cover
Contact Name
Fenny Sumardiani
Contact Email
jurnallitbang@gmail.com
Phone
+6285712816604
Journal Mail Official
jurnallitbang@gmail.com
Editorial Address
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian Jalan Salak No.22, Bogor 16151 E-mail : jurnallitbang@gmail.com Website : http://bpatp.litbang.pertanian.go.id
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ISSN : 02164418     EISSN : 25410822     DOI : http://dx.doi.org/10.21082
Core Subject : Agriculture,
Jurnal ini memuat tinjauan (review) mengenai hasil-hasil penelitian pertanian pangan hortiikultura, perkebunan, peternakan, dan veteriner yang telah diterbitkan, dikaitkan dengan teori, evaluasi hasil penelitian dan atau ketentuan kebijakan, yang ditujukan kepada pengguna meliputi pengambil kebijakan, praktisi, akademisi, penyuluh, mahasiswa dan pengguna umum lainnya. Pembahasan dilakukan secara komprehensif serta bertujuan memberi informasi tentang perkembangan teknologi pertanian di Indonesia, pemanfaatan, permasalahan dan solusinya. Ruang lingkupnya bahasan meliputi bidang ilmu: pemuliaan, bioteknologi perbenihan, agronomi, ekofisiologi, hama dan penyakit, pascapanen, pengolahan hasil pertanian, alsitan, sosial ekonomi, sistem usaha tani, mikro biologi tanah, iklim, pengairan, kesuburan, pakan dan nutrisi ternak, integrasi tanaman-ternak, mikrobiologi hasil panen, konservasi lahan.
Articles 221 Documents
PERAN THIDIAZURON DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PROLIFERASI TANAMAN SECARAIN VITRO Endang Gati Lestari
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 34, No 2 (2015): Juni 2015
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v34n2.2015.p87-93

Abstract

Kultur jaringan tanaman merupakan teknik menumbuhkan organjaringan ataupun sel tanaman pada media kultur dalam kondisiaseptik. Keberhasilan pembentukan tunas dalam kultur jaringanbergantung pada berbagai faktor, antara lain media tumbuh, jenisdan kondisi fisiologis eksplan, serta zat pengatur tumbuh yangdigunakan. Proliferasi tunas pada tanaman berkayu biasanya sangatlambat, sedangkan aplikasi zat pengatur tumbuh sitokinin darigolongan benzil adenin dan kinetin belum dapat memacupembentukan tunas secara optimal. Penemuan senyawa baruthidiazuron pada tahun 1976 dapat mengatasi proliferasi tunas padaberbagai tanaman, khususnya tanaman berkayu. Thidiazuronmerupakan senyawa kimia yang mempunyai aktivitas hampir samadengan sitokinin, yaitu dapat meningkatkan proliferasi tunas danpembentukan embrio somatik. Thidiazuron mempunyai aktivitastinggi pada konsentrasi rendah, yaitu sekitar 0,1-0,5 mg/l.Pemanfaatan thidiazuron dalam penelitian kultur jaringan terusmeningkat yang dapat dilihat dari jumlah publikasi yangditerbitkan. Data ISI Web Science menunjukkan bahwa pada tahun1992 terdapat 45 hasil penelitian tentang thidiazuron, tahun 2005sebanyak 80 publikasi, dan tahun 2009 meningkat menjadi 100publikasi.
Kebijakan Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Indonesia Hamdi Mayulu; Sunarso .; Imam Sutrisno; Sumarsono .
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 29, No 1 (2010): Maret 2010
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (97.605 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v29n1.2010.p%p

Abstract

Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas, produksi maupun populasi sapi potong dalam rangka mendukung program kecukupan daging (PKD) 2010, yang direvisi menjadi 2014. Produksi daging dalam negeri diharapkan mampu memenuhi 9095% kebutuhan daging nasional. Karena itu, pengembangan sapi potong perlu dilakukan melalui pendekatan usaha yang berkelanjutan, didukung dengan industri pakan yang mengoptimalkan pemanfaatan bahan pakan lokal spesifik lokasi melalui pola yang terintegrasi. Hingga kini, upaya pengembangan sapi potong belum mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, selain rentan terhadap serangan penyakit. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kelemahan dalam sistem pengembangan peternakan. Oleh karena itu, perlu diupayakan model pengembangan dan kelembagaan yang tepat berbasis masyarakat dan secara ekonomi menguntungkan. Pemerintah sebaiknya menyerahkan pengembangan peternakan ke depan kepada masyarakat melalui mekanisme pasar bebas. Pemerintah lebih berperan dalam pelayanan dan membangun kawasan untuk memecahkan permasalahan dasar dalam pengembangan peternakan sehingga dapat mengaktifkan mekanisme pasar. Usaha peternakan hendaknya dapat memacu perkembangan agroindustri sehingga membuka kesempatan kerja dan usaha. Implikasi kebijakan dari gagasan ini adalah perlu dibuat peta jalan pembangunan peternakan nasional dan diuraikan secara rinci di setiap wilayah pengembangan ternak.
PENYAKIT KARAT PUTIH PADA KRISAN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Hanudin .; Budi Marwoto
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 31, No 2 (2012): Juni 2012
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.366 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v31n2.2012.p%p

Abstract

Penyakit karat putih pada krisan yang disebabkan oleh Puccinia horiana P. Henn. merupakan kendala utamadalam budi daya krisan di Indonesia. Kehilangan hasil krisan oleh patogen tersebut pada varietas rentan dapatmencapai 100%. P. horiana bersifat parasit obligat dan memiliki inang terbatas. Cendawan ini menyebar dari satutanaman ke tanaman lain secara cepat dengan menggunakan basidiospora dan teliospora. Tujuan penulisan makalahini ialah memberikan informasi mengenai keberadaan penyakit karat putih pada krisan dan upaya pengendaliannya.Pengendalian P. horiana dapat dilakukan melalui: 1) penggunaan varietas toleran seperti Puma White, Tiger,Yellow West, dan Rhino, varietas introduksi yang sangat resisten, atau varietas lokal seperti kultivar PuspitaNusantara, Puspa Kania, Dwina Kencana, Dwina Pelangi, Pasopati, Paras Ratu, Wastu Kania, Ratna Wisesa, danTiara Salila, 2) perompesan daun terinfeksi yang mampu menurunkan intensitas penyakit karat sampai 44% padatahap awal, tetapi pada tahap selanjutnya menekan serangan penyakit sekitar 3–21%, 3) penyiraman pada pagihari (pukul 7.00), yang dapat menurunkan intensitas penyakit karat yang lebih baik dibandingkan dengan penyiramanpada siang atau sore hari, 4) penggunaan biopestisida berbahan aktif bakteri antagonis Bacillus subtilis BaAKCs-3,Pseudomonas fluorescens Pf-3 Sm, dan Corynebacterium-2, yang masing-masing efektif mengendalikan P. horiana38,49% dan mempertahankan hasil panen 14,58%, dan 5) penggunaan fungisida sintetis propineb atau mankozebyang dapat menurunkan intensitas penyakit karat 20–49%. Pencelupan setek pucuk krisan dalam fungisidamiklobutanil konsentrasi 100 mg/l sebelum tanam efektif mengeradikasi penyakit karat putih.
POTENSI SUMBER DAYA LAHAN DAN OPTIMALISASI PENGEMBANGAN KOMODITAS PENGHASIL I ndonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk pengembang- an berbagai komoditas pertanian. Luas daratan Indonesia mencapai 188,20 juta ha, yang terdiri atas 148 ju Anny Mulyani; Irsal Las
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 27, No 1 (2008): Maret, 2008
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v27n1.2008.p31-41

Abstract

Land resources potential and optimalization of bioenergy producing commodities development in IndonesiaOne of the current issues in Indonesia is the scarcity of fossil fuel availability in such a way that the alternativerenewable energy sources need to be explored. Various plants have potential as bioenergy, such as oil palm,coconut, maize, cassava, sugar cane, sago palm, and jatropha. The National Team for Bio-Fuel Resources havetargeted the development of 6.50 million ha land for bio-fuel production in 2005-2015 for oil palm, jatropha,sugar cane, and cassava; 1.50 million ha of which is for jatropha. To support the development of those commodities,the biophysical land suitability evaluation has been conducted. The result revealed that there are a substantial landof about 76.40 million ha for oil palm, coconut, maize, cassava, sugar cane, cotton, sago palm, and jatropha, buta large proportion of the lands have been used for agricultural and nonagricultural purposes. One of the problemsin bioenergy development is the land competition for bioenergy and food producing commodities. Intensificationand diversification of the current bioenergy and food producing crops, per se, will not fulfill the national needs,such that extensification is necessary to avoid the negative impacts on the national food security. An overlaybetween land suitability and land use maps of 2000-2004 period revealed that are substantial land areas of about 7million ha for annual crops and 15.30 million ha for perennial crops. The lands are currently under secondaryforest, bushes, imperata grassland and savanna, and those being abandoned. However, the land holdings need to beidentified.Keywords: Land suitability, bioenergy
POTENSI VINEGAR LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA DAGING Miskiyah Miskiyah; Juniawati Juniawati; Masniari Pulungan
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 33, No 1 (2014): Maret 2014
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jp3.v33n1.2014.p11-16

Abstract

Kesadaran masyarakat akan pangan yang aman dikonsumsi dan maraknya penggunaan formalin sebagai pengawet bahan pangan memerlukan pengawet yang aman untuk produk pangan. Vinegar yang dibuat dari limbah pertanian, di antaranya air kelapa dan kulit pisang, dapat digunakan sebagai penggantinya. Vinegar dihasilkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cerevisiae dan Acetobacter aceti. Asam asetat dan berbagai komponen mudah menguap dalam vinegar berperan sebagai pengawet alami sehingga aman digunakan pada produk pangan. Hasil pengujian daya hambat vinegar dari kulit pisang dan air kelapa menunjukkan bahwa asam asetat dari vinegar tersebut mempunyai kemampuan yang sama dengan asam asetat organik. Penggunaan dari kulit pisang dan air kelapa dengan konsentrasi asam asetat masing-masing 1% mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen seperti Escherichia coli 0157:H7, Salmonella thypi-murium, dan Listeria monocytogenes. Aplikasinya pada pangan asal ternak yang dikombinasikan dengan metode penyimpanan dapat menjadi metode pengawetan yang menjanjikan.
PENGEMBANGAN KEJU LEMAK RENDAH SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL Juniawati Juniawati; Sri Usmiati; Evy Damayanthi
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 34, No 1 (2015): Maret 2015
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.991 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v34n1.2015.p31-40

Abstract

Keju merupakan pangan olahan susu sebagai sumber protein dan  kalsium. Namun, kandungan asam lemak jenuh yang tinggi pada keju menjadi penghalang bagi sebagian orang untuk mengonsumsinya. Pengembangan keju lemak rendah merupakan upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan yang menyehatkan. Umumnya, keju lemak rendah memiliki tekstur keras, flavor lemah, dan rasa pahit. Namun, modifikasi proses dan bahan baku dapat memperbaiki kualitas dan meningkatkan nilai fungsional keju lemak rendah. Proses homogenitas krim susu, penambahan fat replacer, adjuct culture dan enzim, serta emulsi minyak nabati dalam skim dapat memperbaiki kualitas keju lemak rendah. Hasil pengujian in vivo dan klinis menunjukkan bahwa keju lemak rendah dapat menurunkan kadar kolesterol darah dan meningkatkan status antioksidan.
TANAH VULKANIK DI LAHAN KERING BERLERENG DAN POTENSINYA UNTUK PERTANIAN DI INDONESIA / Volcanic Soils in Sloping Dry Land and Its Potential for Agriculture in Indonesia Sukarman Sukarman; Ai Dariah; Suratman Suratman
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 39, No 1 (2020): Juni, 2020
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1260.86 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v39n1.2020.p21-34

Abstract

Volcanic soil is soil developed from pyroclastic materials released during the volcanic eruption. Althought the soil is fertile, it is mostly occurred in steep sloping highland that is critical to landslide and volcanic eruption. This paper discussed the characteristics and distribution of volcanic soils in sloping dry land, completed with the potential and constraints of their use for agricultural development. This information supports the zonation program of agricultural commodities in Indonesia. Volcanic soils distributed on the islands of Sumatra, Java, Bali, Nusa Tenggara, North Sulawesi and North Maluku. Mostly characterized by black or brownish A horizon and yellowish B horizon, crumb soil structure, crumbly consistency, high organic matter content, and low bulk density. The primary mineral composed by hyperstein, amphibole, augite, andesine, volcanic glass, plagioclase, labradorite, olivine, sanidin, apatite and biotite. The secondary minerals are d allophane, imogolit, ferrihydrite, halloysite, kaolinite and gibsite. Soil reaction vary from very acid to neutral with medium nitrogen content (on average). The potential P is low except in volcanic soils in Java. The P retention is high. The Cation exchange capacity varies from moderate to very high. The morphological, chemical and physical properties are good for supporting plant growth, except for those with high P retention. The land suitability classes are very suitable (S1) to marginally suitable (S3) for highland horticultural crops (vegetables and fruits) and estate crop plantations (tea, arabica coffee, and quinine). The limiting factors are relief/slope/erosion hazard and low soil fertility. These limiting factors can be eliminated by applying good agricultural and conservation practices that balance between land sustainability and productivity aspects.Keywords: Volcanic soils, pyroclastic, characteristics, potential  AbstrakTanah vulkanik terbentuk dari bahan piroklastika hasil erupsi gunung berapi dan sebagian besar berada di dataran tinggi lahan kering berlereng sehingga rawan longsor. Makalah ini membahas karakteristik dan penyebaran tanah vulkanik pada lahan kering berlereng, serta potensi dan kendala pemanfaatannya untuk pengembangan pertanian. Informasi ini dapat digunakan untuk mendukung program pewilayahan komoditas pertanian di Indonesia. Tanah vulkanik menyebar di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara, sebagian mempunyai horison A berwarna hitam atau kecokelatan dan horison B berwarna kekuningan, struktur tanah remah, konsistensi gembur, kandungan bahan organik tinggi, dan berat isi rendah. Mineral primernya terdiri atas hiperstein, amfibol, augit, gelas vulkanik, plagioklas, olivin, sanidin, apatit dan biotit. Mineral sekunder tanah terdiri atas alofan, imogolit, ferihidrit, haloisit, kaolinit dan gibsit. Reaksi tanah bervariasi dari masam sampai netral, kandungan nitrogen tergolong sedang, kandungan P potensial rendah kecuali tanah vulkanik di sekitar kawasan gunung berapi di Jawa yang mengandung P dan retensi P tinggi. Kapasitas tukar kation tanah vulkanik tergolong sedang sampai sangat tinggi. Sifat morfologi, kimia, dan fisik tanah tersebut menunjang pertumbuhan tanaman, kecuali retensi P-nya tinggi. Tingkat kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) sampai sesuai marjinal (S3) untuk usaha tani komoditas hortikultura dataran tinggi (sayuran dan buah-buahan) dan tanaman perkebunan (teh, kopi arabika dan kina) dengan faktor pembatas kondisi wilayah berlereng yang berpotensi erosi. Berdasarkan faktor pembatas tersebut maka komoditas dan teknologi yang diterapkan pada tanah vulkanik perlu mengacu pada tingkat kesesuaian lahan dan diikuti oleh usaha konservasi sejak awal agar tanah dapat digunakan untuk pertanian secara berkesinambungan.Kata kunci: Tanah vulkanik, piroklastika, karakteristik, potensi 
Peran Cacing Tanah Kelompok Endogaesis dalam Meningkatkan Efisiensi Pengolahan Tanah Lahan Kering Subowo .
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 30, No 4 (2011): Desember 2011
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (89.256 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v30n4.2011.p125-131

Abstract

Tanah lahan kering di Indonesia didominasi tanah berlereng dengan lapisan bawah padat, lapisan atas tipis, sertamiskin bahan organik dan fauna tanah. Pengolahan tanah lahan kering berlereng secara mekanis selain dapatmemadatkan tanah lapisan bawah dan menurunkan populasi fauna tanah, juga mahal dan sulit dilakukan. Aktivitascacing tanah yang membuat liang di dalam tanah dengan memakan massa tanah dan bahan organik dapat mencegahpemadatan tanah serta mencampur tanah lapisan atas dan bawah (bioturbasi). Liang-liang cacing tanah meningkatkaninfiltrasi dan aerasi serta menurunkan aliran permukaan dan erosi. Melalui kasting, cacing tanah kelompokendogaesis meningkatkan stabilitas agregat tanah, mengonservasi bahan organik, dan menempatkan hara maupunbahan organik di daerah rhizosfir sehingga nilai fungsi hara maupun bahan organik untuk pertumbuhan tanamanmenjadi efektif. Dengan pemberian bahan organik yang cukup jumlah dan jenisnya serta penempatan yang tepat,cacing tanah endogaesis dapat meningkatkan efisiensi pengolahan tanah dan memperbaiki kesuburan tanah lahankering. Untuk itu, perlu penelitian mengenai potensi cacing tanah kelompok endogaesis, kesesuaian habitat, caraperbanyakan, cara inokulasi, dan cara perbaikan habitat sesuai permasalahan yang perlu diatasi.
Keracunan sianida pada hewan dan upaya pencegahannya . Yuningsih
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 31, No 1 (2012): Maret 2012
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.16 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v31n1.2012.p%p

Abstract

Sianida adalah senyawa kimia yang sangat toksik atau berpotensi menimbulkan efek kematian. Senyawa sianida dalam bentuk gas (HCN, CNCl) lebih cepat aktif dibandingkan dalam bentuk bubuk [NaCN, KCN, dan Ca(CN)2]. Hampir 40% dari 35 kasus keracunan senyawa toksik pada hewan di Indonesia pada tahun 1992-2005 disebabkan oleh keracunan sianida sintetis NaCN atau KCN yang sengaja ditambahkan ke dalam pakan (unsur kriminal). Oleh karena itu, keracunan sianida sangat mengkhawatirkan para peternak. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu diketahui keberadaan racun sianida di alam (bentuk alami atau sintetis) berikut toksisitasnya serta cara mendiagnosis gejala keracunan pada ternak melalui analisis kandungan sianida dalam sampel pakan yang diduga mengandung sianida. Gejala spesifik keracunan sianida adalah kematian akut dengan perubahan warna darah menjadi merah terang. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara menginjeksikan sodium nitrit dan sodium tiosulfat secara intravena untuk memecah cytochrome-cyanide bone dan secara langsung memisahkan sianida kompleks serta membentuk tiosianat yang diekskresikan melalui urine. Pencegahan utama dapat dilakukan dengan memantau kandungan sianida pada tanaman yang berpotensi mengandung sianogen pada kondisi tertentu, seperti kekeringan, tanaman muda, dan perlakuan herbisida sehingga akan meningkatkan kandungan sianida.
Penanganan Pascapanen Untuk Peningkatan Mutu Dan Daya Saing Komoditas Kakao S. Joni Munarso
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 35, No 3 (2016): September 2016
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.068 KB) | DOI: 10.21082/jp3.v35n3.2016.p111-120

Abstract

ABSTRACTDetermination of cocoa production growth rate of 3.9% per year must be complemented by increasing competitiveness of cocoa in order to assure that cocoa production could provide added value and prosperity for farmers. The weakness of Indonesian cocoa in market competition mainly occurs due to the low quality of cocoa beans, caused by high levels of nonfermented beans (>3%) and impurity content (>2%). Meanwhile, the market also implemented food safety requirements as well as taste preferences that need to be anticipated by implementing fermentation process. Technology for fermentation of cocoa beans has already been available, but innovation on policy still seems to need improvement. Fermentation institution needs to be built, including through revitalization of processing unit by making it as business entities, which are well managed to obtain  economical, social and environmental benefit optimally. Farmers and traders also need to implement good agricultural and good handling practices. Therefore, guidance of implementation and intensive assistanceneed to be prepared. Consequently, agricultural activities are needed to be revitalized.Keywords: Cocoa, postharvest handling, quality, competitivenessabstrakPenetapan laju pertumbuhan produksi kakao sebesar 3,9% per tahun harus diimbangi dengan peningkatan daya saing agar produksi kakao mampu memberikan nilai tambah dan kesejahteraan bagi petani. Kelemahan kakao Indonesia dalam persaingan di pasar global terutama adalah mutu biji rendah karena tingginya kadar biji tidak difermentasi (> 3%) serta kadar kotoran (> 2%). Selain itu, pasar juga menerapkan persyaratan keamanan pangan yang ketat dan preferensi cita rasa konsumen yang perlu diantisipasi antara lain dengan menerapkan proses fermentasi. Inovasi teknologi fermentasi biji kakao telah tersedia, namun inovasi kebijakan masih perlu penyempurnaan. Kelembagaan fermentasi perlu dibangun, di antaranya melalui revitalisasi unit pengolahan hasil (UPH) dengan menjadikan UPH sebagai unit bisnis yang dikelola secara terorganisir untuk mendapat manfaat ekonomis, sosial, dan lingkungan secara optimal. Penerapan kaidah praktik pertanian dan penanganan yang baik juga perlu dilakukan oleh petani maupun pedagang pengumpul. Untuk itu panduan pelaksanaan dan pendampingan secara intensif perlu disiapkan. Penerapan praktik pertanian dan pengolahan yang baik perlu didukung dengan revitalisasi penyuluhan.

Page 6 of 23 | Total Record : 221