cover
Contact Name
Sudarmadji
Contact Email
jrl@ity.ac.id
Phone
+6282127738443
Journal Mail Official
jrl@ity.ac.id
Editorial Address
Institut Teknologi Yogyakarta Jalan Gedong Kuning No.2, Jomblangan, Banguntapan, Kec. Banguntapan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55171, Indonesia
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Rekayasa Lingkungan
ISSN : 14113244     EISSN : 27164470     DOI : 10.37412
Core Subject : Social, Engineering,
Journal Rekayasa Lingkungan provides immediate open access that publishes updates in environmental engineering sciences.
Articles 158 Documents
PEMANFATAAN LIMBAH CAIR MINYAK JELANTAH SEBAGAI SABUN MENGGUNAKAN METODE COLD PROCESS Novia Nur Janah; Isna Apriani; Govira Christiadora Asbanu
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 25 No. 1 (2025)
Publisher : Institut Teknologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37412/jrl.v25i1.378

Abstract

Penggunaan minyak goreng secara berulang, dapat menimbulkan penyakit dan mencemari lingkungan sehingga diperlukan pengolahan minyak menjadi produk yang bernilai ekonomis. Asam lemak pada minyak jelantah dapat dijadikan bahan untuk membuat sabun mandi. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan minyak jelantah dari minyak kelapa sawit dan kelapa sebagai bahan baku sabun serta menganalisis kualitasnya berdasarkan standar mutu sabun padat. Pembuatan sabun dengan mereaksikan asam lemak pada minyak dengan alkali (NaOH) menggunakan metode cold process menghasilkan produk sabun padat. Sabun harus melewati tahap curing selama 3 minggu, kemudian dilakukan pengujian dengan parameter pH, kadar air, asam lemak bebas, alkali bebas dan kadar klorida. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sabun dari minyak jelantah yang memenuhi standar mutu adalah parameter pH, kadar air, alkali bebas dan kadar klorida. Sedangkan parameter asam lemak bebas melebihi baku mutu maksimal 2,5% yaitu 8,46% dan 4,51% yang dapat mengurangi daya bersih sabun.
EVALUASI GEOLOGI LINGKUNGAN UNTUK MENGETAHUI TINGKAT KEMAMPUAN LAHAN BEKAS TAMBANG BAUKSIT PADA REKLAMASI Muhammad Hery Setiyawan; Andy Erwin Wijaya; Theophila Listyani Retno Astuti
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 25 No. 1 (2025)
Publisher : Institut Teknologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37412/jrl.v25i1.379

Abstract

Salah satu aspek yang dapat menentukan keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang adalah mengetahui terlebih dahulu kemampuan lahannya. Evaluasi geologi lingkungan perlu dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kelas kemampuan lahan bekas tambang bauksit. Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kemampuan lahan bekas penambangan bauksit berupa kemiringan lereng, kepekaan erosi, tingkat erosi, kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, permeabilitas tanah, dan kandungan kimia maupun organik tanah. Metode penelitian dilakukan dengan cara survey pemetaan geologi, topografi dan pengamatan secara langsung di lapangan sesuai variabel parameter data penelitian. Selain itu dilakukan pengambilan sampel tanah yang kemudian akan diuji di laboratorium untuk mengetahui kandungan fisik, kimia dan organik tanah. Metode analisis dilakukan berdasarkan kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan USDA. Hasil akhir dari penelitian berupa nilai kelas kemampuan lahan yang menjadi bahan pertimbangan pihak pengembang dalam merencanakan program reklamasi.
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN ETIKA TANGGUNG JAWAB: TINJAUN KRITIS PEMIKIRAN HANS JONAS DALAM KONTEKS PENCEMARAN Mario Alexander Betu; Armada Riyanto
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 25 No. 1 (2025)
Publisher : Institut Teknologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37412/jrl.v25i1.380

Abstract

Penelitian ini mengkaji konsep perlindungan lingkungan dan etika tanggung jawab dengan memanfaatkan pandangan Hans Jonas dalam konteks pencemaran air sungai. Pencemaran air merupakan salah satu ancaman serius bagi ekosistem air dan kesehatan manusia. Dengan menggunakan pendekatan filsafat Jonas, penelitian ini menyoroti pentingnya pertimbangan etis tindakan manusia dalam kebijakan terkait lingkungan. Jonas menekankan perlunya bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang mengancam integritas alam dan kesejahteraan generasi mendatang. Metode penelitian ini yakni melibatkan analisis literatur terkait dengan konsep etika lingkungan Hans Jonas, dengan fokus khusus pada aplikasinya dalam konteks pencemaran air. Temuan penelitian ini memberikan wawasan yang mendalam tentang bagaimana teori etika Jonas dapat diimplementasikan dalam praktik perlindungan lingkungan, terutama dalam upaya mitigasi dan pencegahan pencemaran air dan tanggung jawab manusia untuk menjaga kebersihan sungai. Hasil dari penelitian ini memberikan landasan teoritis yang kokoh bagi pembuat kebijakan, ilmuwan lingkungan, dan aktivis untuk memahami dan mengatasi tantangan pencemaran air dengan pendekatan yang lebih berbasis etika dan bertanggung jawab.
PENGARUH PEMANGKASAN AKAR DAN INOKULASI JMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN MERKURI OLEH TANAMAN SENGON (ALBIZIA CHINENSIS) DI KOKAP KULONPROGO YOGYAKARTA Dewi Rahyuni
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 25 No. 1 (2025)
Publisher : Institut Teknologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37412/jrl.v25i1.381

Abstract

Beberapa penambang emas di Kokap, Kulon Progo, masih menggunakan merkuri karena dianggap lebih aman dan efektif dalam pengelolaan hasil tambang. Namun, merkuri yang tersisa dan mencemari lingkungan akan berdampak jangka panjang serta membahayakan kesehatan manusia. Fitoremediasi menggunakan tanaman menjadi salah satu alternatif perbaikan tanah tercemar merkuri. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemangkasan akar (underground root pruning/URP) dan inokulasi Jamur Mikoriza Arbuskula (JMA) terhadap pertumbuhan dan serapan merkuri oleh tanaman sengon (Albizia chinensis) di Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta. Percobaan dilakukan dalam skala laboratorium menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga (3) ulangan. Faktor yang diuji adalah pemangkasan akar (ya dan tidak), serta takaran propagul JMA yang terdiri dari 0, 50, 100, dan 150 g/pot. Parameter yang diukur meliputi pertumbuhan tanaman, serapan Hg, dan efisiensi penurunan Hg dalam tanah. Data dianalisis menggunakan ANOVA α 5% dan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) α 5%. Waktu penanaman tanaman uji dalam media tanah tercemar merkuri berlangsung selama delapan bulan. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa teknik URP dan inokulasi JMA berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan, kadar, dan serapan Hg oleh tanaman uji, serta efisiensi penurunan Hg dalam tanah. Propagul sebanyak 50 g/pot merupakan takaran terbaik untuk mendukung proses fitoremediasi yang dilakukan oleh tanaman sengon. Penurunan Hg dalam tanah setelah proses fitoremediasi selama delapan bulan lebih efisien pada tanaman yang dipangkas akarnya dan bermikoriza, yaitu dengan rerata sebesar 74,78%, sedangkan pada kontrol hanya berkisar 45,33%. Dengan demikian, URP dan inokulasi JMA dapat digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan tanaman sengon dalam berperan sebagai fitoremediator tanah tercemar merkuri.
Variasi Suhu Pada Pengolahan Limbah Slugde IPAL Tekstil dengan Teknologi Pirolisis 2 Fire Channel 500L M. Noviansyah Aridito; Endah Ayuningtyas; Yulanda K.P; Habib A N
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 25 No. 1 (2025)
Publisher : Institut Teknologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37412/jrl.v25i1.384

Abstract

Pertumbuhan industri tekstil kian meningkat menghasilkan limbah sludge berupa lumpur dari IPAL tekstil. Limbah IPAL Industri Tekstil berupa Sludge atau lumpur yang harus dilakukan penanganan dan pengolahan. Volume timbulan limbah sludge pada beberapa industri tekstil bisa mencapai lebih dari 3 ton perbulan sehingga perlu dikelola oleh pihak ketiga. Pihak ketiga memerlukan upaya pengolahan limbah sludge dengan pendekatan teknologi. Teknologi termal merupakan salah satu pendekatan teknologi guna melakukan pengolahan sludge dari IPAL tekstil. Pirolisis merupakan salah satu teknologi termal untuk menguraikan limbah termasuk sludge IPAL tekstil. Pirolisis merupakan proses dekomposisi termal material tanpa kehadiran oksigen sehingga material terurai menjadi partikel yang lebih sederhana. Pirolisis beroperasi pada rentang suhu 250°C-600°C dan umumnya menghasilkan produk padatan arang (karbon), cairan (minyak), dan gas hidrokarbon mudah terbakar. Pada penelitian ini dilakukan upaya pengolahan limbah sludge IPAL tekstil dengan pendekatan teknologi pirolisis. Pirolisis yang digunakan yakni pirolisis dengan 2 fire channel yakni terdapat 2 jalur api sebagai pemanas dan ukuran reaktor 500 liter dengan tipe fixed bed. Variasi suhu dilakukan dengan suhu 400°C dan 600°C dengan waktu selama 4 jam (240 menit). Data yang diperoleh berupa profil suhu dan hasil produk cair dan gas yang dihasilkan serta rendemen padatan. Dilakukan pula pengukuran neraca massa pada proses pirolisis dari hasil dekomposisi sludge IPAL tekstil. Hasil menunjukkan bahwa proses pirolisis dengan suhu 600°C relatif lebih baik dalam memproses sludge tekstil dengan hasil berupa padatan karbon sebesar 19,2%; cairan 38,2% dan padatan tidak terproses sebesar 12,4% serta padatan tercampur sebesar 3,8%.
PENGARUH JENIS DAN JUMLAH TANAMAN TERHADAP PENURUNAN KONSENTRASI COD DAN TSS PADA LIMBAH CAIR KATERING MENGGUNAKAN METODE CONSTRUCTED WETLAND Nabila Salsabil Ikhsani; Retno Susetyaningsih; Nurul Muyasaroh; Irene AA Suwandhi; Evy Kusumaningrum
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 25 No. 1 (2025)
Publisher : Institut Teknologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37412/jrl.v25i1.389

Abstract

Limbah cair dari industri katering mengandung kadar pencemar COD dan TSS yang tinggi sehingga memerlukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis dan jumlah tanaman terhadap penurunan konsentrasi COD dan TSS pada limbah cair katering menggunakan sistem Constructed Wetland Sub-surface Flow. Dua jenis tanaman yang digunakan adalah keladi (Caladium bicolor) dan singonium (Syngonium podophyllum). Jumlah tanaman tiap reaktor sebanyak 4 dan 6 tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman berpengaruh signifikan terhadap penurunan COD, namun tidak terhadap TSS. Tanaman singonium memberikan efisiensi penurunan COD sebesar 67% - 85% dan TSS sebesar 52% - 73%, lebih tinggi dibandingkan keladi. Jumlah tanaman tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kedua parameter.
PENGARUH BIOAKTIVATOR MIKROORGANISME LOKAL TOMAT, KULIT PISANG DAN NASI BASI TERHADAP PENGOMPOSAN AMPAS KOPI Endah Ayuningtyas; Dewi Rahyuni; Julian Tri Anando
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 25 No. 2 (2025)
Publisher : Institut Teknologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37412/jrl.v25i2.401

Abstract

Pemanfaatan limbah ampas kopi sebagai bahan baku kompos masih belum maksimal dan berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan akibat kandungan kafein yang tinggi. Upaya pemanfaatan ini penting dilakukan untuk mengurangi dampak negatif terhadap tanah sekaligus meningkatkan nilai guna limbah organik. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh mikroorganisme lokal (MOL) yang berasal dari tomat, kulit pisang, dan nasi basi terhadap proses pengomposan ampas kopi, serta menentukan jenis MOL paling efektif sebagai bioaktivator alami. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan MOL dan satu kontrol tanpa MOL, masing-masing diulang sebanyak tiga kali. Parameter yang diamati meliputi kandungan unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), rasio C/N, pH, dan suhu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MOL berpengaruh signifikan terhadap kandungan fosfor (P), karbon organik (C-organik), dan rasio C/N, tetapi tidak berpengaruh terhadap nitrogen (N) dan kalium (K). MOL dari buah tomat merupakan bioaktivator paling efektif, meningkatkan fosfor hingga 0,84% dan C-organik sebesar 52,17%, sesuai standar SNI 19-7030-2004.
DAMPAK VARIASI KONDISI CUACA (SUHU, CAHAYA, KELEMBAPAN) TERHADAP UNJUK KERJA DAN DAYA OUTPUT SISTEM PLTS Dimas Taufiq Ridlo; Yohanes Tola; Ucik Ika Fenti Styana; Adi Kurniawan
Jurnal Rekayasa Lingkungan Vol. 25 No. 2 (2025)
Publisher : Institut Teknologi Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37412/jrl.v25i2.410

Abstract

Kebutuhan energi listrik yang terus meningkat mendorong pemanfaatan sumber energi terbarukan yang berkelanjutan, salah satunya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Indonesia sebagai negara beriklim tropis memiliki potensi energi surya yang besar, dengan intensitas radiasi rata-rata 4,5–4,8 kWh/m²/hari. Namun, kinerja PLTS sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya matahari, dan kelembapan udara. Variasi cuaca yang dinamis menyebabkan daya keluaran PLTS berfluktuasi, sehingga perlu dilakukan analisis mendalam mengenai pengaruh tiap parameter cuaca terhadap performa sistem. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pengaruh suhu, intensitas cahaya matahari, dan kelembapan udara terhadap daya keluaran PLTS, serta (2) mengidentifikasi waktu dan kondisi cuaca yang paling optimal untuk menghasilkan daya maksimum. Penelitian dilaksanakan di PLTH Pantai Baru, Kabupaten Bantul, selama 17 hari pada periode Juni–Agustus dengan pengukuran setiap jam mulai pukul 06.00 hingga 18.00 WIB. Parameter yang diamati meliputi daya keluaran (P), suhu (T), intensitas cahaya (Lux), dan kelembapan udara (RH). Data dianalisis menggunakan SPSS versi 26 melalui uji validitas, reliabilitas, dan uji T untuk menentukan hubungan dan pengaruh antarvariabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh data dinyatakan valid dan reliabel, dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,731 (>0,6). Berdasarkan uji T, hanya intensitas cahaya matahari yang berpengaruh signifikan terhadap daya keluaran PLTS (t = –4,064; Sig. = 0,000), sedangkan suhu (Sig. = 0,168) dan kelembapan udara (Sig. = 0,464) tidak berpengaruh nyata. Arah koefisien negatif menunjukkan bahwa peningkatan intensitas yang berlebihan dapat menurunkan efisiensi akibat kenaikan suhu modul. Berdasarkan analisis data lapangan, daya keluaran maksimum tercatat pada pukul 10.00–13.00 WIB dengan kondisi intensitas cahaya tinggi (sekitar 900–1100 Lux), suhu udara berkisar 31–35°C, dan kelembapan relatif 40–50%. Dengan demikian, kondisi tersebut dapat dianggap sebagai waktu optimal PLTS bekerja secara efisien di lokasi penelitian.