Claim Missing Document
Check
Articles

Found 33 Documents
Search

Pengaruh lama mengunyah terhadap kadar glukosa postprandial dewasa obesitas Wulansari, Arin; Luthfinnisa, Fryta Ameilia; Uyun, Fuadah; Retnoningrum, Dwi; Rahmi, Fifin Luthfia; Wildan, Arief
Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition) Vol 8, No 1 (2019)
Publisher : Department of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.198 KB) | DOI: 10.14710/jgi.8.1.24-30

Abstract

Background: Obesity cause various physiological changes in the body, one of which is insulin resistance causes high blood glucose levels. Chewing is a stimulus of cephalic phase responses and sensory stimulation that can increase hormones releasing such as insulin, ghrelin, cholecystokinin (CCK) and glucagon like peptide-1 (GLP-1). Chewing plays important role in determining postprandial plasma glucose concentration.Objective: Investigate the effect of chewing on postprandial blood glucose in obese adults.Method: This was true experimental research. Research subjects were treated in the form of chewing 22 times and 40 times each mouthful. Blood glucose levels were measured using glucometer on fasting blood glucose and postprandial blood glucose 15 minutes, 30 minutes, 60 minutes, and 120 minutes. Statistical test using Independent t-test.Results: The mean postprandial glucose levels in the 22 chews group at 15 minutes, 30 minutes, 60 minutes, and 120 minutes were 112.11 ± 14.3328, 126.11 ± 15.667, 116.94 ± 15.539, and 89.67 ± 11.668 . While the mean postprandial blood glucose levels in the 40 chews group at 15 minutes, 30 minutes, 60 minutes, and 120 minutes were 122.22 ± 14.381, 129.61 ± 15.112, 109.50 ± 14.995, and 85.83 ± 13.963. There were statistically significant differences between chewing groups 22 times and chewing 40 times on fasting blood glucose and 15 minutes postprandial blood glucose (p = 0.041 and p = 0.042), while on 30 minutes postprandial glucose testing, 60 minutes , and 120 minutes there was no significant difference (p> 0.05).Conclusion: There was significant differences in 15 minutes postprandial blood glucose level between group 22 times chewing and 40 times chewing each mouthful.
HAND SANITIZER EKSTRAK DAUN TREMBESI (Albizia saman (Jacq.) Merr) AROMA ANGGUR SEBAGAI ANTISEPTIK Meiliawati, Nur Aini Ayu; Pramanti, Naulita; Amalia, Lutfia Zein; Salsabila, Gaby Abellia Fairuz; Puspito, Rizky Indra; Retnoningrum, Dwi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 1 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.872 KB)

Abstract

Latar Belakang : Daun trembesi merupakan salah satu tanaman yang banyak di Indonesia yang mempunyai kandungan antimikroba. Sediaan hand sanitizer merupakan bentuk sediaan yang dapat digunakan sebagai antiseptik.Tujuan:  Mengetahui efek ekstrak daun trembesi sebagai antiseptik dalam bentuk hand sanitizerMetode: Daun trembesi diekstraksi kemudian dibuat menjadi bentuk gel dengan konsentrasi ekstrak daun trembesi 8% dan 10% dan ditambahkan aroma anggur. Kemudian, dilakukan uji antiseptik untuk mengetahui daya antiseptik dari gel tersebut serta dilakukan evaluasi sediaan gel seperti uji organoleptik, uji pH, dan uji homogenitas.Hasil: Hasil evaluasi sediaan gel, menunjukkan kedua gel yang homogen dan berwarna hijau dengan aroma campuran antara aroma anggur dengan aroma khas daun trembesi. Hasil uji antiseptik didapatkan rata-rata jumlah koloni konsentrasi 8%,10%, kontrol positif dan kontrol negatif adalah 23,66, 35,33, 22,33 dan 78,33.Simpulan:. Hand sanitizer daun trembesi memiliki daya antiseptik yang lebih lemah dibandingkan dengan gel hand sanitizer yang sudah dijual ke masyarakat.
PERBEDAAN KADAR GLUKOSA SERUM DAN PLASMA NATRIUM FLUORIDA (NaF) DENGAN PENUNDAAN PEMERIKSAAN Agung, Albert; Retnoningrum, Dwi; I. Edward KSL, I. Edward KSL
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.713 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18533

Abstract

Latar Belakang : Penentuan kadar glukosa darah menjadi salah satu tolak ukur penting dalam diagnosis diabetes mellitus. Rekomendasi dari WHO menyatakan bahwa darah sebaiknya disentrifugasi sebelum 30 menit setelah darah dialirkan ke dalam tabung dan diperiksa sesegera mungkin. Sejumlah penelitian memiliki hasil tidak konsisten mengenai efektivitas natrium fluorida sebagai agen antiglikolitik.Tujuan : Membuktikan perbedaan kadar glukosa serum dan plasma natrium fluorida (NaF).Metode : Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel adalah darah vena dari 15 orang mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dengan tidak memperhatikan riwayat status glukosa darah sebelumnya yang dimasukkan dalam 2 tabung berbeda, serum dan natrium fluorida (NaF). Kadar glukosa sampel diperiksa dengan metode glukosa oksidase (GOD) pada waktu sebelum 2 jam, 4 jam dan 8 jam. Uji statistik menggunakan independent T-test, uji Mann-Whitney, uji Kruskal-Wallis dengan uji post-hoc Mann-Whitney.Hasil : Rerata kadar glukosa serum pada pemeriksaan sebelum 2 jam, 4 jam, dan 8 jam adalah 98,00 mg/dL, 93,07 mg/dL, dan 83,73 mg/dL. Rerata kadar glukosa plasma pada pemeriksaan sebelum 2 jam, 4 jam, dan 8 jam adalah 103,93 mg/dL, 98,73 mg/dL, 91,40 mg/dL. Pada uji Mann-Whitney tidak ditemukan adanya perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok serum dan plasma pada pemeriksaan sebelum 2 jam dan 4 jam (p=0,161 dan p=0,089). Pada independent T-test tidak ditemukan perbedaan bermakna secara statistik antara kelompok serum dan plasma pada pemeriksaan 8 jam (p=0,371). Pada uji Kruskal-Wallis ditemukan penurunan signifikan pada kelompok serum (p=0,018) namun tidak pada kelompok plasma (p=0,071).Kesimpulan : Terdapat perbedaan kadar glukosa serum dan plasma NaF dengan penundaan pemeriksaan.
PENGARUH EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus) TERHADAP FUNGSI HEPAR TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PLUMBUM ASETAT Muyassar, Abyan Mursyid; Ariosta, Ariosta; Retnoningrum, Dwi
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 2 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (312.324 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i2.23779

Abstract

Latar Belakang : Pencemaran timbal merupakan salah satu masalah yang sulit dikendalikan berbagai negara karena pencemarannya bisa melalui udara, tanah, makanan dan minuman. Kadar timbal yang tinggi dalam tubuh menyebabkan peningkatan radikal bebas. Radikal bebas akan merusak sel organ terutama hepar. Sel hepar yang rusak akan melepaskan enzim SGOT dan SGPT dalam darah. Daun kumis kucing mengandung flavonoid sebagai antioksidan yang bermanfaat dalam menetralisir dan membantu mengurangi kerusakan pada sel hepar. Tujuan : Membuktikan pengaruh pemberian ekstrak daun kumis kucing terhadap fungsi hepar pada tikus wistar yang diinduksi oleh Pb asetat. Metode : Penelitian quasi experimental dengan rancangan post test only control group design. Subjek penelitian adalah tikus wistar jantan usia 2 bulan, berat 150-200 gram (n=25) dibagi 5 kelompok secara simple random sampling yaitu kelompok kontrol positif (pakan standar), kontrol negatif (pb asetat 30 mg/kgBB) dan kelompok perlakuan diberi pb asetat 30 mg/KgBB dan ekstrak daun kumis kucing dengan dosis bertingkat (50 mg/KgBB, 100 mg/KgBB dan 200 mg/KgBB). Penelitian ini menggunakan uji normalitas dan One-Way ANOVA. Hasil : Rerata SGPT K(-), K(+), P(1), P(2), P(3) adalah 63,90±5,37 U/l, 56,58±9,28 U/l, 62,42±9,99 U/l, 62,42±9,99 U/l dan 61,10±14,65 U/l. Uji One-Way ANOVA tidak didapatkan perbedaan (p=0,794). Rerata SGOT adalah 165,06±21,07 U/l, 169,18±27,13 U/l, 170,24±41,99 U/l, 152,10±21,34 U/l dan 167,38±12,23 U/l. Uji One-Way ANOVA tidak didapatkan perbedaan (p=0,819).  Kesimpulan: Tidak terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun kumis kucing dalam dosis bertingkat (50mg/kgBB, 100mg/KgBB, 200mg/kgBB) dan plumbum asetat 30mg/kgBB terhadap fungsi hepar tikus wistar selama 14 hari.Kata Kunci  : Ekstrak daun kumis kucing, Pb asetat , SGPT, SGOT
ASSOCIATION BETWEEN WORKING EXPERIENCE AND DYSLIPIDEMIA AMONG INDONESIAN SEAFARER Ardhea Jaludamascena; Dwi Retnoningrum
PROSIDING SEMINAR NASIONAL & INTERNASIONAL 2017: Proceeding International Seminar of Occupational Health and Medical Sciences (I-SOCMED) 2017 “
Publisher : Universitas Muhammadiyah Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.847 KB)

Abstract

Seafarers were exposed to many occupational hazards, such as accidents, infectious diseases, workrelated stress, environmental stress and chronic diseases. Longer working experience  means more exposed to these occupational hazards. Morbidity and mortality rate from chronic diseases tend to increase among seafarers. Dyslipidemia is one of independent risk factor of cardiovascular disease among seafarer. The aim of this study is to determine association between working experience and dyslipidemia among Indonesian seafarer. A cross sectional study was conducted on 157 Indonesia male seafarers who came to certified health care for their annual health examination from the beginning of January 2017 until the June 2017. The health examination data encompassed seafarer‟s age, height,weight, body mass index and lipid profile were collected. Seafarers were divided into two groups based on their work experience in sea each groups, then, categorized into with and without dyslipidemia subgroup. Dyslipidemia was defined as having two or more serum lipid profile abnormalities. The prevalence of dyslipidemia was 29.9%. Statistic analysis shown that longer working experience (more than 10 years) had more risk to have dyslipidemia about 3.5 times (95% CI = 1.66-7.59). There was association between working experience and dyslipidemia. Keyword : seafarer, dyslipidemia, lipid profile, occupational health
HUBUNGAN ANTARA HBA1C DENGAN KADAR HDL PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 Aditya Devi Ratnasari; Indranila Indranila; Dwi Retnoningrum
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.271 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18528

Abstract

Latar Belakang: Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya, dimana secara global insidensinya meningkat setiap tahun. Tindakan pengendalian DM sangat diperlukan untuk mengusahakan tingkat gula darah sedekat mungkin dengan normal. HbA1c merupakan marker untuk status glikemik yang banyak digunakan  karena bermanfaat untuk memprediksi derajat intoleransi glukosa serta dapat mencegah komplikasi kronik.Tujuan : Membuktikan adanya hubungan antara HbA1c dengan kadar HDL pada pasien Diabetes melitus  tipe 2Metode: Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan pendekatan observasional analitik. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling dilakukan di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Uji statistik menggunakan uji korelasi  Spearman. Hasil: Sampel penelitian melibatkan 39 responden. Hasil uji Spearman menunjukkan terdapat hubungan  negatif sedang antara HbA1c dengan kadar HDL pada pasien diabetes melitus tipe 2 (p= 0,002, r = -0,488)Simpulan: Terdapat hubungan  negatif sedang  antara HbA1c dengan kadar HDL pada pasien diabetes melitus tipe 2
ASSOCIATION BETWEEN LOW BIRTH WEIGHT (LBW) INFANTS AND TH INCIDENCE OF ACUTE LEUKEMIA IN CHILDREN Roidlotul Nikmah Annafi; Yetty Movieta Nancy; Mulyono Mulyono; Dwi Retnoningrum
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 9, No 2 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro )
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.54 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v9i2.27077

Abstract

Background: Acute leukemia is a blood cells malignancy disease originating from the bone marrow, characterized by the proliferation of white blood cells, with manifestations of abnormal cells in peripheral blood. Perinatal conditions such as low birth weight can increase the risk of leukemia in children. Low birth weight infants cause resistance towards GH and IGF-1 which triggers leukemia. The purpose of this study is to determine the correlation between low birth weight infants and the incidence of acute leukemia in children. Methods: A case-control analytic observational study, carried out at RSUP Dr. Kariadi. The study was conducted in July-October 2019. Subjects were patients with acute leukemia as the case group and non-leukemia patients as the control group aged 0-18 years old. Data was collected by interview using a questionnaire and then data analysis was conducted using the chi square test. Results: Research subjects 82 people, aged 0-18 years old consisting of 46 males (56.1%) and 36 females (43.9%). No significant relationship was found between low birth weight infants with the incidence of acute leukemia in children. Different results were obtained for the duration of breastfeeding with the incidence of acute leukemia in children with P = 0.002. Conclusion: There was no association between low birth weight (LBW) infants and the incidence of acute leukemia in children.Keywords: acute leukemia in children, LBW
PENGARUH INHALASI CAIRAN ROKOK ELEKTRIK TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID SERUM TIKUS Findya Mutiara Bangsa; Dwi Retnoningrum; Sigid Kirana Lintang Bhima
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 3 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.277 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i3.24425

Abstract

Latar Belakang  :  Malondialdehid merupakan biomarker radikal bebas dan stress oksidatif dalam tubuh.  Terbatasnya informasi mengindikasikan perlunya dilakukan penelitian mengenai pengaruh inhalasi cairan rokok elektrik terhadap kadar malondialdehid serum.Tujuan: Mengetahui pengaruh inhalasi cairan rokok elektrik terhadap kadar MDA serum tikus. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian post test only controlled group design. Sampel penelitian adalah 18 ekor tikus Wistar (rattus novergicus) jantan, Berat badan rata-rata 130 – 230 gr, umur 2-3 bulan, yang diperoleh dari Laboratorium Biologi FMIPA Unnes yang dibagi menjadi tiga kelompok secara acak yaitu satu kelompok kontrol negatif dan dua kelompok eksperimental. Tiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus Wistar. Kelompok kontrol negatif mendapat pakan standar dan kelompok percobaan mendapat pakan standar dan pemberian inhalasi cairan rokok elektrik dengan dosis 3ml per hari dengan ketentuan pemberian 2 kali sehari (2x 1.5ml). Hasil : Terjadi peningkatan kadar malondialdehid serum pada kedua kelompok penelitian dimana konsentrasi kadar malondialdehid serum tikus lebih tinggi pada kelompok perlakuan P1 (1,84 ±  0,13 µmol/L) dibandingkan kelompok P2 (1,64  ± 0,02 µmol/L) dan kelompok kontrol P0 (1,48 ± 0,06 µmol/L).  Hasil uji statistik didapatkan peningkatan signifikan pada kelompok perlakuan dan kontrol. Kesimpulan : Pemberian inhalasi cairan rokok elektrik dapat meningkatkan kadar malondialdehid serum  pada tikus.Kata Kunci : Radikal bebas, stress oksidatif, peroksidasi lipid, malondialdehid, cairan rokok elektrik.
HUBUNGAN NEUTROPHYL LYMPHOCYTE RATIO DENGAN C-REACTIVE PROTEIN PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK Mila Niqi Itami; Banundari Rachmawati; Edward Kurnia Setiawan Limijadi; Dwi Retnoningrum
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 9, No 2 (2020): DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL ( Jurnal Kedokteran Diponegoro )
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (278.616 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v9i2.27099

Abstract

Latar Belakang: Stroke merupakan suatu penyakit kegawatan, dapat menyebabkan kematian, dan juga dapat menyebabkan kecacatan. Oleh sebab itu, diperlukan indikator inflamasi berupa Neutrophyl-Lymphocyte Ratio (NLR) dari pemeriksaan hitung jenis leukosit dan C-Reactive Protein (CRP) yang merupakan reaktan tahap akut yang sensitivitasnya tinggi, dapat mendeteksi rendahnya tingkat inflamasi pada pasien stroke non hemoragik. Tujuan : Menganalisis hubungan antara NLR dan  CRP pada pasien penderita stroke non hemoragik Metode : Penelitian  ini  merupakan  penelitian  observasional  analitik  dengan rancangan  cross-sectional. Subjek  penelitian  adalah  34  pasien  stroke  non hemoragik  di  Rumah  Sakit  Nasional  Diponegoro  dan  RSUD  Dr. Adhyatma Semarang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.Uji statistik menggunakan uji Spearman. Hasil : Dari 34 sampel, didapatkan  laki-laki 18 orang  (52,94%) dan  perempuan 16 orang (47,05%), rerata usia 58,06 ± 1,33 tahun. Diperoleh hubungan positif sedang dan bermakna antara NLR dan CRP pada pasien stroke non hemoragik dengan hasil (r= 0,449; p=0,008). Simpulan : Terdapat hubungan positif sedang antara NLR dengan CRP pada pasien stroke non hemoragikKata Kunci: Neutrophyl-Lymphocyte Ratio (NLR), C-Reactive Protein (CRP), stroke non hemoragik.
Vitamin D Deficiency Linked To Depression (Systematic Review: Meta Synthesis) Talitha Salsabila; Indranila Kustarini Samsuria; Dwi Retnoningrum; Indah Saraswati
JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL) Vol 10, No 5 (2021): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO (DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/dmj.v10i5.30058

Abstract

Background: Depression is a mood disorder that is marked by a persistent feeling of sadness, loss of interest; reduced energy and vitality; feelings of low self-worth or guilt; loss of appetite; disturbed sleep or insomnia; and slowness of thought or action. Vitamin D deficiency has been associated with depression. When the level of Vitamin D and serotonin is low, that leads to depression.Objective: To analyze whether vitamin D deficiency or insufficiency is associated with depression.Method: This is a Systematic Review Report. Samples were gathered from two journals – PubMed and Science Direct with specific search terms used were 'vitamin D' and 'depression', then were adjusted based on the inclusion criteria and research question. After that, the findings are combined in order to reach a conclusion so that the research question is well answered.Results: There are eleven journals that describe a link between low level of Vitamin D and symptoms of depression. The connection between the two is formed due to the neuroprotector and immunomodulatory effects of Vitamin D.Conclusion: Previous studies have shown that Vitamin D deficiency linked to depression. Keywords : Depression, level of vitamin D, vitamin D serum.