Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Keperdataan.
Articles
20 Documents
Search results for
, issue
"Vol 3, No 3: Agustus 2019"
:
20 Documents
clear
Penerapan Asas Iktikad Baik Pelaku Usaha Dalam Transaksi Elektronik
Juan Ghaviky Sagida;
Sri Walny Rahayu
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Tujuan penelitian ini ingin menjelaskan implementasi asas iktikad baik dalam transaksi elektronik, kewajiban dan tanggungjawab pelaku usaha dalam transaksi elektronik, dan upaya penyelesaian yang ditempuh para pihak dalam transaksi yang dilakukan secara elektronik.Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis. Penelitian juga memanfaatkan hasil penelitian empiris sebagai alat bantu untuk kepentingan data. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa implementasi asas iktikad baik transaksi elektronik masih belum terlaksana sepenuhnya. Kewajiban dan tanggung jawab pelaku usaha dalam transaksi elektronik adalah memberikan penggantian atau pengembalian uang yang setara jika barang/jasa tidak sesuai dengan pesanan serta surat rekomendasi kantor Komunikasi dan Informasi mengenai tempat fisik pelaku usaha. Mekanisme penyelesaian sengketa pelaku usaha dalam transaksi elektronik adalah menggunakan upaya non-litigasi berupa konsultasi, pendapat ahli, konsiliasi dan melakukan upaya litigasi. Diharapkan pelaku usaha taat azas dan memiliki niat yang baik dalam melaksanakan isi kontrak yang disepakati. Kewajiban dan tanggung jawab pelaku usaha juga harus dilaksanakan saat awal terjadinya transaksi elektronik. Penyelesaian sengketa dapat diselesaikan dengan alternatif non-litigasi yang sesuai dengan kondisi para pihak atau upaya litigasi. BPSK juga dapat menjadi penyelesaian selain non-litigasi atau litigasi
Studi Kasus Putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor 0200/Pdt.G/2015/MS-BNA Tentang Hak Asuh Anak Oleh Ayah Setelah Perceraian
Saiful Rahman;
Ishak Ishak
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh dalam putusan Nomor 0200/Pdt.G/2015/MS-BNA memberikan hak asuh anak yang berumur 8 tahun kepada Pemohon (ayahnya), untuk menjelaskan putusan Majelis Hakim Mahkamah Syar'iyah Banda Aceh dalam putusan Nomor 0200/Pdt.G/2015/MS-BNA sudah atau belum mencapai tujuan hukum yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum. Data dalam studi kasus ini diperoleh dari penelitian terhadap putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor 0200/Pdt.G/2015/MS-BNA untuk memperoleh data primer dan penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data skunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam putusan Nomor 0200/Pdt.G/2015/MS-BNA memberikan hak asuh anak berumur 8 tahun kepada ayahnya (pemohon). (1) Ibunya (Termohon) tidak hadir di persidangan dan tidak pula menyuruh orang lain untuk mewakilinya sehingga haknya gugur. (2) Anak sudah di asuh oleh ayahnya sejak berumur 2,5 tahun sehingga anak lebih dekat dengan ayahnya, maka demi menjaga psikologisnya, si anak lebih baik tetap di asuh oleh ayahnya. Putusan Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh Nomor 0200/Pdt.G/2015/MS-BNA sudah mencapai tujauan hukum yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan hukum. (1) Kepastian hukum, dengan adnya putusan tersebut Pemohon dan Termohon tidak lagi memperebutkan hak asuh. (2) Keadilan hukum, hakim sudah memberikan kesempatan bagi Pemohon dan Termohon untuk hadir dipersidangan dan mempertahankan haknya, namun Termohon tidak hadir di persidangan sedangkan sudah dipanggil secara sah dan patut (3) Kemanfaatan hukum, putusan tersebut telah memberikan manfaat hukum kepada Pemohon, Termohon dan anak. Kepada Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dalam memberikan hak asuh anak dibawah umur kepada ayahnya harus mempertimbangkan ketentuan dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam.
Penyelesaian Sengketa Sewa Menyewa Kendaraan Bermotor Roda Empat Yang Digadaikan
Safira Natasha; Darmawan Darmawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Setiap perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak seperti pada perjanjian sewa menyewa mobil. Namun kenyataannya dalam pelaksanaan perjanjian sewa menyewa mobil, pihak penyewa tidak melaksanakan kewajibannya seperti yang sudah diperjanjikan, yaitu pihak penyewa menggadaikan mobil yang disewanya kepada pihak ketiga sehingga menimbulkan perselisihan antara kedua belah pihak. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan tanggung jawab pihak penyewa dalam pelaksanaan sewa menyewa mobil, menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi, dan menjelaskan penyelesaian sengketa terhadap mobil rental yang digadaikan pihak penyewa. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak yang dirugikan akibat wanprestasi penggadaian mobil yang dilakukan pihak penyewa pada CV. Avrida Mandiri Rent Car, CV. Oki Rent Car, dan CV. Aditya Rent Car meminta pertanggungjawaban kepada pihak penyewa dengan ganti kerugian. Perselisihan yang terjadi antara para pihak dalam perjanjian sewa menyewa mobil diselesaikan secara non litigasi (di luar pengadilan) yaitu melalui negosiasi. Disarankan kepada pihak pemberi sewa agar menelaah calon penyewa sebelum membuat perjanjian untuk mencegah terjadinya hal-hal yang akan menimbulkan kerugian serta memberlakukan peraturan mengenai sanksi atas wanprestasi yang bisa mengakibatkan efek jera kepada penyewa.
Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 3002 K/PDT/2015 Tentang Pengakuan Akta Autentik Sebagai Alat Bukti Yang Sah
Ulfa Ulfa;
Muzakkir Abubakar
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pasal 165 HIR/285 Rbg menyatakan bahwa akta autentik dapat dijadikan bukti yang lengkap. Pasal-pasal ini menyatakan akta autentik dapat dijadikan alat bukti yang sah dan sempurna menurut hukum. Namun dalam putusan Mahkamah Agung tidak diakui akta autentik yang dibuat oleh penggugat dan pihak tergugat di hadapan Notaris sebagai alat bukti yang sah. Penulisan studi kasus ini bertujuan untuk menjelaskan dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3002 K/Pdt/2015, alasan hakim yang membatalkan akta autentik yang telah dibuat oleh kedua belah pihak, dan pertimbangan hakim dalam memutuskan Putusan Nomor 3002 K/Pdt/2015 berdasar asas keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum. Penelitian yang digunakan dalam studi kasus ini merupakan penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 3002 K/Pdt/2015 yang menyatakan akta autentik tersebut tidak sah menurut hukum adalah kurang tepat. Seharusnya akta tersebut dapat dijadikan alat bukti yang sah karena akta pernyataan yang dilakukan oleh kedua belah pihak di hadapan notaris telah memenuhi syarat sah perjanjian sesuai dengan pasal 1320 KUH Perdata. Hakim dalam pemberian putusannya kurang memperhatikan penerapan asas keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum. Disarankan agar hakim dalam memberikan putusannya dapat lebih memperhatikan kekuatan akta autentik sebagai alat bukti yang sah dan memberikan putusan yang seimbang dan harmonis agar tercipta keadilan pada kedua belah pihak yang berperkara.
Perjanjian Pinjam Meminjam Uang Antara Petani Kopi Dan Toke Kopi Dengan Pelunasan Hasil Panen Kopi
Mustika Rini;
Indra Kesuma Hadi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Perjanjian pinjam meminjam adalah salah satu jenis perjanjian yang diatur secara khusus di dalam Bab VI sampai dengan Bab VIII KUHPerdata mulai Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769 KUHPerdata. Dalam hal membantu perekonomian petani kopi, dilakukan suatu perjanjian pinjam meminjam uang dengan pelunasan hasil panen kopi. Tetapi dalam pelaksanaanya terjadi wanprestasi. Tujuan penulisan artikel ini yaitu untuk menjelaskan pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang antara petani kopi dan toke kopi dengan pelunasan hasil panen kopi, bentuk-bentuk wanprestasi dan upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan wanprestasi. Cara memperoleh data dalam artikel ini dilakukan melalui metode penelitian yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang antara petani kopi dan toke kopi dengan pelunasan hasil panen kopi ini dilakukan dengan perjanjian lisan dan berdasarkan kepercayaan tanpa meminta jaminan ataupun bunga. Bentuk-bentuk wanprestasi yang terjadi yaitu melakukan prestasi tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan. Upaya penyelesaian dengan cara memberi peringatan atau teguran secara lisan dan menagih ke rumah petani peminjam yang melakukan wanprestasi serta penyelesaian wanprestasi dilakukan secara kekeluargaan. Disarankan bahwa dalam pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam ini dilakukan secara tulisan dan meminta jaminan kepada petani peminjam.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Jasa Cuci Kendaraan Terhadap Hilangnya Kendaraan Konsumen
Wildan Dinullah;
Syamsul Bahri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pasal 1365 KUH Perdata disebutkan bahwa “tiap-tiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Pada kenyataannya pelaku usaha tidak menjaga kenyamanan dan keamanan tempat usahanya. Perbuatan pelaku usaha tersebut digolongkan kedalam perbuatan melawan hukum dikarenakan telah melanggar Pasal 4 angka (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa hak konsumen yaitu hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Kurangnya keamanan dan kenyamanan ini menyababkan hilangnya kendaraan konsumen sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan tanggung jawab pelaku usaha jasa cuci kendaraan serta penyelesaian sengketa ganti rugi terhadap hilangnya kendaraan milik konsumen. Data yang diperoleh dari penulisan artikel ini, dilakukan dengan menggunakan metode yuridis empiris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab hilangnya kendaraan milik konsumen adalah faktor kurangnya keamanan dan pengawasan dari pelaku usaha. Tanggung jawab yang diberikan pelaku usaha yaitu membayar ganti rugi seluruh biaya yang telah dikeluarkan oleh pemilik kendaraan. Penyelesaian sengketa yang ditempuh ialah melalui jalur negosiasi atau musyawarah dalam mencapai kesepakatan bersama. Disarankan kepada pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usaha jasa cuci kendaraan agar memiliki Prosedur Operasi Standar, serta menyediakan kartu tanda penyerahan kendaraan.
Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Pegawai Negeri Sipil Yang Tidak Terpenuhi Hak Pelayanan BPJS Kesehatan Di Kota Banda Aceh
Riska Oryza;
Ilyas Yunus
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Keluhan utama peserta BPJS khususnya Pegawai Negeri Sipil adalah lamanya menunggu untuk mendapatkan pelayanan, keluhan lainnya yaitu adanya perbedaan pelayanan antara pasien pengguna BPJS dengan pelayanan pasien umum atau pasien yang membiayai sendiri secara langsung. Bagi Pegawai Negeri Sipil jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai Pasal 6 huruf b Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 dengan memotong gaji pegawai sebesar 2%, seyogyanya dibarengi pula dengan mutu pelayanan yang seimbang. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan pelaksanaan perlindungan hukum bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak terpenuhi haknya oleh pelayanan BPJS Kesehatan, menjelaskan faktor yang membuat tidak terpenuhinya hak Pegawai Negeri Sipil dalam pelayanan kesehatan, menjelaskan upaya yang telah dilakukan oleh BPJS Kesehatan untuk memenuhi hak dan kewajiban Pegawai Negeri Sipil dan menjelaskan upaya yang dapat ditempuh oleh Pegawai Negeri Sipil untuk memperoleh haknya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris, yaitu suatu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan penelitian lapangan dengan mengacu pada keilmuan hukum. Penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Perlindungan hukum terhadap Pegawai Negeri Sipil peserta BPJS Kesehatan belum sepenuhnya terpenuhi terbukti dengan adanya keluhan dari peserta BPJS Kesehatan, Faktor yang membuat tidak terpenuhinya hak pelayanan adalah kurangnya keterbukaan informasi dari tenaga medis mengenai fasilitas yang sesuai dengan hak peserta lalu kurangnya sarana untuk menampung seluruh pasien, hal ini dikarenakan kurangnya anggaran dana dari pemerintah daerah untuk menambah sarana di rumah sakit. Adapun upaya yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan untuk memenuhi hak dan kewajiban peserta yaitu dengan mengadakan Unit Pengaduan Peserta di setiap rumah sakit dan di kantor BPJS Kesehatan, dan upaya yang dapat ditempuh oleh peserta BPJS Kesehatan yang tidak terpenuhi haknya yaitu dengan melakukan musyawarah, melakukan pengaduan melalui tahap mediasi, ataupun melalui jalur pengadilan. Disarankan bagi BPJS Kesehatan dalam hal memberikan pelayanan prima dapat memberikan sosialisasi mengenai pelayanan di BPJS Kesehatan. Kepada tenaga medis untuk memberikan informasi mengenai seluruh fasilitas dan obat yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan secara jelas. Kepada peserta yang dirugikan disarankan untuk mengajukan pengaduan kepihak BPJS Kesehatan..
Pelaksanaan Pembiayaan Komersial Pada PT. Bank Aceh Syariah
Fitra Eliza;
Susiana Susiana
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dalam Pasal 1 angka 25 menjelaskan bahwa “pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil”. Dari isi pasal tersebut memperlihatkan bahwa debitur harus mengembalikan dana tersebut sesuai dengan yang diperjanjikan, namun kenyataannya banyak nasabah pembiayaan komersial tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah diperjanjikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pelaksanaan pembiayaan komersial yang disalurkan terdapat nasabah pembiayaan komersial yang bermasalah. Hal ini terjadi karena 2 faktor, yaitu dari faktor internal dimana bank kurang teliti dalam melakukan analisis, dan dari faktor eksternal yaitu nasabah tidak memiliki itikad baik untuk melaksanakan kewajibannya. Upaya penyelesaian pembiayaan komersial yang bermasalah dilakukan dengan pemanggilan, pemberian surat peringatan, proses restrukturisasi, dan eksekusi jaminan. Kendala yang dihadapi dalam penyelesaian pembiayaan komersial yang bermasalah yaitu meskipun setelah dilakukan upaya restrukturisasi, namun masih terdapat nasabah yang melalaikan kewajibannya untuk melakukan pembayaran modal pembiayaan kepada pihak bank, dan pada saat akan dilakukan eksekusi terhadap objek jaminan, ternyata objek tersebut dalam sengketa dan pengalihan objek jaminan tanpa diketahui oleh pihak bank.
Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bidang Tekstil Pada PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Banda Aceh
Ridha Hayati;
Yusri Yusri
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan prosedur pelaksanaan perjanjian kredit usaha rakyat bidang tekstil pada PT. BRI (Persero) Tbk Kantor Cabang Banda Aceh, faktor penyebab terjadinya wanprestasi dan upaya penyelesaian wanprestasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode yuridis empiris, yang melakukan analisis terhadap permasalahan dan pendekatan kasus yang terjadi di lapangan, melakukan wawancara dengan responden dan informan serta mengacu pada data sekunder yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pokok permasalahan. Hasil penelitian menunjukkan prosedur pelaksanaan perjanjian kredit usaha rakyat bidang tekstil pada PT. BRI (Persero) Tbk Kantor Cabang Banda Aceh terdiri atas 4 (empat) tahapan, yaitu tahap pengajuan permohonan kredit secara tertulis disertai agunan, tahap analisis kredit, tahap pemberian putusan, dan tahap pencairan kredit. Penyebab terjadinya wanprestasi adalah usaha yang dijalankan debitur tidak berjalan dengan lancar sehingga terhambat untuk melakukan pembayaran kredit. Upaya penyelesaian wanprestasi oleh pihak kreditur dilakukan penagihan secara rutin dan mengajukan klaim kepada PT. Askrindo untuk menghindari kredit bermasalah secara terus menerus. Apabila pihak debitur tidak membayar utangnya maka pihak kreditur akan mengajukan ke Pengadilan atau melakukan lelang atas agunan debitur. Disarankan kepada pihak kreditur PT. BRI (Persero) Tbk. Kantor Cabang Banda Aceh untuk mengkaji ulang dan lebih teliti dalam penilaian prinsip pemberian kredit untuk menimalisi terjadinya kredit macet. Disarankan kepada pihak debitur agar dapat melaksanakan pemenuhan perjanjian kredit usaha rakyat secara tepat waktu sesuai atas kesepakatan, sehingga pelaksanaan perjanjian tersebut dapat berjalan dengan lancar sebagaimana mestinya. Disarankan kepada Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Banda Aceh untuk lebih aktif dalam melakukan pembinaan dan pelatihan kepada pelaku usaha.
Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Penggunaan Koran Bekas Sebagai Pembungkus Jajanan Gorengan
Muhammad Anggi Fauzi;
Eka Kurniasari
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 3, No 3: Agustus 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pasal 4 UUPK menyebutkan bahwa “Hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang atau jasa”. Namun dalam pelaksanaannya pelaku usaha dalam memperdagangkan barang masih sering merugikan konsumen dengan menggunakan bahan tercemar seperti timbal yang terdapat pada koran bekas yang digunakan untuk membungkus makanan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan kriteria mengenai standar pembungkus makanan berdasarkan UU Pangan, menjelaskan aspek perlindungan konsumen dilihat dari hak-hak konsumen yang dilanggar berdasarkan UUPK, menjelaskan standar keamanan pangan berdasarkan UU Pangan, menjelaskan peran BPOM dalam rangka pengawasan terhadap penggunaan koran bekas sebagai pembungkus makanan gorengan dan menjelaskan upaya hukum apa yang dapat dilakukan konsumen terkait penggunaan koran bekas sebagai pembungkus makanan gorengan. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian yuridis empiris, data diperoleh melalui penelitian lapangan dan kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku-buku teks dan peraturan perundang-undangan. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan. Kriteria mengenai standar pembungkus makanan berdasarkan UU pangan yaitu pembungkus makanan yang menggunakan bahan kemasan pangan yang tidak membahayakan kesehatan manusia dan sesuai dengan standar ketentuan BPOM, aspek perlindungan hukum dilihat dari kerugian konsumen yang dilakukan oleh pelaku usaha, bentuk pengawasan yang dilakukan BPOM dalam penggunaan koran bekas sebagai kemasan makanan yaitu sampling dan pengujian, menerbitkan peraturan dan standar terkait kemasan secara umum, melakukan sosialisasi dan menerbitkan sejumlah booklet serta poster, upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen yaitu membuat laporan dan meminta ganti kerugian. Disarankan kepada BPOM agar lebih mempertegas aturan terkait kriteria standar pembungkus makanan yang baik untuk dikonsumsi oleh konsumen, sehingga konsumen mendapatkan kepastian hukum dan terjamin hak-haknya yang dilanggar. BPOM diharapkan lebih aktif dalam melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada pelaku usaha dan konsumen mengenai bahaya penggunaan koran bekas sebagai pembungkus jajanan gorengan, dan kepada konsumen yang telah dirugikan dapat membuat laporan dan meminta ganti kerugian.