cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana
ISSN : -     EISSN : 25976893     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Pidana.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 3: Agustus 2019" : 20 Documents clear
Tindak Pidana Pengangkutan Muatan Ikan Ilegal Oleh Nelayan Kecil Rany Indriani; Mukhlis Mukhlis
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menyebutkan, bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf t mengenai jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan dan dikeluarkan ke dan dari Wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 100c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan menjelaskan dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan oleh nelayan kecil dan/atau pembudi daya ikan kecil dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah), namun kenyatannya masih terdapat adanya kasus pengangkutan muatan ikan yang dilakukan secara ilegal.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor penyebab pelaku melakukan tindak pidana pengangkutan muatan ikan secara ilegal adalah kurangnya pengetahuan pelaku atas aturan hukum yang berlaku di wilayah perairan Indonesia, untuk menekan biaya operasional demi keuntungan yang optimal. Hambatan yang dialami oleh pihak Kepolisian dalam menangani perkara pengangkutan ikan secara ilegal kemampuan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian dinilai terbatas, karena kemampuan sarana dan prasarana pengawasan yang dimiliki belum cukup mendukung untuk tugas-tugas pengawasan, tidak adanya dermaga khusus untuk tempat labuh Kapal Ikan Asing yang ditangkap. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana pengangkutan muatan ikan secara ilegalsudah memenuhi asas kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum.Disarankan kepada pihak Kepolisian, TNI atau instansi terkait lainnya untuk lebih sering melakukan razia terhadap kapal-kapal nelayan asing guna meminimalisir terjadinya tindak pidana perikanan, serta meningkatkan kemampuan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian wilayah laut dan membuat dermaga khusus untuk tempat labuh Kapal Ikan Asing yang ditangkap.
Pemenuhan Hak Asimilasi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh Muslim Muslim; Ainal Hadi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peraturan Menteri Hukum dan HAM R.I Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Syarat dan Tatacara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, yang dimaksud Asimilasi adalah “Proses pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dalam kehidupan masyarakat”. Namun berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banda Aceh, narapidana yang mengajukan asimilasi masih sangat minim dikarenakan proses untuk mengambil asimilasi tersebut sangat sulit, sepanjang tahun 2014 sampai 2016 hanya terdapat 13 narapidana yang mengajukan asimilasi di Lapas kelas II A. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan pembinaan narapidana dalam tahap asimilasi di lembaga pemasyarakatan kelas II A Banda Aceh, untuk menjelaskan kendala dalam pelaksanaan asimilasi narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II A Banda Aceh, dan untuk menjelaskan upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi kendala yang muncul dalam pelaksanaan asimilasi di lembaga pemasyarakatan kelas II A Banda Aceh. Penelitian ini menggunakanan analisis data kualitatif dengan menggunakan data lapangan dan data kepustakaan. Data lapangan diperoleh dengan cara mewawancarai responden, sedangkan data kepustakaan diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku teks, surat kabar, tulisan ilmiah, dan literatur-literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Hasil penelitian dijelaskan bahwa pelaksanaan asimilasi bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banda Aceh tidak berjalan dengan baik dan belum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan, faktor-faktor penghambat yang dialami oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banda Aceh dalam pelaksanaan asimilasi narapidana, masyarakat masih sulit menerima kehadiran narapidana ditengah lingkungan masyarakat. Mengikutsertakan narapidana dalam setiap acara-acara dan perayaan yang dilaksanakan masyarakat sekitar untuk memupuk rasa saling percaya antara narapidana dan masyarakat agar menghilangkan pandangan buruk masyarakat terhadap narapidana. Saran bagi pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Banda Aceh agar mendorong Kementrian Tenaga Kerja untuk lebih serius dalam pencarian mitra kerja untuk menampung kegiatan asimilasi kerja para narapidana. mengadakan sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat tentang proses reintegrasi sosial yang akan dijalani oleh narapidana ditengah masyarakat, sehingga dapat merubah pandangan masyarakat yang negatif terhadap narapidana yang menjalani proses asimilasi.
Tindak Pidana Pencurian Uang Kotak Amal (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jantho) Ridha Akbarul Karim; Nurhafifah Nurhafifah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana pencurian uang kotak amal termasuk kedalam tindak pidana pencurian biasa yang diatur dalam Pasal 362 KUHP yang menyebutkan bahwa barangsiapa mengambil suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memilikinya secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah, tindak pidana pencurian uang kotak amal juga bisa termasuk pencurian dengan pemberatan yang diatur dalam pasal 363 KUHP ke-5 yang menyebutkan bahwa diancam pidana penjara paling lama 7 tahun terhadap pencurian yang dilakukan dengan merusak, memotong, memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. Walaupun sudah diatur bahwa pencurian adalah perbuatan yang dilarang dan adanya sanksi akibat dari perbuatan tersebut namun pada kenyataannya kasus pencurian uang kotak amal baik di Masjid atau Menasah masih terjadi. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian uang kotak amal, hambatan penegak hukum dalam menaggulangi tindak pidana pencurian uang kotak amal dan upaya penanggulangan terhadap tindak pidana pencurian uang kotak amal. Data penulisan artikel ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). Data sekunder dilakukan dengan cara mempelajari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, buku serta sumber-sumber lain yang berkaitan dengan tindak pidana pencurian kotak amal. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana pencurian kotak amal tersebut terjadi karena faktor ekonomi, faktor kesempatan, serta rendahnya pemahaman hukum pelaku. Hambatan yang timbul dalam upaya penanggulangan terhadap pelaku tindak pidana pencurian uang kotak amal yaitu kurangnya sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah daerah terhadap pihak kepolisian, tidak hadirnya saksi dipersidangan, serta rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Upaya yang dapat dilakukan dalam menangulangi tindak pidana pencurian uang kotak amal adalah dengan upaya preventif dan represif. Disarankan adanya sarana dan prasarana yang memadai bagi penegak hukum, disarankan kepada pihak yang mempunyai kewenangan dalam hal pengurusan masjid dan menasah dapat melakukan pengawasan dan pencegahan terjadinya kejahatan pencurian serta diharapkan adanya kesadaran hukum dari masyarakat dalam hal melaporkan suatu tindak pidana dan kesediaan saksi untuk dapat hadir di persidangan.
Upaya Pencegahan Tindak Pidana Terorisme Oleh Direktorat Intelijen Keamanan (Suatu Penelitian di Kepolisian Daerah Aceh) Riad Tia Wardana; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Direktorat Intelkam Polda Aceh mempunyai fungsi pencegahan terhadap tindak pidana terorisme yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Tindak Pidana Terorisme diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Polisi dan penegak hukum lainnya diharapkan dapat melakukan pencegahan, karena berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Intelkam Polda Aceh, Tindak Pidana Terorisme di Aceh tahun 2010 sampai 2017 menunjukkan angka yang tinggi dengan jumlah tersangka 62 orang Penulisan artikel ini bertujuan untuk melihat bentuk upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme yang dilakukan oleh Direktorat Intelijen Keamanan Polda Aceh serta melihat faktor-faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme.Untuk memperoleh data, dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari buku-buku, undang-undang, yang ada hubungannya dengan judul artikel ini. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menyatakan bahwa upaya penanggulangan tindak pidana terorisme yang dilakukan Direktorat Intelijen Keamanan Polda Aceh adalah dengan upaya preemtif atau preventif, upaya penanggulangan yang dilakukan yaitu melakukan penanggulangan terhadap mantan napi terorisme dan deteksi dini terhadap kelompok yang dapat menjerumus pada kelompok terorisme, instansi terkait seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Densus 88 juga saling  bekerjasama dalam upaya pencegahan terorisme dengan aktif melakukan sosialisasi bahaya terorisme kepada masyarakat. Kemudian Faktor penghambat yang ditemui, belum disahkannya draft revisi Undang-Undang terorisme terbaru, kurangnya sinergitas antara Dit Intelkam Polda Aceh dengan instansi terkait dalam kaitannya pembinaan mantan napi terorisme, kurangnya dukungan dari keluarga mantan napi terorisme terhadap upaya Dit Intelkam Polda Aceh dalam melakukan pembinaan, dan deradikalisasi yang belum berjalan optimal, sedangkan faktor pendukungnya adanya tim yang solid, adanya dukungan dari masyarakat dan adanya peningkatan dan penguatan kerjasama antara intansi terkait dalam upaya penanggulangan terhadap tindak pidana terorisme. Diharapkan kepada seluruh instansi penegak hukum agar lebih maksimal dalam melakukan upaya pencegahan terhadap tindak pidana ini, dengan semakin aktif melakukan penyuluhan mengenai bahaya terorisme. Kepada Pemerintah terkait juga harus saling berkoordinasi dengan instansi terkait yang bergerak dibidang penanggulangan terorisme agar faktor penghambat yang ditemui personel dilapangan bisa dicari solusinya bersama.
Penyimpanan Dan Pemusnahan Benda Sitaan Narkotika (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Kejaksaan Negeri Aceh Timur) Richo Sumardana; Ainal Hadi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Ayat (1) Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mekanisme penyimpanan dan pemusnahan benda sitaan  narkotika di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Aceh Timur, untuk menjelaskan kendala dalam penyimpanan dan pemusnahan benda sitaan narkotika, untuk menjelaskan upaya mengatasi hambatan dalam penyimpanan dan pemusnahan benda sitaan narkotika. Artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data sekunder dilakukan dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel dan bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian diketahui bahwa,mekanisme penyimpanan barang bukti oleh pihak kejaksaan mengumpulkan benda sitaan terlebih dahulu hingga terkumpul banyak kemudian menunjuk salah satu petugas barang bukti untuk memeriksa fisik benda sitaan hingga tahap pemusnahan dan mekanisme pemusnahan barang bukti yang dirampas untuk dimusnahkan yaitu jaksa membuat surat berita acara pemusnahan harus ada instansi yang terkait seperti polisi, dinas kesehatan, jaksa, wartawan dan lain-lain, kendala dalam penyimpanan yaitu belum memadainya gedung kantor, gudang dan pegawai di rupbasan juga keterbatasan anggaran dan kendala dalam pemusnahan pengeluaran izin pemusnahan barang rampasan harus di terbitkan Jaksa Agung Republik Indonesia, penentuan kondisi fisik barang rampasan narkotika harus dari intansi yang berwenang dan upaya mengatasi hambatan penyimpanan benda sitaan narkotika yaitu mengawasi petugas, menepatkan petugas yang kompeten dan mengatasi hambatan dalam pemusnahan benda sitaan narkotika Dilakukannya pemusnahan segera dan Pemusnahan sebaiknya dilakukan kondisi benda sitaan masih dalam kadar yang bagus.
Penyalahgunaan Fasilitas Negara Terhadap Penggunaan Mobil Dinas Diluar Jam Kerja (Suatu Penelitian dikota Banda Aceh) Nur Aulia; M. Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan UU No 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau dipidana penjara paling singkat 1(satu) Tahun dan paling lama 20 tahun.Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif (normative legal research),penelitian normatif merupakan penelitian hukum doctrinal atau penelitian hukum teoritis yang menggunakan data primer, sekunder, dan tersier seperti menggunakan peraturan perundang-undangan, naskah akademik, teori hukum dapat berupa hasil karya ilmiah para sarjana, serta melakukan wawancara kepada para ahli hukum atau narasumber terkait. Data di dalam penulisan artikel ini diperoleh dengan dua cara, yaitu penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dengan mewawancarai responden dan informan. Sedangkan penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari buku-buku dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Semua data yang terkumpul diolah dan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seringnya terjadi pengguna fasilitas mobil dinas diluar jam kerja yang dilakukan oleh pejabat negara di sekitar kota Banda Aceh sehingga dapat menimbulkan kerugian. Pertanggungjawaban dikenakan pertanggungjawaban pidana, jika tidak mungkin juga dimintai pertanggungjawaban maka dapat dialihkan kepada kompensasi yang diberikan oleh negara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seringnya terjadi pengguna fasilitas mobil dinas diluar jam kerja yang dilakukan oleh pejabat negara di sekitar kota Banda Aceh sehingga dapat menimbulkan kerugian. Pertanggungjawaban dikenakan pertanggungjawaban pidana, jika tidak mungkin juga dimintai pertanggungjawaban maka dapat dialihkan kepada kompensasi yang diberikan oleh negara. Disarankan kepada pengguna mobil dinas agar dapat melaksanakan aturan-aturan yang diberlakukan dengan itikad baik, penuh rasa tanggung jawab dan berdasarkan dengan azas-azas ketentuan yang diatur dalam pasal 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan korupsi . Kepada Pemerintah agar mengawasi dan memeriksa kinerja para pejabat negara agar dikemudian hari menciptakan pejabat negara adil dan bersih.
Penolakan Penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Oleh Tersangka Dalam Proses Pemeriksaan (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Kota Banda Aceh) Ryan Maulana; M. Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 27 ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa, dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan, setiap petugas Polri dilarang melakukan intimidasi, ancaman, siksaan fisik, memeriksa tersangka tanpa didampingi penasehat hukum, dan memanipulasi hasil pemeriksaan. Namun, beberapa kegiatan pemeriksaan melanggar ketentuan tersebut.Sehingga menyebabkan terjadinya penolakan penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan selanjutnya disebut BAP. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mengapa tersangka menolak menandatangani BAP, bagaimana akibat hukum penolakan penandatanganan BAP perkara oleh tersangka, dan upaya apakah yang dilakukan oleh penyidik apabila tersangka menolak menandatangani BAP perkara dalam proses peradilan pidana. Data yang diperoleh dalam penulisan artikel ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang bersifat teoritis. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan alasan penolakan penandatanganan BAP oleh tersangka yaitu karena tersangka tidak mau diperiksa sebagai tersangka, karena isi pemeriksaan dalam BAP tidak sesuai dengan keterangan yang diberikannya, karena Adanya pemerasan, ancaman, dan tidak didampingi penasehat hukum saat pemeriksaan berlangsung.Akibat hukum dengan tidak ditandatanganinya BAP oleh tersangka, maka dapat berubahnya Putusan Pengadilan.Artinya apabila BAP tersebut isinya hanya dibuat-buat oleh penyidik dengan cara kekerasan/intimidasi, dan ketika sampai pada tahap pembuktian di Pengadilan BAP tersebut isinya tidak sesuai dengan fakta persidangan maka terdakwa mendapat peringanan bahkan dapat diputus bebas dan begitu juga sebaliknya. Upaya yang dilakukan penyidik terhadap yang tersangka menolak menandatangani BAP yaitu: penyidik menanyakan kepada tersangka apa yang salah dari BAP, penyidik membacakan kembali isi BAP, penyidik menanyakan apakah tersangka menyetujui isi BAP, penyidik membuat Surat Berita Acara Penolakan Penandatanganan BAP. Diharapkan kepada penyidik kepolisian agar lebih meningkatkan profesionalitas dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan dalam Undang-undang dan lebih inovatif artinya penyidik kepolisian dapat menggunakan cara-cara baru dan efektif dalam melakukan pendekatan emosional terhadap tersangka saat pemeriksaan. Sehingga tidak ada kasus penolakan penandatanganan Berita Acara Pemeriksaan yang terjadi akibat ketidakprofesionalan penyidik.
Studi Kasus Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 96/PID.SUS/2016/ PN.LSM Tentang Tindak Pidana Menjual Narkotika Golongan I Rita Maulida; Nurhafifah Nurhafifah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika menyebutkan bahwa setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 148 menyebutkan apabila putusan pidana denda tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar. Berdasarkan Putusan Nomor 96/Pid.Sus/2016/PN.Lsm, Majelis Hakim menjatuhkan putusan kepada Terdakwa dibawah batas minimum dari isi Pasal 114 ayat (1) yaitu menjatuhkan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan Hakim menjatuhkan pidana denda sejumlah Rp. 1.000.000.000,-(satu milyar rupiah), atau pidana penjara selama 1 bulan sebagai pengganti pidana denda apabila pelaku tidak dapat membayarnya. Ada pun tujuan dari penulisan ini adalah untuk menjelaskan putusan hakim yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 114 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 dan menjelaskan putusan hakim yang tidak memenuhi prinsip keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat studi kasus. Data yang digunakan yaitu melalui studi kepustakaan yang dilakukan untuk memperoleh bahan sekunder yaitu melalui literature, buku dan perundang-undangan. Sedangkan bahan primer yaitu putusan hakim Nomor 96/Pid.Sus/2016/PN.Lsm. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor 96/Pid.Sus/2016/PN.Lsm Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 4 tahun kepada terdakwa dan putusan tersebut dibawah batas minimum Pasal 114 ayat (1) UU Nomor 35 tahun 2009 yang minimum pidana penjaranya selama 5 tahun. Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman yang terlalu ringan apabila terdakwa tidak dapat membayar pidana denda yaitu selama 1 bulan sehingga Putusan tersebut tidak memenuhi nilai kepastian, keadilan dan kemanfaatan bagi setiap yang berperkara serta masyarakat lainnya. Disarankan kepada Hakim dalam mengadili suatu perkara, hendaklah memperhatikan dan menafsirkan isi pasal agar tidak menentang atau menyimpang peraturan perundang-undangan.
Jangka Waktu Penyidikan Tindak Pidana Money Politic Pada Pemilihan Kepala Daerah Di Wilayah Hukum Polres Gayo Lues Rian Nurullah; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 187A Jo Pasal 73 UU Republik Indonesia No. 10 tahun 2016 Tentang tentang perubahan kedua atas undang – undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang – undang nomor 1 tahun 2014  tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang – undang (selanjutnya disebut UU Pilkada) dengan ancaman pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). jangka waktu penyidikan untuk tindak pidana pemilu tidak cukup selama 14 (empat belas) hari kerja sesuai dengan Undang-undang nomor 10 tahun 2016 dikarenakan dibutuhkan waktu untuk melakukan koordinasi Antar Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepolisian Resor  Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan Negeri. Lama jangka waktu yang ideal untuk penyidikan tindak pemilu adalah 1 (satu) tahun atau dapat merujuk kepada masa daluwarsa menuntut pidana yang tercantum dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Tindak Pidana Pelecehan Seksual Oleh Guru Terhadap Siswi Sekolah Menengah Atas Yang Diselesaikan Dengan Diversi (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Aceh Utara) Reza Azis Fahriansyah; Adi Hermansyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan tentang Diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun atau telah berumur 12 tahun meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak diversi dapat dilakukan apabila ancaman hukuman dibawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana. tetapi pada kenyataan tindak pidana pelecehan seksual yang dilakukan orang dewasa diselesaikan dengan diversi ataupun secara adat. Tidak sesuai dengan apa yang di Atur dalam undang- undang. Tujuan dari penulisan ini untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual terhadap siswi sekolah menengah atas, upaya penegak hukum khususnya kepolisian dalam menanggulangi kasus pelecehan seksual, untuk menjelaskan apakah diversi berlaku bagi pelaku orang dewasa. Data yang diperoleh dalam penulisan artikel ini berupa data lapangan sebagai data primer, dan peraturan perundang-undangan sebagai data skunder, mengingat bahwa permasalahan yang diteliti berkisar pada peraturan perundang-undangan serta berkaitan dengan penerapannya dalam praktek. Hasil penelitian diketahui faktor penyebab terjadinya adalah Kepribadian sifat mudah diatur, mudah menuruti perintah, mudah terpengaruh, kelemahan dalam menentukan sikap, tidak berfikir secara matang dan rasional, sering terjadi interaksi, perhatian dan pengawasan  orang tua/keluarga  anak yang  kurang,  teknologi  dan  media  massa  yang mengandung unsur-unsur pornografi mudah diakses, cara berpakaian yang minim, tidak sopan, ketat. upaya yang dilakukan kepolisisan melakukan sosialisasi kesekolah melakukan koordinasi dengan instansi pemerintahan yang lain dalam hal pencegahan, menjelaskan sanksi pidana kepada masyarakat, melakukan patroli secara teratur.diversi terhadap kasus ini dikarenakan menyangkut asas hukum yang bersifat khusus lex specialis mengesampingkan hukum yang bersifat umum lex generalis. Disarankan kepada orang tua dan pihak sekolah agar lebih mengawasi siswa/siswi, disarankan kepada kepolisisan untuk lebih bekerjasama dengan instansi/lembaga lain dan disarankan kepada Eksekutif dan Legislatis untuk melakukan revisi Qanun menyangkut tentang perkara yang dapat diselesaikan melalui adat istiadat, agar perbuatan yang dapat di selesaiakan oleh Qanun lebih jelas dan tidak menimbulkan multi tafsir.

Page 2 of 2 | Total Record : 20