

Latar belakang: Era biologi molekuler telah membawa kita memperdalam berbagai proses kehidupan di tingkat seluler termasuk di dalamnya adalah proses keganasan. Pada kanker payudara salah satu gen yang banyak diteliti adalah HER2 yang ekspresinya diyakini ikut mempengaruhi prognosis klinis penderita. Saat ini baku emas cara pendeteksian ekspresi HER2 adalah dengan metode berbasis imunohistokimia. Metode ini memerlukan laboratorium dan ahli dengan kualifikasi khusus yang tidak banyak terdapat di negara kita. Hasil pemeriksaannya pun memiliki unsur subyektif. Di lain pihak metode imunosensor makin dikembangkan sebagai cara alternatif untuk menilai proses interaksi antigen-antibodi secara cepat, mudah, dengan hasil interpretasi yang obyektif. Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali potensi imunosensor sebagai langkah awal untuk menciptakan imunosensor pendeteksi ekspresi ECD- HER2.Metode: Sebanyak 31 pasien menjalani tes darah denganmetoda imunosensor. Lima pasien tidak ditemukan hasil pemeriksaan histopatologinya, dan 3 pasien tidak melanjutkan pemeriksaan imunohistokimia (IHC), sehingga 8 pasien diekslusi. Dua puluh tiga sampel tumor dilakukan pemeriksaan IHC. Delapan pasien hasilnya positif dan 15 pasien negatif. Penelitian ini bersifat eksplorasi – deduktif. Hasil IHC HER2 dipakai sebagai referensi, yang kemudian dikomparasi dengan metoda imunosensor. Analisis dilakukan dengan t – test dengan program SPSS ver 12.0.Hasil: Pasien dengan IHC positif memiliki trend densitas muatan (charge density) yang lebih rendah dengan titik potong (cut off point) 6,99 volt (p<0,05). Kondisi ini membangun hipotesis “jika antigen tidak bertemu dengan antibodi yang sesuai, antigen berada dalam keadaan densitas muatan yang lebih tinggi dibanding jika antigen bertemu dengan antibodi yang sesuai.Simpulan: Tes imunosensor bisa menjadi alat yang menjanjikan dalam mendeteksi reaksi antibodi-antigen berdasar perbedaan densitas muatannya. Kata Kunci: HER2, ECD-HER2, imunohistokimia, imunosensor, densitas muatan
HUBUNGAN KADAR KREATININ DENGAN FORMULA HUGE (HEMATOCRIT, UREA, GENDER) PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK Innike Priyanto; Imam Budiwiyono; Nyoman Suci W
Media Medika Muda Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (183.769 KB)

Abstract

Latar belakang: Chronic Renal Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu proses yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel. Kadar kreatinin serum sebesar 2,5mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Formula HUGE (Hematocrit, Urea, Gender), dinyatakan dengan nilai L, merupakan suatu metode yang secara langsung, mudah dibaca, dan murah untuk skrining PGK, dimana formula ini berdasarkan pada hematokrit pasien, kadar ureum plasma, dan jenis kelamin.Metode: Sebuah studi cross–sectional, menggunakan rekam medik pasien yang didiagnosis dengan penyakit ginjal kronik (PGK) di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, selama bulan Agustus 2017. Karakteristik data menggunakan uji normalitas Saphiro–Wilk. Data berdistribusi normal, analisis hubungan menggunakan uji korelasi Pearson, p<0,05 dinyatakan bermakna.Hasil: Sejumlah 34 pasien, laki-laki 18 orang (52,9%) dan perempuan 16 orang (47,1%)yang didiagnosis PGK diikutkan dalam penelitian. Rerata usia pasien 51,65±5,954 tahun, rerata kadar ureum 140,911±69,68 mg/dl, kadar kreatinin 8,35 (4,70–16,80)mg/dl, rerata kadar hematokrit 27,635 ± 4,85 %, rerata nilai L 12,572 ± 8,695. Uji korelasi Pearson kadar kreatinin dengan nilai L dinyatakan bermakna (p=0,007)Simpulan: Terdapat hubungan antara kadar kreatinin serum dengan nilai L (formula HUGE). Dibutuhkan penelitian lanjutan yang dapat membedakan nilai formula HUGE pada derajat keparahan PGK.HUBUNGAN KADAR KREATININDENGAN FORMULA HUGE (HEMATOCRIT, UREA, GENDER)PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK
HUBUNGAN KADAR HbA1c DENGAN PERSENTASE MONOSIT PADA OBESITAS Edward KSL; Purwanto AP; Imam BW
Media Medika Muda Vol 3, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: HbA1c merupakan salah satu parameter yang dapat berguna dalam diagnosis diabetes melitus yang dapat terjadi pada keadaan obesitas. Monosit sebagai sel radang banyak diteliti dalam kaitannya dengan diabetes melitus dan obesitas. Perlu diketahui hubungan antara HbA1c dengan persentase monosit pada obesitas. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan kadar HbA1c dengan persentase monosit pada obesitas.Metode: Penelitian belah lintang pada 30 mahasiswa kedokteran di laboratorium swasta kota Semarang pada bulan Maret–April 2017. Persentase monosit termasuk di dalam darah lengkap diperiksa dengan alat analiser hematologi Sysmex XS–800i, sedangkan HbA1c diperiksa menggunakan Hemocue HbA1c 501 System. Analisis data dilakukan menggunakan uji Spearman dengan signifikansi p<0,05.Hasil: Median kadar HbA1c sebesar 5,8 ± 0,23%. Hasil pemeriksaan leukosit responden yaitu jumlah leukosit yaitu 8,600 ± 339,77/µl, persentase limfosit 33 ± 1,19%, persentase neutrofil 56 ± 1,35%, dan persentase monosit sebesar 9,0 ± 0,26%. Hasil uji Spearman didapatkan nilai korelasi (r) sebesar 0,131 dengan p=0,489.Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara HBA1c dengan persentase monosit pada obesitas. Jumlah monosit meningkat dapat digunakan sebagai parameter monitoring dan evaluasi pada obesitas yang dapat berkembang ke arah diabetes melitus. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan pada populasi obesitas dengan usia yang lebih tua maupun parameter lainnya berkaitan dengan obesitas dan diabetes melitus. 
PERBEDAAN ANTARA EKSPRESI TUMOR ACTIVATING MACROPHAGE (TAM/CD68) DAN TUMOR SUPRESSOR GENE (P16) PADA KARSINOMA SEL SKUAMOSA SERVIKS UTERI YANG RESIDIF DAN TIDAK RESIDIF DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG Ira Citra Ningrom; Dik Puspasari; Indra Wijaya; Vega Karlowee; Meira Dewi; Siti Amarwati
Media Medika Muda Vol 3, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.629 KB)

Abstract

Latar belakang: Karsinoma serviks uteri merupakan karsinoma tersering pada wanita di dunia. Dengan dengan 580.000 kasus baru pada tahun 2012, dan Karsinoma Sel Skuamosa merupakan jenis yang tersering dijumpai. Beberapa jurnal penelitian mengatakan bahwa CD68 mempunyai peran penting pada inveksi HPV dan peningkatan jumlah CD68 berhubungan erat dengan transformasi keganasan pada cerviks.4 P16 merupakan telah terbukti sangat diekspresikan dalam mengubah infeksi dengan jenis HPV onkogenik.5 Oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai kapabilitas jumlah makrofag dan peranan P16 yang dinilai dengan pemerikaan IHC untuk memprediksi prognosis pasien dengan karsinoma serviks. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan ekspresi CD68 dan P16 pada Karsinoma sel skuamosa serviks uteri yang residif dan tidak residif di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Metode: Terdapat 30 sampel kasus karsinoma sel skuamosa serviks uteri di laboratorium RSUP Dr. Kariadi, tahun 2015–2017. Sampel diambil dengan metode consecutive sampling, dibagi menjadi 2 grup berdasarkan residif dan tidak residif, kemudian dilakukan pengecatan imunohistokimia menggunakan antibodi CD68 dan P16 lalu dihitung persentasinya. Perbedaan setiap variabel akan dianalisa secara statistik.Hasil:terdapat perbedaan bermakna antara hasil pemeriksaan CD68 di antara kelompok karsinoma sel skuamosa yang residif dan tidak residif (p<0,05). Terdapat perbedaan yang tidak bermakna antara hasil pemeriksaan p16 di antara 2 kelompok tersebut (p>0,05).Simpulan: Ekspresi CD68 lebih tinggi secara bermakna pada karsinoma sel suamosa yang residif dibandingkan dengan yang tidak residif. Ekspresi p16 lebih tinggi namun tidak bermakna, pada karsinoma sel skuamosa servik uteri yang residif dibandingkan dengan yang tidak residif.