cover
Contact Name
Arie Wuisang
Contact Email
palar@unpak.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
palar@unpak.ac.id
Editorial Address
Jl. Pakuan PO Box 452 Bogor 16143 Jawa Barat Indonesia
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
PALAR (Pakuan Law review)
Published by Universitas Pakuan
ISSN : 27160440     EISSN : 26141485     DOI : https://doi.org/10.33751/palar
Core Subject : Social,
Pakuan Law Review (PALAR) memuat naskah tentang isu-isu di berbagai bidang hukum yang aktual. PALAR adalah media dwi-tahunan, terbit sebanyak dua nomor dalam setahun (Januari-Juni, dan Juli-Desember) oleh Fakultas Hukum Universitas Pakuan.
Arjuna Subject : -
Articles 331 Documents
GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA Fitriani Ahlan Sjarif
PALAR (Pakuan Law review) Vol 3, No 2 (2017): Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2017
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1099.878 KB) | DOI: 10.33751/palar.v3i2.396

Abstract

AbstrakPeraturan delegasi dari Undang-Undang menjadi sebuah kebutuhan yang penting agar Undang-Undang yang dibentuk dapat berjalan dengan baik. Untuk memastikan peraturan delegasi itu dapat mendukung pelaksanaan Undang-Undang lebih baik, dimulai dari perumusan kalimat perintah delegasi kepada peraturan yang dibawahnya. Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sistim pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia telah memberikan pedoman bagaimana perumusan hal tersebut. Dari 3 (tiga) peraturan perundang-undangan mengenai teknik penyusunan peraturan perundang-undangan jelas mengatur bagaimana perumusan perintah pendelegasian. Cukup jelas ketiganya memberikan pedoman, sayangnya penelitian pada pada proses pembentukan peraturan delegasi dari Undang-Undang sejak tahun 1999 sampai dengan 2012 menunjukkan tidak semua perumusan yang ada mengikuti pedoman pedoman tersebut.Kata kunci : undang-undang, peraturan perundang-undangan, delegasi, perintahAbstractThe delegation regulation from the Act becomes an important requirement so that the Law that is formed can run well. To ensure that the delegation's regulations can support the implementation of the Act better, starting from the formulation of the delegate's command sentence to the regulations below. The statutory regulations governing the system of establishing laws and regulations in Indonesia have provided guidance on how these are formulated. Of the 3 (three) statutory regulations regarding the techniques of drafting legislation clearly regulating how the formulation of delegation orders. Quite clearly all three provide guidelines, unfortunately research on the process of forming delegation regulations from the Act from 1999 to 2012 shows not all the formulations that follow the guidelines.Keywords: laws, regulations, delegations, orders
PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PEMERINTAH KOTA BOGOR Edi Rohaedi; Hasan Basri; Nandang Kusnadi
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1094.455 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i2.3581

Abstract

Abstrak Dalam rangka usaha memelihara kewibawaan Pegawai Negeri Sipil, serta untuk mewujudkan Pegawai Negeri sebagai Aparatur Pemerintah yang bersih dan berwibawa diperlukan adanya suatu perangkat peraturan disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi apabila suatu kewajiban tersebut tidak ditaati atau adanya suatu pelanggaran-pelanggaran dalam menjalankan tugas. Pengaturan dan penerapan  sanksi disiplin  terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS)  pada Pemerintah Daerah Kota Bogor diatur dengan Peraturan Wali Kota Bogor Nomor 16 Tahun  2016 tentang Kinerja Dan Disiplin Pegawai di Lingkungan Pemerintah Kota Bogor sebagai penjabaran dan pedoman lebih lanjut terhadap ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang merupakan pedoman bagi pejabat yang berwenang menghukum serta memberikan kepastian dalam menjatuhkan hukuman disiplin. Demikian juga dengan batasan kewenangan bagi pejabat yang berwenang menghukum yang didasarkan pada wewenang yang jelas, mekanisme yang benar dan atas pertimbangan objektif terhadap pelanggaran yang dilakukan, selain itu pula dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mendorong atau menyebabkan Pegawai Negeri Sipil tersebut melakukan pelanggaran disiplin. Kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam penerapan sanksi disiplin, yaitu kurangnya profesionalisme dan tanggung jawab Pegawai Negeri Sipil dalam menyelenggarakan tugasnya, kurang tegasnya sanksi yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang serta  masih rendahnya kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya selaku Aparatur Sipil Negara. Kata Kunci : Sanksi,  Pelanggaran Disiplin, Pegawai Negeri  AbstractIn order to maintain the authority of civil servants, as well as to realize civil servants as clean and authoritative Government Apparatus, a set of disciplinary regulations containing the points of obligation, prohibition and sanctions if an obligation is not obeyed or there is a violation in carrying out the task. The regulation and application of disciplinary sanctions against Civil Servants (PNS) in the Bogor City Government is regulated by Bogor Mayor Regulation No. 16 of 2016 concerning Performance and Discipline of Employees in the Bogor City Government Environment as a further description and guideline to the provisions in Government Regulation No.53 of 2010 on Discipline of Civil Servants which is a guideline for officials authorized to punish and provide certainty in imposing disciplinary penalties. Similarly, the limitation of authority for authorized officials to punish is based on clear authority, correct mechanisms and on objective consideration of violations committed, in addition to considering the factors that encourage or cause the Civil Servant to commit disciplinary violations. Obstacles faced by the Bogor City Government in the application of disciplinary sanctions, namely the lack of professionalism and responsibility of civil servants in carrying out their duties, the lack of strict sanctions given by authorized officials and the low discipline of civil servants in carrying out their duties and obligations as civil servants. Keywords : Sanctions, Discipline Violations, Civil Servants
KEJAHATAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH OKNUM ADVOKAT DALAM MENJALANKAN TUGAS DAN PROFESINYA Isep H Insan
PALAR (Pakuan Law review) Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (842.208 KB) | DOI: 10.33751/palar.v1i1.925

Abstract

ABSTRAKDalam mencapai tatanan hukum yang baik penegakan hukum di Indonesia dijalankan oleh aparat-aparat penegak hukum yang terdiri dari Hakim, Jaksa, Polisi, dan juga Advokat. Advokat merupakan salah satu aparat penegak hukum, saat ini advokat dalam menjalankan profesinya diatur dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam kenyataannya Advokat ternyata ada pula yang terindikasi melakukan kejahatan dalam menjalankan tugas dan profesinya seperti yang terjadi pada tahun 2010 di mana dua Pengacara ditetapkan sebagai tersangka. Kejahatan yang dapat dilakukan oleh seorang Advokat dalam menjalankan tugas dan profesinya sebenarnya semua kejahatan dapat dilakukan oleh siapapun apabila kontrol dalam diri orang tersebut sangat lemah dan khusus yang berkaitan dengan tugas serta profesi seorang Advokat tentunya kejahatan tersebut adalah kejahatan yang berhubungan dengan tugas dan profesi Advokat dalam penegakan hukum di mana kejahatan tersebut ditujukan untuk memperlancar proses penegakan hukum bagi klien Advokat misalnya untuk memperlancar klien dalam kasus pidana maka Advokat bisa saja melakukan kejahatan berupa kejahatan penyuapan. terhadap beberapa pihak penegak hukum lain dan para saksi.Kata Kunci: Advokat, Penegak Hukum, Kejahatan. ABSTRACTIn achieving a good legal order, law enforcement in Indonesia is carried out by law enforcement officials consisting of Judges, Prosecutors, Police, and also Advocates. Advocates are law enforcement officers, currently advocates in carrying out their profession are regulated in Law No. 18 of 2003 concerning Advocates. In reality, there were also advocates who were indicated to have committed crimes in carrying out their duties and profession as happened in 2010 where two lawyers were named as suspects. Crimes that can be committed by an Advocate in carrying out their duties and profession are actually all crimes can be committed by anyone if the control in that person is very weak and specifically related to the duties and profession of an Advocate of course the crime is a crime related to the duties and profession of Advocates in law enforcement where the crime is intended to expedite the law enforcement process for Advocate clients, for example to expedite clients in criminal cases, Advocates may commit crimes in the form of bribery crimes. against several other law enforcement parties and witnesses.Keywords: Advocate, Law Enforcement, Crime.
KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Aditya Rahmadhony
PALAR (Pakuan Law review) Vol 6, No 1 (2020): Volume 6, Nomor 1 Januari-juni 2020
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (892.193 KB) | DOI: 10.33751/palar.v6i1.1910

Abstract

Penelitian ini mengangkat permasalahan dimasukkannya kembali Ketetapan MPR ke dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pertama, MPR setelah perubahan terhadap UUD 1945 sudah tidak lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara, dengan demikian berpengaruh terhadap kedudukan produk hukumnya yaitu Ketetapan MPR; Kedua, upaya penyelesaian masalah apabila ada Ketetapan MPR yang dianggap bertentangan dengan UUD NRIT 1945. Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian, bahwa Ketetapan MPR pada hakikatnya tidak dapat digolongkan ke dalam peraturan perundangan-undangan, karena mengandung jenis norma yang lebih tinggi dan berbeda daripada norma yang terdapat dalam Undang-Undang. Implikasi Ketetapan MPR masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan menimbulkan konsekuensi hukum terhadap tata susunan norma, kepastian hukum, maupun ruang pengujian akibat pertentangan antara sesama produk perundang-undangan lainnya. Untuk saat ini secara konstitusional belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upaya uji materil terhadap Ketetapan MPR. Penelitian ini mengangkat permasalahan dimasukkannya kembali Ketetapan MPR ke dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pertama, MPR setelah perubahan terhadap UUD 1945 sudah tidak lagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara, dengan demikian berpengaruh terhadap kedudukan produk hukumnya yaitu Ketetapan MPR; Kedua, upaya penyelesaian masalah apabila ada Ketetapan MPR yang dianggap bertentangan dengan UUD NRIT 1945. Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian, bahwa Ketetapan MPR pada hakikatnya tidak dapat digolongkan ke dalam peraturan perundangan-undangan, karena mengandung jenis norma yang lebih tinggi dan berbeda daripada norma yang terdapat dalam Undang-Undang. Implikasi Ketetapan MPR masuk ke dalam hierarki peraturan perundang-undangan menimbulkan konsekuensi hukum terhadap tata susunan norma, kepastian hukum, maupun ruang pengujian akibat pertentangan antara sesama produk perundang-undangan lainnya. Untuk saat ini secara konstitusional belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai upaya uji materil terhadap Ketetapan MPR.  Kata Kunci:Ketetapan MPR, Sistem peraturan perundang-undangan, Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, Indonesia
IMPLEMENTASI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PARA MAHASISWA SEBAGAI PELAKU PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN (STUDI PUTUSAN NOMOR 13/Pid.B/2020/PN.GDT) Gunsu Nurmansyah; Bambang Hartono; Melika Rapita
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (781.127 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i2.3776

Abstract

ABSTRACT There are many irregularities in life that appear in the form of crimes and violations of the law, especially young people, one of whom is still a student, illegal acts often occur such as murder, violence, persecution, beatings, and many other illegal acts among them. Due to the influence of the bad social environment and the lack of parental supervision of children, many people's behavior is not well controlled. There are many rules that regulate various people's behavior, one of which is persecution behavior that results in the death of a person as stated in Article 351-353 paragraph (3) of the Criminal Code. The existence of abuse by the perpetrator is indicated for the pain of a person, not for the purpose of his death, so it must first be proven that the element of intent is to cause the death of the person. Based on the results of the research and discussion, it was concluded that the acts of persecution committed by students against the death of a person were based on the fulfillment of the elements contained in Article 351 paragraph (1) of the Criminal Code in conjunction with Article 55 paragraph (1) of the Criminal Code against perpetrators who participate in the persecution that results in the death of the person. Keywords: Criminal Liability, Crime of Persecution, Criminal System. ABSTRAK Banyaknya penyimpangan dalam kehidupan yang muncul dalam bentuk kejahatan dan pelanggaran hukum terutama golongan kaum muda yaitu salah satunya yang masih berstatus mahasiswa, sering terjadi tindakan ilegal seperti pembunuhan, kekerasan, penganiayaan, pengeroyokan dan masih banyak lagi tindakan ilegal lainnya di kalanganya. Karena pengaruh lingkungan sosial yang buruk dan kurangnya pengawasan orang tua terhadap anak, mengakibatkan banyak perilaku masyarakat yang tidak terkontrol dengan baik. Terdapat banyak aturan yang mengatur berbagai perilaku masyarakat salah satunya perilaku penganiayaan yang mengakibatkan matinya seseorang sebagaimana Pasal 351- 353 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Adanya penganiayaan pelaku sebenarnya ditunjukan untuk rasa sakit seseorang saja, bukan untuk tujuan kematiannya sehingga harus dibuktikan terlebih dahulu unsur kesengajaannya untuk membuat adanya kematian seseorang tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh para mahasiswa terhadap matinya seseorang didasarkan atas terpenuhinya unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP terhadap pelaku yang turut serta melakukan penganiayaan yang mengakibatkan matinya seseorang tersebut. Kata kunci : Pertanggungjawaban Pidana, Tindak Pidana Penganiayaan, Sistem Pemidanaan.
KEWENANGAN DPR DALAM RATIFIKASI PERJANJIAN INTERNASIONAL PASCA TERBITNYA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 13/PUU-XVI/2018 Ari Wuisang
PALAR (Pakuan Law review) Vol 5, No 2 (2019): Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2019
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (787.369 KB) | DOI: 10.33751/palar.v5i2.1189

Abstract

ABSTRAK Persoalan ratifikasi perjanjian internasional merupakan wilayah persentuhan antara hukum tata negara dengan hukum internasional. Pengaturan dan praktik perjanjian internasional di Indonesia mengalami perkembangan dengan terbitnya Putusan MK No. 13/PUU-XVI/2018 tentang Pengujian UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional terhadap UUD. Putusan tersebut telah menimbulkan perumusan hukum baru terhadap kriteria perjanjian yang memerlukan persetujuan DPR dan mekanisme ratifikasinya baik internal maupun eksternal. Hal ini ibarat pedang bermata dua, karena selain menyelesaikan problematika praktik ratifikasi yang terjadi selama ini, sekaligus juga membuka isu-isu hukum baru.Kata kunci : ratifikasi, perjanjian internasional, uji materiil, Mahkamah Konstitusi.ABSTRACTThe issue of ratification of international treaties is an area of conflict between constitutional law and international law. The regulation and practice of international treaties in Indonesia has progressed with the issuance of MK Decision No. 13 / PUU-XVI / 2018 concerning Testing Law No. 24 of 2000 concerning International Treaties on the Constitution. The decision has given rise to a new legal formulation of the agreement criteria which requires the approval of the DPR and its ratification mechanism both internal and external. This is like a double-edged sword, because in addition to solving the problem of the practice of ratification that has occurred so far, it also opens new legal issues.Keywords: ratification, international treaties, material review, Constitutional Court.
ANALISIS PENGATURAN ARBITRASE DALAM UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Mutia Raras Respati
PALAR (Pakuan Law review) Vol 4, No 2 (2018): Volume 4 Nomor 2 Juli - Desember 2018
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (601.726 KB) | DOI: 10.33751/palar.v4i2.883

Abstract

ABSTRAKStudi ini berjudul analisis pengaturan Arbitrase dalam UU No. 8Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikaitkan dengan UU No.39 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penelitian ini disusun untuk menemukan jawaban dari isu hukum berikut : 1) Bagaimana Arbitrase dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikaitkan dengan UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa ? 2) Bagaimana proses prosedural yang tepat untuk menyelesaikan sengketa dalam Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan didukung oleh analisis penelitian lapangan sebagai pendukung. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1) Arbitrase sebagai penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku bisnis diatur dalam UU Perlindungan Konsumen masih menimbulkan banyak isu hukum, diantaranya : a) tidak cocok bahkan bertentangan dengan UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. b) terdapat kontradiksi antara Bab-babnya yaitu Pasal 54 ayat (3) dan Pasal 56 ayat (2). c) terdapat perbedaan posisi antara konsumen di dalam UU Perlindungan Konsumen dengan UU Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 2) Lemahnya konstruksi hukum dalam pelaksanaan Arbitrase BPSK karena tidak adanya pengaturan prosedur yang jelas dalam UU Perlindungan Konsumen dan peraturan pelaksanaannya khususnya Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350 MPP/Kep/12/2001 sebagaimana juga halnya dalam Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2006 Kata kunci : sengketa konsumen, arbitrase, UU Perlindungan KonsumenABSTRACTThis study is entitled the analysis of Arbitration arrangements in Law No. 81999 concerning Consumer Protection is linked to Law No.39 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution. This research is structured to find answers to the following legal issues: 1) How Arbitration in Law No. 39 of 1999 concerning Consumer Protection is related to Law No. 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution? 2) What is the proper procedural process for resolving disputes in the Consumer Dispute Resolution Board. The research method used is normative legal research with data collection techniques in the form of library research and supported by analysis of field research as a support. The conclusions of this study are: 1) Arbitration as a dispute resolution between consumers and business actors regulated in the Consumer Protection Act still raises many legal issues, including: a) incompatible even contrary to the Arbitration Law and Alternative Dispute Resolution. b) there is a contradiction between the chapters, namely Article 54 paragraph (3) and Article 56 paragraph (2). c) there are differences in position between consumers in the Consumer Protection Act and the Arbitration Law and Alternative Dispute Resolution. 2) Weak legal construction in the implementation of the BPSK Arbitration due to the absence of clear procedural arrangements in the Consumer Protection Act and its implementing regulations in particular Minister of Industry and Trade Regulation No. 350 MPP / Kep / 12/2001 as well as in Supreme Court Regulation No. 1 of 2006 Keywords: consumer dispute, arbitration, Consumer Protection Act
ANALISIS PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP EKSEKUSI DI PENGADILAN NEGERI ( STUDI PUTUSAN NOMOR : 134/Pdt.BTH/2019/ PN. TJk) , firman; Zulfi Diane Zaini; Risti Dwi Ramasari
PALAR (Pakuan Law review) Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (582.808 KB) | DOI: 10.33751/palar.v7i1.2889

Abstract

Abstrak Derden verzet merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh Pihak Ketiga dalam suatu perkara perdata. Pihak ketiga bukan lah pihak yang terdapat ataupun ikut berperkara dalam sidang terdahulu. derden verzet adalah Hak Milik pelawan telah terlanggar karena putusan tersebut. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah, bagaimana pertimbangan hukum bagaimana keabsahan perlawanan pihak ketiga terhadap eksekusi (Putusan Nomor: 134/Pdt.Bth/2019/ PN. Tjk), Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini ialah Pedekatan yuridis normatif dan pendekatan empiris. hasil penelitian keabsahan perlawanan pihak ketiga dalam Perkara Nomor: 134/Pdt.Bth/2019/PN. Tjk sudah sesuai dengan kenteuan Pasal 195 ayat (6) HIR /Pasal 206 ayat (6) RBg  dan juga dalam  Pasal 378-383 Rv, yang mana merupakan sumber hukum yang berlaku di Indonesia untuk beracara di Peradilan. saran yang dapat disampaikan dalam penulisan ini ialah Saran untuk Majelis Hakim agar lebih berhati-hati dalam mengabulkan permohonan sita eksekusi agar penetapan sita eksekusi yang djatuhkan tersebut tidak merugikan pihak ketiga.Kata kunci: Derden Verzet; Pihak Ketiga; Perlawanan; Pengadilan Negeri.  Abstrak Derden verzet is one of the extraordinary legal efforts made by a Third Party in a civil case. The third party is not the party present or involved in the previous session. derden verzet is the Opportunity of the opponent has been violated because of that decision. As for the problem in this research is, how legal considerations how the validity of third party resistance to execution (Decision Number: 134 / Pdt.Bth / 2019 / PN. Tjk), The research method used in this thesis research is the normative juridical approach and approach empirically. results of the validity study of third party matches in Item Number: 134 / Pdt.Bth / 2019 / PN. Tjk is in accordance with the provisions of Article 195 paragraph (6) HIR / Article 206 paragraph (6) RBg and also in Article 378-383 Rv, which is a source of law that applies in Indonesia to appear in the Court. The advice that can be conveyed in this writing is the Recommendation for the Judiciary to be more careful in granting the execution seizure application so that the determination of the executed seizure that is dropped does not harm third parties. Key words: Derden Verzet; Third party; Resistance; District Court.
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK (STUDI KASUS ANAK JALANAN DI KOTA DAN KABUPATEN BOGOR) Maharani Apriatin; Zainuddin Mappong; Yennie K. Milono
PALAR (Pakuan Law review) Vol 2, No 2 (2016): Volume 2 Nomor 2 Juli Desember 2016
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (947.129 KB) | DOI: 10.33751/palar.v2i2.939

Abstract

Abstract untuk menguji implementasi UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak di Kota dan Kabupaten Bogor terkait dengan anak jalanan, merumuskan upaya untuk mengatasi anak jalanan dan menganalisis bentuk hambatan yang dihadapi. dengan anak jalanan. Penelitian ini bersifat yuridis normatif yang didukung dengan data empiris. Pendekatannya adalah pendekatan yuridis sosiologis. Pengumpulan data atau informasi diperoleh dengan studi pustaka dan wawancara. Analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlindungan Anak di Kabupaten dan Kota Bogor dilakukan di empat bidang yaitu agama, kesehatan, pendidikan dan sosial. Kota dan kabupaten Bogor memberikan bantuan untuk memastikan hak-hak anak jalanan terpenuhi. Di kota-kota dan Kabupaten Bogor, pencegahan anak jalanan dilakukan dengan pendekatan: (a) Intervensi yang berpusat pada jalan, yang berpusat di jalan di mana biasa anak jalanan beroperasi; (b) Intervensi yang berpusat pada keluarga, pada penyediaan bantuan sosial atau pemberdayaan keluarga, (c) Intervensi yang berpusat pada lembaga: penanganan anak jalanan yang berpusat di lembaga (lembaga), baik untuk sementara (mempersiapkan reunifikasi dengan keluarga mereka) atau secara permanen dan (d) Intervensi yang berpusat pada masyarakat, jalan- jalan yang berpusat di sebuah komunitas. Langkah-langkah konkrit yang diambil meliputi: (a) Secara rutin melakukan operasi perayapan pada titik distribusi anak-anak jalanan, (b) mengoptimalkan fungsi tempat bernaung untuk penampungan sementara anak-anak jalanan, (c) Menciptakan Kota yang Layak dengan membangun taman bermain anak-anak infrastruktur dan pemerintah kebijakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan perlindungan untuk anak-anak, termasuk penanganan anak jalanan dan (d) Penyediaan modal ventura untuk memulai bisnis baru.Kata Kunci: Anak Jalanan, Perlindungan Hukum, Kota Bogor, Kabupaten Bogor. Abstractto test the implementation of Law No. 35 of 2014 concerning Amendment of Law Number 23 of 2002 concerning Protection of Children in the City and Regency of Bogor relating to street children, formulating efforts to overcome street children and analyzing the forms of obstacles encountered. with street children. This research is normative juridical supported by empirical data. The approach is a sociological juridical approach. Collecting data or information obtained by library research and interviews. Data analysis was performed by qualitative analysis. The results showed that Child Protection in the Regency and City of Bogor was carried out in four areas namely religion, health, education and social affairs. Bogor City and Regency provide assistance to ensure street children's rights are fulfilled. In the cities and districts of Bogor, prevention of street children is carried out by approaching: (a) Road-centered interventions, centered on the street where ordinary street children operate; (b) Family-centered interventions, on providing social assistance or family empowerment, (c) Institutional-centered interventions: handling street children centered on institutions (institutions), either temporarily (preparing reunification with their families) or permanently and (d) Community-centered interventions, streets centered in a community. Concrete steps taken include: (a) Routinely conducting crawling operations at the distribution points of street children, (b) optimizing shelter functions for temporary shelter of street children, (c) Creating a City Worthy by building playgrounds children infrastructure and government policies on matters relating to physical growth and protection for children, including handling street children and (d) Provision of venture capital to start a new business.Keywords: Street Children, Legal Protection, Bogor City, Bogor Regency.
Aspek teori hukum dalam KEJAHATAN KORPORASI Lilik Shanty
PALAR (Pakuan Law review) Vol 3, No 1 (2017): Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2017
Publisher : UNIVERSITAS PAKUAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (655.718 KB) | DOI: 10.33751/palar.v3i1.401

Abstract

AbstrakKejahatan korporasi sebenarnya telah lama menjadi perhatian dalam perkembangan hukum pidana. Hal ini terlihat dengan munculnya berbagai teori pertanggungjawaban pidana korporasi yang dilahirkan dalam rangka menghentikan atau menghukum korporasi yang melakukan kejahatan /tindak pidana, seperti teori identification doctrine dan aggregation doctrine yang lahir jauh pada awal abad ke-20.Berbicara mengenai korporasi, tidak dapat dilepaskan dari sudut pandang hukum perdata, karena pada awalnya memang hukum perdata yang banyak berhubungan dengan masalah korporasi sebagai subjek hukum. Dalam hukum perdata, perkataan orang berarti pembawa hak atau subjek hukum (subjectum juris). Tentang tindak pidana yang dilakukan oleh sebuah perusahaan/korporasi, sehingga kepadanya dibebankan tanggung jawab pidana, merupakan perkembangan baru. Dan yang telah lama adalah teori-teori yang membebankan tanggung jawab perdata kepada badan-badan hukum tersebut atau kepada para anggotanya. Karena itu sampai saat ini, terhadap pemidanaan badan hukum tersebut terdapat pro dan kontra di antara pihak ahli.Kata Kunci: Korporasi, Tindak Pidana, Sanksi.AbstractCorporate crime has long been a concern in the development of criminal law. This can be seen with the emergence of various theories of corporate criminal responsibility that were born in order to stop or punish corporations who commit crimes / criminal acts, such as identification doctrine theory and aggregation doctrine that were born far in the early 20th century. Speaking of corporations, it cannot be released from the perspective of civil law, because in the beginning it was civil law that had a lot to do with corporate matters as a legal subject. In civil law, the words of a person mean the bearer of rights or legal subjects (subjectum juris). Regarding criminal acts committed by a company / corporation, so that criminal responsibility is imposed on them, is a new development. And what has long been theories that impose civil liability on these legal entities or on their members. Therefore, until now, the prosecution of legal entities there are pros and cons among the experts.Keywords: Corporations, Criminal Acts, Sanctions.

Page 6 of 34 | Total Record : 331


Filter by Year

2015 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 11, No 3 (2025): Volume 11, Nomor 3 July-September 2025 Vol 11, No 2 (2025): Volume 11, Nomor 2 April-June 2025 Vol 11, No 1 (2025): Volume 11, Number 1 January-March 2025 Vol 10, No 4 (2024): Volume 10, Nomor 4 Oktober-Desember 2024 Vol 10, No 3 (2024): Volume 10, Nomor 3 July-September 2024 Vol 10, No 2 (2024): Volume 10, Nomor 2 April-Juni 2024 Vol 10, No 1 (2024): Volume 10, Nomor 1 Januari-Maret 2024 Vol 9, No 4 (2023): Volume 9, Nomor 4 Oktober-Desember 2023 Vol 9, No 3 (2023): Volume 9, Nomor 3 July-September 2023 Vol 9, No 2 (2023): Volume 9, Nomor 2 April-Juni 2023 Vol 9, No 1 (2023): Volume 9, Nomor 1 Januari-Maret 2023 Vol 8, No 4 (2022): Volume 8, Nomor 4 Oktober-Desember 2022 Vol 8, No 3 (2022): Volume 8, Nomor 3 Juli-September 2022 Vol 8, No 2 (2022): Volume 8, Nomor 2 April-JunI 2022 Vol 8, No 1 (2022): Volume 8, Nomor 1 Januari-Maret 2022 Vol 7, No 4 (2021): Volume 7, Nomor 4 Oktober-Desember 2021 Vol 7, No 3 (2021): Volume 7, Nomor 3 Juli-September 2021 Vol 7, No 2 (2021): Volume 7, Nomor 2 April-Juni 2021 Vol 7, No 1 (2021): Volume 7, Nomor 1 Januari-Maret 2021 Vol 6, No 2 (2020): Volume 6, Nomor 2 Juli-Desember 2020 Vol 6, No 1 (2020): Volume 6, Nomor 1 Januari-juni 2020 Vol 5, No 2 (2019): Volume 5 Nomor 2, Juli-Desember 2019 Vol 5, No 1 (2019): Volume 5 Nomor 1, Januari-Juni 2019 Vol 4, No 2 (2018): Volume 4 Nomor 2 Juli - Desember 2018 Vol 4, No 1 (2018): Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2018 Vol 3, No 2 (2017): Volume 3, Nomor 2, Juli-Desember 2017 Vol 3, No 1 (2017): Volume 3, Nomor 1, Januari-Juni 2017 Vol 2, No 2 (2016): Volume 2 Nomor 2 Juli Desember 2016 Vol 2, No 1 (2016): Volume 2 Nomor 1 Januari - Juni 2016 Vol 1, No 2 (2015): Volume 1 Nomor 2 Juli Desember 2015 Vol 1, No 1 (2015): Volume 1 Nomor 1 Januari - Juni 2015 More Issue