cover
Contact Name
Darwanto
Contact Email
bawal.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
bawal.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Bawal : Widya Riset Perikanan Tangkap
ISSN : 19078229     EISSN : 25026410     DOI : -
Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap dipublikasikan oleh Pusat Riset Perikanan yang memiliki p-ISSN 1907-8226; e-ISSN 2502-6410 dengan Nomor Akreditasi RISTEKDIKTI: 21/E/KPT/2018, 9 Juli 2018. Terbit pertama kali tahun 2006 dengan frekuensi penerbitan tiga kali dalam setahun, yaitu pada bulan April, Agustus, Desember. Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap memuat hasil-hasil penelitian bidang “natural history” (parameter populasi, reproduksi, kebiasaan makan dan makanan), lingkungan sumber daya ikan dan biota perairan.
Arjuna Subject : -
Articles 378 Documents
POTENSI REKRUT IKAN BONTI-BONTI (Paratherina striata Aurich) DI DANAU TOWUTI, SULAWESI SELATAN Syahroma Husni Nasution; Ismudi Muschsin; Sulistiono Sulistiono
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 1 (2010): (April 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.105 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.1.2010.45-55

Abstract

Ikan bonti-bonti (Paratherina striata) selain endemik, statusnya tergolong rawan punah (vulnerable species) dan hanya terdapat di Danau Towuti dan Danau Mahalona. Masyarakat di sekitar danau memanfaatkan ikan ini sebagai ikan konsumsi, ikan hias, dan bahan pakan hewan. Populasi ikan ini dikhawatirkan mengalami penurunan, diduga karena degradasi kualitas lingkungan dan penangkapan ikan yang cenderung intensif. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi rekrut ikan bonti-bonti sebagai dasar pengelolaannya. Pengamatan dilakukan di Danau Towuti setiap bulan selama 12 bulan dari bulan Mei 2006-April 2007. Contoh ikan diperoleh menggunakan jaring insang eksperimental dengan ukuran mata jaring 0,625, 0,75, 1,0, dan 1,25 inci yang dioperasikan di lima stasiun (Tanjung Bakara; inlet Danau Towuti; Pulau Loeha; outlet Danau Towuti dan Beau). Potensi rekrut ikan dapat dilihat dari nisbah kelamin, diameter telur, fekunditas, dan indeks kematangan gonad. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nisbah kelamin total ikan bonti-bonti jantan dan betina 1,0:0,9. Fekunditasikan bonti-bonti 818-6.051 butir. Diameter telur ikan bonti-bonti berkisar antara 0,01-1,50 mm. Nilai indeks kematangan gonad ikan bonti-bonti jantan dan betina paling tinggi dijumpai di stasiun II, masing-masing 3,96 dan 6,77%. Ditinjau dari fekunditas, potensi rekrut ikan bonti-bonti lebih tinggi dibandingkan ikan Telmatherinidae lain. Secara temporal, nilai rata-rata indeks kematangan gonad tertinggi pada ikan jantan terjadi pada bulan Mei dan Nopember dengan nilai 2,09±1,36% dan 1,85±1,06%, demikian pula pada ikan betina dengan nilai 3,39±1,47 dan 3,47±1,37%. Rekruitmen ikan bonti-bonti terjadi setiap bulan dengan periode tertinggi antara bulan Oktober-Nopember. Bonti-bonti (Paratherina striata), is one of endemic and vulnerable fish in Lake Towuti and Mahalona. Bonti-bonti have been utilized by people around the lake as consumption fish; ornamental fish and as raw material for animal feed. The population tend to decrease due to environmental quality deterioration and increasing exploitation. This study was aimed to reveal the recruit potential of bontibonti as the foundation for its management. This research was conducted in Lake Towuti, South Sulawesi from May 2006 to April 2007. Samples were collected monthly at five stations (Tanjung Bakara; Inlet of Lake Towuti; Pulau Loeha; Outlet of Lake Towuti, and Beau) using experimental gillnet sized 0.625, 0.75, 1.0, and 1.25 inches. Recruitment potential could be evaluated from sex ratio, egg diameter, fecundity, and gonad maturity index. Total sex ratio of male and female bonti-bonti are 1.0:0.9. Fecundity of bonti-bonti are 818-6.051. Egg diameter of bonti-bonti range from 0.01-1.50 mm. Gonad maturity index value of male and female was found highest at station II (inlet of Lake Towuti) as high as 3.96 and 6.77% respectively. Based on fecundity, recruitment potential of bontibonti is higher compared to the other Telmatherinid. Temporally, the average value of gonad maturity index was found highest on male in May and November with the values of 2.09±1.36% and 1.85±1.06%, and for female with the values of 3.39±1.47 and 3.47±1.37%. Fish recruitment occured each month with the highest period occur in October-November.
STRUKTUR UKURAN, HUBUNGAN PANJANG-BOBOT DAN FAKTOR KONDISI IKAN TUNA DI PERAIRAN PRIGI, JAWA TIMUR Erfind Nurdin; Am Azbas Taurusman; Roza Yusfiandayani
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 4, No 2 (2012): (Agustus 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/bawal.4.2.2012.67-73

Abstract

Penelitian tentang struktur ukuran dan faktor kondisi ikan tuna yang tertangkap di perairan sekitar rumpon di Selatan Prigi, Jawa Timur dilakukan pada bulan Juli 2010, Desember 2010 dan Januari 2011. Sampel ikan diperoleh di PPN Prigi, diidentifikasi menurut jenis dan diukur panjang cagak serta ditimbang bobotnya.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan dan faktor kondisi ikan tuna yang tertangkap di sekitar rumpon.  Hasil penelitian menunjukkan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang diukur sebanyak 115 ekor dengan dominasi ukuran panjang berkisar antara 32–36 cmFL dan bobot antara 0,75–1,20 kg; tuna mata besar (Thunnus obesus) sebanyak 114 ekor dengan dominasi panjang pada kisaran 40–44 cmFL dan bobot antara 0,75– 1,20 kg; dan tuna sirip kuning (Thunnus albacares) 107 ekor dengan dominasi panjang berkisar antara 28–32 cmFL dengan bobot 0,30–0,75 kg. Hubungan panjang bobot ikan cakalang mengikuti persamaan W= 0,055FL2,733, tuna mata besar W= 0,014FL3,096 dan tuna sirip kuning W= 0,0006FL3,960.   Faktor kondisi (K) ikan cakalang adalah 2, tuna mata besar 2,1 dan tuna sirip kuning 2,0. Study on size structure and condition factor of tuna caught around FADs in the south of Prigi, East Java was conducted in July 2010, December 2010 and January 2011.  The objectives of this study are to investigate that the size distribution, L-W relationship and condition factor of dominant fish caught around of FADs.  The result showed that the size distribution of skipjack tuna dominated in range of  32–36 cmFL and 0.75–1.20 kg (body weight), bigeye tuna range of 40–44 cmFL and 0.75– 1.20 kg (body weight), yellowfin tuna range of 28–32 cmFL and 0.30–0.75 kg (body weight).  Length weight relationship of skipjack tuna can described as W= 0.055FL2.733, bigeye tuna W= 0.014FL3.096 and yellowfin W= 0.0006FL3.960.  The value of condition factor was 2.0 for skipjack tuna, mean while for bigeye tuna was 2.1 and for yellowfin tuna was 2.0. 
KEONG MACAN (Babylonia spirata, L) SEBAGAI PRIMADONA BARU BAGI NELAYAN DI INDONESIA*) Ria Faizah
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 1, No 4 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (918.848 KB) | DOI: 10.15578/bawal.1.4.2007.139-143

Abstract

Keong macan merupakan komoditas ekspor yang penting dan memiliki tingkat pemasaran yang tinggi dengan negara tujuan utama adalah negara-negara di Asia seperti Taiwan, Hongkong, Singapura, dan Malaysia. Spesies ini hidup pada wilayah littoral dengan dasar pasir berlumpur pada kedalaman 5 sampai dengan 15 m. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap keong macan di dasar adalah jodang yang memiliki diameter 60 cm dengan ukuran mata jaring 1,5 cm. Semula nelayan Indonesia memandang keong macan sebagai hasil laut seperti siput-siput laut lain. Pengolahan keong ini hanya dilakukan secara sederhana. Daging direbus, dijemur, dan disetor kepada para pengepul dengan harga yang relatif murah (Rp. 5.000,- per kg). Namun, setelah banyak permintaan dari negara-negara luarterhadap keong macan, siput ini sudah menjadi mutiara bagi para nelayan. Setiap hari nelayan dapat menangkap 20 sampai dengan 70 kg keong macan. Keong macan segar di daerah Gunung Kidul dan Tambakloro berkisar Rp.6.000,- sampai dengan 7.000,- per kg. Di kawasan Manggar Balikpapan Timurharga keong macan dapat mencapai Rp.15.000,- sampai dengan 18.000 per kg. Sementara itu, harga jual keong macan ditingkat agen sudah mencapai Rp.30.000 per kg. Rata-rata per hari produksi keong macan yang dikirim ke para agen berkisar antara 1,5 sampai dengan 2 ton. Untuk menghasilkan keongmacan hidup, keong macan ditampung dalam bak berukuran 1x2 m dan ketinggian 30 cm. Air laut dalam bak penampungan dipantau terus dan jika air sudah berbusa harus diganti dengan yang baru. Selain dimanfaatkan sebagai makanan, cangkang, dan operkulum keong macan juga dapat dimanfaatkan untuk industri rumah tangga yaitu perhiasan, obat-obatan, dan parfum.
BIOLOGI REPRODUKSI DANMUSIM PEMIJAHAN IKAN LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI PERAIRANSELATBALI Arief Wujdi; Suwarso Suwarso; Wudianto Wudianto
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 5, No 1 (2013): (April 2013)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.376 KB) | DOI: 10.15578/bawal.5.1.2013.49-57

Abstract

Ikan lemuru (Sardinella lemuru) merupakan salah satu jenis ikan pelagis ekonomis penting dari famili Clupeidae yang banyak tertangkap di perairan Selat Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji beberapa aspek biologi reproduksi ikan lemuru. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2010 Desember 2011 di Muncar, Kabupaten Banyuwangi.Hasil penelitianmenunjukkan nilai rasio ikan lemuru jantan dan betina secara keseluruhan menunjukan keadaan yang seimbang. Panjang pertama kalimatang gonad (Lm) ikan lemuru adalah 18,9 cmFL dan panjang ratarata populasi tertangkap (Lc) adalah 14,5 cmFL. Hasil pengamatan terhadap tingkat kematangan gonad (TKG) menunjukkan bahwa ikan lemuru yang tertangkap didominasi oleh ikan dalam kondisi belum matang (immature). Kondisi ikan yang matang gonad ditunjukkan dengan nilai IKG tertinggi yang terjadi pada bulan September 2010 dan 2011 yaitu 5,5%dan 14,4%. Lokasi pemijahan Ikan lemuru diduga terletak pada zona VI yaitu di bagian selatan selat Bali mendekati paparan Pulau Bali.Bali sardinella (Sardinella lemuru) is one of the economically important pelagic fish belng to family of clupidae which caught mostly in the Bali strait waters. The objective of this research is to determine some aspects of biological reproduction of Bali Sardinella. This research was conducted from August 2010 to December 2011 with sampling location in Muncar fishing port at Banyuwangi Regency. The composition of male and female for Bali Sardinella showed an equal sex ratio. The length at first maturity (Lm) is 18.9 cmFL and the Lc-50 is 14.5 cmFL. Bali Sardinella caught dominantly in immature stage. The matured fish obtained mostly on September with the highest values of gonado somatic index was found on September 2010 (5.5%) and September 2011 (14.4%). Location of spawning of Bali sardinella presumably located in the southern part of Bali strait waters near Bali island.
BEBERAPAASPEK BIOLOGI CAKALANG (Katsuwonus pelamis) YANG DIDARATKAN DI BITUNG, SULAWESI UTARA Budi Nugraha; Siti Mardlijah
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 2, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (55.543 KB) | DOI: 10.15578/bawal.2.1.2008.45-50

Abstract

Penelitian biologi ikan cakalang hasil tangkapan kapal huhate (pole and line) yang didaratkan di Bitung dilakukan di tempat pendaratan ikan, perusahaan perikanan, dan tempat pengasapan atau fufu cakalang. Aspek yang diteliti meliputi hubungan panjang bobot, rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, dan fekunditas. Pengambilan contoh dilakukan pada bulan Juli dan September 2005. Dari hasil analisis hubungan panjang bobot diketahui bahwa pola pertumbuhan ikan cakalang bersifat allometrik positif. Perbandingan jenis kelamin betina dan jantan pada bulan Juli 1:0,73, sedangkan pada bulan September perbandingan 1:2,05. Tingkat kematangan gonad ikan jantan maupun betina didominasi oleh stadium III. Fekunditas telur berkisar antara 1.000.000 sampai dengan 14.000.000 butir.
HUBUNGAN PANJANG- BERAT, KEBIASAANMAKAN DAN KEMATANGANGONAD IKAN BILIH (Mystaecoleucus padangensis) DI DANAUTOBA, SUMATERAUTARA Chairulwan Umar; Endi Setiadi Kartamihardja
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 6 (2011): (Desember 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (394.729 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.6.2011.351-356

Abstract

Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) diDanau Toba adalah jenis ikan introduksi dari Danau Singkarak, Sumatera Barat. Pada saat ini terdapat kecenderungan ukuran individu menurun, hal ini antara lain disebabkan oleh penangkapan yang intensif menggunakan alat tangkap bagan apung dengan ukuran mata jaring relatif kecil (< 1,25 inci). Penelitian ini bertujuan untuk melihat beberapa aspek biologi meliputi ukuran panjang dan bobot, kebiasaan makan, tingkat kematangan gonad dan fekunditasnya. Hasil penelitian diperoleh hubungan panjang dan bobot individu bersifat allometrik positif dengan panjang total rata-rata 12,6 cmdan bobot rata-rata 19,8 g/ekor. Dari analisa lambung ikan bilih pemakan detritus (78,2 – 92,9 %), fitoplankton dan zooplankton sebagai pakan tambahan (4,9 – 11,5 %) serta seresah tumbuhan sebagai pakan pelengkap (1,9 – 1,8 %). Hasil pengamatan ikan bilih yang matang gonaddiperoleh nilai fekunditasnya rata-rata berkisar antara 5.262 – 16.117 butir telur. Hasil pengamatan TKG dan jumlah telur menunjukkan ikan bilih dapat bertelur danmemijah sepanjang tahun dan berkembang dengan baik sehingga ikan ini tetap lestari walaupun adanya eksploitasi yang cukup intensif. Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) in Toba Lake was introduce from Singkarak Lake,West Sumatra. At present the growth was decreased, it caused by intensive fishing and the uses of lift net with small mesh size (under 1,25 inch). This research aims to know some biological aspects of bilih such as length - weight, relationship food habit, level of gonadal maturity, and fecundity. The results showed that growth pattern of bilih positive allometric with average length of about 12,6 cm and average weight of about 19,8 gr/each. Bilih detritus feeding (78,2 – 92,9%), phytoplankton and zooplankton as additional food (4,9 – 11,5%) and seresah tumbuhan as complement food (1,9 – 1,8%). Fecundity of ranged from 5.262 – 16.117. TKG observation and eggs gain showed that bilih could development and spawn in long years and growth well enough, so that bilih can stlll growth rapidly eventhough there is an exploitation.
PENILAIAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN UNTUK MENENTUKAN WILAYAH KONSERVASI IKAN BELIDA (Chitala lopis) DI SUNGAI KAMPAR, RIAU Arif Wibowo; Subagja Subagja
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 6, No 1 (2014): (April 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1711.69 KB) | DOI: 10.15578/bawal.6.1.2014.1-9

Abstract

Populasi ikan belida yang menurun sehinggamemerlukan strategi pengelolaan yang tepat melalui penetapan wilayah konservasi. Pemilihan wilayah konservasi dapat dilakukan melalui penilaian kondisi habitat dikaitkan dengan faktor kondisi ikan belida. Penelitian ini bertujuan mengetahui indeks kualitas perairan kondisi habitat dan keterkaitannya dengan faktor kondisi ikan belida di Sungai Kampar. Penelitian dilakukan dari bulan Mei 2009 sampai dengan November 2010 dengan interval pengambilan sampel setiap 3 bulan sekali. Pengamatandilakukan pada lima stasiun di Sungai Kampar Propinsi, Riau. Parameter lingkungan yang diamati adalah suhu, kedalaman, kecepatan arus, pH, oksigen terlarut, turbiditas, alkalinitas, amoniak dan vegetasi tepian. Data sekunder yang dikoleksi adalah curah hujan dan debit air sedangkan data sekunder yang terkait ikan berupa nilai koefisien pertumbuhan, faktor kondisi, nilai b, luas relung dan indeks kepenuhan lambung. Penilaian kondisi perairan dilakukan dengan metode skoring dengan pembobotan. Keterkaitan antara kondisi perairan dengan faktor kondisi ikan dilakukan dengan menggunakan analisa komponen utama dan analisa kluster.Hasil pengamatan kualitas lingkungan perairanmenunjukkan StasiunKuala Tolammemiliki nilai indeks kualitas lingkungan perairan yang terbaik sedangkan Stasiun Teso dan Rantau Baru yang paling buruk. Nilai K memiliki keterkaitan yang paling kuat dengan indeks kualitas lingkungan. Berdasarkan penilaian kondisi habitat yang paling baik, Stasiun Kuala Tolamdi Sungai Kampar Propinsi. Riau merupakan kandidat yang tepat untuk direkomendasikan sebagai wilayah konservasi ikan belida.Declining giant featherback populations require appropriate management strategiy and zoning for conservation. The selection of conservation areas can be done through habitat assesment is linked to condition factor of giant featherback. This study aims are to determine the water quality index of habitat condition and its association with giant featherback in Kampar River. The study was conducted from May 2009 to November 2010 with a sampling interval of once every 3 months. Observations was conducted at five stations in KamparRiver, Riau Province. The environmental parameters such as temperature, depth, flow velocity, pH, O2 turbidity, alkalinity, ammonia and riparian vegetation were measured. Rainfall and water discharge were collected assecondary data of environmental parameter.While fish-related coefficient growth, condition factor, the b value, broad niches and stomach fullness index were conjoined as secondary data from fish perspective. Assessment of water quality were conducted using the weighting scoring method. The relationship analysis of between water quaility and condition factor was performed using principal component analysis and cluster analysis. The results reveal that Kuala Tolam has the highest water quality index, opposite to Teso and Rantau Baru sampling station, where as these two station display the worst. Based on the assessment, Kuala Tolam stasion is the most suitable candidate designated as conservation area. It was summary that water quality index related to giant featherback’s growth (b value and K value), with the strongest relationship with K value.
KEANEKARAGAMAN IKAN DI DAERAHPADANGLAMUN KEPULAUANBANGGAI, SULAWESITENGAH Widhya Nugroho Satrioadjie; Teguh Peristiwady; La Pay
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 4, No 1 (2012): (April 2012)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (157.875 KB) | DOI: 10.15578/bawal.4.1.2012.9-17

Abstract

Padang lamun merupakan salah satu ekosistem penting bagi kehidupan ikan. Salah satu peranannya adalah sebagai penyedia makanan dan perlindungan dari predator. Kompleksitas kondisi padang lamun dapat mempengaruhi jumlah jenis ikan yang berada di sekitarnya. Wilayah perairan Kepulauan Banggai merupakan salah satu perairan subur yang memiliki ekosistem padang lamun dengan kondisi relatif masih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati keanekaragaman ikan padang lamun di perairan Kepulauan Banggai. Jaring pantai (beach seine) digunakan untuk memperoleh sampel ikan pada tujuh lokasi pengamatan selama kurun waktu pertengahan bulan Juni hingga Juli 2011. Keanekaragaman ikan dinilai berdasarkan pada komposisi jenis ikan dan beberapa indeks diversitas. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah total ikan yang dikoleksi yaitu 1.714 individu, terdiri dari 37 famili dan 90 spesies. Jumlah tangkapan ikan tertinggi berada pada lokasi Pulau Kakadan dan Pulau Kembangan dengan jumlah tangkapan masing-masing 41 dan 33 spesies. Sebaliknya Pulau-pulau Bandang merupakan lokasi dengan jumlah hasil tangkapan terendah yaitu 11 spesies dengan total keseluruhan hanya 20 individu. Jenis ikan dari famili Athrinidae dan Clupeidae mendominasi hasil tangkapan di Pulau Kakadan dan Pulau Kembangan sekaligus merupakan jumlah tertinggi diantara semua jenis ikan dari seluruh lokasi pengamatan. Secara umum komunitas ikan berada pada kondisi yang stabil dengan tidak adanya jenis yang mendominasi. Nilai indeks keanekaragaman (H’) keseluruhan lokasi pengamatan menunjukkan kekayaan spesies berada pada kondisi sedang (2,21–2,78). Sedangkan nilai keseragaman (e), menunjukkan sebagian besar lokasi pengamatan berada pada kondisi yang labil (0,50< e d”0,75). Kondisi demikian mengisyaratkan bahwa perlu adanya upaya perlindungan ekosistem lamun dan sekitarnya agar keanekaragaman ikan tetap terjaga. Seagrass is one of important ecosystems for fish life. One of its roles is as feeding ground and protection area from predators. The complexity of seagrass can influence the number of surrounding fish species. The Banggai Islands waters is one of rich area that has seagrass ecosystems in a relatively good condition. This research aims to examine the diversity of fish in seagrass beds in that area. Beach seine was used to catch sample of fish from seven stations spanning the middle of June until July 2011. The diversity of fish was determined based on the composition and some of diversity index. The result showed that the total numbers of collecting fish were 1.714 individuals, consisting of 37 family and 90 species. The highest of total number was found in Kakadan and Kembangan Island, were 41 and 33 species respectively. On the other hand, Bandang Islands had the lowest catch of 11 species (20 individuals). The family of Athrinidae dan Clupeidae dominated the total number of catch in Kakadan dan Kembangan Island and the highest among all species from whole stations. Generally, the fish community was at a steady level in which there was no domination. Biodiversity index (H’) of all stations showed the richness of species was at moderate level (2,21-2,78). Whereas the evenness index showed that almost all of stations were at unsteady condition (0,50< e d”0,75). These conditions imply that it needs a protection effort toward seagrass ecosystem in order to maintenance fish diversity.
KORELASI PARAMETER MORFOMETRIK, NISBAH KELAMIN DAN KOMPOSISI UKURAN IKAN PEDANG (Xiphias gladius L.) DI SAMUDERA HINDIA Bram Setyadji; Budi Nugraha
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 6, No 3 (2014): (Desember 2014)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.036 KB) | DOI: 10.15578/bawal.6.3.2014.155-162

Abstract

Model pengkajian stok melalui data frekuensi panjang lebih banyak digunakan karena data tersebut paling banyak tersedia dan mudah didapatkan dibandingkan data pengukuran jaringan keras (sisik, otolith, sirip dan tulang belakang) dan tagging. Khusus untuk ikan pedang, data panjang yang tersedia sebagian besar tidak standar dikarenakan ikan pedang yang tertangkap langsung diproses di laut yang mana bagian kepala, sirip, isi perut dibuang. Oleh karena itu dibutuhkan persamaan empiris untuk konversi dari ukuran non-standar ke standar sehingga bisa digunakan sebagai basis data pengkajian stok yang berbasis data tersebut. Data primer merupakan hasil observasi laut selama kurun waktuMaret 2011 sampai dengan Desember 2013, sedangkan data sekunder merupakan data observasi ilmiah Loka Penelitian Perikanan Tuna periode 2005-2013. Hasil penelitian menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara beberapa parametermorfometrik ikan pedang yang diukur yakni panjang dari pangkal sirip dada ke ujung lekukan tengah sirip ekor (LJFL), panjang dari mata ke ujung lekukan tengah sirip ekor (EFL) dan panjang dari ujung rahang bawah ke ujung lekukan tengah sirip ekor (PFL) (R2 > 0,97; P < 0,01), akan tetapi tidak ada perbedaan yang nyata antara morfometri ikan pedang dan jenis kelamin (EFL-LJFL, P > 0,05 dan PFL-LJFL, P > 0,05). Hubungan antara nisbah kelamin dengan panjang ikan signifikan (Nisbah Kelamin = 0,0175 LJFL – 3,1001; n = 6, selang kelas 5 cm; P < 0,01) yang mana ikan pedang dengan ukuran lebih dari 260 cmadalah betina.Stock assessment models using length frequency data are more frequently used by Indonesian scientist due to its availability and easily obtained rather than skeletal parts or tagging data. As for swordfish most of the data vailable are not in standard form because most of swordfish landed are usually dressed at sea with various ways, so the length measurement are possible done afterward. There fore conversion among different length measurements is a necessity for assessment and management purposes. Primary data was collected from scientific observer program conducted between March 2011 and December 2013, while secondary data was obtained from 2005-2013. The results showed that the models are fit quite well for Lower Jaw Fork Length (LJFL), Eye Orbit Fork Length (EOFL) and Pectoral Fork Length (PFL) (R2> 0.97; P < 0.01) and there was no significant relationship between morphometric and sex (EFL-LJFL, P > 0.05 and PFL-LJFL, P > 0.05). Correlation between sex ratio and body size proved to be significant with nearly all of the swordfish >260 cm was female.
SEBARANLONGITUDINAL FITOPLANKTONDI SUNGAIMARO, KABUPATENMERAUKE, PROVINSI PAPUA Lismining Pujiyani Astuti; Yayuk Sugianti
BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap Vol 3, No 4 (2011): (April 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (125.092 KB) | DOI: 10.15578/bawal.3.4.2011.269-275

Abstract

Sungai Maro merupakan salah satu sungai besar di Kabupaten Merauke, berfungsi sebagai habitat ikan hias yang bernilai ekonomis penting yaitu ikan arwana (Scleropages jardinii) dan kakap batu (Datnioide aquadraticus). Wilayah sekitar sungai merupakan rawa-rawa yang merupakan habitat ikan arwana terutama di wilayah tengah sampai hulu sungai. Fitoplankton merupakan produser dan pakan alami beberapa jenis ikan di SungaiMaro. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sebaran longitudinal fitoplankton yang ada di SungaiMaro, Kabupaten Merauke. Penelitian ini dilakukan dengan survei dan pengambilan contoh dilakukan pada bulan Desember 2007 di lima stasiun pengamatan pada lokasi pemijahan ikan arwana di ruas Sungai Maro. Parameter yang dianalisis adalah komposisijenis dan kelimpahan fitoplankton. Hasil pengamatan di lima stasiun pengamatan, ditemukan lima kelas fitoplankton yang terdiri atas kelas Chlorophyceae (14 genus), Cyanophyceae (satu genus), Bacillariophyceae (tujuh genus), Dinophyceae (dua genus), dan Euglenaphyceae (satu genus), dengan kelimpahan fitoplankton berkisar 49.294- 66.396 ind./L. Persentase fitoplankton tertinggi dari ruas atas sampai bawah adalah Staurastrum dominan dari Stasiun Barkey danWeloyah, Synedra di Stasiun Mouwer dan Toray, Ulothrix di Stasiun Kaliwanggo. Sedangkan urutan keberadaan kelas fitoplankton dari ruas atas sampai bawah di SungaiMaro adalah Chlorophyceae di StasiunBarkey, Weloyah, dan Mouwer, kemudian Bacillariophyceae di Stasiun Toray dan Chlorophyceae di Stasiun Kaliwanggo. Maro River is one of big river inMerauke Regency and serve as ornamental fish habitat of arowana (Sleropages jardinii) and Datnioides aquadraticus that economically has high value. Around of this river are wetland area that is arwana habitat mainly at middle and upper river. Phytoplankton is natural feed producer for several fishes species at Maro River. Aim of this paper was to know longitudinal distribution of phytoplankton atMaro River. The research was conducted by survey method and sampling was conducted in December 2007 at 5 sampling stations on arwana fish spawning sites located at Maro River. The parameters were analyzed include composition and abundance of phytoplankton. Result showed that at five sampling stations were found 5 classes of phytoplankton which consists of the class Chlorophyceae (14 genera), Cyanophyceae (1 genera), Bacillariophyceae (7 genera), Dinophyceae (2 genera), and Euglenaphyceae (1 genera) with the abundance of phytoplankton ranges from 49,294- 66,396 ind./L. The highest percentage of phytoplankton in each station was found from upper to lower segment was Staurastrum found at Barkey and Weloyah Synedra at Mouwer and Toray, Ulothrix at Kaliwanggo. While the presence of phytoplankton class was found from upper to lower on Maro River was Chlorophyceae at Barkey, Weloyah, andMouwer, Bacillariophyceae at Toray and Chlorophyceae at Kaliwanggo.

Page 9 of 38 | Total Record : 378


Filter by Year

2006 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 17, No 2 (2025): Agustus 2025 Vol 16, No 2 (2024): AGUSTUS 2024 Vol 16, No 1 (2024): (APRIL) 2024 Vol 15, No 3 (2023): (DESEMBER) 2023 Vol 15, No 2 (2023): (AGUSTUS) 2023 Vol 15, No 1 (2023): (APRIL) 2023 Vol 14, No 3 (2022): (DESEMBER) 2022 Vol 14, No 2 (2022): (Agustus) 2022 Vol 14, No 1 (2022): (APRIL) 2022 Vol 13, No 3 (2021): (DESEMBER) 2021 Vol 13, No 2 (2021): (AGUSTUS) 2021 Vol 13, No 1 (2021): (April) 2021 Vol 12, No 3 (2020): (Desember) 2020 Vol 12, No 2 (2020): (AGUSTUS) 2020 Vol 12, No 1 (2020): (April) 2020 Vol 11, No 3 (2019): (Desember) 2019 Vol 11, No 2 (2019): (Agustus) 2019 Vol 11, No 1 (2019): (April) 2019 Vol 10, No 3 (2018): (Desember) 2018 Vol 10, No 2 (2018): (Agustus) 2018 Vol 10, No 1 (2018): April (2018) Vol 9, No 3 (2017): (Desember) 2017 Vol 9, No 2 (2017): (Agustus 2017) Vol 9, No 1 (2017): (April, 2017) Vol 8, No 3 (2016): (Desember, 2016) Vol 8, No 2 (2016): (Agustus 2016) Vol 8, No 1 (2016): (April 2016) Vol 7, No 3 (2015): (Desember 2015) Vol 7, No 2 (2015): (Agustus 2015) Vol 7, No 1 (2015): (April 2015) Vol 6, No 3 (2014): (Desember 2014) Vol 6, No 2 (2014): (Agustus 2014) Vol 6, No 1 (2014): (April 2014) Vol 5, No 3 (2013): (Desember 2013) Vol 5, No 2 (2013): (Agustus 2013) Vol 5, No 1 (2013): (April 2013) Vol 4, No 3 (2012): (Desember 2012) Vol 4, No 2 (2012): (Agustus 2012) Vol 4, No 1 (2012): (April 2012) Vol 3, No 6 (2011): (Desember 2011) Vol 3, No 5 (2011): (Agustus 2011) Vol 3, No 4 (2011): (April 2011) Vol 3, No 3 (2010): (Desember 2010) Vol 3, No 2 (2010): (Agustus 2010) Vol 3, No 1 (2010): (April 2010) Vol 2, No 6 (2009): (Desember 2009) Vol 2, No 5 (2009): (Agustus 2009) Vol 2, No 4 (2009): (April 2009) Vol 2, No 3 (2008): (Desember 2008) Vol 2, No 2 (2008): (Agustus 2008) Vol 2, No 1 (2008): (April 2008) Vol 1, No 6 (2007): (Desember 2007) Vol 1, No 5 (2007): (Agustus 2007) Vol 1, No 4 (2007): (April 2007) Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006) Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006) Vol 1, No 1 (2006): (April 2006) More Issue