cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KEJAHATAN PERDAGANGAN ANAK DIBAWAH UMUR SESUAI PASAL 83 UNDANG-UNDANG RI NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAKDITINJAU DARI SUDUT KRIMINOLOGI - A11111055, AHMAD NURIYANTO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tekanan ekonomi disertai dengan realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat dan pemerintah, selalu terkait dengan politik ekonomi. Selain itu tidak lepas dari luasnya sarana transportasi, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta bertambah luasnya komunikasi merupakan dampak dari globalisasi yang semakin menebarkan pesona keindahan dalamkehidupan kita. Penggambaran ketergantungan masyarakat yang menunjuk pada tingkat perekonomian Negara dan usaha pengembangan sumberdaya manusia negaraini yang masih dalam tahap kurang diperdulikan yang nantinya akan berimbas pada kita sebagai masyarakat yang ingin bertahan hidup (kurangmampu).  Hal sepertiinilah yang memberikan beban tersendiri bagi beberapa orang atau kelompok masyarakat yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan kehidupan ekonomi, yang berujung pada sikap tindakan yang kurang terpuji bahkan mendapat nilai yang sangat rendah ditengah-tengah masyarakat karena mau tidak mau (secaraterpaksa) mereka akan melakukan sikap tindakan yang membuat mereka dapat bertahan hidup walaupun itu sangat beresiko.  Hal ini yang dapat mengakibatkan masyarakat terjerumus dalam prostitusi. Apalagi di kalangan anak-anak yang masih pelajar amatlah riskan dalam terjadinya prostitusi tersebut sehingga terkadang para pelajar tersebut menjadi korban bahkan sekaligus menjadi pelaku perdagangan orang dalam hal seks atau prostitusi. Dalam hal yang lebih luas, sebetulnya kita sama-sama mengetahui bahwa Negara telah mengamanatkan untuk melindungi anak untuk itu diperlukan keseriusan segenap pihak dalam mengatasi persoalan anak, termasuk dilematika merebaknya prostitusi anak di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar). Namun untuk mengungkapkan permasalahan yang ada dalam menghadapi prostitusi anak-anak yang masih pelajar perlu diketahui penyebab pelajar terjerembab dalam prostitusi tersebut baik sebagai korban bahkan germo atau mucikari.Terlebih kota Pontianak di gadang-gadang akan menja di Kota LayakAnak. Bertitik tolak dari uraian latar belakang penelitian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Faktor-Faktor Apa Yang Menjadi Penyebab Terjadinya Kejahatan Eksploitasi Secara Ekonomi Seksual Sesuai Dengan Pasal 76 I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Ditinjau Dari Sudut Kriminologi?” Faktor-Faktor Yang Menjadi Penyebab Terjadinya Kejahatan Eksploitasi Secara Ekonomi Seksual Sesuai Pasal 76 I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Adalah Faktor Ekonomi, Kurangnya Pengawasan Dari Orang Tua Serta Faktor Lingkungan Pergaulan. Era globalisasi telah membuat kehidupan mengalami perubahan yang signifikan, bahkan terjadi degradasi moral dan sosial budaya yang cenderung kepada pola-pola perilaku menyimpang. Hal ini sebagai dampak dari pengadopsian budaya luar secara berlebihan dan tak terkendali oleh sebagian anak-anak dan remaja kita. Persepsi budaya luar ditelan mentah-mentah tanpa mengenal lebih jauh nilai-nilai budaya luar secara arif dan bertanggung jawab. Anak-anak sekarang ini sangat mudah untuk terpengaruh terhadap perkembangan zaman yang dibawa oleh budaya barat yang menyebabkan pergaulan yang tidak baik di kalangan anak-anak. Anak  seperti ini sangat banyak ditemukan di kota-kota besar. Salah satu penyebab anak-anak ini mudah terpengaruh yaitu kurangnya pendirian serta kepercayaan. Sehingga sangat mudah untuk mengikuti perkembangan zaman yang diartikan kedalam hal negatif yaitu “Pergaulan Bebas.” Pada zaman modern sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut terkikis oleh sistem nilai yang lain yang bertentangan dengan agama, moral, pendidikan, serta sosial. Maka dari itu harus ditanamkan nilai-nilai positif yang berbanding lurus dengan agama, sosial, moral dan pendidikan di kalangan remaja agar menghindari pergaulan bebas. Pergaulan bebas ini juga disebabkan kurangnya perhatian orangtua, kurangnya penanaman nilai-nilai agama berdampak pada pergaulan bebas dan berakibat remaja dengan gampang melakukan hubungan suami istri di luar nikah sehingga terjadi kehamilan dan pada kondisi ketidaksiapan berumah tangga dan untuk bertanggung jawab terjadilah aborsi. Seorang wanita lebih cenderung berbuat nekat (pendek akal) jika menghadapi hal seperti ini. Tak bisa dipungkiri, bahwa kehadiran teknologi yang serba digital pada dewasa ini banyak menjebak anak-anak kita untuk mengikuti perubahan ini. Hal ini perlu didukung dan disikapi positif mengingat kemampuan memahami pengetahuan dan teknologi adalah kebutuhan masa kini yang tidak bisa terelakkan. Namun, filterisasi atas merebaknya informasi dan teknologi super canggih melalui berbagai media komunikasi seringkali terlepas dari kontrol. Pola perilaku budaya luar (dibaca: pengaruh era global), sering kali dianggap sebagai simbol kemajuan dan mendapat dukungan berarti di kalangan anak-anak dan  remaja. Kemajuan teknologi informasi telah membawa ke arah perubahan konsep hidup dan perilaku sosial. Pengenalan dan penerimaan informasi dan teknologi tumbuh pesat bahkan menjadi suatu kebutuhan hidup. Masalahnya sejauh mana nilai positif dari kemajuan tersebut mampu dipilih dan dipilah secara cermat dan bertanggungjawab oleh anak-anak dan remaja. Ini sangat urgen (dibaca: sangat penting), karena persoalannya menyangkut masa depan anak-anak itu sendiri dan bisa jadi negara tercinta ini, akan kehilangan satu mata rantai generasi penerus (the loss generation).  Sebagai  bagian dari masalah-masalah sosial yang ada, kenakalan anak-anak merupakan masalah yang serius karena akan mengancam kehidupan suatu bangsa. Penyakit sosial anak-anak  muncul sebagai akibat melemahnya pengertian dan kewaspadaan terhadap kebutuhan dan permasalahan usia anak itu sendiri. Sifat-sifat sulit diatur, berontak, merajuk, kumpul-kumpul, suka meniru, mulai jatuh cinta, hura-hura dan sebagainya, adalah rangkaian pola perilaku yang selalu muncul membayangi sisi kehidupan remaja. Laporan “United Nations Congress on the Prevention of Crime and the Treatment of offenders” yang bertemu di London pada 1960 adanya kenaikan jumlah juvenile delinquency. Dalam kualitas kenakalan, dan peningkatan dalam kegarangan dan kebengisannya yang lebih banyak dilakukan dalam aksi-aksi kelompok daripada tindak kejahatan individual. Juvenile delinquency ialah perilaku nakal (dursila), atau kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja.   Kata Kunci :Kejahatan, Eksploitasi Seksual danAnak  
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT PENAMBANG EMAS TANPA IZIN DI KECAMATAN BELITANG HILIR KABUPATEN SEKADAU (UNDANG-UNDANG NO 4 TAHUN 2009) - A01111180, YUNI MONIKA SITORUS
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Skripsi dengan judul “Penegakan Hukum Terhadap Masyarakat Penambang Emas Tanpa Izin Di Kecamatan Belitang Hilir Berdasarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009” dipilih oleh penulis untuk dibahas karena penulis ingin mengetahui upaya hukum apa saja yang telah di lakukan oleh Kepolisian Resor Sekadau beserta Pemerintah Daerah setempat dalam menangani kasus pertambangan emas tanpa izin di Kecamatan Belitang Hilir Kabupaten Sekadau, hambatan yang dihadapi selama proses penegakan hukum, alasan tetap berlangsungnya kegiatan pertambangan emas tanpa izin serta solusi tepat yang harus diberikan kepada masyarakat penambang apabila kegiatan pertambangan harus dihentikan. Pertambangan emas tanpa izin adalah suatu kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan yayasan berbadan hukum yang dalam kegiatannya tidak memiliki izin dari instansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Kegiatan ini telah berlangsung sekitar 50 tahun yang lalu dan terus berlangsung karena kegiatan pertambangan emas merupakan sumber mata pencaharian utama masyakat setempat. Untuk melakukan kegiatan penambangan emas, telah diatur di dalam Undang Undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menggantikan Undang-Undang No 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, Kemudian pada tahun 2010 pemerintah secara resmi memaparkan dua Peraturan Pemerintah sebagai Peraturan Pelaksana Undang Undang Mineral dan Batubara tersebut yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Wilayah Pertambangan yang mengatur Rencana atas wilayah pertambangan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Gubernur,Bupati/Walikota serta DPR-RI  dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Tahun 1986, dikeluarkan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/201/M.PE/1986 Tentang Pedoman Pengelolaan Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (Golongan A dan B) yang mengatur bahwa wilayah pertambangan ditetapkan serta dilimpahkan kepada Gubernur/Kepala Daerah Tingkat I tentang perizinan pertambangan rakyat baik untuk Bahan Galian Strategis dan Vital (golongan A dan B) . Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut makan provinsi Kalimantan Barat kemudian mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Nomor 8 Tahun 1987 Tentang Pertambangan Rakyat Bahan Galian Strategis dan Vital (Golongan A dan B) yang menyatakan bahwa setiap izin usaha pertambangan rakyat bahan galian strategis dan Vital(Golongan A dan B) baru dapat dilaksanakan setelah mendapatkan Izin Pertambangan Rakyat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis Pada tahun 2013 hingga 2014 telah terjadi penurunan jumlah kasus pertambangan emas tanpa izin di Kabupaten Sekadau, upaya penegakan hukum berupa penyebaran  pamflet dan baliho yang dipasang di Lokasi pertambangan emas tanpa izin, pemberian himbauan/teguran serta penyuluhan hukum dan lingkungan sudah secara intensif dilakukan oleh Kepolisian Resor Sekadau berkoordinasi dengan Dinas Pertambangan Kabupaten Sekadau, Kepolisian Sektor Belitang Hilir serta Camat Belitang Hilir dilakukan dengan tujuan semakin bertambahnya jumlah masyarakat penambang emas tanpa izin serta demi penyelamatan lingkungan. Disamping itu razia serta operasi yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Sekadau telah terlaksana namun seringkali terkendala oleh kebocoran razia yang akan dilakukan oleh Aparat Kepolisian Resor Sekadau serta masih terdapatnya toleransi dari aparat Kepolisian kepada masyarakat penambang emas tanpa izin sehingga banyak kasus yang berhenti di tingkat penyidikan. Pemerintah Daerah sudah selayaknya memberikan perhatian secara khusus kepada para masyarakat penambang emas tanpa izin, apabila izin pertambangan rakyat tidak bisa diperoleh masyarakat penambang emas tanpa izin karena belum dikeluarkannya Wilayah Pertambangan untuk Kabupaten Sekadau oleh Menteri Pertambangan, Pemerintah Daerah harus siap untuk memberikan pelatihan serta membuka lapangan pekerjaan yang baru untuk menggantikan pekerjaan uatama masyarakat setempat sebagai penambang emas demi mencegah meningkatnya angka pengangguran serta kemiskinan.   Keyword : Penegakan Hukum Terhadap Masyarakat Penambang Emas Tanpa Izin Di Kecamatan Belitang Hilir Berdasarkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009, Izin Pertambangan Rakyat.
WANPRESTASI DISTRIBUTOR KACANG KEDELAI PADA PENGUSAHA TAHU DI KOTA PONTIANAK - A11109097, AYU PUTRI AMANDA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Wanprestasi Distributor kacang kedelai pada Pengusaha Tahu di Kota Pontianak, dengan merumuskan masalah yaitu faktor apa yang menyebabkan Distributor kacang kedelai wanprestasi pada pengusaha tahu di Kota Pontianak dan menggunakan Metode empiris Deskriptif Analisis. Perjanjian yang dilakukan antara Distributor dan pengusaha tahu di Kota Pontianak di buat secara Lisan / tidak tertulis . dalam hal ini terjadi hubungan hukum yang bersifat timbal balik, dimana pihak yang satu berkewajiban untuk menyerahkan suatu prestasi kepada pihak yang lain, dari pihak yang lain berhak menerima prestasi dari pihak tersebut secara timbal balik. Bagi pihak Distributor yang lalai atau ingkar janji terhadap pelaksanaan perjanjian berakibatkan Hukum atau dapat dikatakan Wanprestasi. Di mana pihak Distributor melaksanakan prestasinya tetapi prestasinya itu tidak dilakukan sebagaimana mestinya atau dapat juga dikatakan pula dengan melaksanakan prestasinya tetapi terlambat. Keywords : Wanprestasi, Distributor Kacang Kedelai, Pengusaha Tahu
ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SAMBAS TERHADAP ASET (TANAH) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 PASCA KERUSUHAN TAHUN 1999 (STUDI DESA DALAM KAUM KECAMATAN SAMBAS KABUPATEN SAMBAS) - A01110054, BAMBANG WIRA ATMAJA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Konflik sosial adalah konflik yang melibatkan sesama masyarakatdalam suatu wilayah, suatu konflik terjadi karena adanya ketidaksepahaman dalam suatu kelompok masyarakat. Di Kabupaten Sambasterjadi konflik sosial yang melibatkan dua etnik yaitu etnik Madura dan etnik Melayu. Akibat konflik tersebut juga berimplikasi pada penguasaan tanah. Warga Madura sebagai pemilik hak atas tanah namun tanah hak tersebut saat ini sebagian diduduki oleh etnik Melayu/dayak. Olehnya perlu dikaji secara ilmiah terkait kewenangan pemerintah Kabupaten Sambas terhadap tanah-tanah terlantar akibat konflik antar etnis sebagai aset Pemerintah kabupaten. Karena hal ini sudah menjadi permasalahan lama dan turut menjadi bagian dalam penelitian skripsi mengenai masalah kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas terhadap aset (tanah) pasca kerusuhan tahun 1999. Adapun metode penelitian berdasarkan metode penelitian yuridis normatif. Dalam hal ini metode tersebut digunakan untuk menganalisis tentang aspek yuridis Kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas terhadap aset (tanah) pasca kerusuhan tahun 1999. Metode penelitian menggunakan pendekatan sosiologis, yaitu jenis penelitian yang berdasarkan fakta sosial atau pembuktiannya sesuai yang terjadi di dalam masyarakat, dengan Lokasi Penelitian Yang Dilakukan Di Desa Dalam Kaum Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas.Dengan bertumpupada data primer dan data sekunder. Warga Madura sebagai warga yang mendiami hampir seluruh wilayah Kabupaten Sambas, dikarenakan program transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintahan waktu itu. Penguasaan tanah oleh sebagian warga Madura ada yang diperoleh dari pemberian pemerintah yang menjalankan program transmigrasi, selain itu warga Madura juga selama mendiami wilayah transmigrasi melakukan kegiatan perekonomian dan mendapat keuntungan. Dari aktivitas perokonomian tersebut keuntungan yang diperoleh digunakan untuk membeli tanah dan memproses sesuai ketentuan perundang-undangan hingga memperoleh hak secara yuridis-formal (sertifikat tanah). Bahwa perolehan hak atas tanah dalam penguasaan warga Madura merupakan hasil program transmigrasi. Sehingga membuat Pemerintah Kabupaten masih tidak optimal dalam melaksanakan kewenangannya, dimana hanya sebatas melaksanakan kegiatan inventarisasi lahan tanah bekas warga Madura. Bahwa terdapat kendala dalam hal urusan pertanahan, sampai saat ini pemerintah masih mempertahankan Badan Pertanahan Nasional di daerah sebagai instansi vertikal yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pertanahan baik nasional, regional maupun sektoral dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional. Seharusnya dengan semangat otonomi daerah urusan dibidang pertanahan (regional dan sektoral) mestinya diselenggarakan oleh dinas daerah. Kata Kunci: Kewenangan, Otonomi Daerah, dan Tanah.
PENERAPAN UU NO. 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA TERHADAP PENGEDAR/PENJUAL REKAMAN FILM DALAM BENTUK DVD BAJAKAN DI KOTA PONTIANAK - A01110143, HANSEN BARTIMEUS SINAMBELA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pekerjaan menjadi pengedar/penjual DVD bajakan merupakan tindakan ilegal dan melanggar hukum. Penelitian ini bertujuan untuk Untuk mengetahui apakah sanksi pidana terhadap pengedar/penjual rekaman film bajakan dalam bentuk DVD sudah dilaksanakan dan ntuk mengetahui apa saja kendala bagi aparat penegak hukum dalam upaya melindungi Hak Cipta khususnya terhadap film bajakan dalam bentuk DVD di kota Pontianak.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk upaya penegakan hukum yang dilaksanakan aparat kepolisian adalah dengan melakukan operasi razia, operasi razia ini dilakukan di tempat-tempat yang diketahui berpotensi terjadi tindak penjualan DVD bajakan. Pelaksanaan operasi oleh aparat ini tidak efektif terbukti dengan masih banyaknya pengedar/penjual DVD bajakan di kota Pontianak. Membeli DVD bajakan juga seakan sudah menjadi budaya bagi masyarakat Pontianak, ini dengan terlihatnya banyak pengedar/penjual DVD bajakan yang tidak mau beralih profesi dikarenakan tergiur oleh keuntungan yang dapat mereka peroleh dengan menjual DVD bajakan. . Penegakan hukum terhadap tindak pidana penadahan ini mengalami kendala internal dari aparat kepolisian seperti kurangnya biaya operasional, sumber daya aparat, dan fasilitas.Menyebabkan kurang maksimalnya upaya penegakan hukum yang dilaksanakan oleh aparat kepolisian POLRESTA Kota Pontianak.Sementara itu faktor eksternal aparat kepolisian seperti sikap acuh masyarakat terhadap tindak pidana ini serta kurangnya dukungan serta kesadaran masyarakat telah mendorong meningkatnya jumlah pengedar/penjual DVD bajakan. Kata Kunci : Bajakan
IMPLEMENTASI PASAL 22 AYAT 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2010 DALAM MENDAPATKAN AKTA KELAHIRAN DI KECAMATAN TELUK KERAMAT KABUPATEN SAMBAS - A01112215, DEBI GUSTRIA NINGSIH
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Skripsi ini berjudul “IMPLEMENTASI PASAL 22 AYAT 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 4 TAHUN 2010 DALAM MENDAPATKAN AKTA KELAHIRAN DI KECAMATAN TELUK KERAMAT KABUPATEN SAMBAS” berdasarkan judul di atas permasalah yang timbul adalah mengapa implementasi pasal 22 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pelayanan Administrasi Kependudukan di Kecamatan Teluk Keramat Kabupaten Sambas belum berjalan sesuai yang diharapkan? Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Sosiologis yaitu jenis penelitian yang bertujuan menguji hipotesis-hipotesis tentang ada tidaknya hubungan sebab akibat antara berbagai variabel yang diteliti. Pada dasarnya penelitian jenis ini bertujuan ingin menguji hubungan sebab akibat yaitu kelompok pertama adalah kelompok yang diteliti (Masyarakat) dan kelompok yang kedua sebagai kelompok kontrol (Disdukcapil). Dalam pelaksanaan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membuatkan anaknya akta kelahiran terdapat berbagai faktor yang terjadi di lapangan diantaranya berupa infrastruktur jalan yang tidak mendukung karena letak Kecamatan ke Kabupaten memakan waktu lama yang disebabkan oleh infrastruktur jalan rusak parah dan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya memiliki akta kelahiran. Akta kelahiran akan di buat apabila ada kepentingan-kepentingan mendesak yang mengharuskan anak tersebut mempunyai akta kelahiran. Upaya yang dilakukan Disdukcapil dalam meningkatkan kesadaran masyarakat adalah melkukan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat melalui rapat-rapat bersama Kepala Desa dalam pembahasan mewujudkan tertib administrasi dan menekankan kepada seluruh sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Sambas untuk mencantumkan akta kelahiran sebagai salah satu syarat masuk sekolah. Jarak antara Kantor Disdukcapil dan Kecamatan sangat mempengaruhi masyarakat dalam pembuatan akta kelahiran. Jarak Kantor Disdukcapil dan Kecamatan Teluk Keramat di tempuh dengan waktu perjalanan kurang lebih selama 1 jam 30 menit. Hal ini sangat tidak mnguntungkan bagi masyarakat Kecamatan Teluk Keramat karena selain rugi waktu dengan perjalanan jauh juga akan rugi biaya. Di harapkan untuk kedepannya nanti Disdukcapil memberikan kewenangannya kepada tiap-tiap Kecamatan untuk mengurus sendiri administrasi kependudukan khususnya dalam bidang pembuatan akta kelahiran. Artinya pembuatan akta kelahiran bukan lagi menjadi kewenangan Disdukcapil tetapi langsung dapat di proses di Kecamatan tempat orang tersebut berdomisili. Kata Kunci : Administrasi Kependudukan dan Akta Kelahiran.
SISTEM OUTSOURCING DALAM REKRUTMEN PEKERJA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE KOTA PONTIANAK - A11111213, SYARIFAH INDAH
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

FINANCE KOTA PONTIANAK”. Masalah yang diteliti “faktor apakah yang menyebabkan PT. Federal International Finance Kota Pontianak menggunakan sistem out sourcing dalam rekrutmen pekerjanya”. Metode yang digunakan Deskriptif Analis yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan keadaan yang sebenarnya sebagaimana yang terjadi pada saat penelitian dilakukan. Sistem outsourcing adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja secara tertulis. Ketentuan ini secara khusus diatur dalam undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 9 tahun 2012 Tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Hak dan kewajiban para pihak dalam hubungan kerja outsourcing yaitu: 1). Hak pekerja yaitu hak akan upah, hak pekerjaan dan hak perlindungan, 2). Hak pengusaha yaitu hak mengatur dan hak memerintah, 3). Kewajiban pekerja yaitu melaksanakan perintah dan menaati peraturan, 4). Kewajiban pengusaha yaitu membayar upah, memberikan pekerjaan dan memberikan perlindungan. Selanjutnya penelitian ini dilakukan di PT. Federal International Finance Kota Pontianak, dengan cara pengumpulan data melalui wawancara dan penyebaran angket. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa PT. Federal International Finance Kota Pontianak tidak bertanggung jawab atas karyawan yang direkrut secara outsourcing, yang bertanggung jawab adalah perusahaan penyedia jasa tenaga kerja untuk memenuhi hak-hak karyawan berupa gaji, tunjangan kesehatan, jamsostek, dan sebagainya, hal ini dikarenakan tidak adanya keterikatan hukum antara PT. Federal International Finance dengan pihak pekerja yang direkrut secara outsourcing. Kemudian faktor penyebab PT. Federal International Finance menggunakan sistem outsourcing dalam perekrutan karyawan adalah suatu strategi yang digunakan untuk menghemat pengeluaran perusahaan dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di PT. Federal International Finance Kota Pontianak, selain itu juga untuk menghindari resiko apabila terjadi pemutusan hubungan kerja perusahaan tidak perlu membayar pesangon. Tidak ada ikatan hukum antara pekerja dengan PT. Federal International Finance Kota Pontianak, maka akibat hukum bagi pekerja yang direkrut secara outsourcing oleh PT. Federal International Finance tidak ada. Apabila suatu saat terjadi perselisihan antara pihak pekerja dengan PT. Federal International Finance tidak akan bisa ditempuh dengan jalur hukum. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh karyawan outsourcing apabila PT. Federal International Finance Kota Pontianak tidak bertanggung jawab atas perjanjian outsourcing adalah hanya sekedar memberikan informasi wanprestasi yang terjadi di perusahaan tempatnya bekerja kepada perusahaan (vendor) agar bisa ditindaklanjuti oleh perusahaan (vendor) dan apabila tidak ditindaklanjuti pekerja bisa saja melaporkan kepada petugas pengawas ketenagakerjaan melalui serikat pekerja/buruh agar bisa ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penunjang hasil produksi. Dilihat dari sisi penawaran, umumnya hampir di setiap negara menunjukkan perkembangan yang terus meningkat dari Tahun ketahun sehingga diperlukan kebijakan-kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan produksi dengan tujuan agar dapat menyerap angkatan kerja. Mempekerjakan karyawan dalam ikatan kerja outsourcing nampaknya sedang menjadi tren atau model bagi pemilik atau pemimpin perusahaan baik itu perusahaan milik negara maupun perusahaan milik swasta. Banyak perusahaan outsourcing yakni perusahaan yang bergerak di bidang penyedia tenaga kerja aktif menawarkan keperusahaan-perusahaan pemberi kerja, sehingga perusahaan yang memerlukan tenaga kerja tidak perlu susah-susah mencari, menyeleksi dan melatih tenaga kerja yang dibutuhkan. Outsourcing menjadi cukup populer belakangan ini terkait dengan kebijakan pemerintah mengenai tenaga kerja. Outsourcing juga dikenal dengan istilah alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing (alih daya) dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau penunjang oleh suatu perusahaan atau penyedia jasa pekerja/buruh. Banyak pembisnis yang menggunakan sistem outsourcing (alih daya)  karena dinilai lebih mengurangi biaya produksi dan lebih cepat pengerjaannya dibanding dengan mengerjakan sendiri. Manfaat outsourcing (alih daya) bagi masyarakat adalah untuk perluasan kesempatan kerja, outsourcing (alih daya) sebagai salah satu solusi dalam menanggulangi pengangguran dan menjadi salah satu solusi dari perluasan kesempatan kerja. Bagi pemerintah, pelaksanaan outsourcing (alih daya) memberikan manfaat untuk mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat. Keberadaan perusahaan yang bergerak pada bidang outsourcing (alih daya) secara tidak langsung telah membantu pemerintah dalam mengatasi pengangguran dengan menciptakan lapangan pekerjaan. Kecenderungan beberapa perusahaan untuk memperkerjakan karyawan dengan sistem outsourcing (alih daya) pada saat ini  umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan untuk melakukan penghematan pengeluaran biaya perusahaan. Dengan menggunakan sistem outsourcing (alih daya) pihak perusahaan berusaha untuk menghemat biaya pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Gagasan awal berkembangnya outsourcing adalah untuk membagi risiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk masalah ketenagakerjaan. Kehadiran negara yang semula diharapkan dapat memberikan jaminan perlindungan atas hak-hak pekerja/buruh, malah justru sebaliknya, kehadiran negara lebih terkesan represif bahkan aksploitatif terhadap kepentingan pekerja/buruh. Sementara peran Negara dalam hubungan industrial terkesan fasilitatif dan akomodatif terhadap kepentingan pemodal. Problema outsourcing (alih daya) di Indonesia semakin parah seiring dilegalkannya praktik outsourcing (alih daya) dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang banyak menuai kontroversi itu. Ditengah kekhawatiran masyarakat akan lahirnya kembali bahaya kapitalisme, pemerintah justru melegalkan praktik outsourcing (alih daya) yang secara ekonomi dan moral merugikan pekerja/buruh. Kontroversi itu berdasarkan kepentingan yang melatarbelakangi konsep pemikiran dari masing-masing subjek. Bagi yang setuju berdalih bahwa outsourcing (alih daya) bermanfaat dalam pengembangan usaha, memacu tumbuhnya bentuk-bentuk usaha baru yang secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan bagi para pencari kerja dan bahkan di berbagai Negara praktik seperti ini bermanfaat dalam hal peningkatan pajak, pertumbuhan dunia usaha, pengentasan pengangguran dan kemiskinan serta meningkatkan daya beli masyarakat, sedangkan bagi perusahaan sudah pasti, karena setiap kebijakan bisnis tetap berorientasi pada keuntungan. PT. Federal International Finance Kota Pontianak merupakan salah satu perusahan yang menggunakan jasa outsourcing (alih daya) dalam rekrutmen tenaga kerja. Sistem perekrutan tenaga kerja outsourcing (alih daya) ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perekrutan karyawan pada umumnya. Perbedaannya, karyawan ini direkrut oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja (vendor) yaitu PT. Swakarya Insan Mandiri, bukan oleh PT. Federal International Finance Kota Pontianak Secara Langsung. Kemudian, oleh PT. Swakarya Insan Mandiri karyawan akan dikirimkan ke perusahaan lain (klien) yang membutuhkannya, termasuklah PT. Federal International Finance Kota Pontianak. Dalam sistem kerja ini, PT. Swakarya Insan Mandiri melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada karyawan outsourcing. Selanjutnya mereka menagih ke PT. Federal International Finance. Pekerja outsourcing (alih daya) biasanya bekerja berdasarkan kontrak, dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing bukan dengan perusahaan pengguna jasa, dapat simpulkan memang sistem ini lebih menguntungkan satu pihak yaitu pihak perusahaan, bagaimana dengan pekerjanya? pekerjanya akan semakin susah untuk menikmati hasil pekerjaannya.   Keywords: Rekrutmen Pekerja, Sistem Outsourcing  
TINDAK PIDANA KORUPSI ALOKASI DANA DESA (ADD) DESA SEI BEMBAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA PROVINSI KALIMANTAN BARAT - A11107322, BUDIARJO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Satuan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Kalbar  terhadap dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan ADD (Alokasi Dana Desa) tahun 2007 Desa Sei Bemban Kec. Kubu Kab. Kubu Raya yang dilakukan oleh Kepala Desa Sdr. Syafini Syamsudin dengan cara dana ADD tahun 2007 Desa Sei Bemban sesuai  proposal yang diajukan dalam  DRK  (Daftar Rencana Kegiatan) kepada Bupati Pontianak sebesar Rp. 136.798.003,-. Atas perbuatan yang dilakukan Kepala Desa Sei Bemban Sdr. Syafini Syamsudin mengakibatkan kerugian keuangan  Negara  sebesar kurang lebih Rp. 91.683.951,67. Atas perbuatan tersebut, tersangka dipersangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) yo Pasal 3 UU RI No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk membahas permasalahan dalam penelitian tersebut, penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan penelitian yang bersifat deskriptif dan menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik wawancara, teknik penyebaran kuisioner/angket, teknik pengamatan, dan teknik studi dokumen. Kemudian data-data tersebut dilakukan penganalisaan data secara bertahap meliputi editing, coding, tallying dan tabulasi. Dari hasil analisa data diperoleh fakta-fakta bahwa di Desa Sei Bemban Kecamatan  Kubu   Kabupaten  Kubu  Raya  telah  terjadinya  tidak  pidana korupsi pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2007 yang dilakukan oleh Kepala Desa An. Syafini Samsudin dengan cara membuat Laporan Pertanggunggungjawaban pelaksanaan pencairan 60%  sebagian besar adalah fiktif,  dan  dari  100%  dana  ADD  Desa  Sei Bemban  sebesar  Rp.  136.798.003,00  yang  direalisasikan  sebesar   Rp. 45.114.051,33  dan  yang  tidak  direalisasikan  dalam  pelaksanaan  kegiatan  sesuai  DRK  (Daftar  Rencana  Kegiatan) sebesar Rp. 91.683.951,67. Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi di Desa Sei Bemban Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya dikarenakan kurangnya pengawasan, hal ini terbukti bahwa Peraturan Bupati Pontianak Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Alokasi Dana Desa yang ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Camat Kubu Nomor  3 Tahun 2007 tanggal 25 Juli 2007 tentang Pembentukan Tim Pembina ADD tingkat Kecamatan Kubu yang melibatkan Kasi Pemerintahan, Kasi Kesejahteraan Masyarakat dan Kasi Ketertiban dan Ketentraman Umum pada Kantor Kecamatan baru menerima surat keputusan dimaksud pada tanggal 12 Agustus 2007, sehingga anggota tim tidak melaksanakan tugas pengawasan terhadap pengelolaan ADD. Bahwa upaya dan langkah-langkah Satuan Unit Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Kalbar dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi di Desa Sei Bemban Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya, sudah optimal yang dimulai dengan pemenuhan administrasi penyelidikan dan penyidikan serta koordinasi dengan instansi terkait. Namun hasil pemeriksaan terhadap tersangka terhambat dengan saksi kunci yang membuat proposal pengajuan ADD Tahun 2007 sekaligus sebagai Bendahara Pemerintahan Desa atas nama Miat yang meninggal dunia sebelum proses penyidikan dilakukan. Berkaitan dengan penyelesaian  hal tersebut, maka diperlukan gelar perkara yang melibatkan beberapa pakar hukum dan intansi terkait, guna menentukan langkah-langkah hukum lebih lanjut berkaitan dengan penyelesaian kasus korupsi pengelolaan dana ADD Tahun 2007 pada Pemerintahan Desa Sui. Bemban Kecamatan Kubu, mengingat salah satu saksi kunci, yaitu Bendahara Desa telah meninggal dunia. Di samping itu juga, instansi yang terlibat dalam pengawasan atau pembina kecamatan berkaitan dengan pengelolaan dana ADD, tidak hanya menerima laporan pertanggungjawaban yang dibuat oleh pemerintahan desa, namun lebih pro aktif dengan melakukan check fisik di lapangan, sehingga laporan dan realita dilapangan terjadi persesuaian, sehingga penyimpangan dapat dieliminir.  Pada era transparansi dewasa ini, aparatur negara tetap menjadi tumpuan harapan untuk menjadi salah satu dinamisator ke arah pemulihan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan setelah krisis multi dimensi yang melanda bangsa dan negara sejak tahun 1997. Berbagai penilaian yang mengindikasikan merajalelanya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia, termasuk pada lingkup birokrasi pemerintahan merupakan tantangan tersendiri yang harus dijawab oleh seluruh aparatur negara. Upaya yang terencana dan transparan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk menjadikan pemerintahan yang bersih (clean government) menuju ke arah kepemerintahan yang baik (good governance) tidak bisa ditunda lagi Praktik  seperti penyalahgunaan wewenang, penyuapan, pemberian uang pelicin, pungutan liar, pemberian imbalan atas dasar kolusi dan nepotisme serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi, oleh masyarakat diartikan sebagai suatu perbuatan korupsi dan dianggap sebagai hal yang lazim terjadi di negara ini. Ironisnya, walaupun usaha-usaha pemberantasannya sudah dilakukan lebih dari empat dekade, praktik-praktik korupsi tersebut tetap berlangsung, bahkan modus operandinya lebih canggih dan terorganisir, sehingga makin mempersulit penanggulangannya. Perubahan sistem politik dari sentralistis (Orde Baru) menjadi desentralistis (Orde Reformasi) ternyata tidak selalu memberikan best practices. Korupsi ternyata bukan saja terjadi di kompleks Senayan dan kawasan Merdeka melainkan sudah merambah arena yang jauh dari hingar-bingar politik nasional. Ternyata korupsi terdesentralisasi sampai ke tingkat desa. Korupsi omni present. Jumlah yang dikorupsi, cara-cara mengorupsi mungkin “kelas ikan teri”. Namun bukan berarti tindakan korupsi dibolehkan bahkan dipetieskan sekalipun. Korupsi bisa saja lebih afdhol (baik) dilakukan secara berjama’ah sehingga bisa saling menyandera, saling melindungi antar struktur birokrasi di tingkat desa sekalipun. Salah satunya korupsi yang terjadi di Desa Sei Bemban Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya Provinsi Kalimantan Barat Pelaksanaan   ADD  telah  diatur  dalam  Peraturan  Bupati Pontianak Nomor  4  Tahun  2007  Tentang  Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2007 di Kabupaten Pontianak dan Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun  2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Alokasi Dana Desa, dan perbuatan yang dilakukan Kades sungai Bemban An. SYAFINI SYAMSUDIN dengan cara membuat Laporan Pertanggunggungjawaban pelaksanaan pencairan 60%  sebagian besar adalah fiktif,  dan  dari  100%  dana  ADD  Desa  Sei Bemban  sebesar  Rp.  136.798.003,00  yang  direalisasikan  sebesar   Rp. 45.114.051,33  dan  yang  tidak  direalisasikan  dalam  pelaksanaan  kegiatan  sesuai  DRK  (Daftar  Rencana  Kegiatan) sebesar Rp. 91.683.951,67. Dalam pelaksanaannya ADD desa Sungai Bemban TA. 2007 Kepala Desa Sei Bemban Sdr. SYAFINI SYAMSUDIN bertentangan dengan Peraturan  Bupati Pontianak Nomor  4 Tahun 2007 Tentang Alokasi Dana Desa Tahun Anggaran 2007 Pemerintah Kabupaten Pontianak dan Peraturan Bupati Nomor  5 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Alokasi Dana Desa. Akibat perbuatan yang dilakukan oleh Kades Sungai Bemban An. SYAFINI SYAMSUDIN  menimbulkan kerugian keuangan Negara  sebesar  Rp. 91.683.951,67, sebagaimana di maksud dalam Pasal 3 jo Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor  20 Tahun  2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Melihat modus operandi yang dilakukan oleh Kepala Desa Sei Bemban Sdr. SYAFINI SYAMSUDIN dalam mengelola dana ADD dengan membuat laporan fiktif pelaksanaan pembangunan desa sehingga negara dirugikan sebesar sebesar Rp. 91.683.951,67.  Penulis  berasumsi masih lemahnya pengawasan dalam pengalokasian dana ADD Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menegaskan bahwa keseluruhan belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, desa mempunyai hak untuk memperoleh bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten. Perolehan bagian keuangan desa dari kabupaten dimaksud selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa (ADD), yang penyalurannya melalui Kas Desa / rekening Desa. Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelengarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasar keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat. Melalui ADD ini, Pemerintah Daerah berupaya membangkitkan lagi nilai-nilai kemandirian masyarakat Desa dengan membangun kepercayaan penuh kepada masyarakat untuk mengelola dan membangun desa masing-masing. Namun dalam pelaksanaannya pemberian alokasi ADD ini sering disalah gunakan oleh perangkat desa, sebagaimana yang terjadi di Desa Sei. Bemban Kecamatan Kubu Kabupaten Kubu Raya. Dengan dalih kepentingan desa, namun penggunaan dana tersebut lebih untuk kepentingan pribadi atau lebih dikenal dengan istilah korupsi. Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok.[1] Korupsi menurut Huntington adalah : “Perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi”. [2] Menurut  Kartini Kartono, korupsi adalah : “tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum”.[3] Menurut kamus Bahasa Indonesia, korupsi adalah perbuatan busuk, penyelewengan, penggelapan untuk kepentingan pribadi.   Keyword : TINDAK  PIDANA KORUPSI ALOKASI DANA DESA
KEDUDUKAN ANAK PEREMPUAN PADA MASYRAKAT BATAK TOBA DALAM HUKUM WARIS ADAT DI KOTA PONTIANAK - A01112042, HELPRIDA NABABAN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sistem kekeluargaan yang dikenal pada masyarakat Batak Toba adalah sistem patrilineal, yang berdasarkan garis keturunan laki-laki dan merupakan generasi penerus orang tuanya sedangkan anak perempuan bukan generasi orang tuanya. Akibat dari sistem ini sangat berpengaruh terhadap kedudukan anak perempuan di dalam hal warisan TAP MPRS No. II Tahun 1960 dan putusan Mahkamah Agung No. 179 K/Sip/1961 merupakan perkembangan terhadap kedudukan anak perempuan   sebagai ahli waris orang tuanya. Untuk itu ingin diketahui bagaimana kedudukan anak perempuan dalam hukum waris adat ada masyarakat Batak Toba di Kota Pontianak dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan hak waris anak perempuan dalam hal hukum waris adat Batak Toba.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris. Sifat penelitian dilakukan secara deskriptif analisis, yang akan menggambarkan, memaparkan dan mengungkapkan bagaimana sesungguhnya kedudukan anak perempuan dalam hukum waris adat pada masyarakat Batak Toba yang sudah hidup merantau di Kota Pontianak dan faktor apa yang mempengaruhi keadaan tersebut.Dari hasil penelitian yang didapat, bahwa masyarakat Batak Toba di Kota Pontianak yang menganut sistem patrilineal, telah mengalami perkembangan di mana masyarakat Batak Toba telah mengubah prinsip mereka yaitu anak perempuan dapat memperoleh kedudukannya di dalam waris seperti halnya anak lak-laki. Masyarakat Batak Toba berpendapat bahwa harta kekayaan (warisan) yang diperoleh dari penghasilan mereka sendiri yang terutama berada di Kota Pontianak, kecuali warisan yang berada di kampung halaman, yang telah diwarisi turun temurun merupakan hak untuk anak laki-laki, sedangkan yang diperoleh dari penghasilan pewaris sendiri dapat diberikan kepada anak perempuan maupun laki-laki.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan anak perempuan telah mengalami perkembangan dalam pembagian warisan yang sama dengan anak laki-laki. Dengan sifat netral ini telah terjadi adanya persamaan derajat antara anak laki-laki dan anak perempuan yang telah memberikan pengaruh yang besar dalam bidang hukum adat, khususnya hukum waris adat Batak yang ada di perantauan terutama di Kota Pontianak. Kata Kunci : Kedudukan Anak Perempuan, Hukum Waris Adat, Batak Toba. 
PENERTIBAN TERHADAP RUMAH KOST BERDASARKAN PASAL 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUBU RAYA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG KETERTIBAN UMUM DI KECAMATAN SUNGAI RAYA - A1011131023, TRI SEPTA LESTARI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan penertiban rumah kost di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya, serta ingin mengetahui dan mendeskripsikan proses penerapan pasal 6 dan pasal 13 Peraturan Daerah Kabupaten Kubu Raya Nomor 4 Tahun 2010 tentang Keteriban Umum. Dalam penelitian ini menggunakan metode diskriptif analisis, sehingga dapat diketahui bahwa kurangnya sosialisasi dan pemahaman terhadap masyarakat terhadap pentingnya memiliki izin usaha rumah kost, namun masyarakat merasa keberatan mengurus izin ini disebabkan mereka memang kurang mengetahui aturannya, juga dalam pengurusannya terlalu banyak persyaratan yang sulit untuk didapatkan. Sehingga dengan demikian skripsi ini dapat memberikan masukan kepada masyarakat dan pemerintah Kabupaten Kubu Raya, diantaranya, secepatnya diadakan penyuluhan hukum terhadap masyarakat dan pemilik rumah kost, dan juga memberikan kemudahan dalam pengurusan izin usaha rumah kost. Banyak keuntungan diraih oleh kecamatan Sungai Raya yang geografisnya berbatasan langsung dengan Kota Pontianak sebagai ibu kota Provinsi Kalimantan Barat, yang tentunya merupakan titik sentral dari semua kegiatan, baik kegiatan perdagangan, kegiatan pendidikan, perindustrian, pelayaran, pemerintahan, dan lain-lain yang banyak memberikan kontribusi dalam menunjang pembangunan di daerah. Salah satu keuntungan yang menarik perhatian peneliti adalah, pertambahan penduduk sebagai akibat limpahan dari tempat tujuan kota Pontianak, yang secara langsung maupun tidak langsung mempunyai gaya tarik bagi pendatang domestik utamanya tenaga kerja,pelajar dan mahasiswa dari berbagai daearah kabupaen/kota di lingkungan Provinsi Kalimanatan Barat dan tidak sedikit pula yang berasal dari luar Kalimantan Barat, seperti dari Jawa, NTT, NTB, Sumatara, Sulawesi, untuk mengadu nasib atau untuk menimba ilmu di beberapa Perguruan Tinggi di Pontianak. Dari kenyataan di atas para pendatang ini semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga secara otomatis pertambahan penduduk juga semakin meningkat di Kabupaten Kubu Raya khususnya Kecamatan Sungai Raya sebagai pilihan alternative untuk tempat tinggal karena sangat dekat dengan Kota Pontianak sebagai kota tujuan. Para pendatang ini diantaranya ada yang telah memiliki rumah tinggal dan ada pula yang tidak, dalam keadaan seperti ini mereka yang tidak ada tempat tinggal atau ada pula yang memiliki tempat tinggal namun jauh dari tempat kerja atau tempat belajar, mereka memilih mengontrak rumah atau menyewa kamar di kecamatan Sungai Raya sebagai tempat tinggal sementara, yang lazim disebut sebagai rumah kontrakan atau rumah kost, karena dilihat dari sudut ekonomi jauh lebih murah dengan fasilitas yang hampir sama dengan Kota Pontianak. Kini bisnis rumah kost merupakan salah satu kegiatan usaha masyarakat yang banyak digemari di Kecamatan Sungai Raya karena dalam usaha ini modalnya tidak begitu besar dan terjangkau oleh masyarakat menengah kebawah, dan bisnis rumah kost ini memberikan keuntungan yang dapat menopang kehidupan masyarakat. Dalam sekala yang besar dengan sentuhan tangan Pemerintah Daerah diyakini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sesuai dengan program yang dicadangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kubu Raya “meningkatkan taraf hidup masyarakat”. Kilas balik dari pengaruh positip yang diberikan dalam bisnis rumah kost ini, di samping keuntungkan tentunya perlu juga dipikirkan side effect (efek samping)yang ditimbulkannya merupakan dampak buruk yang tidak kita inginkan, karena pertemuan antara pendatang dan penduduk tempatan ini, bagaimanapun atau sekecil apapun tetap menimbulkan gesekan-gesekan yang perlu diantisipasi terlebih dahulu, seperti prilaku-perilaku yang merupakan kebiasaan dari pendatang, mungkin tidak sinkron dengan penduduk tempatan, penyalahgunaan rumah kost sebagai tempat perselingkuhan, pesta narkoba, atau sebagai tempat berkumpulnya para penjahat, dan/atau prilaku lain-lain yang tidak dibenarkan oleh hukum positif atau hukum adat setempat, sehingga kearifan local yang terpelihara selama ini menjadi rusak. Rekayasa pola berfikir demikian menjadi persoalan tersendiri bagi Pemerintah Daerah dalam halpengawasan dan pengaturan terhadap bisnis rumah kost ini, khususnya dalam rangka menjamin terselengaranya ketentraman dan ketertiban umum serta terpenuhinya prinsip Good Governance (pemerintahan yang bagus) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Rekayasa politik pemerintahan daerah sebagaimana di atas, bukan hal yang berlebihan, karena dalam fakta aktual yang ada di Kecamatan Sungai Raya masalah masalah seperti tersebut di atas cukup banyak ditemukan, dan ini merupakan rahasia umum, bukan saja di Kecamatan Sungai Raya tetapi terjadi dimana-mana diseluruh pelosok tanah air, utamanya di kota-kota besar yang masyarakat lokalnya “kurang peduli pada lingkungan”. Titik lemahnya bisnis rumah kost ini, karena pada umumnya merupakan usaha masyarakat kalangan bawah yang Nota Bene berpendidikan rendah atau malahan yang tidak pernah mengecam pendidikan sama sekali. Untuk masyarakat tersebut sudah dapat kita pahami betapa kurangnya pengetahuan khususnya tentang hukum, kemasyarakatan, lingkungan dan pengetahuan lainnya yang bersentuhan dengan usaha atau bisnis rumah kost ini. Semakin berkembang dan menjamurnya usaha rumah kost di Kecamatan Sungai Raya pada beberapa waktu belakangan hingga saat ini, menyisakan beragam persoalan yang perlu diselesaikan oleh Pemerintah Daerah, salah satunya persoalan yang dipandang paling bahaya sebagaimana dimaksud adalah terkait dengan perizinan, keamanan lingkungan, pajak, kelengkapan jati diri penghuni dan lain-lain yang terkait dengan usaha rumah kost tersebut. Persyaratan legalitas bisnis rumah kost tersebut sangat perlu sebagai sarana tercapainya kepastian hukum, tertib hukum dan tertib administrasi, menuju tertib pemerintahan sebagaimana yang diharapkan, sehingga keberadaan rumah-rumah kost ini selain sebagai penunjang ekonomi masyarakat namun dalam usahanya diupayakan tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan pemerintah daerah dalam upaya menjaga ketertiban, keamanan, kebersihan dan ramah lingkungan, di samping menjaga keharmonisan pergaulan antara pendatang dan masyarakat tempatan. sehingga terciptanya masyarakat Kecamatan Sungai Raya yang madani. Legalitas bisnis rumah kost di Kabupaten Kubu Raya telah diatur sejak 6 tahun yang lalu dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Ketertiban Umum dan Perda Nomor 1 Tahun 2010 tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan. Serta Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pajak, retribusi sumber pendapatan daerah,sehingga tidak ada alasan lagi bagi masyarakat pemilik bisnis rumah kost tidak memiliki izin pendirian rumah kost dan tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan pemerintah daerah dalam operasionalnya. Kecamatan Sungai Raya ada sebanyak 177 kamar kost dari 32 rumah kost dimana dari jumlah tersebut hanya 1 rumah kost yang memiliki izin usaha tetapi tidak ada IMB-nya, sehingga dalam pengelolaannya dilakukan secara bebas sesuai dengan kehendak pemilik itu sendiri tanpa pengindahkan aturan yang ada. Kenyataan seperti ini dalam sebuah negara hukum sangat tidak benar, karena siapapun, kapanpun, dan kegiatan apapun yang dilakukan warga negaranya harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, di luar itu tetap dianggap ilegal dan dapat diambil tindakan, apakah tindakan pidana untuk perbuatan yang melanggar ketentuan pidana, atau perbuatan keperdataan yang harus diselesaikan secara perdata, atau pelanggaran administrasi negara / tata usaha negara melalui sanksi administratif.   Kata kunci: rumah kost, pemilik kost dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). , yang secara langsung maupun tidak langsung mempunyai gaya tarik bagi pendatang domestik utamanya tenaga kerja,  

Page 7 of 123 | Total Record : 1226