cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
WANPRESTASI ANGGOTA DALAM PENGEMBALIAN UANG DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM PADA KOPERASI SURYA GEMILANG DI KOTA PONTIANAK - A11112040, FERRY DJOHANSYAH
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Koperasi adalah suatu badan usaha yang berasaskan kekeluargaan serta semangat gotong royong dari orang-orang yang bergabung secara suka rela sebagai anggota untuk memenuhi kebutuhan ekonomi ,guna mencapai taraf hidup yang lebih baik. Undang-undang Nomor 17 tahun 2012 tentang perkoperasian merupakan landasan dari berdirinya berbagai macam koperasi di Kalimantan Barat,salah satunya adalah Koperasi Surya Gemilang yang beranggotakan pensiunan pegawai Bank Kalbar, yang berkedudukan di kota Pontianak. Perjanjian pinjam meminjam antara anggota dan koperasi dilakukan secara tertulis dalam suatu perjanjian pinjaman,besarnya pinjaman maksimum Rp 20.000.000, dan bunga 15 % per tahun secara flat. Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah Faktor Apakah Yang Menyebabkan Anggota Koperasi Sura Gemilang Wanprestasi Dalam Mengembalikan Uang Pinjaman. Penelitian ini menggunakan metode Empiris dengan pendekatan Deskriptif Analisis yaitu menggambarkan dan menganalisa data sebagaimana adanya pada saat penelitian ini dilakukan. Sebagaimana perjanjian pada umumnya agar mengikat para pihak,dalam perjanjian pinjam meminjam pada Koperasi Surya  Gemilang harus juga memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu sepakat mereka yang mengikat dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu hal yang halal. Dengan dipenuhinya syarat-syarat tersebut maka Perjanjian berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak dan perjanjian itu harus dilakukan dengan itikad baik sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KuhPerdata. Dalam pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam antara anggota dan koperasi Surya Gemilang terjadi wanprestasi yaitu peminjam terlambat membayar angsuran pinjaman, factor penyebab keterlambatan pembayaran karena ada keperluan lain yang mendesak, akibatnya peminjam mendapat peringatan/teguran agar segera membayar angsuran,sedangkan upaya koperasi adalah melakukanpenagihan secara kekeluargaan.   Keywords : Perjanjian Pinjam meminjam, Wanprestasi
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARYAWAN PT. PERDANA PERKASA ELASTINDO PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN NOMOR 13 TAHUN 2003 (Studi Kasus Di Kota Pontianak) - A1012131011, ELLISA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

PT. Perdana Perkasa Elastindo merupakan perusahaan penyedia tenaga kerja kepada perusahaan lain yang membutuhkan tenaga kerja. Perjanjian kerja tentunya tidak luput dari pengaturan yang diatur dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, begitu juga dengan pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang terjadi antara pihak tenaga kerja dengan pihak perusahaan. Sebagaimana diketahui dalam suatu pemutusan hubungan kerja, maka hak yang harus didapat oleh tenaga kerja adalah mendapatkan uang pesangon. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan PT. Perdana Perkasa Elastindo dikarenakan efisensi perusahaan dan dalam pemutusan hubungan tersebut, tenaga kerja tidak mendapatkan uang pesangon yang menjadi hak tenaga kerja Yang menjadi rumusan masalah penulis dalam penulisan skripsi ini adalah “Faktor apa yang menyebabkan PT. Perdana Perkasa Elastindo kota Pontianak tidak melaksanakan kewajiban membayar pesangon terhadap pekerja yang di putus hubungan kerjanya?” penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian empiris dengan pendekatan studi kasus secara deskriptif analisis yaitu meneliti dengan mengungkapkan fakta secara obyektif sebagaimana ditemukan di lapangan penelitian. Bahwa pihak pengusaha PT. Perdana Perkasa Elastindo kota Pontianak dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan tenaga kerja didalamnya tidak terlaksana sebagaimana mestinya yaitu pemutusan hubungan kerja yang dilakukan hanya secara sepihak dan dilakukan secara lisan serta kepada tenaga kerja yang masih terikat masa kontrak kerja dengan PT. Perdana Perkasa Elastindo kota Pontianak.  Pemutusan Hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha PT. Perdana Perkasa Elastindo kota Pontianak juga tidak memenuhi dan mengikuti praturan perudang-undangan yang ada, khususnya pada Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.Adapun faktor yang menyebabkan pengusaha PT. Perdana Perkasa Elastindo kota Pontianak bertanggung jawab dalam hal pemutusan hubungan kerja yang tidak terlaksana sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dengan pihak tenaga kerja dikarenakan pihak pengusaha PT. Perdana Perkasa Elastindo kota Pontianak lalai dan hanya berpegang pada perjanjian kerja yang ada. Sebagai akibat hukum terhadap pengusaha PT. Perdana Perkasa Elastindo kota Pontianak yang tidak bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemutusan hubungan kerja yang tidak terlaksana sebagaimana mestinya, adalah pihak pemilik rumah dapat dibebankan pembayaran ganti kerugian dan atau membayar uang pesangon yang menjadi hak dari tenaga kerja Adapun upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kerja terhadap pihak pengusaha PT. Perdana Perkasa Elastindo kota Pontianak yang tidak bertanggung jawab dalam hal pemutusan hubungan kerja yang tidak terlaksana sesuai dengan apa yang ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah menyelesaikan secara kekeluargaan dan menuntut ganti rugi yang sesuai kepada pihak pemilik rumah. Walaupun demikian, pihak penyewa rumah tidak pernah melakukan upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Negeri maupun melalui penyelesai perselisihan industrial yang ada di Indonesia karena penyelesaian klaim tenaga hingga saat ini diselesaikan secara kekeluargaan Kata Kunci: Pemutusan Hubungan Kerja, Uang Pesangon nak.  Pemutusan Hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha PT. Perdana Perkasa Elastindo kota Pontianak juga tidak memenuhi dan mengikuti praturan perudang-undangan yang ada, khususnya pada Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 
PELAKSANAAN PASAL 9 HURUF G PERATURAN PEMERINTAH NO 2 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DISIPLIN ANGGOTA POLRI TERKAIT ANGGOTA POLRI YANG MENEMPATI TEMPAT KHUSUS PALING LAMA 21 HARI DI POLRESTA PONTIANAK KOTA - A1012131061, ABDUL GAFUR
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pelaksanaan  pembangunan  nasional  memerlukan  sarana  dan  prasarana  harus didukung  dengan  situasi  keamanan  yang  kondusif.  Keamanan  yang  diperlukan  dalam menunjang  dan  membantu  pembangunan,  yang  meliputi  keamanan  dalam  maupun  luar negeri.  Keamanan  dalam  negeri  dilakukan  melalui  penyelenggaraan  fungsi  kepolisian yang  meliputi  penegakan  hukum,  pemeliharaan  keamanan  dan  ketertiban  masyarakat, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) selaku aparat negara. Peranan ini hanya mungkin dapat dilaksanakan  dalam  fungsi  kepolisian  sesuai  dengan  Undang-Undang  Nomor  2  Tahun 2002  Tentang  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia.  Oleh  karena  itu  selaku  aparat negara,  Polri  yang  diberikan  tugas  dan  tanggungjawab  oleh  Undang-undang  harus bertindak  sesuai  dengan  Kode  Etik  Polri  dan  berdisiplin  tinggi  sesuai  dengan  amanat Undang-undang. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang belakangan ini terus diuji citranya akibat diterpa berbagai kasus-kasus seperti penyuapan, korupsi, HAM dan berbagai kasus lainnya yang berkhubungan dengan Kode Etik dan disiplin Polri. Kasus – kasus tersebut terus  bermunculan  seperti  tidak  ada  habisnya,  karena  belum  tuntas  satu  kasus,  muncul kasus baru. Kasus-kasus internal yang muncul dalam tubuh Kepolisian, saat ini juga masih banyak terjadi. Saat ini opini masyarakat yang berkembang bahwa menganggap terkesan seolah setiap kasus intern anggota Polri yang melibatkan anggota polisi adianggap dapat di “peti es” kan sampai dan tidak sampai ke persidangan. Namun  berdasarkan  Undang-Undang  No.  2  Tahun  2002  tentang  Kepolisian Republik  Indonesia,  tergambar  dengan  jelas  tugas  pokok  anggota  Polri.  Polri  dalam pelaksanaan tugasnya memiliki kendala dan hambatan baik  segi internal maupun dari segi eksternal.  Penyimpangan  perilaku  anggota  Polri  tersebut  di  atas  adalah  merupakan pelanggaran  terhadap  peraturan  disiplin  anggota  Polri  sebagaimana  yang  diatur  dalam Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  No  2  Tahun  2003  tentang  Peraturan  Disiplin Anggota Polri. Selain  tunduk  pada  Peradilan umum,  Kepolisian  juga tunduk pada  Peradilan Komisi  Kode  Etik  dan  Peradilan  Disiplin  Polri.  Upaya  pemerintah  dalam  penegakan hukum  di  Intern  Polri  anggota  Polri  yang  melanggar  Disiplin  dilakukan  dengan mengesahkan  Peraturan  Pemerintah  RI  No  2  tahun  2003  tentang  Peraturan  Disiplin Anggota  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia.  Dengan  disahkannya  aturan  tersebut, anggota Polri yang melanggar disiplin akan dikenakan sanksi berupa hukuman Disiplin. Beberapa hukuman disiplin diberikan bagi anggota Polri yang melanggar disiplin, telah diatur pada Pasal 9 Peraturan Pemerintah RI No 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin  Anggota Polri. Hukuman disiplin tersebut antara lain : a.  teguran tertulis b.  penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;   c. penundaan kenaikan gaji berkala;   d. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun; e. mutasi yang bersifat demosi;   f. pembebasan dari jabatan;    g. penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) harin  dalam  maupun  luar negeri.  Keamanan  dalam  negeri  dilakukan  melalui  penyelenggaraan  fungsi  kepolisian yang  meliputi  penegakan  hukum,  pemeliharaan  keamanan  dan  ketertiban  masyarakat, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) selaku aparat negara. Peranan ini hanya mungkin dapat dilaksanakan  dalam  fungsi  kepolisian  sesuai  dengan  Undang-Undang  Nomor  2  Tahun 2002  Tentang  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia.  Oleh  karena  itu  selaku  aparat negara,  Polri  yang  diberikan  tugas  dan  tanggungjawab  oleh  Undang-undang  harus bertindak  sesuai  dengan  Kode  Etik  Polri  dan  berdisiplin  tinggi  sesuai  dengan  amanat Undang-undang. Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang belakangan ini terus diuji citranya akibat diterpa berbagai kasus-kasus seperti penyuapan, korupsi, HAM dan berbagai kasus lainnya yang berkhubungan dengan Kode Etik dan disiplin Polri. Kasus – kasus tersebut terus  bermunculan  seperti  tidak  ada  habisnya,  karena  belum  tuntas  satu  kasus,  muncul kasus baru. Kasus-kasus internal yang muncul dalam tubuh Kepolisian, saat ini juga masih banyak terjadi. Saat ini opini masyarakat yang berkembang bahwa menganggap terkesan seolah setiap kasus intern anggota Polri yang melibatkan anggota polisi adianggap dapat di “peti es” kan sampai dan tidak sampai ke persidangan. Namun  berdasarkan  Undang-Undang  No.  2  Tahun  2002  tentang  Kepolisian Republik  Indonesia,  tergambar  dengan  jelas  tugas  pokok  anggota  Polri.  Polri  dalam pelaksanaan tugasnya memiliki kendala dan hambatan baik  segi internal maupun dari segi eksternal.  Penyimpangan  perilaku  anggota  Polri  tersebut  di  atas  adalah  merupakan pelanggaran  terhadap  peraturan  disiplin  anggota  Polri  sebagaimana  yang  diatur  dalam Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  No  2  Tahun  2003  tentang  Peraturan  Disiplin Anggota Polri. Selain  tunduk  pada  Peradilan umum,  Kepolisian  juga tunduk pada  Peradilan Komisi  Kode  Etik  dan  Peradilan  Disiplin  Polri.  Upaya  pemerintah  dalam  penegakan hukum  di  Intern  Polri  anggota  Polri  yang  melanggar  Disiplin  dilakukan  dengan mengesahkan  Peraturan  Pemerintah  RI  No  2  tahun  2003  tentang  Peraturan  Disiplin Anggota  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia.  Dengan  disahkannya  aturan  tersebut, anggota Polri yang melanggar disiplin akan dikenakan sanksi berupa hukuman Disiplin. Beberapa hukuman disiplin diberikan bagi anggota Polri yang melanggar disiplin, telah diatur pada Pasal 9 Peraturan Pemerintah RI No 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin  Anggota Polri. Hukuman disiplin tersebut antara lain : a.  teguran tertulis b.  penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun;   c. penundaan kenaikan gaji berkala;   d. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun; e. mutasi yang bersifat demosi;   f. pembebasan dari jabatan;    g. penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari Minimal : 1000 karakter     Dalam  rangka  memelihara  kehidupan  bernegara  dan  bermasyarakat,  anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang: 1.  Melakukan  hal-hal  yang  dapat  menurunkan  kehormatan  dan  martabat  negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia 2. Melakukan kegiatan politik praktis.  3. Mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. 4.  Bekerjasama dengan orang lain di dalam atau diluar lingkungan kerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara.  5. Bertindak selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau  pesanan  dari  kantor  /  instansi  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  demi kepentingan pribadi. 6.    Memiliki  saham  /  modal  dalam  perusahaan  yang  kegiatan  usahanya  berada  dalam ruang lingkup kekuasaan.  7. Bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan.  8. Menjadi penagih pirutang atau menjadi pelindung orang yang punya hutang. 9. Menjadi perantara / makelar perkara.  10. Menelantarkan keluarga. Diantara  hukuman  disiplin  bagi  anggota  Polri  pada  Pasal  9  pada  huruf  g  , Peraturan Pemerintah RI No 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri yakni penempatan  dalam  tempat  khusus  paling  lama  21  (dua  puluh  satu)  hari.    Dalam pelaksanaan  hukuman  tersebut  sering  tidak  dilakukan  secara  maksimal  kepada  anggota Polri yang memang sudah divonis hukuman tersebut dalam sidang disiplin anggota Polri. Padahal  pada  tahun  2014  terdapat  14  anggota  yang  divonis  hukuman  disiplin  yakni penempatan dalam tempat khusus paling  lama 21 (dua puluh satu) hari dan tahun 2015 terdapat 7 anggota yang divonis hukuman disiplin yakni penempatan dalam tempat khusus paling  lama  21  (dua  puluh  satu)  hari.  Namun hukuman  tersebut dalam pelaksanaannya terhadap anggota Polri yang melanggar belum terlaksana secara maksimal, sehingga saat ini  dirasakan  masih  jauh  dari  harapan  dan  memberikan  dampak  positif  bagi  perilaku anggota  Polri.  Adanya  rasa  jiwa  korsa  antar  anggota  Polri  membuat  proses  dan implementasi  hukuman  penempatan  di  tempat  khusus  selama  21  hari  belum  terlaksana sebagaimana mestinya. Kendala  dan  hambatan  secara  intern  dalam  tubuh  Polri  diantaranya  adalah masalah Bertitik tolak dari uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan  membahas  masalah    tersebut  dalam  bentuk  tulisan  ilmiah  (Skripsi)  dengan  judul  : “PELAKSANAAN  PASAL  9  PERATURAN  PEMERINTAH  NO  2  TAHUN  2003 TENTANG  PERATURAN  DISIPLIN  ANGGOTA  POLRI  TERKAIT  ANGGOTA POLRI  YANG  MENEMPATI  TEMPAT  KHUSUS  PALING  LAMA  21  HARI  DI POLRESTA PONTIANAK KOTA.” Bertitik  tolak  dari  uraian  latar  belakang  penelitian,  maka  yang  menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : “Bagaimana Pelaksanaan Pasal 9  Peraturan  Pemerintah  No  2  Tahun  2003  Tentang  Peraturan  Disiplin  Anggota  Polri Terkait Anggota Polri Yang Menempati Tempat Khusus Paling Lama 21 Hari Di Polresta Pontianak Kota? Adapun  yang  menjadi  tujuan  penelitian  dalam  penulisan  skripsi  ini  adalah sebagai berikut:1. Untuk mengetahui data pelanggaran disiplin dan jenis hukuman disiplin kepada anggota Polri yang menempati tempat khusus selama 21 hari di Polresta Pontianak Kota. 2.Untuk mengungkapkan faktor  – faktor yang menjadi penyebab hukuman dalam penempatan  tempat  khusus  tidak  dijalankan  sebagaimana  dengan  mestinya.  3.  Untuk mengetahui  upaya  dilakukan dalam rangka  mengoptimalkan hukuman disiplin anggota Polri yang di tempatkan dalam tempat khusus selama 21 hari. Peraturan Pemerintah pada dasarnya pengertiannya terkandung dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Kesatuan RI tahun 1945 yang menyebutkan bahwa “Presiden  menetapkan  Peraturan  Pemerintah  untuk  menjalankan  Undang-undang sebagaiman  mestinya”.  Berdasarkan  ketentuan  ini  Peraturan  Pemerintah  dibuat  oleh Presiden  hanya  untuk  melaksanakan  Undang-undang.  Tujuan  hukuman  disiplin  adalah untuk  memperbaiki  dan  mendidik  anggota  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  yang melakukan  pelanggaran  disiplin.  Oleh  sebab  itu  setiap  Ankum  wajib  memeriksa  lebih dahulu dengan seksama Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melakukan pelanggaran disiplin.  Pengertian Disiplin berasal dari bahasa latin Discipline, yang berarti instruksi. Menurut  Peraturan  Pemerintah  Nomor  2  tahun  2003,  Disiplin  adalah  “ketaatan  dan kepatuhan yang sungguh-sungguh terhadap peraturan disiplin anggota Kepolisian Negara Republik  Indonesia”.  Berbeda  dengan  hukuman  dalam  perbuatan  pidana,  Hukuman disiplin yang dijatuhkan haruslah setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan, sehingga  hukuman  disiplin  itu  dapat  diterima  oleh  rasa  keadilan.  Selain  itu  dalam pelaskanaannya  harus  dilakukan  pengawasan  oleh  Ankum  selaku  atasan  yang  berhak memberikan hukuman. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode Deskriptif Analisis, yaitu suatu proses penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan dan menjelaskan gejala-gejala yang tampak pada saat penelitian dilakukan “Bahwa Pelaksanaan Pasal 9 Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri Terkait Anggota Polri Yang Menempati Tempat Khusus Paling  Lama  21  Hari  Dipolresta  Pontianak  Kota  Belum  Dilaksanakan  Sebagaiamana Mestinya  Dikarenakan  Kurangnya  Pengawasan  Oleh  Ankum  Polri  dan  Kurangnya Layaknya Ruangan Khusus yang Digunakan Untuk Hukuman Disiplin.“  Kata kunci : Peraturan pemerintah, Anggota Polri dan Hukuman disiplin
WANPRESTASI PASIEN DALAM PERJANJIAN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUDARSO PONTIANAK - A11112134, MUHAMMAD ZAKARIA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagaimana halnya perjanjian pada umumnya, demikian pula pada perjanjian Rawat Inap, perjanjian Rawat Inap telah terjadi pada saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak yang mengadakan perjanjian. Perjanjian Rawat Inap yang dibuat secara sah pada umumnya hendaknya memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana, kedua belah pihak terikat untuk melaksanakan perjanjian. Yang menjadi rumusan masalah adalah “Faktor Apakah Yang Menyebabkan Pasien Wanprestasi Dalam Perjanjian Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Soedarso Pontianak?” penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian empiris dan jenis pendekatan secara deskriptif analisis yaitu meneliti dengan mengungkapkan fakta secara obyektif sebagaimana ditemukan di lapangan. Bahwa pasien Rawat Inap belum bertanggung jawab sepenuhnya pada pihak Rumah Sakit Soedarso khususnya dalam membayar uang muka Rawat Inap. Adapun faktor yang menyebabkan pasien Rawat Inap belum membayar uang muka Rawat Inap karena faktor ekonomi, karena mengharapkan bantuan dari keluarga, dan karena tidak mendapatkan pinjaman dana. Sebagai akibat hukum terhadap pasien Rawat Inap yang belum membayar uang muka Rawat Inap, adalah menimbulkan kerugian bagi Rumah Sakit. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan oleh pihak Rumah Sakit terhadap pasien yang belum membayar uang muka Rawat Inap adalah memberikan surat penagihan kepada pasien tersebut. Sebaiknya pihak Rumah Sakit membenahi ketentuan tentang perjanjian Rawat Inap khususnya mengenai pemberian sanksi denda terhadap pasien yang telah melakukan penunggakan pembayaran uang muka agar kedepannya tidak ada lagi pasien yang melakukan penunggakan pembayaran uang muka tersebut.   Kata Kunci: Perjanjian Rawat Inap, Wanprestasi.
PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI KECAMATAN SINTANG KABUPATEN SINTANG DITINJAU DARI SUDUT KRIMIMINOLOGI - A01110091, MECKHEL SENGKEY
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Terjadinya perubahan yang cepat pada kehidupan masyarakat akibat adanya globalisasi dan modernisasi tidak hanya membawa dampak positif saja dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga membawa dampak negatif. Pengaruh negatif tersebut sebagian besar diakibatkan karena adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang begitu pesat, sehingga terjadi perubahan dan pergeseran nilai yang cepat pula. Dapat dilihat dari perilaku anak antara lain pola pikir mereka terbentuk karena pengaruh lingkungan kelompok bermainnya yang tidak sesuai dengan harapan keluarga. Selain itu kebutuhannya yang tidak mampu dipenuhi oleh orang tuanya, anak tidak segan melakukan perbuatan melanggar norma hukum, dengan melakukan pencurian.Jika dilihat dari kebanyakan pelaku pencurian mereka melakukan pencurian pada usia 14- 18 tahun. Dimana pada usia itu anak harus mendapat pendidikan sekolah, bukan melakukan tindak kejahatan pencurian. Permasalahan pencurian yang dilakukan oleh anak hendaknya ditangani secara serius  mengingat anak adalah genersi penerus bangsa. Namun pada kenyataannya pencurian yang dilakukan oleh anak masih terus dilakukan dalam kontek pencurian yang dilakukan oleh anak di kecamatan sintang kabupaten sintang, maka faktor penyebabnya dari kelakuan itu disebabkan faktr ekonomi, lingkungan yang buruk. Maka upaya penanggulangan terhadap pencurian yang dilakukan oleh anak tersebut wajib melibatkan semua pihak terutama peran aktif  dari kedua orang tua wali untuk membimbing dan mengarahkan anaknya serta melakukan pengawssan terhadap lingkungan anak bergaul orang tua wali jangan hanya mampu mencukupi kebutuhan anaknya dengan materi tetapai juga mampu melakukan pengawsan serta bimbingan penuh kasih sayang sehingga anak akan merasa di perhatikan. Keyword : Pencurian, Anak, Kriminologi
PERBUATAN MELAWAN HUKUM PEMBUKAAN LAHAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG PALUNG DI DESA PAMPANG HARAPAN KECAMATAN SUKADANA KABUPATEN KAYONG UTARA - A01112018, CINTIA KARINA PRATIWI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perbuatan melawan hukum adalah suatu perbuatan melanggar hukum yang bertentangan dengan hak orang lain dan kewajiban hukum dirinya sendiri sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain. Hak dan kewajiban seseorang di kawasan taman nasional sudah diatur diantaranya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, serta dalam undang-undang nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pembukaan lahan kawasan taman nasional tergolong dalam perbuatan melawan hukum hal itu disebabkan karena perbuatan tersebut dapat merusak dan tidak sesuai dengan peruntukan zonasi dalam kawasan taman nasional. Sejak ditetapkan sebagai Kawasan Taman Nasional Gunung Palung pada Tahun 1990 hingga saat ini walaupun sudah dilakukan langkah pencegahan dan pengawasan masih ada masyarakat yang melakukan pembukaan lahan Kawasan Taman Nasional Gunung Palung. Hal ini tidak terlepas dari kearifan lokal masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Palung yang sudah melakukan pembukaan lahan terutama untuk kepentingan perladangan secara turun temurun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan hal tersebut maka penulis memberikan saran perlu adanya peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Gunung Palung serta peningkatan komunikasi antara Pihak Taman Nasional Gunung Palung, aparatur desa dengan masyarakat. Tujuan penulisan skripsi yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum Pembukaan Lahan Kawasan Taman Nasional Gunung Palung Di Desa Pampang Harapan Kecamatan Sukadana Kabupaten Kayong Utara” adalah Untuk mendapatkan data dan informasi tentang pembukaan lahan Kawasan Taman Nasional Gunung Palung, untuk mengetahui faktor penyebab masyarakat melakukan pembukaan lahan Kawasan Taman Nasional Gunung Palung. untuk Mengetahui langkah hukum apakah yang ditempuh pihak Taman Nasional Gunung Palung dalam menangani pembukaan lahan Taman Nasional Gunung Palung oleh masyarakat, dan untuk mengungkapkan akibat hukum terhadap masyarakat yang melakukan pembukaan lahan Kawasan Taman Nasional Gunung Palung. Metode pendekatan yang digunakan  dalam penelitian ini adalah eksplantatif-analitif. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Penulis mengambil sampel: kepala balai taman nasional gunung palung, kepala desa pampang harapan, dan Oknum Masyarakat Desa Pampang Harapan Pelaku Pembukaan Lahan Kawasan Taman Nasional Gunung Palung pada tahun 2014 sejumlah 6 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor utama masyarakat melakukan pembukaan lahan kawasan taman nasional gunung palung adalah karena faktor ekonomi.   Kata Kunci :        Perbuatan Melawan Hukum, Pembukaan Lahan
KAJIAN MENGENAI EFEKTIVITAS PENGAWASAN TEMPAT PARKIR YANG DILAKUKAN DINAS PERHUBUNGAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PARKIR DI KOTA PONTIANAK - A1011131227, FERDIAN RADITYO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pontianak merupakan Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat, dengan demikian segala urusan di Provinsi ini berpusat disini, baik itu yang menyangkut urusan publik maupun segala urusan privat. Tidak hanya itu, dalam memandirikan daerah-daerahnya, Pemerintah Pusat menyelenggarakan desentralisasi di Indonesia dibidang ketatanegaraan yang berpusat pada pembentukan daerah-daerah otonom dan penyerahan atau pelimpahan sebagian kekuasaan dan kewenangan Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarkat di daerahnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat didaerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sedangkan daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat berdasarkan hukum yang mempunyai batas daerah tertentu secara jelas dan berwenang untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Daerah dengan otonomi daerah adalah proses peralihan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Untuk membahas permasalahan yang terdapat dalam skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan Empiris. Bentuk Penelitian empiris ini menurut Soerjono Soekanto adalah suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk melihat hukum dalam artian nyata dan meneliti bagaimana bekerjanya hukum dilingkungan masyarakat. Dikatakan penelitian hukum sosiologis  dikarenakan dalam penelitian ini meneliti orang dalam hubungan hidup di masyarakat atau karena skripsi ini merupakan penelitian tentang efektivitas hukum. Metode yang digunakan melalui pendekatan hukum yang diidentifikasikan sebagai perilaku yang mempola. Data yang digunakan adalah data primer yaitu data-data  yang diperoleh langsung dari kehidupan masyarakat  dengan cara wawancara yang telah ditentukan oleh peneliti, kemudian, data yang diperoleh secara langsung dari hasil penelitian lapangan dihubungkan dengan objek permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Berdasarkan penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa penyelenggaraan dan pengelolaan tempat parkir di Kota Pontianak belum dilakukan secara efektif. Pemerintah Kota Pontianak dalam menjalankan fungsinya memberikan kewenangannya kepada Dinas Perhubungan untuk melaksanakan tugas dalam bidang pengawasan yang tertuang dalam Perda No. 4 Tahun 2004 tentang penyelengaraan dan pengelolaan tempat parkir di Kota Pontianak. Kata Kunci : Otonomi Daerah, Tempat Parkir, Perhubungan.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP STATUS HUKUM DAN HAK KEWARISAN ANAK YANG DILAHIRKAN OLEH IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DI INDONESIA - A01112182, STEPHANIE SEPTINA SIMANJUNTAK
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Yang melatarbelakangi dilakukannya perjanjian surogasi adalah keadaan di mana seorang istri yang dikarenakan indikasi medis atau alasan kesehatan tidak dapat mengandung hasil pembuahan antara sel telurnya dengan sel sperma sang suami. Perjanjian surogasi adalah perjanjian yang dibuat antara pasangan pemilik benih dengan ibu surogat (ibu pengganti), di mana berdasarkan hal-hal yang diatur dalam perjanjian tersebut ibu surogat bersedia mengandung hasil pembuahan di luar rahim pasangan pemilik benih yang ditransplantasikan ke rahimnya, melahirkannya, dan menyerahkan anak yang dilahirkannya tersebut secara riil maupun secara yuridis kepada pasangan pemilik benih segera setelah anak tersebut dilahirkan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut-paut dengan isu hukum yang sedang ditangani, dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang dilakukan dengan beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Hasil penelitian ini ialah, oleh karena dalam pelaksanaan perjanjian surogasi ini embrio hasil pembuahan di dalam tabung yang ternyata ditransplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bukan tempat sel telur itu berasal, bertentangan dengan ketentuan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengharuskan hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang bersangkutan ditanam dalam rahim istri dari mana ovum berasal, maka berdasarkan Pasal 1337 KUH Perdata perjanjian surogasi tersebut batal demi hukum. Anak yang lahir berdasarkan perjanjian tersebut berstatus hukum anak sah dari ibu pengganti yang melahirkannya. Namun ada jalan lain yang dapat menjadikan status anak tersebut menjadi anak sah pasangan suami istri pemilik benih, yaitu dengan melakukan pengangkatan anak. Setelah dilaksanakannya pengangkatan anak oleh pasangan suami istri pemilik benih terhadap anak yang dilahirkan oleh ibu pengganti, maka berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan berdasarkan Hukum Adat anak tersebut berstatus hukum anak sah dari pasangan suami istri pemilik benih (orang tua genetisnya), sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam, anak yang lahir berdasarkan perjanjian surogasi ini tidak dapat menjadi anak sah dari pasangan suami istri pemilik benih karena si anak tidak dilahirkan oleh si istri melainkan oleh wanita lain. Artinya, anak tersebut berstatus anak luar kawin dari ibu penggantinya. Selanjutnya, oleh karena perjanjian surogasi dianggap batal demi hukum sehingga anak yang lahir dari perjanjian surogasi berstatus anak sah di luar kawin sang ibu pengganti, maka anak tersebut hanya memiliki hak kewarisan terhadap ibu pengganti yang melahirkannya. Namun, apabila dilakukan pengangkatan anak oleh pasangan suami istri pemilik benih terhadap anak tersebut maka akibat hukum pengangkatan anak berdasarkan KUH Perdata dan Hukum Adat yaitu status sang anak beralih menjadi anak sah pasangan suami istri pemilik benih, maka anak yang dilahirkan oleh ibu pengganti berdasarkan perjanjian surogasi hanya memiliki hak waris terhadap pasangan suami istri pemilik benih. Kecuali dalam Hukum Adat tertentu seperti Adat Jawa, anak tersebut berhak mewarisi dari ibu penggantinya juga. Sedangkan bila ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam, karena statusnya sang anak hanya memiliki hak waris terhadap ibu pengganti yang melahirkannya.   Keywords:  status hukum dan hak kewarisan anak, perjanjian surogasi, ibu pengganti
PRAKTEK PERBANKAN SYARIAH DENGAN SISTEM NISBAH DI BNI SYARIAH PONTIANAK DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM - A01110010, FIFY MUSTIKA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada saat sekarang ini Industri Perbankan berkembang sangat pesat. Karena bank merupakan lembaga yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan Industri Perbankan ini dapat dilihat dari banyaknya bank-bank konvensional yang membuka unit syariah demi memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam.Bank yang membuka unit syariah ini menjalankan sistem perbankan sesuai dengan sistem syariah dan hukum Islam yang telah diatur oleh Dewan Pengawas Syariah. Namun pada kenyataannya perbankan syariah ini masih banyak melakukan praktek perbankan yang sama dengan bank konvensinal lainnya. Skripsi ini memuat rumusan masalah Bagaimana Praktek Perbankan Syariah dengan Sistem Nisbah Yang Di Terapkan Oleh Bank BNI Syariah Pontianak Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam?. Adapun metode penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian metode penulisan hukum empiris dengan pendekatan deskriptif analisis. Metode penelitian hukum empiris yaitu penelitian yang berasal dari kesenjangan antara teori dengan kehidupan nyata yang menggunakan hipotesis, landasan teoritis, kerangka konsep, data sekunder dan data primer. Jenis pendekatan deskriptif yaitu suatu prosedur untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggambarkan keadaan pada saat sekarang, berdasarkan fakta yang ada sewaktu penelitian. Praktek perbankan syariah dengan sistem nisbah yang di tinjau dari prespektif hukum Islam ialah antara pihak bank dan nasabah apabila telah sepakat dalam pembentukan akad musyarakah maka mereka dapat menentukan berapa banyak jumlah nisbah yang akan diterima oleh masing-masing pihak. Dan kedua belah pihak harus bertanggung jawab antara satu sama lain dalam keadaan untung maupun dalam pada saat mengalami kerugian, sehingga tidak memberatkan salah satu pihak saja. Faktor penyebab pihak bank tidak menerapkan sistem nisbah sesuai prinsip syariah adalah karena kurangnya rasa percaya kepada pihak nasabah mengenai keuntungan yang didapat dan dilaporkan oleh pihak nasabah dan Pihak bank tidak mau sampai mengalami kerugian apabila menanggung kerugian yang terjadi jika dalam usahanya pihak nasabah mengalami kerugian. Akibat hukum bagi pihak bank yang menerapkan sistem nisbah tidak sesuai dengan prinsip syariah adalah bahwa pihak bank yang membuka unit syariah namun tidak menjalankan sistem nisbah yang sesuai prinsip syariah dapat dilaporkan ke Dewan Pengawas Syariah. Upaya hukum yang telah ditempuh oleh pihak nasabah terhadap bank yang tidak menerapkan sistem nisbah sesuai dengan prinsip syariah adalah dengan mengadakan musyawarah antara kedua belah pihak yang bersepakat namun apabila tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah maka nasabah dapat melaporkan pihak bank ke Pengadilan Agama. Keyword : Perbankan, Syariah, Nisbah, Hukum Islam, Prinsip Syariah.
KEWAJIBAN ANGGOTA MEMBAYAR CICILAN PINJAMAN PADA CREDIT UNION (CU) SEMANDANG JAYA DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI KECAMATAN SEPONTI KABUPATEN KAYONG UTARA - A11110102, ELYAS KRISTIANTO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bahwa dalam penulisan dan penelitian skripsi ini, penulis menitikberatkan pada pengkajian serta meneliti masalah mengenai kesepakatan antara pihak Credit Union (CU) Semandang Jaya dengan pihak anggotanya melalui perjanjian pinjam meminjam uang menurut kebutuhan anggota, yang kemudian di sepakati besarnya cicilan menurut jangka waktu pinjaman dan kemampuan melunasi cicilan. Untuk itu, pembayaran cicilan diberikan batas waktu pelunasan menurut kesepakatan antara pihak CU Semandang Jaya dengan pihak anggota. Akan tetapi dalam waktu pembayaran pelunasan cicilan, seringkali ada sebagian anggota atau anggota yang tidak melaksanakan kewajibannya yaitu melakukan tunggakan pembayaran cicilan yang wajib disetorkan kepada pihak Credit Union (CU) Semandang Jaya Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara. Atas dasar itu, penulis beranggapan bahwa hal tersebut merupakan permasalahan utama yang perlu diteliti yaitu, apakah anggota telah melaksanakan kewajibannya membayar cicilan pinjaman pada Credit Union (CU) Semandang Jaya? Untuk melakukan penulisan dan penelitian skripsi ini penulis menggunakan metode empiris/sosiologis dengan pendekatan deskriftif analisis, yaitu suatu metode penulisan yang menganalisis, mendeskripsikan atau menggambarkan suatu permasalahan yang ada sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan (masyarakat). Untuk itu penulis dapat menarik kesimpulan bahwa terbukti ada beberapa anggota yang tidak melaksanakan kewajiban membayar cicilan berdasarkan perjanjian pinjam meminjam di Credit Union (CU) Semandang Jaya Kecamatan Seponti Kabupaten Kayong Utara. Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa, pertama mengenai faktor yang menyebabkan anggota tidak melaksanakan kewajibannya membayar cicilan berdasarkan perjanjian pinjam meminjam di karenakan kelalaian yang dilakukannya sendiri, serta dikarenakan oleh kondisi iklim dan cuaca membuat anggota tidak memperoloeh biaya cukup untuk membayar cicilan. Kedua, bahwa akibat hukum bagi anggota yang tidak melaksanakan kewajiban pembayaran cicilan sama sekali berdasarkan perjanjian pinjam meminjam ialah segera melunasi semua cicilan yang tertunggak serta membayar semua denda yang diakibatkan dari kelalaiannya serta siap dikeluarkan dari keanggotaan CU Semandang Jaya. Ketiga, bahwa upaya yang ditempuh antara pihak CU Semandang Jaya dan pihak anggota yang tidak melaksanakan kewajibannya membayar cicilan ialah menyelesaikannya dengan cara musyawarah dan diberikan teguran secara tertulis melalui surat peringatan agar tidak sampai pada upaya penyitaan barang jaminan. Keyword : Perjanjian Pinjam Meminjam, Wanprestasi, Pembayaran Cicilan.