cover
Contact Name
Arie Wuisang
Contact Email
palar@unpak.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
palar@unpak.ac.id
Editorial Address
Jl. Pakuan PO Box 452 Bogor 16143 Jawa Barat Indonesia
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
PALAR (Pakuan Law review)
Published by Universitas Pakuan
ISSN : 27160440     EISSN : 26141485     DOI : https://doi.org/10.33751/palar
Core Subject : Social,
Pakuan Law Review (PALAR) memuat naskah tentang isu-isu di berbagai bidang hukum yang aktual. PALAR adalah media dwi-tahunan, terbit sebanyak dua nomor dalam setahun (Januari-Juni, dan Juli-Desember) oleh Fakultas Hukum Universitas Pakuan.
Arjuna Subject : -
Articles 331 Documents
MEKANISME PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Edi Rohaedi; Isep H. Insan; Nadia Zumaro
PALAR (Pakuan Law review) Vol 5, No 2 (2019): Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2019
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (672.229 KB) | DOI: 10.33751/palar.v5i2.1192

Abstract

ABSTRAK Pengadaan tanah merupakan perbuatan hukum yang berupa melepaskan hubungan hukum yang semula ada antara pemegang hak dan tanahnya yang diperlukan, dengan pemberian imbalan dalam bentuk uang, fasilitas atau lainnya, melalui musyawarah untuk mencapai kata sepakat antara empunya tanah dan pihak yang memerlukan. Proses pelepasan hak atas kepemilikan orang atas tanah dan/atau benda-benda yang ada diatasnya yang dilakukan secara sukarela. Pengaturan Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Presiden dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penyerahan hasil Penyelenggaraan pengadaan tanah juga sering bersinggungan dengan isu hukum mendasar seperti hak asasi manusia, prinsip keadilan, prinsip keseimbangan antara kepentingan negara dengan kepentingan masyarakat baik secara individu maupun kelompok.Kata Kunci : pengaturan, pengadaan tanah, kepentingan umum. ABSTRACTLand acquisition is a legal act in the form of relinquishing the legal relationship that originally existed between the holder of the right and the land needed, by providing compensation in the form of money, facilities or others, through deliberation to reach an agreement between the owner of the land and the party in need. The process of relinquishing rights to ownership of land and / or objects thereon which is done voluntarily. Regulation on Land Procurement for development in the public interest is regulated in Law Number 2 of 2012 concerning Land Procurement for Development in the Public Interest and its Implementation Regulations are governed by Presidential Regulation and Regulation of the Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia. Land acquisition for development in the public interest is carried out through several stages, namely the planning, preparation, implementation and delivery of results. The implementation of land acquisition also often intersects with fundamental legal issues such as human rights, the principle of justice, the principle of a balance between the interests of the state and the interests of the community both individuals and groups.Keywords: arrangement, land acquisition, public interest.
MEKANISME PENGISIAN JABATAN KEKOSONGAN JABATAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN; STUDI PERBANDINGAN DENGAN AMERIKA SERIKAT, BRAZIL DAN PERANCIS Syafri Hariansah; Anna Erliyana
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 2 (2018): Volume 4 Nomor 2 Juli - Desember 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (762.187 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i2.886

Abstract

ABSTRAKSatu di antara permasalahan ketatanegaraan yang perlu dikaji secara akademis untuk mendapatkan jawaban akademis adalah permasalahan pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia. Secara teoritis, pengisian jabatan dapat ditafsirkan dalam2 (dua) perspektif. Pertama dalam artian sempit pengisian jabatan hanya dipahami sebagai suatu proses pengisian jabatan apabilaterjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden saja. Kedua, dalam artian luas pengisian jabatan dapat dipahami sebagai suatuproses atau mekanisme yang di dalamnya memuat ketentuan tentang syarat calon, mekanisme pengisian jabatan, masa jabatandan dalam hal terjadi kekosongan jabatan. Penelitian ini mengkaji pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia dalamartian luas khususnya berkenaan dengan kekosongan jabatanPresiden dan Wakil Presiden. Di Indonesia pengaturan tentang pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden ini tercantum dalamKetentuan Pasal 6, 6A, 7, dan Pasal 8 Undang-Undang Dasar Tahun1945 serta Undang-Undang RI No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia kemudian diganti dan dikompilasikan dalam Undang-Undang No 7Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Penelitian ini diklasifikasikan sebagai penelitian dengan tipe decriptive explanatory, yakni denganmengumpulkan dan menyimpulkan informasi tentang permasalahan yang diteliti. Sementara studi explanatory digunakan untuk menjelaskan dan menghitung informasi deskriptif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Selain itu untuk memperdalam analisis metode comparative analysis digunakan untuk mendapatkan fokus studi yang khusus dalam masyarakat yang berbeda. Kata kunci : Presiden dan Wakil Presiden, Pengisian jabatan, kekosongan jabatan ABSTRACTOne of the problems in the state administration that needs to be studied academically to get an academic answer is the problem of filling the positions of President and Vice President in Indonesia. Theoretically, filling a position can be interpreted in2 (two) perspectives. First, in the narrow sense of filling a position, it is only understood as a process of filling a position ifthere are vacancies in the positions of President and Vice President only. Second, in the broad sense of filling the position can be understood as athe process or mechanism in which it contains provisions on the requirements of the candidate, the mechanism for filling the position, term of officeand in the event of a vacancy. This study examines filling the positions of President and Vice President in Indonesiabroad terms especially with regard to vacancy positionsPresident and vice president. In Indonesia, arrangements for filling the positions of President and Vice President are listed inProvisions of Articles 6, 6A, 7 and Article 8 of the Basic Law of the Year1945 and RI Law No. 42 of 2008 concerning the Election of the President and Vice President of the Republic of Indonesia was later replaced and compiled in Law No. 72017 concerning General Elections. This research was classified as a descriptive explanatory type of research, namely withcollect and conclude information about the problem under study. While explanatory studies are used to explain and calculate descriptive information. The approach in this research is qualitative. In addition to deepening the analysis comparative analysis methods are used to get the focus of specific studies in different communities.Keywords: President and Vice President, Filling out positions, vacancy
KEDUDUKAN BANK SENTRAL DAN PERATURAN BANK INDONESIA DALAM KETATANEGARAAN INDONESIA Ari Wuisang
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (802.533 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.2955

Abstract

ABSTRAKBank Indonesia (BI) memiliki kedudukan sebagai lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini (Pasal 4 ayat (2) UU BI). Penulis berpendapat, BI merupakan bagian dari eksekutif (pemerintah) atau merupakan bagian dari Lembaga Legara Presiden. Karena itu, BI tidak berkedudukan sebagai lembaga negara, melainkan sebagai lembaga pemerintah (regering organen/executive body). Terkait dengan Kedudukan Peraturan BI, ketentuan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak secara tegas mengatur. Bahkan, dalam undang-undang tersebut hanya dikenal Peraturan Gubernur Bank Indonesia dan tidak disebut-sebut adanya Peraturan BI. Namun, dengan melihat nama-nama lembaga yang disebutkan Penjelasan Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tersebut, seperti misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR dan lain-lain, maka penulis berpandangan Peraturan BI sudah termasuk pula di dalamnya.       Kata Kunci : Bank Sentral, Bank Indonesia, Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah, Peraturan Bank Indonesia ABSTRACT               Bank of Indonesia is ranked as an independent state institution in carrying out its duties and authorities, free from interference by the government and / or other parties, except for matters expressly regulated in this law (Article 4 paragraph (2) ) Indonesian Bank Law). According to author opinion that BI is part of the executive (government) or is part of the Presidential State Institutions. Therefore, BI is not positioned as a state institution, but as a government institution (regering organen /executive body). In relation to the status of Bank of Indonesia regulations, the provisions of Law Number 12 Year 2011 concerning the Establishment of Laws and Regulations does not explicitly regulate. In fact, the law only recognizes a regulation of the Governor of Bank of Indonesia and there is no mention of a Bank of Indonesia Regulation. However, by looking at the names of the institutions whose territory Elucidation of Article 8 paragraph (1) of Law Number 12 Year 2011, such as the regulations issued by the People Supreme Congress, House of Representatives and others, the authors are of the view that Bank of Indonesia regulations are also included in it. Keywords : Central Bank, Bank of Indonesia, State Institution, executive body, Bank of Indonesia Regulations.
PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIKAN HAK ATAS TANAH BAGI WARGA MASYARAKAT PASAWARAN DI KAWASAN PARIWISATA PANTAI TELUK RATAI KABUPATEN PASAWARAN PROVINSI LAMPUNG Joni Sudarso; Marjan Miharja; Ahmad Ahmad
PALAR (Pakuan Law review) Vol 5, No 1 (2019): Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2019
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.194 KB) | DOI: 10.33751/palar.v5i1.1183

Abstract

ABSTRAKDari hasil penelitian ini dapat dikemukan sebagai berikut: (1). Pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap warga masyarakat dan penghormatan hak masyarakat atas pengelolaan sumberdaya tanah telah diatur dalam Pasal 18 B UUD 1945 (sebagai hak konstitusional), Pasal 28l UUD 1945 dan UU No. 39 tahun 1999 (sekaligus hak asasi manusia) Dalam penjelasan pasal 22 UUPA telah di jelaskan bahwa cara perolehan hak milik bisa saja dengan melakukan pembukaan tanah. Cara tersebut sebenarnya dimungkinkan menurut hukum adat. Karena dasar hukum agraria nasional adalah mendasarkan diri pada hukum adat (lihat pasal 5 UUPA). (2). Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap warga masyarakat pemilik tanah masih jauh dari harapan, hal ini terlihat dari perlakuan pemerintah dan aparat keamanan yang melakukan penggusuran terhadap mereka dan rumah-rumah tempat tinggalnya dirobohkan dan beberapa orang warga masyarakat yang bersikeras bertahan ditangkap dan ditahan oleh aparat dengan dalih bahwa mereka telah memasuki tanah tanpa ijin pemilik yang sah. Pada hal merekalah yang pertama kali menghuni tanah tersebut sebagai tempat tinggal dan tempat penyambung hidupnya.Kata Kunci: Perlindungan Hukum Pemilikan Hak Atas TanahABSTRACTFrom the results of this study can be found as follows: (1). Regulations regarding legal protection of community members and respect for community rights over land resource management have been regulated in Article 18 B of the 1945 Constitution (as a constitutional right), Article 28l of the 1945 Constitution and Law No. 39 of 1999 (as well as human rights) In the explanation of article 22 of the BAL it has been explained that the method of acquiring property rights could be by carrying out land clearing. This method is actually possible according to customary law. Because the basis of national agrarian law is to base itself on customary law (see article 5 of the BAL). (2). The implementation of legal protection for the landowners is still far from expectations, this can be seen from the treatment of the government and security forces who carried out evictions against them and the houses where they lived were demolished and several community members who insisted on surviving were arrested and detained by the authorities on the pretext that they have entered the land without the permission of the rightful owner. In this case they were the first to inhabit the land as a place to live and a place to connect their lives.Keywords: Legal Protection of Ownership of Land Rights
KUALIFIKASI HUKUM PIDANA KHUSUS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU/PILKADA (Tinjauan Hukum Administrasi Negara) Paramita Ersan; Anna Erliyana
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (508.159 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i1.781

Abstract

ABSTRAKEra baru telah dimulai dalam Pemilihan Umum dan Pilkada Serentak, karena undang-undang memerintahkan kepada seluruh bangsa Indonesia, untuk menyelenggarakannya. Dalam praktik, terdapat tantangan dalam tindak pidana Pilkada. Faktor perundang-undangan yang kontradiktif antara UU Pemilihan (Les Specialist) dengan aturan limitasi waktu dan KUHP (Lex Generalis) yang dibatasi KUHAP, serta faktor kualitas manusia yang menjalankan hukum, jauh dari kualitas ideal. Kondisi demikian mengakibatkan Sistem Peradilan Pidana Pilkada gagal menjalankan fungsinya, tidak dapat dilakukan melalui penal-code, namun keadilan dan kepastian hukum terwujud melalui sarana non-penal. Menyikapi kondisi demikian, mesti dilakukan pembenahan, dengan peningkatan kualitas keilmuan penyelenggara Pilkada dan pendekatan integral antara sarana penal dan non penal sejalan dengan perkembangan stelsel pidana hukum administrasi.Kata kunci: Pemilihan Serentak, Kode Penal, Non PenalABSTRACTA new era has begun in the General Election and Simultaneous Local Election, because the law ordered all Indonesian people to hold it. In practice, there are challenges in criminal acts in the elections. Contradictory legislative factors between the Election Law (Les Specialist) with the time limitation rules and the Criminal Code (Lex Generalis) which are limited by the Criminal Procedure Code, as well as the human quality factors that run the law, are far from ideal quality. Such conditions result in the Pilkada Criminal Justice System failing to carry out its functions, it cannot be done through a penal code, but justice and legal certainty are realized through non-penal means. Responding to these conditions, improvements must be made, by improving the quality of the knowledge of the election organizers and an integrated approach between the means of punishment and non-punishment in line with the development of administrative criminal law systems.Keywords: Simultaneous Election, Penal Code, Non Penal
GUGATAN SEDERHANA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA Farahdinny Siswajanthy; Abid .
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.164 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i2.3737

Abstract

 ABSTRAKSengketa ekonomi syariah diselesaikan di pengadilan agama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syariah, dimana penyelesaian sengketa ekonomi syariah tersebut biasa disebut dengan gugatan biasa dan dianggap tidak efektif dan efisien, karena penyelesaian sengketanya memakan waktu yang lama sebagai akibat dari pemeriksaan yang sangat formalitas dan sangat teknis serta memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pelaksanaan penyelesaian sengketa ekonomi syariah di Pengadilan Agama dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu melalui prosedur acara biasa dan melalui prosedur acara sederhana. Sesuai dengan azas yang berlaku pada hukum acara perdata yaitu cepat, sederhana, dan biaya ringan maka Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan mengenai gugatan sederhana yaitu Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana yang kemudian ada perubahannya dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Dengan dikeluarkannya PERMA tersebut diharapkan penyelesaian sengketa ekonomi syariah dapat dilakukan dengan tidak memerlukan waktu yang lama yang artinya memangkas prosedur yang panjang menjadi lebih sederhana. Kata kunci : Peradilan agama, Sengketa, Ekonomi Syariah. ABSTRACTSharia economic disputes are resolved in religious courts in accordance with Law Number 50 of 2009 concerning the Second Amendment to Law Number 7 of 1989 concerning Religious Courts, Supreme Court Regulations Number 2 of 2008 concerning Compilation of Sharia Economic Law (KHES) and Supreme Court Regulations Number 14 of 2016 concerning Procedures for Settlement of Sharia Economic Cases, where the settlement of sharia economic disputes is commonly referred to as an ordinary lawsuit and is considered ineffective and inefficient, because the dispute resolution takes a long time as a result of a very formal and very technical examination and requires a fee. which is not small. The implementation of sharia economic dispute resolution in the Religious Courts is carried out in 2 (two) ways, namely through ordinary procedures and through simple procedures. In accordance with the principles that apply to civil procedural law, namely fast, simple, and low cost, the Supreme Court issued a regulation regarding simple lawsuits, namely Supreme Court Regulation Number 2 of 2015 concerning Procedures for Settlement of Simple Lawsuits which was later amended in Supreme Court Regulation Number 4 of 2015 2019 concerning Amendments to the Regulation of the Supreme Court Number 2 of 2015 concerning Procedures for Settlement of Simple Lawsuits. With the issuance of the PERMA, it is hoped that the settlement of sharia economic disputes can be carried out without requiring a long time, which means cutting long procedures into simpler ones. Keywords: Religious Courts, Disputes, Sharia Economics. 
ASPEK HUKUM ISLAM PROSES PERCERAIAN ISTRI DALAM KEADAAN HAMIL Nandang Kusnadi; Eka Ardianto Iskandar
PALAR (Pakuan Law review) Vol 6, No 2 (2020): Volume 6, Nomor 2 Juli-Desember 2020
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (654.747 KB) | DOI: 10.33751/palar.v6i2.2265

Abstract

ABSTRAKMenurut syariat Islam : Perceraian adalah melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri,  dengan adanya perceraian ini, maka gugurlah hak dan kewajiban mereka sebagai suami dan istri. artinya, mereka tidak lagi boleh berhubungan sebagai suami istri, menyentuh atau berduaan, sama seperti ketika mereka belum menikah dulu.  Perceraian terdiri dari dua : 1. Cerai Talak dan 2. Gugat Cerai. Cerai Talak adalah suatu Permohonan yang di ajukan oleh Pihak suami ke Pengadilan Agama untuk dapat menjatuhkan talak terhadap istrinya sedangkan Cerai Gugat adalah gugatan cerai yang di ajukan oleh pihak istri ke Pengadilan Agama. Dan menurut Pasal 39 Undang-Undang Nomor Tahun 1974 suatu perceraian hanya dapat di lakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.Kata Kunci : Perkawinan, Pengadilan Agama, Perceraian, Kehamilan. ABSTRACTIslamic doctrine: Divorce refers to a sense of rights and obligations as a married couple, either severing the relationship between a couple or a married couple, or becoming a married couple with a deep divorce. That means they are no longer married, or should no longer be touched, as they were when they were first married.  Divorce consists of two : 1. Diovrce and Divorce Suit. The plaintiff loses control. Calling up a debate was a divorce suit filed by his wives in religious trials, while her husband declared a divorce from his wife. And according to Article 39, under Article 39 of the Constitution of 1974, a divorce was possible only in front of the Judicial Committee because the two parties could not reconcile.Key Word. Marriage, religious courts, divorce, pregnancy.
ANALISIS PENERAPAN PASAL 148 UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA Sapto Handoyo
PALAR (Pakuan Law review) Vol 2, No 1 (2016): Volume 2 Nomor 1 Januari - Juni 2016
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.248 KB) | DOI: 10.33751/palar.v2i1.933

Abstract

ABSTRAKTindak pidana penyalahgunaan narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Bahkan kejahatan narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan modus operandi yang tinggi dan teknologi yang canggih. Perkembangan kejahatan narkotika yang cukup pesat, harus diikuti oleh perangkat hukum yang memadai sebagai payung hukum bagi penegak hukum dalam menangani kejahatan narkotika. Pelaku kejahatan narkotika diancam dengan hukuman mati, pidana penjara, pidana kurungan, serta pidana denda. Dalam praktik, hakim seringkali menjatuhkan putusan berupa hukuman pidana penjara pengganti denda, apabila terdakwa dipandang tidak mampu membayar nilai denda yang dijatuhkan.ABSTRACTCrimes of narcotics abuse in the community show an increasing tendency. Even narcotics crimes have been transnational in nature which are carried out with high modus operandi and sophisticated technology. The development of narcotics crime which is quite rapid, must be followed by adequate legal instruments as a legal umbrella for law enforcement in dealing with narcotics crimes. Perpetrators of narcotics crimes are threatened with capital punishment, imprisonment, confinement, and fines. In practice, judges often hand out sentences in the form of imprisonment in lieu of fines, if the defendant is deemed unable to pay the value of the fines imposed.
Konstitusionalisme Komunitas ASEAN dan Penegakan Rule of Law1 Yunani Abiyoso
PALAR (Pakuan Law review) Vol 3, No 2 (2017): Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2017
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1142.266 KB) | DOI: 10.33751/palar.v3i2.395

Abstract

AbstrakKomunitas ASEAN merupakan sebuah keniscayaan. Salah satu pilarnya yaitu Komunitas Ekonomi ASEAN harus sudah berjalan pada akhir 2015 ini. Berbagai tantangan dan peluang telah banyak dikaji dari aspek ekonomi dan hukum ekonomi. Hal ini tentu tidak terlepas dari cita-cita awal yang ditentukan yaitu untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan, sehingga negara-negara anggota ASEAN bersepakat untuk membebaskan peredaran barang dan jasa di kawasan Asia Tenggara. Terlepas dari kesiapan menyongsong komunitas ekonomi tersebut, pengkajian dari aspek konstitusi masih sangat minim, padahal pengkajian dari tersebut sangatlah penting khususnya dalam hal mempersiapkan sistem dan perangkat rule of law sebagaimana disepakati oleh negara-negara anggota ASEAN sebagai prinsip membangun Komunitas ASEAN. Penulisan yang berlandaskan penelitian normatif berusaha menjelaskan aspek konstitusionalisme Komunitas ASEAN dan penegakan rule of law di kawasan ASEAN. Penulisan ini juga hendak merekomendasikan adanya lembaga peradilan di lingkungan ASEAN sebagai pilar democracy constitutionalism dalam kemungkinan penyelesaian sengketa dan penegakan rule of lawdi kawasan Asia Tenggara.Kata kunci: konstitusionalisme, ASEAN, peradilan, supremasi hukum AbstractThe ASEAN Community is a necessity. One of the pillars is that the ASEAN Economic Community must be running by the end of 2015. Various challenges and opportunities have been studied in terms of economic and economic law. This is certainly inseparable from the initial ideals set to improve competitiveness and prosperity, so that ASEAN member countries have agreed to free the circulation of goods and services in the Southeast Asian region. Apart from the readiness to welcome the economic community, assessment from the aspect of the constitution is still very minimal, even though the study of this is very important especially in terms of preparing the system and instrument of rule of law as agreed by ASEAN member countries as a principle of building an ASEAN Community. Writing based on normative research seeks to explain the constitutionalism aspects of the ASEAN Community and the enforcement of the rule of law in the ASEAN region. This writing also intends to recommend a judicial institution within the ASEAN environment as a pillar of democracy constitutionalism in the possibility of dispute resolution and enforcement of the rule of law in the Southeast Asian region.Keywords: constitutionalism, ASEAN, justice, rule of law
TINJAUAN URGENSI PERUBAHAN PERATURAN DAERAH (PERDA) KABUPATEN BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM MENGENAI RETRIBUSI PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN nazarruddin lathif; Suher manto; Raden Muhmmad Mihradi
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.641 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i2.3578

Abstract

Abstrak               Diantara sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD) adalah dalam bidang pajak daerah dan retribusi daerah, dimana keduanya merupakan aset potensial daerah untuk menggali kemampuan daerah dalam bidang pendapatan daerah. Tujuan penulisan ini diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat berguna dan menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam Perubahan Peraturan Daerah tentang Retribusi Persampahan/Kebersihan khususnya Dinas Lingkungan hidup Kabupaten Bogor. Adapun metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan metode penelitian normatif empiris. Dalam proses pembentukannya, Peraturan Daerah membutuhkan partisipasi  masyarakat  agar  hasil  akhir  dari  Peraturan  Daerah  dapat memenuhi aspek keberlakuan hukum dan dapat dilaksanakan sesuai tujuan pembentukannya dan dalam pembentukannyaharus memuat landasan filosofis, sosiologis, dan juga yuridis, serta tidak mengesampingkan asas-asas yang harus ada dalam pembentukan peraturan daerah dan harus sesuai dengan Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan  Kata Kunci: Retrubusi Daerah, Persampahan, Lingkungan Hidup, Peraturan Daerah.   Abstract  Among the sources of regional original income (PAD) are in the area of regional taxes and regional levies, both of which are potential regional assets to explore regional capabilities in the area of regional income. The purpose of this paper is expected that this research can be useful and become input for related parties in the Amendment of Regional Regulations on Retribution for Waste/Cleanliness, especially the Bogor Regency Environmental Service. The method used in this paper is using empirical normative research methods. In the process of its formation, Regional Regulations require community participation so that the final results of Regional Regulations can meet the aspects of law enforcement and can be implemented according to the purpose of their formation and in their formation must contain philosophical, sociological, and juridical foundations, and do not override the principles that must exist in the formation regional regulations and must comply with the Law on the Establishment of Legislation Keywords:  Regional Retribution, Waste, Environment, Regional Regulation.

Page 3 of 34 | Total Record : 331


Filter by Year

2015 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 11, No 3 (2025): Volume 11, Nomor 3 July-September 2025 Vol 11, No 2 (2025): Volume 11, Nomor 2 April-June 2025 Vol 11, No 1 (2025): Volume 11, Number 1 January-March 2025 Vol 10, No 4 (2024): Volume 10, Nomor 4 Oktober-Desember 2024 Vol 10, No 3 (2024): Volume 10, Nomor 3 July-September 2024 Vol 10, No 2 (2024): Volume 10, Nomor 2 April-Juni 2024 Vol 10, No 1 (2024): Volume 10, Nomor 1 Januari-Maret 2024 Vol 9, No 4 (2023): Volume 9, Nomor 4 Oktober-Desember 2023 Vol 9, No 3 (2023): Volume 9, Nomor 3 July-September 2023 Vol 9, No 2 (2023): Volume 9, Nomor 2 April-Juni 2023 Vol 9, No 1 (2023): Volume 9, Nomor 1 Januari-Maret 2023 Vol 8, No 4 (2022): Volume 8, Nomor 4 Oktober-Desember 2022 Vol 8, No 3 (2022): Volume 8, Nomor 3 Juli-September 2022 Vol 8, No 2 (2022): Volume 8, Nomor 2 April-JunI 2022 Vol 8, No 1 (2022): Volume 8, Nomor 1 Januari-Maret 2022 Vol 7, No 4 (2021): Volume 7, Nomor 4 Oktober-Desember 2021 Vol 7, No 3 (2021): Volume 7, Nomor 3 Juli-September 2021 Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021 Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021 Vol 6, No 2 (2020): Volume 6, Nomor 2 Juli-Desember 2020 Vol 6, No 1 (2020): Volume 6, Nomor 1 Januari-juni 2020 Vol 5, No 2 (2019): Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2019 Vol 5, No 1 (2019): Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2019 Vol 4, No 2 (2018): Volume 4 Nomor 2 Juli - Desember 2018 Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018 Vol 3, No 2 (2017): Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2017 Vol 3, No 1 (2017): Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2017 Vol 2, No 2 (2016): Volume 2 Nomor 2 Juli Desember 2016 Vol 2, No 1 (2016): Volume 2 Nomor 1 Januari - Juni 2016 Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015 Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015 More Issue