Claim Missing Document
Check
Articles

Found 25 Documents
Search

Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Ditinjau Dari Konsep Equality Before The Law Edwar Edwar; Faisal A.Rani; Dahlan Ali
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (438.746 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p05

Abstract

Notary has the authority to make authentic deeds and has authority in making, agreements and stipulations that are required for those concerned to be stated in an authentic deed that if legal problems occur by a notary then the inspection must be obtained from the Honorary Board of Notary. which resulted in the examination contradicting principle equality before the law. After the issuance of Act No. 2 of 2014 Notary Position, notary publication by law enforcers must obtain permission from MKN which creates legal discrimination. The problem examined is how the position of the notary as a witness is related to the deed or letter under the hand made by him to the judicial process. The aim is finding out how the position of the Notary a witness is related to the deed or letter under his hand made against the judicial process. The results his research were the position of the notary a witness related to the deed he made based on the Notary Position Law resulting in legal proceedings being hampered due to waiting for permission from the Honorary Board of Notaries. In connection with the above procedure, it is indicated that the calling of a notary by law enforcers must be licensed by the Honorary Board of Notaries not in accordance with the concept of equality before the law. Notaris memiliki suatu kewenangan dalam membuat akta otentik serta memiliki wewenang dalam pembuatan, perjanjian serta penetapan yang diwajibkan bagi yang berkepentingan yang dinyatakan dalam akta otentik yang apabila terjadi permasalahan hukum yang dilakukan oleh notaris maka untuk pemeriksaannya harus izin dari Majelis Kehormatan Notaris. yang mengakibatkan pemeriksaan tersebut tidak sesuai dengan equality before the law. Setelah keluarnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 , pemanggilan notaris oleh aparat hukum ada izin dari MKN yang menimbulkan diskriminasi hukum. Permasalahannya yang dikaji adalah Bagaimanakah kedudukan notaris sebagai saksi terkait dengan akta atau surat dibawah tangan yang dibuatnya terhadap proses peradilan. Tujuannya adalah Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Notaris sebagai saksi terkait dengan akta atau surat dibawah tangan yang dibuatnya terhadap proses peradilan. Hasil penelitiannya adalah kedudukan notaries sebagai saksi terkait dengan akta yang dibuatnya berdasarkan Undang-Undan Jabatan Notaris mengakibatkan proses hukum terhambat akibat menunggu izin dari Majelis Kehormatan Notaris. Sehubungan dengan prosedur tersebut diatas menunjukkan bahwa pemanggilan notaris oleh penegak hukum harus izin dari Majelis Kehormatan Notaris tidak sesuai dengan Konsep equality before the law.
Tindak Pidana Penipuan Berdasarkan Perspektif Statistik Kriminal (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh dari Tahun 2015-2018) Rini Sundari; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 4: November 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Statistik kriminal dibuat dengan tujuan dapat menjadi pedoman dalam melihat tingkat keseriusan angka kejahatan yang ada di masyarakat, seperti adanya jumlah frekuensi, serta penyebaran pelaku kejahatannya. Kemudian pemerintah memakai data statistik tersebut untuk menyusun kebijakan guna menanggulangi tindak pidana penipuan. Penelitian ini untuk menjelaskan faktor yang menyebabkan tindak pidana penipuan dapat terjadi, untuk menjelaskan karakterisitik pelaku penipuan dan modus operandi yang digunakan pelaku penipuan, serta untuk mengetahui upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan oleh Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam menangani tindak pidana penipuan dari tahun 2015-2018. Metode penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris yang berlokasi di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh. Alat/ bahan yang digunakan yaitu bahan baku primer seperti Pasal 378 KUHP, sekunder seperti putusan-putusan. Data yang diperoleh, dianalisis dan disajikan kedalam bentuk tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kasus penipuan yang tercatat di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh sebanyak 96 kasus selama tahun 2015-2018 di mana terdapat faktor-faktor penyebab meningkatnya penipuan yaitu faktor ekonomi, lingkungan, peranan korban dan pendidikan. Adapun yang menjadi karakteristik pelaku tindak pidana penipuan dilihat dari persentase terbanyak yaitu pelaku berjenis laki-laki (81,25%), berusia 18-25 tahun (10,41%), memiliki pekerjaan PNS (42,71%), memiliki pendidikan SMA/SMK (43,75%), dan berdomisili diluar kota Banda Aceh (25,00%). Modus operandi yang digunakan adalah dengan mengiming-imingi korban dengan menawarkan janji untuk mengambil keuntungan yang tidak wajar. Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana penipuan yang dilakukan oleh penyidik adalah upaya represif, yaitu dengan memproses perkara tersebut dan upaya preventif yaitu dengan melakukan sosialisasi atau penyuluhan. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada pihak Pengadilan Negeri untuk menyusun statistik kriminal lebih jelas dan detail lagi agar dapat diketahui tindakan apa yang perlu dilakukan untuk menanggulangi kejahatan yang terjadi di Banda Aceh. Pihak Kepolisian dan Kejaksaan disarankan untuk turun kelapangan seperti sosialisasi, penyuluhan guna membantu dan menekan angka kriminal yang ada dalam kehidupan masyarakat. Disarankan kepada pemerintah kota Banda Aceh agar memperluas lapangan pekerjaan agar angka pengangguran berkurang sehingga tindak pidana penipuan juga dapat berkurang.
Pemberian Remisi Terhadap Narapidana Tindak Pidana Narkotika Rosa Okvianti; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya tindak pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama, serta untuk menjelaskan hambatan dan upaya yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama. Perolehan data dalam penulisan artikel ini dilakukan dengan cara menggunakan metode penelitian hukum empiris atau metode penelitian lapangan (field research) dengan mengumpulkan data primer yang diperoleh dengan melakukan teknik pengumpulan data wawancara dengan responden dan informan, untuk selanjutnya dijadikan alat analisis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diidentifikasi dalam rumusan permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama dilatarbelakangi oleh faktor kecemburuan emosional, rendahnya kepatuhan dan kesadaran hukum dan pengaruh lingkungan sosial. Hambatan dan upaya yang dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama dari segi adanya kerja sama antara pelaku dan keluarga, adanya pengakuan palsu segi serta alokasi anggaran serta upaya penegakan hukum yang dilakukan dalam menangani tindak pidana percobaan pembunuhan terdiri dari upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan upaya perlindungan hukum represif. Disarankan untuk pihak kepolisian agar melakukan tindakan yang tegas dan nyata dalam rangka menanggapi faktor penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama dan kerja sama yang baik antara pihak kepolisian dan pihak rumah sakit serta melakukan upaya penegakan hukum seperti upaya preventif, kuratif, rehabilitatif, dan upaya perlindungan hukum represif terkait tindak pidana pembunuhan yang dilakukan secara bersama-sama di Kota Banda Aceh.
Kewajiban Penunjukan Pendampingan Hukum Terhadap Terdakwa Dalam Proses Persidangan Yang Ancaman Hukuman Pidana Diatas 5 Tahun Rima Melisa; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (216.237 KB)

Abstract

Penulisan jurnal ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terdakwa tidak menunjuk penasihat hukum, bagaimana akibat hukum bagi hakim yang melakukan persidangan tanpa pendampingan hukum terhadap terdakwa yang ancaman hukumannya diatas 5 tahun, upaya hukum yang dilakukan terdakwa apabila tidak mendapat pendampingan hukum di tingkat pengadilan. Pengumpulan data dalam jurnal ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan mempelajari peraturan perundang-undangan yang ada relevansinya dengan masalah yang dibahas, sedangkan penelitian lapangan mewawancarai responden dan informan yang terlibat dalam masalah yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan kurangnya ekonomi, kurangnya pengetahuan dan  kelalaian dari aparat penegak hukum menyebabkan penunjukan pendampingan hukum tidak berjalan sesuai Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Oleh sebab itu tidak ada konsekuensi bagi aparat penegak hukum yang tidak menunjuk penasihat hukum kepada terdakwa. Apabila penasihat hukum menolak mendampingi terdakwa, maka terdakwa berhak mengadu ke Dewan Kehormatan Advokat dan kepada Ketua Pengadilan karena hak-haknya di diskriminasi sebagai terdakwa serta tidak dipenuhi sesuai Pasal 56 ayat (1) KUHAP. Disarankan kepada lembaga penegak hukum agar hak-hak yang ada dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP dapat diimplementasikan dan diwujudkan sepenuhnya kepada terdakwa agar proses penegakan hukum berjalan sebagaimana mestinya.
Tindak Pidana Penipuan Undian Berhadiah Arief Munandar Putra; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (467.363 KB)

Abstract

Penipuan undian berhadiah telah terbukti secara nyata dilakukan di Kota Banda Aceh yang diselidiki oleh pihak kepolisian Kota Banda Aceh. Mengenai pengaturan tindak pidana penipuan undian berhadiah di atur dalam Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatakan, “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberikan utang maupun menghapus piutang, diancam penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” Penelitian ini bertujuanuntuk menjelaskan faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penipuan melalui kupon undian berhadiah, bagaimana cara terjadinya tindak pidana penipuan melalui undian berhadiah, serta bagaimanakah penanggulangan tindak pidana undian berhadiah. Data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data sekunder dilakukan dengan cara membaca dan menganalisis peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel dan bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Penelitian lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan  informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor penyebab terjadinya tindak pidana penipuan undian berhadiah karena faktor ekonomi, faktor lingkungan hidup, faktor pergeseran sosial budaya, faktor  minimnya resiko untuk tertangkap oleh pihak berwajib. Cara terjadinya pelaku langsung menghubungi korban dan menyebarkan kupon, brosur, atau surat berharga. Upaya penanggulangan upaya prenventif dan upaya represif Disarankan kepada. Polresta Banda Aceh untuk lebih meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan mengungkap kasus tindak pidana Penipuan undian berhadiah, Dinas Sosial agar dapat melakukan upaya pencegahan denga cara sosialisasi lansung kepada masyarakat agar lebih hati-hati dalam berita undian yang di dapatkan, kepada masyarakat agar lebih hati-hati terhadap undiah berhadiah dalam menanggapi hadiah yang akan diberikan oleh pelaku.
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR 20/PID.B/2019/PN-BNA TENTANG TINDAK PIDANA PENIPUAN RUMAH DUAFA Muhammad Zaky Naufal; dahlan ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penipuan ialah salah satu bentuk kejahatan yang dikelompokkan kedalam kejahatan harta benda orang. Ketentuan mengenai kejahatan ini diatur dalam Pasal 378 Buku II KUHP. Mengatur tentang penipuan dalam arti sempit (Oplichting) dan dalam arti luas (bedrog). Perbuatan penipuan selalu ada bahkan cenderung meningkat serta berkembang di kalangan masyarakat seiring dengan adanya kemajuan ekonomi. Akan tetapi perbuatan penipuan jika di pandang dari sudut manapun sangat tercela, karena dapat menimbulkan rasa tidak saling percaya dan dapat merusak tata kehidupan masyarakat. Hasil dari penelitian yang dilakukan ini menunjukkan bahwa dasar Pertimbangan Hakim dalam memutus terdakwa tindak pidana penipuan rumah duafa terhadap terdakwa Tarmizi AR tidak memberatkan tetapi meringankan. Hal tersebut tidak sesuai dengan hukuman yang terdapat dalam pasal yang di tuntut oleh Jaksa Penuntut Umum serta tidak melihat fakta-fakta dalam persidangan. Dalam unsur-unsur penipuan bahwa terdakwa sudah terbukti bersalah, maka haruslah terdakwa mendapat hukuman yang seimbang dengan apa yang telah dialakukan. Dalam kajian aspek Kepastian hukum, Keadilan, serta Kemanfaatan dalam putusan nomor 20/Pid.B/2019/PN-Bna hakim dalam memutus terdakwa sangat tidak sesuai, karena terdakwa telah terbukti bersalah dan menyakinkan telah melakukan suatu tindak pidana, maka hakim haruslah memutus terdakwa sesuai dengan perbuatannya serta kurangnya penegakan hukum terhadap terdakwa yang telah melakukan tindak pidana penipuan rumah duafa.
Kebijakan Pidana Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Carding Menurut Ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Ryan Shack Syah; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 4: November 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkembangan teknologi dan internet dewasa ini tidak selalu memberikan efek positif namun juga terdapat hal-hal negatif yang menyebabkan munculnya jenis kejahatan baru, yaitu kejahatan carding (pencurian data kartu kredit) yang merupakan salah satu jenis cyber crime. Seorang Carder dapat masuk ke sebuah server tanpa izin untuk mendapatkan dana yang tidak sah dari akun kartu kredit milik orang lain. Permasalahan yang muncul adalah faktor yang dapat menyebabkan seseorang menyalahgunakan komputer untuk melakukan kejahatan carding serta bagaimana kebijakan pidana dalam penanggulangan kejahatan carding, karena pada dasarnya peraturan perundang-undangan Indonesia belum mampu mengatasi persoalan tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian normatif melalui pendekatan konseptual serta pendekatan perundang-undangan. Berdasarkan metode yang digunakan tentang penyebab seseorang melakukan kejahatan dapat menggunakan pendekatan melalui beberapa teori-teori menurut para ahli. Meskipun bersifat abstrak, teori diperlukan untuk mengkaji alasan manusia melakukan suatu kejahatan dan melanggar hukum. Kejahatan carding merupakan kejahatan transnasional dan untuk mencegahnya diperlukan penerapan yurisdiksi ekstra teritorial yang didampingi dengan perjanjian internasional yaitu Council of Europe - Convention on Cybercrime dan menambahkan beberapa pasal yang sebelumnya tidak diatur di dalam UU ITE sesuai dengan ketentuan konvensi tersebut.
PELAKSANAAN LEMBAGA PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH) Mayzsazsa Dwi Lestari; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 4, No 2: Mei 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Pasal  1 angka 10 KUHAP “Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, yaitu : sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan, permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan”. namun dalam prakteknya masih saja terdapat berbagai kelemahan lembaga praperadilan ini juga masih kurang efektif sebagai lembaga pengawasan baik dikarenakan faktor pengaturannya maupun dalam praktiknya. Hasil penelitian menjelaskan bahwa lembaga praperadilan merupakan lembaga kontrol horizontal bagi aparat penegak hukum dengan tujuan melindungi hak tersangka dari kesewenangan aparat penegak hukum namun hanya terdapat 8 kasus dari 4 tahun terkahir, hal ini mencerminkan ketidakeksistensian lembaga ini dikarenakan begitu pengaruhnya faktor penghambat yang ditemui. Sedangkan hambatan yang dialami oleh lembaga praperadilan adalah ketidaktegasan KUHAP, manajemen perkara praperadilan masih lemah, kesimpangsiuran teknis hukum acara pemeriksaan perkara praperadilan, serta arogansi aparat penegak hukum.Kata Kunci: Pelaksanaan Lembaga Praperadilan, Hakim, Aparat Penegak Hukum Abstract- Article 1 number 10 KUHAP, pretrial belong to the district court to examine and cut off the manner set out in this statutes : legitimate or not an arrest and detention at the request or a suspect or his family or other parties by the power of the suspect, legal or not the termination of the investigation or the termination of the prosecution at the request to being law and justice the demand for restitution or rehabilitation by the suspect or his family or other parties for his power that the ruling did not put on trial while in practice there are still a number of weaknesses pretrial are less effective supervisory institutions as well as the regulations and in practice the results of the study explained that the pretrial control is a horizontal law enforcement officials in order to protect the rights of suspects from arbitrariness law enforcement officials but there only 8 case of 4 years are. This reflects not be famous of this institution because so the effect of these pay factors which hinder that have been visited. While a hitch by wich was happening in the institutios to provide assistance to pratrial is indecisiveness KUHAP, case management pretrial were yet in weakness powerless, as well as technical and inspections which must with the public cooperation law spirit keeps the matter hidden pretrial, as well as arrogance law enforcement officials.Keywords: The Implementation of the Pretrial Institutions, Judge,  law enforcement
BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA JINAYAT (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh) Gibran Zulian Qausar; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 4, No 3: Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 62 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat mewajibkan seluruh aparat penegak hukum untuk menunjuk penasihat hukum bagi tersangka atau terdakwa. Namun dalam perkara jinayat pemberian bantuan hukum belum dilaksanakan dengan baik. Faktor yang menjadi penyebab tersangkan atau terdakwa tidak didampingi oleh penasihat hukum adalah pelaku jinayat menolak didampingi oleh penasihat hukum, perbedaan penafsiran antara hak pelaku dengan kewajiban aparat penegak hukum terhadap penunjukan penasihat hukum, tidak ada kejelasan kepada siapa bantuan hukum tersebut harus ditunjuk.Hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan bantuan hukum perkara jinayat adalah Pasal 62 Qanun Hukum Acara Jinayat multitafsir, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 Tidak menyebut secara implisit bantuan hukum dalam perkara jinayat, Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2019 Bertentangan dengan peraturan lainnya. jaksa menerima berita acara pemeriksaan tersangka yang tidak di damping penasihat hukum, hakim Mahkamah Syar’iyah hanya menawarkan bantuan hukum kepada terdakwa bukan menunjuk bantuan hukum bagi terdakwa.
Upaya Pencegahan Tindak Pidana Terorisme Oleh Direktorat Intelijen Keamanan (Suatu Penelitian di Kepolisian Daerah Aceh) Riad Tia Wardana; Dahlan Ali
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Direktorat Intelkam Polda Aceh mempunyai fungsi pencegahan terhadap tindak pidana terorisme yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Tindak Pidana Terorisme diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Polisi dan penegak hukum lainnya diharapkan dapat melakukan pencegahan, karena berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Intelkam Polda Aceh, Tindak Pidana Terorisme di Aceh tahun 2010 sampai 2017 menunjukkan angka yang tinggi dengan jumlah tersangka 62 orang Penulisan artikel ini bertujuan untuk melihat bentuk upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme yang dilakukan oleh Direktorat Intelijen Keamanan Polda Aceh serta melihat faktor-faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme.Untuk memperoleh data, dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari buku-buku, undang-undang, yang ada hubungannya dengan judul artikel ini. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menyatakan bahwa upaya penanggulangan tindak pidana terorisme yang dilakukan Direktorat Intelijen Keamanan Polda Aceh adalah dengan upaya preemtif atau preventif, upaya penanggulangan yang dilakukan yaitu melakukan penanggulangan terhadap mantan napi terorisme dan deteksi dini terhadap kelompok yang dapat menjerumus pada kelompok terorisme, instansi terkait seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan Densus 88 juga saling  bekerjasama dalam upaya pencegahan terorisme dengan aktif melakukan sosialisasi bahaya terorisme kepada masyarakat. Kemudian Faktor penghambat yang ditemui, belum disahkannya draft revisi Undang-Undang terorisme terbaru, kurangnya sinergitas antara Dit Intelkam Polda Aceh dengan instansi terkait dalam kaitannya pembinaan mantan napi terorisme, kurangnya dukungan dari keluarga mantan napi terorisme terhadap upaya Dit Intelkam Polda Aceh dalam melakukan pembinaan, dan deradikalisasi yang belum berjalan optimal, sedangkan faktor pendukungnya adanya tim yang solid, adanya dukungan dari masyarakat dan adanya peningkatan dan penguatan kerjasama antara intansi terkait dalam upaya penanggulangan terhadap tindak pidana terorisme. Diharapkan kepada seluruh instansi penegak hukum agar lebih maksimal dalam melakukan upaya pencegahan terhadap tindak pidana ini, dengan semakin aktif melakukan penyuluhan mengenai bahaya terorisme. Kepada Pemerintah terkait juga harus saling berkoordinasi dengan instansi terkait yang bergerak dibidang penanggulangan terorisme agar faktor penghambat yang ditemui personel dilapangan bisa dicari solusinya bersama.