cover
Contact Name
Arie Wuisang
Contact Email
palar@unpak.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
palar@unpak.ac.id
Editorial Address
Jl. Pakuan PO Box 452 Bogor 16143 Jawa Barat Indonesia
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
PALAR (Pakuan Law review)
Published by Universitas Pakuan
ISSN : 27160440     EISSN : 26141485     DOI : https://doi.org/10.33751/palar
Core Subject : Social,
Pakuan Law Review (PALAR) memuat naskah tentang isu-isu di berbagai bidang hukum yang aktual. PALAR adalah media dwi-tahunan, terbit sebanyak dua nomor dalam setahun (Januari-Juni, dan Juli-Desember) oleh Fakultas Hukum Universitas Pakuan.
Arjuna Subject : -
Articles 331 Documents
PERANAN BALAI LELANG SWASTA TERHADAP PELAKSANAAN LELANG Dinalara Dermawati Butarbutar
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (982.527 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i1.924

Abstract

ABSTRAKHubungan perkreditan diawali dengan pembuatan kesepakatan antara nasabah (debitur) dan bank (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Dalam transaksi perkreditan atau peminjaman uang, terdapat dua jenis perikatan ditinjau dari segi pemenuhan pembayaran kembali uang yang dipinjam. Pertama, transaksi kredit tanpa jaminan atau unsecured transaction. Kedua, transaksi kredit yang dilindungi jaminan atau secured transaction. Hal ini tentu berkaitan dengan risiko yang mungkin saja terjadi apabila terdapat kegagalan dalam pelunasan utang oleh debitur. Debitur yang tidak dapat memenuhi prestasi secara sukarela, maka kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya, yaitu terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan. Penyelesaian kredit macet diharapkan dapat lebih terfokus dan terarah, sehingga pencapaian hasil dapat optimal. Penyelesaian kredit macet tahap awal sebelum terjadinya eksekusi biasanya dilakukan melalui negosiasi dan upaya terakhir yang dilakukan melalui litigasi, hal ini merupakan proses dalam mengeksekusi atau menjual barang yang dijadikan jaminan utang melalui penjualan lelang. Penjualan lelang ini dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri, Kantor Pelayanan Piutang danLelang Negara (KP2LN) dan Balai Lelang, bagi bank-bank swasta dapat melakukan parate eksekusi melalui Balai Lelang Swasta, yang pelaksanaannya lebih cepat dan pasti dibandingkan dengan KP2LN. Sehubungan dengan hal tersebut penulis melakukan pengkajian terhadap Peranan Balai Lelang Swasta Terhadap Pelaksanaan Lelang Objek jaminan tersebut. Kata Kunci: Kreditur, Debitur, Balai Lelang Swasta, Lelang.ABSTRACTThe credit relationship begins with making an agreement between the customer (the debtor) and the bank (the creditor) as outlined in the form of a credit agreement. In credit transactions or money lending, there are two types of engagement in terms of meeting the repayment of borrowed money. First, unsecured credit transactions. Second, credit transactions that are protected by collateral or secured transactions. This certainly relates to risks that might occur if there is a failure in paying off debts by the debtor. Debtors who cannot fulfill their achievements voluntarily, the creditor has the right to claim the fulfillment of his receivables, namely the debtor's assets used as collateral. Non-performing loan settlement is expected to be more focused and targeted, so that optimal results can be achieved. Settlement of bad loans at the initial stage before the execution is usually done through negotiations and the last attempt made through litigation, this is the process of executing or selling goods that are used as collateral for debt through auction sales. This auction sale can be done through the District Court, the Office of Receivables and State Auctions (KP2LN) and the Auction Hall, for private banks to parate execution through the Private Auction Hall, which is faster and more certain compared to KP2LN. In connection with this the authors conducted a study of the Role of Private Auction Centers Against the Implementation of the Guaranteed Object Objects.Keywords: Creditors, Debtors, Private Auction Centers, Auctions.
QUO VADIS HUBUNGAN PASIEN DENGAN DOKTER DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN Hari Nur Arif
PALAR (Pakuan Law review) Vol 6, No 1 (2020): Volume 6, Nomor 1 Januari-juni 2020
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.698 KB) | DOI: 10.33751/palar.v6i1.1858

Abstract

ABSTRAKPasien sebagai pihak yang menggunakan jasa pelayanan kesehatan dalam hubungannya dengan pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan berkedudukan sebagi konsumen. Undang-undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 tidak memberikan pelindungan secara spesifik terhadap pasien, bahkan hampir seluruh materinya tidak menyentuh atau tidak dapat diterapkan dalam memberikan perlindungan terhadap pengguna jasa pelayanan kesehatan, selain itu, perundang-undangan di bidang kesehatan sebagai peraturan khusus yang dirujuk oleh Undang-undang Perlindungan Konsumen ternyata substansi mengenai perlindungan konsumen sama sekali tidak diaturnya dan bahkan menunjuk kembali kepada hukum umum yang berlaku, yakni KUHP dan KUHPerdata melalui tuntutan pidana dan/atau gugatan perdata yang masih menggunakan prinsip tanggung jawab berdasar atas kesalahan yang harus dibuktikan sehingga menempatkan konsumen pengguna jasa kesehatan dalam posisi yang lemah Kata Kunci : Pasien, jasa pelayanan kesehatan.ABSTRACT Patients as those who use health services in conjunction with health service providers are located as consumers. Consumer Protection Act No.8 of 1999 does not provide specific protection for patients almost all of the material does not touch or cannot be applied in protecting users of health services, besides, legislation in the health sector as a special regulation that referred to by the Consumer Protection Act it turns out that the substance concerning consumer protection is not regulated at all and even points back to the applicable general law, namely the Criminal Code and the Civil Code through criminal prosecution and/or civil lawsuits that still use the principle of responsibility based on mistakes that must be proven thus placing health care consumers in a weak position Keywords: Patients, health services.
ANALISIS YURIDIS UNDANG - UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PEMENUHAN HAK ASASI PENGGUNA MODA TRANSPORTASI ONLINE KENDARAAN RODA DUA anggalana .; Ivan Dwi Anggara
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (826.049 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.3767

Abstract

ABSTRAK Fenomena keberadaan transpotasi online kendaraan roda dua yang kini menjadi moda transportasi darat banyak digunakan masyarakat, namun di satu sisi belum adanya aturan khusus yang mengaturnya sebagai transportasi umum. Meski sepeda motor tidak termasuk sebagai moda transportasi umum, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang  Nomor  22  Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ), namun pengguna jasa berhak atas hak-hak dasar manusia, yaitu hak atas keselamatan dan keamanan atas jiwa manusia sebagai hak asasi, karena hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang dibawa manusia sejak lahir yang melekat pada esensinya sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Ketentuan Pasal 38 UULLAJ menjelaskan angkutan umum yang diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau yang dilakukan  dengan kendaraan bermotor umum. Sedangkan dalam ketentuan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan  Jalan dijelaskan bahwa angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan kendaraan bermotor  dan  kendaraan  tidak  bermotor. Dengan demikian, terdapat perbedaan regulasi yang memberikan celah terjadinya pro dan kontra yang sangat kontras di tengah fenomena penggunaan sepeda motor yang sangat diminati dan dibutuhkan masyarakat, yang memesan dengan aplikasi secara online atau daring yang tidak bisa dibendung oleh pemerintah.  Kata Kunci : Perlindungan Konsumen; Hak Asasi Manusia; Transportasi Online; Kendaraan Roda Dua. ABSTRACT The phenomenon of the existence of online transportation of two-wheeled vehicles which is now a mode of land transportation is widely used by the public, but on the one hand there are no special rules that regulate it as public transportation. Although motorcycles are not included as a mode of public transportation, as stated in Law No. 22 of 2009 concerning Road Traffic and Transportation (UULLAJ), service users have the right to basic human rights, namely the right to safety and security of life. human rights as human rights, because human rights are basic rights that humans are born with which are inherent in their essence as a gift from God Almighty. The provisions of Article 38 of the UULAJ explain that public transportation is carried out in an effort to meet the needs of safe, safe, comfortable, and affordable transportation which is carried out by public motorized vehicles. Meanwhile, in the provisions of Article 3 of Government Regulation Number 74 of 2014 concerning Road Transportation, it is explained that the transportation of people and/or goods can use motorized vehicles and non-motorized vehicles. Thus, there are differences in regulations that provide a gap between the pros and cons that are very contrasting in the midst of the phenomenon of the use of motorcycles which are in great demand and needed by the public, who order with online or online applications that the government cannot stop. Keywords: Consumer Protection; Human rights; Online Transportation; Two Wheeled Vehicles.
KETIADAAN PERATURAN MENTERI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENATAAN REGULASI DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL (Studi Pengaturan Peraturan Menteri dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan) Sofyan Apendi
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (719.638 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.3076

Abstract

Materi muatan dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan seharusnya tidak diatur lagi dalam suatu Peraturan Menteri, akan tetapi cukup diatur secara tuntas dalam Peraturan Presiden. Hal ini disebabkan Peraturan Presiden memiliki efektivitas keberlakukan dan daya mengikat yang lebih kuat dalam sistem peraturan perundang-undangan Indonesia dibandingkan Peraturan Menteri yang justru tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan, sehingga seluruh kebijakan Pemerintah yang diatur dalam Peraturan Presiden dapat secara langsung efektif dilaksanakan tanpa harus menunggu disusunnya Peraturan Menteri. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi penyelesaian ketidakjelasan posisi Peraturan Menteri dalam hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia dengan didukung oleh dasar juridis dan teoritis yang lebih kuat sekaligus mencoba mencari jawaban atas pertanyaan: dapatkah Peraturan Menteri benar-benar ditiadakan dalam sistem hukum nasional sebagai solusi permasalahan over regulasi di Indonesia sehingga menjadikan Peraturan Presiden sebagai peraturan pelaksana Undang-Undang dan/atau Peraturan Pemerintah tingkat pusat paling akhir yang memang menjadi bagian dari hierarki peraturan perundang-undangkan.
PERJANJIAN NEGARA-NEGARA ASEAN DALAM PEMBENTUKAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS ASEAN (ASEAN FREE TRADE AREA) Sobar Sukmana
PALAR (Pakuan Law review) Vol 5, No 2 (2019): Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2019
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1026.676 KB) | DOI: 10.33751/palar.v5i2.1188

Abstract

ABSTRAKKawasan Perdagangan Bebas Asean (Asean Free Trade Area) sudah menjadi keputusan dan ketetapan yang harus dihadapi semua negara Asean. Dengan adanya bea masuk impor barang 0 %, maka harga produk menjadi kompetitif di tingkat konsumen antar negara anggota Asean. Perlu adanya sosialisasi yang terus menerus dan berkesinambungan,  sinergitas seluruh elemen bangsa terutama pemerintah dan para pelaku usaha harus selalu terjalin, Pada akhirnya bukan hanya para pelaku usaha baik besar, menengah maupun kecil yang merasakan langsung atmosfer persaingan usaha termasuk masyarakat umum selaku konsumen tentunya menginginkan agar pelaku usaha Indonesia dapat memenangkan persaingan sehingga Indonesia tidak menjadi “surganya” barang-barang impor. Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang melimpah dengan  jumlah penduduk terbesar di Asean merupakan modal awal untuk memenangkan persaingan. Tidak ada lagi kata tidak siap, semua harus siap.Kata kunci : ASEAN, perdagangan bebas, AFTA.  ABSTRACTThe Asian Free Trade Area has become a decision and a decision that must be faced by all ASEAN countries. With the 0% import duty on goods, the price of the product becomes competitive at the level of consumers among ASEAN member countries. The need for continuous and continuous socialization, synergy of all elements of the nation especially the government and business actors must always be intertwined, In the end it is not only large, medium or small business actors who directly feel the atmosphere of business competition including the general public as consumers certainly want that Indonesian business can win the competition so that Indonesia does not become a "paradise" for imported goods. Indonesia with abundant natural resource potential with the largest population in ASEAN is the initial capital to win the competition. No more words are not ready, all must be ready.Keywords: ASEAN, free trade, AFTA. 
MODEL ALTERNATIF PEMBIAYAAN JAMINAN KESEHATAN BAGI PEKERJA INFORMAL DI BOGOR Fredi Andria; Nandang Kusnadi
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 2 (2018): Volume 4 Nomor 2 Juli - Desember 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (759.105 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i2.882

Abstract

ABSTRAKJaminan sosial diprioritaskan kepada hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang mewakili kurang dari 20% penduduk. Penduduk yang dimaksud meliputi pegawai negeri sipil, sebagian karyawan BUMN, universitas, anggota TNI/POLRI dan sebagian pegawai sipil pertahanan, dan kelompok masyarakat penerima bantuan. Adapun penduduk yang lain, terutama mereka yang bekerja di perusahaan- perusahaan kecil, wiraswasta di sektor ekonomi informal dan yang menganggur atau telah lanjut usia, akan bergantung pada asuransi pribadi atau bantuan dari keluarga dekat/jauh serta masyarakat setempat. Pekerja informal di wilayah Bogor mencapai lebih dari 70% namun tingkat kepesertaannya masih rendah hanya mencapai 30%. Hal ini dapat mengakibatkan keberlanjutan jaminan kesehatan warga Bogor sangat terbatas. Agar cakupan jaminan kesehatan dapat diperluas dan menjamin tercakupnya seluruh penduduk, maka perlu diidentifikasi alternatif pembiayaan jaminan kesehatan bagi pekerja informal. Pencapaian tujuan penelitian dilakukan dengan survey, indepth interview dan FGD dengan stakeholders. Hasil riset menunjukkan bahwa pekerja informal di Bogor memiliki kemampuan yang signifikan untuk membiayai jaminan kesehatan secara mandiri melalui program BPJS dengan rata-rata pembiayaan setara dengan kategori kelas III. Hal ini dapat dijadikan acuan untuk upaya perluasan kepesertaan, namun butuh proses sosialisasi yang intensif. Salah satu strategi sosialisasi intensif adalah melalui pendekatan sosial kepada komunitas para pekerja informal.Kata Kunci : Pekerja Informal, Model Alternatif Pembiayaan, Program BPJS ABSTRACTSocial security is prioritized for only a small portion of Indonesia's population, representing less than 20% of the population. The intended population includes civil servants, some BUMN employees, universities, members of the TNI / POLRI and some civil defense employees, and beneficiary community groups. Other residents, especially those who work in small businesses, are entrepreneurs in the informal economy and who are unemployed or elderly, will depend on personal insurance or assistance from close / distant relatives and the local community. Informal workers in the Bogor region reached more than 70% but the level of participation was still low reaching only 30%. This can result in the continuity of the Bogor citizens' health insurance being very limited. In order to expand the coverage of health insurance and guarantee the coverage of the entire population, alternative health insurance financing for informal workers needs to be identified. Achievement of research objectives is carried out by survey, in-depth interview and FGD with stakeholders. Research results show that informal workers in Bogor have a significant ability to finance health insurance independently through the BPJS program with an average funding equivalent to class III categories. This can be used as a reference for efforts to expand membership, but requires an intensive socialization process. One intensive socialization strategy is through a social approach to the community of informal workers.Keywords: Informal Workers, Alternative Funding Models, BPJS Program
ANALISIS HUKUM PENOLAKAN PENCAIRAN BANK GARANSI OLEH BANK SYARIAH BUKOPIN CABANG KELAPA GADING (STUDI KASUS PT BERKAH KAWASAN MANYAR SEJAHTERA SEBAGAI PENERIMA BANK GARANSI DENGAN PT BERKAH TIGA USAHA SEBAGAI TERJAMIN) Toni Butar Butar
PALAR (Pakuan Law review) Vol 6, No 2 (2020): Volume 6, Nomor 2 Juli-Desember 2020
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (819.187 KB) | DOI: 10.33751/palar.v6i2.2403

Abstract

AbstractOne of the banking institutions' services in supporting business activities is a bank guarantee. Bank Guarantee can assist business actors in financing a work project. This research to examine a legal conflict that occurs when a Bank Guarantee that is proposed for disbursement by the Bank Guarantee Holder is rejected by the bank that issued the Bank Guarantee. The issuance of a bank guarantee is always preceded by a Cooperation Agreement between the guaranteed party / party guaranteed by a Bank (Applicant) and the recipient or holder of the Bank Guarantee (Beneficiary) issued by the guarantor Bank. The research problems are What are the legal remedies against the refusal of bank guarantee disbursement by the recipient of the bank guarantee if the guaranteed party has defaulted? And How banks apply the bank prudential principle as an excuse to refuse bank guarantee disbursement? The results of this study indicate that the legal action that must be taken by the recipient of the bank guarantee against the refusal of disbursement by the issuing bank is to continue to take legal procedures for disbursing the Bank Guarantee as stipulated in the bank guarantee statement. by continuing to prioritize the use of the banking mediation process, and the last resort a lawsuit in court. And if the bank is going to refuse the disbursement, it should be done with a strong legal basis and applicable in general banking practice.Keywords : Bank Guarantees, Transfer of Obligations, Defaults, Customers.AbstrakSalah satu jasa lembaga perbankan dalam menunjang aktivitas bisnis adalah bank garansi. Bank Garansi dapat membantu pihak pelaku usaha dalam membiayai sebuah proyek pekerjaan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti suatu konflik hukum yang terjadi manakala sebuah Bank Garansi yang diajukan pencairannya oleh Pemegang Bank Garansi justru ditolak pencairannya oleh bank penerbit Bank Garansi. Penerbitan bank garansi selalu didahului oleh suatu Perjanjian Kerjasama antara pihak Terjamin/pihak yang dijamin oleh suatu Bank (Applicant) dengan pihak Penerima atau pemegang Bank Garansi (Beneficiary) yang diterbitkan oleh Bank penjamin. Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Bagaimana upaya hukum terhadap penolakan pencairan bank garansi yang dilakukan pihak penerima bank garansi apabila pihak terjamin telah melakukan wanprestasi? dan Bagaimana bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian bank sebagai alasan menolak pencairan bank garansi? Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya hukum yang harus dilakukan oleh penerima bank garansi terhadap penolakan pencairan yang dilakukan oleh bank penerbit adalah tetap menempuh prosedur hukum atas pencairan Bank Garansi yang diatur didalam pernyataan bank garansi, dengan tetap mengedepankan penggunaan proses mediasi perbankan, dan upaya terakhir melalui gugatan di pengadilan. Dan apabila bank akan melakukan penolakan pencairan tersebut hendaknya dilakukan dengan dasar hukum yang kuat dan berlaku di dalam praktek perbankan yang umum.Kata kunci: Bank Garansi, Pengalihan Kewajiban, Wanprestasi, Nasabah.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK DIBAWAH UMUR UNTUK MENDAPATKAN PENDIDIKAN Mustika Mega Wijaya
PALAR (Pakuan Law review) Vol 2, No 2 (2016): Volume 2 Nomor 2 Juli Desember 2016
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1227.425 KB) | DOI: 10.33751/palar.v2i2.938

Abstract

ABSTRAKDi era globalisasi ini Setiap warga negara harus siap menghadapinya begitu juga anak. Ada banyak aspek positif yang dapat dimanfaatkan oleh anak-anak untuk menunjang tumbuh kembang dan belajar mereka, akan tetapi banyak juga aspek negatif yang harus diwaspadai. Aturan hukum tentang perlindungan anak ini sudah ditetapkan, oleh karena itu penegakan hukumnya dibutuhkan peran orang tua, masyarakat, sekolah, pemerintah untuk mewujudkan lingkungan yang layak terhadap perkembangan jiwa anak. Anak adalah masa depan bangsa. Karena merupakan masa depan bangsa, maka anak perlu mendapat perhatian khusus demi pertumbuhan dan perkembangan dirinya menuju kedewasaan yang baik dan bermartabat. Usia 18 tahun menjadi penentuan batas usia anak di bawah umur menurut hukum pidana dan 21 tahun menurut hukum perdata. Pasal 31 ayat (1) menegaskan bahwa "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan". Menurut konstitusi tersebut, negara memastikan tak boleh ada anak di manapun berada tidakmendapat pendidikan. Begitu tingginya komitmen perlindungan anak dalam pendidikan, UU No. 35 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara eksplisit banyak mengurai perlindungan anak dalam pendidikan. Meski secara normatif negara telah menunjukkan komitmennya dalam bentuk konstitusi dan regulasi, namun beragam pelanggaran hak pendidikan masih terus terjadi dengan berbagai variasi dan polanya.Kata Kunci: Perlindungan Hukum, anak. ABSTRACTIn this era of globalization, every citizen must be prepared to face it as well as children. There are many positive aspects that can be utilized by children to support their growth and learning and learning, but there are also many negative aspects that must be watched out for. The rule of law regarding child protection has been established, therefore law enforcement requires the role of parents, society, schools, government to create an environment that is appropriate for the child's mental development. Children are the future of the nation. Because it is the future of the nation, children need special attention for their growth and development towards good maturity and dignity. The age of 18 years determines the age limit of minors according to criminal law and 21 years according to civil law. Article 31 paragraph (1) states that "Every citizen has the right to education". According to the constitution, the state ensures that no child can be anywhereget an education. So high is the commitment to protect children in education, Law No. 35 of 2014 on changes to Law No. 23 of 2002 concerning Child Protection, explicitly breaks down the protection of children in education. Although the country has normatively demonstrated its commitment in the form of constitutions and regulations, various violations of the right to education continue to occur with variations and patterns.Keywords: Legal Protection, children.  
AL-AHKAM AL-KHAMS SEBAGAI KLASIFIKASI DAN KERANGKA NALAR NORMATIF HUKUM ISLAM: TEORI DAN PERBANDINGAN Amsori Amsori
PALAR (Pakuan Law review) Vol 3, No 1 (2017): Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2017
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (869.121 KB) | DOI: 10.33751/palar.v3i1.400

Abstract

AbstrakAhkam berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata hukum dan khamsah artinya lima. Oleh karena itu, gabungan kedua kata dimaksud al-ahkam al-khamsah atau biasa juga disebut hukum taklifi. Hukum taklifi adalah ketentuan hukum yang menuntut para mukallaf(aqil-baligh) atau orang yang dipandang oleh hukum cakap melakukan perbuatan hukum baik dalam bentuk hak, kewajiban, maupun dalam bentuk larangan. Apabila orang ingin mempelajari Islam dari sudut disiplin ilmu hukum, ia tidak mungkin menggunakan western approach yang sudah terbiasa semata-mata mengkaji kondisi dan pengaruh tipe tertentu dari sikap prilaku sosial yang penuh dengan prasangka.Kata Kunci: Al-ahkam al khamsah, Hukum Islam, syariah, PerbandinganAbstractAhkam comes from Arabic which is the plural of the word law and khamsah meaning five. Therefore, the combination of the two words referred to al-ahkam al-khamsah or commonly also called taklifi law. Taklifi law is a legal provision that requires the mukallaf (aqil-baligh) or people who are seen by the law to be capable of carrying out legal actions in the form of rights, obligations and prohibitions. If one wants to study Islam from the perspective of the discipline of law, it is not possible to use a western approach that is accustomed to merely examining the conditions and effects of certain types of attitudes of social behavior that are full of prejudice.Keywords: Al-ahkam al khamsah, Islamic law, sharia, comparison
PENGUATAN KARAKTER SISWA PADA SATUAN PENDIDIKAN DI KOTA BOGOR MELALUI PENDIDIKAN ANTI KORUPSI (PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 28 TAHUN 2019 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI PADA SATUAN PENDIDIKAN) Sapto Handoyo; Herli Antoni
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (997.506 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i2.3589

Abstract

ABSTRAK Penanggulangan korupsi di Indonesia tidak akan berhasil, apabila hanya melakukan penegakan hukum secara represif saja, namun tidak kalah pentingnya adalah melakukan tindakan pencegahan untuk menekan kasus-kasus korupsi. Hal tersebut telah diantisipasi oleh Pemerintah Kota Bogor dengan mengeluarkan Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 28 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi Pada Satuan Pendidikan. Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka pendidikan anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku. Penyelenggaran Pendidikan Anti Korupsi bertujuan membentuk peserta didik yang beriman, jujur, peduli, mandiri, disiplin, kerja keras, berani, tanggung jawab, dan adil serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya, berwawasan luas, dan berbudi pekerti luhur. Melalui Perwali tersebut, diharapkan semangat antikorupsi bisa mengakar khususnya pada satuan pendidikan yang ada di Kota Bogor. Kata kunci: karakter, pendidikan, anti korupsi. ABSTRACT Tackling corruption in Indonesia will not succeed if only repressive law enforcement is carried out, but no less important is taking preventive measures to suppress corruption cases. This has been anticipated by the Bogor City Government by issuing Bogor Mayor Regulation Number 28 of 2019 concerning the Implementation of Anti-Corruption Education in Education Units. Anti-corruption education is a conscious and planned effort to realize a teaching and learning process that is critical of anti-corruption values. In this process, anti-corruption education is not only a medium for the transfer of knowledge transfer (cognitive) but also emphasizes efforts to build character (affective) and moral awareness in resisting (psychomotor) behavior deviations. The implementation of Anti-Corruption Education aims to form students who are faithful, honest, caring, independent, disciplined, hard working, brave, responsible, and fair and able to adapt to their environment, broad-minded, and have noble character. Through the Perwali, it is hoped that the spirit of anti-corruption can take root, especially in educational units in the city of Bogor. Keywords: character, education, anti-corruption.

Page 4 of 34 | Total Record : 331


Filter by Year

2015 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 11, No 3 (2025): Volume 11, Nomor 3 July-September 2025 Vol 11, No 2 (2025): Volume 11, Nomor 2 April-June 2025 Vol 11, No 1 (2025): Volume 11, Number 1 January-March 2025 Vol 10, No 4 (2024): Volume 10, Nomor 4 Oktober-Desember 2024 Vol 10, No 3 (2024): Volume 10, Nomor 3 July-September 2024 Vol 10, No 2 (2024): Volume 10, Nomor 2 April-Juni 2024 Vol 10, No 1 (2024): Volume 10, Nomor 1 Januari-Maret 2024 Vol 9, No 4 (2023): Volume 9, Nomor 4 Oktober-Desember 2023 Vol 9, No 3 (2023): Volume 9, Nomor 3 July-September 2023 Vol 9, No 2 (2023): Volume 9, Nomor 2 April-Juni 2023 Vol 9, No 1 (2023): Volume 9, Nomor 1 Januari-Maret 2023 Vol 8, No 4 (2022): Volume 8, Nomor 4 Oktober-Desember 2022 Vol 8, No 3 (2022): Volume 8, Nomor 3 Juli-September 2022 Vol 8, No 2 (2022): Volume 8, Nomor 2 April-JunI 2022 Vol 8, No 1 (2022): Volume 8, Nomor 1 Januari-Maret 2022 Vol 7, No 4 (2021): Volume 7, Nomor 4 Oktober-Desember 2021 Vol 7, No 3 (2021): Volume 7, Nomor 3 Juli-September 2021 Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021 Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021 Vol 6, No 2 (2020): Volume 6, Nomor 2 Juli-Desember 2020 Vol 6, No 1 (2020): Volume 6, Nomor 1 Januari-juni 2020 Vol 5, No 2 (2019): Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2019 Vol 5, No 1 (2019): Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2019 Vol 4, No 2 (2018): Volume 4 Nomor 2 Juli - Desember 2018 Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018 Vol 3, No 2 (2017): Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2017 Vol 3, No 1 (2017): Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2017 Vol 2, No 2 (2016): Volume 2 Nomor 2 Juli Desember 2016 Vol 2, No 1 (2016): Volume 2 Nomor 1 Januari - Juni 2016 Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015 Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015 More Issue