cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
KEWAJIBAN MANTAN PEJABAT UNTUK MENGEMBALIKAN INVENTARIS MILIK PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PONTIANAK DALAM PERJANJIAN PINJAM PAKAI - A01109166, LENDY HARYANTI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 2 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam menjalani pekerjaannya di dalam bidang Pemerintahan, pejabat yang sudah diangkat dan memiliki kewenangan khusus dibidangnya akan mendapatkan fasilitas sebagai penunjang sarana dan prasarana kerjanya. Pemerintah melakukan pengadaan barang milik daerah yaitu berupa kendaraan dinas maupun rumah dinas. Penggunaan barang milik daerah yang juga disebut inventaris milik daerah itu diatur dalam perjanjian. Pemanfaatan inventaris atau barang milik Daerah adalah merupakan suatu bentuk dari perjanjian pinjam pakai. Perjanjian pinjam pakai merupakan perjanjian di mana salah satu pihak yaitu yang meminjamkan barang memberikan secara cuma-cuma barang kepada pihak lain untuk dipergunakan, dengan syarat bahwa barang itu harus dikembalikan sesua waktu yang diperjanjikan. Perjanjian pinjam pakai diatur dalam Pasal 1740 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan secara khusus juga diatur dalam Pasal 35 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Dalam perjanjian pinjam pakai yang menjadi objek adalah barang inventaris di mana hanya pejabat yang berwenang yang boleh menggunakan barang inventaris itu. Perjanjian yang dilakukan pejabat dengan pihak pemerintah dituang di dalam surat perjanjian pinjam pakai yang terdapat hak dan kewajiban para pihak. Pihak pemerintah berkewajiban memberikan barang yang sudah disepakati kepada pejabat yang akan menggunakannya, serta berhak menerima kembali barang yang dipinjamkan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Sedangkan pihak pejabat yang meminjam inventaris itu berhak mendapatkan barang yang akan dipinjam sesuai dengan kesepakatan dan berkewajiban mengembalikan barang yang dipinjamkan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Namun dalam perjanjian itu terdapat pihak yang melakukan wanprestasi yaitu pejabat yang sudah habis masa kerjanya namun belum melaksanakan kewajibannya yaitu mengembalikan inventaris yang dipinjam pakaikan, akibatnya pihak Pemerintah mengalami kerugian karena harus melakukan pengadaan kembali kendaraan dinas atau rumah dinas untuk pejabat pengganti yang akan memangku jabatan itu.Metode penelitian yang dilakukan Penulis menggunakan metode empiris dengan pendekatan atau jenis sifat penelitian deskriptif analis. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer dan menggunakan penentuan teknik Non Probably Sampling dalam penentuan sampel penelitian. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa pihak Pemerintah sudah menyediakan inventaris yang dapat digunakan oleh Pejabat yang ditunjuk dalam Surat Keputusan dengan sistem perjanjian pinjam pakai. Adapun faktor yang menyebabkan mantan pejabat itu lalai adalah karena ingin memiliki inventaris tersebut secara pribadi. Dalam Hukum Perdata kelalaian dalam melakukan prestasi disebut dengan wanprestasi, sudah seharusnya pihak yang melakukan wanprestasi mendapatkan sanksi dan dihadapkan ke muka Hakim untuk diselesaikan di Pengadilan. Selama ini upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah pengamanan inventaris yang mengacu di dalam Pasal 45,56, dan 47 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Selain itu yang dilakukan Pemerintah Daerah adalah melakukan musyawarah agar kasus tersebut dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Keyword : Kewajiban, Pengembalian Barang Inventaris, Perjanjian Pinjam Pakai
PELAKSANAAN PASAL 8 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGARAAN PEMBAURAN KEBANGSAAN DI DAERAH (studi di Kabupaten Ketapang) - A01111017, BAPTISTA ROCKY
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Skripsi ini berjudul “pelaksanaan pasal 8 Permendagri Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Pedoman penyelengaraan Pembauran Kebangsaan di Daerah (studi di Kabupaten Ketapang)”. Dengan Permasalahan yaitu masih belum meratanya pelaksanaan ketentuan ini. Yang seharusnya pemerintah daerah Kabupaten Ketapang membentuk Forum Pembauran Kebangsaan di kecamatan. Namun dalam pelaksanaanya masih terdapat 5 kecamatan dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Ketapang yang belum membentuk Forum Pembauran Kebangsaan (FPK). Yang diakibatkan oleh beberapa faktor. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptis analisis, yang dialkukan dengan cara mengambarkan sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu dengan cara meneliti secara langsung melalui wawancara di lapangan dan mengkaji bahan sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti dengan mengunakan bahan primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penyelengaraan pembauran kebangsaan di daerah khususnya di Kabupaten Ketapang masih belum terlaksana sesuai dengan ketentuan Pemendagri Nomo 34 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelengaraan Pembauran Kebangsaan  di Daerah di karenakan peran masyarakat yang pasif, pemerintah daerah yang belum mensosialisasikan ketentuan Permendagri Nomor 34 Tahun 2006, serta masih terbatasnya sumber dana yang berasal Anggaran Pndapatan dan Belanja Daerah (APBD).  Diperlukan komitmen dan manajemen keuangan yang baik dalam melaksanakan regulasi ini, mengingat banyaknya urusan pemerintah yang dibebankan kepada pemerintah daerah termasuk keuangan sesuai dengan prinsip otonomi daerah. Rekomendasi atau saran yang dapat penulis ajukan yaitu pemerintah Kabupaten Ketapang harus merata dalam pelaksanaan Pasal 8 permendagri Nomor 34 Tahun 2006, sebagai bentuk efektifitas hukum dan melaksakan sosialisasi kepada masyarakat agar masyarakat mengetahui tentang Forum Pembauran masyarakat ini. Pendanaan mengenai pelaksanaan penyelengaraan ini juga harus di manajemen sebaik mungkin sehingga faktor keuangan tidak menjadi penghambat dalam pelaksanaan pembauran kebangsaan di kecamatan.   Kata kunci :  Penyelengaraan Pembauran Kebangsaan, Kabupaten Ketapang, Forum Pembauran Kebangsaan
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI DESA RASAU JAYA KABUPATEN KUBU RAYA (ANALISIS KRIMINOLOGI BERPRESPEKTIF GENDER - A01106105, MARTIN MANIHURUK
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan bentuk tindak kekerasan yang terjadi dalam ruang lingkup rumah tangga yang berbasis gender yang dapat menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan bagi korbannya yang sebagian besar  adalah kaum perempuan, dan pelakunya adalah kaum laki-laki. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Deskriptif Analisis yaitu memecahkan masalah berdasarkan data dan fakta yang terkumpul sebagaimana adanya pada saat penelitian ini dilakukan, serta menggunakan purposive sampling yaitu sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan subyektif dari peneliti, peneliti sendiri yang menentukan responden yang akan mewakili populasi. Hasil penelitian, bahwa budaya patriarki merupakan penyebab dalam terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, yang memilki pemahaman bahwa seorang laki-laki mempunyai peran yang mendominasi dalam rumah tangga yang tidak bisa disetarakan dengan wanita dan hal tersebut telah sesuai dengan konstruksi sosial budaya yang diemban masyarakat kita. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dianggap persoalan privat, karena merupakan persoalan pribadi  maka masalah-masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dianggap sebagai rahasia keluarga. Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah penghormatan terhadap martabat manusia, kaitannya dengan hak-hak suami istri dalam rumah tangga, serta arti kekerasan atau diskriminasi terhadap perempuan. Serta perlunya peningkatan pemahaman dan pengetahuan masyarakat  secara luas mengenai kesetaraan dan keadilan gender guna meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan dari tindak kekerasan dan meningkatkan partisipasi kaum perempuan disegala bidang khususnya dalam bidang pembangunan dan perlunya sosialisasi Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Pengahpusan tindak Kekerasan dalam rumah tangga.                       Kata Kunci : KDRT, Gender, Konstruksi Sosial Budaya
WANPRESTASI PENYEWA DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DI RT 004 / RW 001 KELURAHAN MARIANA KECAMATAN PONTIANAK KOTA - A11107030, ADITYA FACHREZA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

???????????????
WANPRESTASI PEMILIK BENGKEL MOTOR DALAM PERJANJIAN JUAL BELI OLI MESRAN DENGAN PENGUSAHA PT. BASATU TEGUH DI KOTA PONTIANAK - A11110122, SUMARTONO SUNGKONO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bengkel motor sebagai salah satu usaha jasa yang cukup menjanjikan mengingat banyaknya kendaraan motor yang digunakan sebagai salah satu alat transportasi yang paling efisien dan terjangkau bagi masyarakat. Salah satu produk yang paling dibutuhkan bengkel motor dalam menyediakan jasa adalah oli motor yang digunakan untuk perawatan motor. PT. Basatu Teguh adalah perusahaan yang bergerak di bidang distributor resmi oli pertamina. PT. Basatu Teguh membeli oli langsung dari pertamina dan kemudian di jual kembali kepada pemilik bengkel motor yang membutuhkan secara perdus dengan isi 24botol oli mesran berukuran 1liter perbotol dan di jual dengan harga Rp. 478.000-/dus. PT. Basatu Teguh juga menjual oli mesran dengan sistem pembayaran berjangka 30hr kepada pemilik bengkel motor yang telah menjadi langganannya lebih dari 1(satu) tahun. Jual beli oli mesran tersebut dilakukan dengan perjanjian secara lisan antara pihak Pemilik Bengkel Motor dengan pihak Pengusaha PT. Basatu Teguh. Perjanjian secara lisan tersebut berisi antara lain tentang tempat dan waktu dimana penyerahan oli akan dilakukan dan sistem pembayaran yakni Pemilik Bengkel Motor memiliki kewajiban membayar oli mesran yang telah diterimanya 30hari terhitung sejak hari penyerahan oli dilakukan. Namun dalam pelaksanaan perjanjian jual beli oli mesran antara pihak Pemilik Bengkel Motor dengan pihak PT.Basatu Teguh tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati di dalam perjanjian. pihak Pemilik Bengkel wanprestasi/cidera janji dengan tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar utangnya tepat waktu yakni 30hari setelah penyerahan oli dilakukan. Faktok penyebab Pemilik Bengkel Motor wanprestasi dikarenakan uang hasil penjualan oli mesran digunakan Pemilik Bengkel Motor untuk keperluan lain berupa membayar gaji karyawan, membeli kebutuhan rumah,dan lain-lain. Akibat hukum yang ditimbulkan karena Pemilik Bengkel Motor wanprestasi adalah mengembalikan sisa oli mesran yang belum terjual dan membayar sisa tagihan oli mesran yang telah terjual. Pengusaha PT. Basatu Teguh juga tidak memberikan lagi oli mesran kepada Pemilik Bengkel Motor. Mengenai upaya yang diterapkan oleh Pengusaha PT.Basatu Teguh terhadap Pemilik Bengkel Motor yang wanprestasi adalah musyawarah secara kekeluargaan dengan memberikan waktu 1(satu) minggu lagi kepada Pemilik Bengkel Motor agar dapat melunaskan utang-utangnya kepada Pengusaha PT.Basatu Teguh. Perjanjian yang di buat secara sah akan menimbulkan suatu hubungan hukum dan akibat hukum bagi mereka yang terlibat didalamnya. Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian secara sukarela mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak siapa ia telah berjanji mengikatkan diri. Mengenai hal tersebut di tegaskan oleh Hardi Kartono mengenai sukarela : Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian.[1] Perjanjian yang dibuat secara sah akan menimbulkan perikatan bagi para pihak yang mengikatkan diri didalam suatu perjanjian. Lahirnya perikatan selalu disertai dengan timbulnya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, hal ini ditegaskan dalam Pasal 1233 KUHPer yang menentukan bahwa : Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, atau karena Undang-Undang.[1] Dan ditegaskan juga oleh pendapat Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja Perjanjian adalah salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan yang menciptakan kewajiban pada salah satu pihak atau lebih pihak dalam perjanjian.[1] Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa perjanjian adalah merupakan suatu perbuatan hukum dimana didalamnya terdapat dua pihak atau lebih yang mempunyai hak dan kewajiban sendiri-sendiri. Perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan dan menimbulkan hubungan hukum antara para pihak yang terkait didalamnya. Salah satu bentuk perjanjian yang sering terjadi di dalam masyrakat adalah perjanjian jual beli, pengertian jual beli pada umumnya terdapat didalam Pasal 1457 KUHPer yang berbunyi : Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.[1] Perjanjian jual beli menurut Djoko Prakoso dan Bambang Riadi Lany, yaitu: Jual beli tersebut merupakan suatu perjanjian timbal balik dengan mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lain (pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah barang uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. Pengertian jual beli menurut KUHPer dan pengertian jual beli dalam hukum adat sangat jauh perbedaannya. Hukum adat lebih menitik beratkan pada perbuatan serah terima sedangkan dalam KUHPer lebih menitik beratkan pada perjanjian dimana para pihak mengikatkan diri. Keyword : Wanprestasi Perjanjian Jual beli, Pengusaha
PERLINDUNGAN HUKUM HAK MILIK ATAS TANAH “HAWEAR BALWIRIN” TERHADAP TANAH ADAT LARVUL NGABAL MASYARAKAT ADAT KEI DI OHOI (DESA) WAIN KECAMATAN KEI KECIL TIMUR KABUPATEN MALUKU TENGGARA - A1011131032, BUMI AYU
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tanah adat Larvul Ngabal di Ohoi (Desa)Wain merupakan tanah yang dikuasai dan dikelola bersama dengan pengakuannya sebagai milik masyarakat hukum adat Kei dan memberikan hak-hak kepada anggota masyarakat hukum adat tersebut untuk menguasai dan mengelolanya dengan tunduk kepada hukum adat yang berlaku yaitu Hukum Hawear Balwirin tentang hak milik baik komunal maupun individu. Banyak terjadinya pelanggaran hak milik atas tanah adat sehingga menimbulkan sengketa tanah. Untuk itu pemasangan Sasi Hawear sebagai larangan adat yang melambangkan kepemilikan orang yang memasang yang berfungsi menjaga hak-hak keperdataan dan mendamaikan 2 orang atau 2 kelompok  yang bertikai. Penelitian ini memiliki rumusan masalah yaitu bagaimana perlindungan hukum hak milik atas tanah “Hawear Balwirin” terhadap tanah adat Larvul Ngabal di Ohoi (Desa)Wain Kecamatan Kei Kecil Timur Kabupaten Maluku Tenggara. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah empiris dengan jenis pendekatan deskriptif analisis dengan mengadakan penelitian berdasarkan observasi lapangan dengan teknik komunikasi yang menggunakan pedoman wawancara langsung (interview) dan tidak langsung (quisioner) sebagai alat pengumpulan data. Dengan tujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang perlindungan hak milik atas tanah “Hawear Balwirin” terhadap tanah adat Larvul Ngabal masyarakat adat Kei di Ohoi (Desa) Wain Kecamatan Kei Kecil Timur Kabupaten Maluku Tenggara; mengungkapkan faktor penyebab masyarakat adat Kei melakukan perlindungan hak milik atas tanah; akibat hukum bagi yang melanggar hak milik atas tanah dan upaya dari fungsionaris adat bagi yang melanggar hak milik atas tanah. Hasil penelitian adalah perlindungan hak milik atas tanah “Hawear Balwirin” terhadap tanah adat Larvul Ngabal masyarakat adat Kei di Ohoi (Desa) Wain Kecamatan Kei Kecil Timur Kabupaten Maluku Tenggara belum maksimal.Faktor yang menyebabkan masyarakat adat Kei melakukan perlindungan hak milik atas tanah karena tanah yang diwarisi turun temurun menjadi tempat untuk permukiman, pekuburan, serta bercocok tanam. Bentuk perlindungan yang diberikan yaitu Sasi Hawear. Akibat hukum bagi yang melanggar hak milik atas tanah yaitu berupa sanksi adat sesuai aturan adat. Penyelesaian secara adat dilakukan secara kekeluargaan dan pelaksanaan ritual adat dengan membayar denda berupa Lela (Meriam Kuno) atau 3 emas tail dan membayar biaya perkara yang jumlahnya ditetapkan dalam sidang adat, dan sumpah “Makan Tanah”. Upaya hukum yang dilakukan mengadakan pertemuan dengan pemerintah desa dan fungsionaris adat sekitar untuk menyelesaikan secara kekeluargaan dan pengawasan pada lokasi yang rawan. Namun dinilai masih belum mampu melindungi hak milik atas tanah untuk waktu ke depannya. Perlindungan dapat maksimal apabila adanya peraturan daerah tetapi saat ini belum ada peraturan daerah terkait perlindungan hak milik atas tanah “Hawear Balwirin”. Kata kunci : Perlindungan Hukum, Tanah Adat Larvul Ngabal, Hawear Balwirin, Sasi Hawear, Sumpah “Makan Tanah”. tujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang perlindungan hak milik atas tanah “Hawear Balwirin” terhadap tanah adat Larvul Ngabal masyarakat adat Kei di Ohoi (Desa) Wain Kecamatan Kei Kecil Timur Kabupaten Maluku Tenggara; mengungkapkan faktor penyebab masyarakat adat Kei melakukan perlindungan hak milik atas tanah; akibat hukum bagi yang melanggar hak milik atas tanah dan upaya dari fungsionaris adat bagi yang melanggar hak milik atas tanah.  Hasil penelitian adalah perlindungan hak milik atas tanah “Hawear Balwirin” terhadap tanah adat Larvul Ngabal masyarakat adat Kei di Ohoi (Desa) Wain Kecamatan Kei Kecil Timur Kabupaten Maluku Tenggara belum maksimal.
PENERAPAN ASAS NON INTERVENSI TERHADAP STUDI KASUS KONFLIK BERSENJATA DI SURIAH BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL - A01109008, GINANZAR HAFZANY
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulis dalam kegiatan penelitian ini nantinya akan memaparkan lebih lanjut dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul :  ?Penerapanasas non intervensiterhadapstudikasuskonflikbersenjata di SuriahberdasarkanHukumHumaniterInternasional.? Negara adalahsubjekhukum yang utama, terpentingdanmemilikikewenanganterbesarsebagaisubjekhukuminternasional.Negara memilikisemuakecakapanhukum, suatukesatuan (entity) dapatdisebutsebagainegara.Meskipunnegaramerupakansubjekhukuminternasional, hinggakinibelumterdapatkesepakatantentangperumusanpengertiannegara.NamunKonvensi Montevideo tahun 1933, yang mengaturtentanghakdankewajibannegara, telahberhasilmenetapkankesepakatantentangsyarat-syarat yang harusdipenuhinegarasebagaisubjekhukuminternasional.Adapunsyarat-syaratituialahadanyapenduduk yang tetap, wilayah yang pasti, PemerintahdankemampuanuntukmengadakanhubunganInternasional. Republik Arab Suriahadalahnegara yang terletak di Timur Tengah, dengannegaraTurki di sebelahutara, Irak di timur, Laut Tengah di barat, danYordania di selatandibawahpenguasaantunggaldandiktatordaripartaiba?ath, Suriahbegejolak di baawahrezim Bashar al-Assad. Demonstrasipublikdimulaipadatanggal 26 Januari 2011, danberkembangmenjadipemberontakannasional. Para pengunjuk rasa menuntutpengundurandiriPresiden Bashar al-Assad, penggulinganpemerintahannya, danmengakhirihampir lima dekadepemerintahanPartai Ba'ath danmenggantidengansistem Islam yang kaffah di bawahnaunganKhilafah. PemerintahSuriahmengerahkanTentaraSuriahuntukmemadamkanpemberontakantersebut, danbeberapakota yang terkepung. Menurutsaksi, tentara yang menolakuntukmenembakiwargasipil di eksekusiolehtentaraSuriah.PemerintahSuriahmembantahlaporanpembelotan, danmenyalahkan "gerombolanbersenjata" untukmenyebabkanmasalahpadaakhir 2011, wargasipildantentarapembelot di bentuk unit pertempuran, yang dimulaikampanyepemberontakanmelawanTentaraSuriah.. Berdasarkanpermasalahan yang dialamiolehSuriahmakanegara-negarabaratberusahamengintervensinegaratersebut demi kepentinganekonomidanpolitikdenganmembantupemberontakdanpemerintah. Kata Kunci : Suriah, Intervensi, Pemberontak, Negara Asing
PELAKSANAAN PASAL 236 UNDANG-UNDANG NO 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DALAM KAITANNYA PENGGANTIAN KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS DILAKUKAN DILUAR PENGADILAN - A11111026, AHMAD ANDRIAN SAPUTRA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lalu lintas dan jalan raya adalah salah satu bagian dari sistem transportasi yang penting dalam mendukung kelancaran kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu kelancaran transportasi dapat berdampak langsung dalam menyokong efesiensi untuk mencapai tujuan dalam pembangunan nasional dari berbagai segi, baik itu politik, ekonomi, sosial budaya dan bahkan keamanan. Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, membuktikan secara menyeluruh, namun dalam pelaksanannya masyarakat dianggap kurang mampu mengimplementasikan aturan yang telah berlaku, dengan sering melakukan pelanggaran lalu lintas sering menjadi penyebab utama kecelakaan di jalan raya, sehingga menyebabkan korban mengalami kerugian materil, kerusakan kendaraan dan barang, luka ringan, luka berat dan bahkan meninggal dunia. Kerugian akibat kecelakaan lalu lintas pada dasarnya dapat dilakukan diluar Pengadilan. Hal tersebut sesuai dengan pelaksanaan Pasal 236 Undnag-Undnag Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dalam kaitannya penggantian kerugian akibat kecelakaan lalu lintas diluar pengadilan. Pelaku yang menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas dapat melakukan mediasi dengan korban sehingga perkara tersebut tidak sampai hingga ke pengadilan. Beberapa faktor menjadi penyebab pelaku memberikan ganti rugi pada korban kecelakaan lalu lintas diantaranya tidak ingin berperkara  hingga ke pengadilan, adanya mediasi antara pelaku dengan korban kecelakaan lalu lintas, serta adanya arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan umum. Kemudian beberapa upaya yang seharusnya dapat juga dilakukan oleh penyidik dari kepolisian lalu lintas yakni dengan memidiasi kedua belah pihak agar melakukan upaya damai dan memberikan ganti rugi pada korban kecelakaan lalu lintas serta melakukan penegakan hukum apabila tidak ada upaya damai dari keduabelah pihak yang terlibat kecelakaan lalu lintas.  Pada era modern saat ini lalu lintas dan jalan raya merupakan suatu sistem transportasi yang paling penting dalam mencapai suatu tujuan pembangunan nasional secara menyeluruh. Untuk itu dalam mengatur sistem transportasi di Indoensia pemerintah Indonesia membuat dan mengesahkan aturan berupa Undang-undang dalam mengatur Lalu Lintas dan angkutan jalan yakni Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai pengganti Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang sudah dianggap kurang sesuai lagi dengan kondisi dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.  Diberlakukannya Undang-undang tersebut diharapkan mampu memberikan kepastian hukum dalam mengatur dan memberikan rasa aman, berlalu lintas tertib dan teratur. Namun kenyataannya dengan diundangkannya peraturan baru tidak serta merta dapat mencegah adanya pelanggaran lalulintas sehingga berujung pada kecelakaan lalu lintas dan berakibat timbulnya korban yang menderita kerugian materiil, korban luka maupun meninggal dunia.  Kecelakaan lalu lintas yang dialami antara seseorang dengan orang lain, dilakukan proses penyidikan oleh Kepolisian khususnya Polisi Lalu Lintas. Dalam hal melakukan pemeriksaan, Penyidik dari Kepolisian Lalu Lintas memeriksa saksi-saksi di Tempat Kejadian Perkara dan melakukan olah Tempat Kejadian Perkara pada kecelakaan lalu lintas. Hal tersebut bertujuan untuk menegetahu fakta-fakta sebenarnya untuk memberikan kesimpulan mengenai korban dan pelaku kecelakaan lalu lintas.  Kecelakaanlalulintasyang terjadi dijalan raya pastinya memberikan trauma yang mendalam bagi korban, selain itu korban juga mengalami kerugian materiil akibat kecelakaan tersebut. Korban yang mengalami kerusakan atas kendaraannya akibat perbuatan dari pelaku yang lalai dalam berkendara di jalan raya. Di Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resort Kota Pontianak Kota sering ditemukan kasus kecelakaan lalu lintas, dimana antara korban dan pelaku kecelakaan lalu lintas melakukan upaya damai dengan cara melakukan penggantian kerugian bagi korban kecelakaan. Kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi antara pelaku dan korban pada akhirnya tidak sampai ke Pengadilan dan diselsaikan dengan cara penggantian pada korban kecelakaan lalu lintas. Sesuai aturan dalam Undang-undang dalam kecelakaan lalu lintas di jalan raya harus dilakukan proses secara hukum, namun dalam prosesnya oleh Kepolisian antara korban dan pelaku kecelakaan lalu lintas sering terjadi kesepakatan damai untuk tidak meneruskan perkara tersebut sampai pengadilan. Polisi Lalu Lintas sebagai penyidik, menjadi mediasi antara kedua belah pihak yang menjadi pelaku dan korban kecelakaan lalu lintas dengan menanandatangani pernyataan antara kedua belah pihak yang bersepakat untuk mengganti kerugian atas yang diderita kedua belah pihak. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 236 ayat Berdasarkanlatarbelakangpermasalahandiatas, makaPenelititertarikuntukmenelitidanmengungkapfaktasertamenuangkannyadalamsuatuSkripsidenganjudul: “PELAKSANAAN PASAL 236 UNDANG-UNDANG RI NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DALAM KAITANNYA PENGGANTIAN KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS DILAKUKAN DILUAR PENGADILAN” Bertitiktolakdariuraianlatarbelakangpenelitian di atas, maka yang menjadipermasalahandalampenelitianiniadalahsebagaiberikut :“Bagaimana Pelaksanaan Pasal 236 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Dalam Kaitannya Penggantian Kerugian Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Dilakukan Diluar Pengadilan ?”  Undang-Undang Dasar  Negara Republik Indonesia  tahun 1945 di dalam  Pasal 1 ayat (3) menjelaskan  dengan tegas bahwa Negara  Indonesia adalah Negara Hukum.  Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang  di hadapan hukum. Dalam kebijakan menurut Hukum Administrasi Negara merupakan produk dari pelaksanaan kewenangan yang berwujud tindak administrasi yang dilakukan pelaksanaan administrasi negara untuk melaksanakan tugasnya dalam menjalankan pemerintahan  Dalam undang-undang nomor 22 tahun 2009tentang lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya. Sedangkan lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri dari kendaraan bermotor dan tidak bermotor   Keyword : Lalu Lintas
FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA RESIDIVIS KASUS NARKOTIKA DI LAPAS KELAS II A PONTIANAK DI TINJAU DARI SUDUT PENOLOGI - A01111118, SEPTIAN HOSEA PANJAITAN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagian besar narapidana dan tahanan kasus narkotika adalah termasuk kategori pemakai atau bahkan sebagai korban yang jika di lihat dari aspek kesehatan mereka sesungguhnya adalah orang-orang yang menderita sakit, oleh karena itu mememjarakan yang bersangkutan bukanlah langkah yang tepat karena telah mengabaikan kepentingan perawatan dan pengobatan, apalagi saat ini melihat kondisi Lembaga Pemasyarakatan yang tidak mendukung dari aspek petugas/tenaga pembina, pola pembinaan, fasilitas serta tenaga ahli yang khusus untuk membina narapidana narkotika, dari kekurang aspek-aspek tersebut tentu dapat bedampak pada terjadi residivis narkotika. Undang-Undang Nomor.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang mengatur ketentuan mengenai putusan hakim untuk memerintahkan pecandu/penyalahguna narkotika untuk menjalani rehabilitasi terdapat pada pasal 54 dan 103. Maka dari itu dikeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No.4 Tahun 2010 yang merupakan petunjuk teknis dalam menerapkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Seorang pecandu narkotika yang telah di putus bersalah oleh hakim atas tindak pidana narkotika yang telah dilakukannya, untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk terlepas atau terbebas dari kecanduan terhadap narkotika, hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk menjalani pengobatan dan/atau perawatan. Seiring dengan semakin meningkatnya penyalahgunaan dan peredaran narkotika, pemerintah Indonesia telah mengupayakan untuk menindak tegas para sindikat dan pengedar dengan memberikan hukuman berat bahkan sampai hukuman mati. Namun terhadap korban penyalahguna narkotika di pidana atau di jatuhi hukuman pidana oleh hakim dan menempatkan mereka di Lembaga Pemasyarakatan, bukan di tempat rehabilitasi. Sehingga Lembaga Pemasyarakatan menjadi pasar peredaran gelap narkotika karena kebanyakan penghuninya ialah narapidana yang terjerat kasus narkotika yang terdiri dari pengedar maupun pecandu atau pengedar yang merangkap sebagai pecandu begitu juga sebaliknya, dalam hal ini pengedar ataupun pecandu ialah sama-sama orang yang membutuhkan narkotika maka di lembaga Pemasyarakatan harus diadakannya pelaksaan pembinaan serta fasilitas khusus untuk narpidana narkotika yang sesuai dengan pola rehabilitasi medis guna menghilangkan rasa kecanduan dan harus ditimbulkannya rasa kesadaran dari setiap narapidana narkotika sesuai dengan prinsip pemasyarakatan baru agar yang bersangkutan memahami akan bahayanya narkotika untuk dirinya sendiri ataupun orang lain. Ketika tidak tercapainya dari tujuan pemidaan itu sendiri maka tentu akan terjadinya pengulangan tindak pidana atau akan timbulnya residivis. Timbulnya residivis narkotika khususnya disebabkan oleh belum hilangnya rasa kecanduan terhadap narkotika, sehingga ketika selesai menjalani proses pidana penjara tentunya mereka akan kembali menggunakan narkotika atau bahkan juga akan merangkap sebagai pengedar, tentu pola pembinaan yang ia dapatkan di Lembaga Pemasyarakatan sebelumnya mempengaruhi tindakan dari narapidana tersebut setelah keluar atau selesai menjalani pidana penjara, apabila tidak maksimalnya pembinaan yang ia dapatkan pada saat di Lembaga Pemasyarakatan dan masih adanya rasa kecanduan terhadap narkotika maka, tentu ia akan mengulangi tindak pidana atau menjadi residivis narkotika. Artinya, selama peraturan Undang-Undang Nomor.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika masih mencantumkan ancaman pidana penjara bagi pecandu narkotika meskipun penggunaan tersebut untuk dirinya sendiri, maka hukuman tersebut akan selalu ada. Atas dasar itulah pengguna narkotika akan selalu dijatuhi hukuman pidana penjara, meskipun Undang-Undang Nomor.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika juga mengatur tentang rehabilitasi bagi pengguna atau pecandu, yakni terdapat pada pasal 54, pasal 55, pasal 56, pasal 57, pasal 58 dan pasal 103.   Keywords: Residivis Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan
TANGGUNG JAWAB PT. YUDA PRATAMA ATAS KERUSAKAN BARANG MILIK PENGIRIM TRAYEK PONTIANAK-ENTIKONG - A11109017, TRI HANDOKO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pengangkutan barang, PT. Yuda Pratama telah menerima titipan suatu barang dari orang yaitu pihak pengirim, PT. Yuda Pratama selanjutnya bertanggung jawab untuk melakukan pengangkutan dengan aman sampai tujuan. Artinya bahwa pihak pengangkut yaitu PT. Yuda Pratama bertanggung jawab atas keamanan barang yang diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang tersebut ke tangan penerima. Serta apabila dalam pengangkutan barang tersebut mengalami kerugian akibat kerusakan barang dalam pengirimannya, maka hal ini juga menjadi tanggung jawab pengangkut maka dari itu penulis dapat merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut “ Apakah pimpinan PT. Yuda Pratama telah bertanggung jawab atas kerusakan barang milik pengirim trayek Pontianak - Entikong ”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerugian apa saja yang menjadi Tanggung jawab PT. Yuda Pratama terhadap para pengirim barang serta untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam ganti rugi kerusakan barang dan bagaimana solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini penulis menggunakan jenis metode empiris dengan jenis pendekatan deskriptif analisis serta penelitian lapangan dengan cara terjun secara langsung untuk pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dengan wawancara (intervie) dengan nara sumber Pimpinan PT. Yuda Pratama. Hasil penelitian adalah ternyata Pimpinan PT. Yuda Pratama Trayek Pontianak Entikong tidak bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan barang milik pengirim, dan faktor  penyebab Pimpinan  PT. Yuda Pratama Trayek Pontianak Entikong karena kesalahan bukan pada pengangkut melainkan kesalahan dari pihak pengirim barang, sedangkan cara pembayaran ongkos angkut dilakukan dua kali pembayaran, pembayaran pertama dibayarkan seketika perjanjian disepakati yakni sebesar 50 % sedangkan sisanya dibayar pada saat barang sampai ketempat tujuan. Akibat hukum terhadap pihak PT. Yuda Pratama Trayek Pontianak Entikong yang belum bertanggung jawab memberi ganti rugi, pihak pengirim membatalkan perjanjian serta pihak pengirim tidak bersedia membayar sisa ongkos angkut. Upaya-upaya yang dilakukan pihak pengirim barang terhadap pihak PT. Yuda Pratama yang belum bertanggung jawab adalah pihak pengirim barang tidak pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri sebagai upaya Hukum akan tetapi menyelesaikan dengan menempuh musyawarah mufakat secara kekeluargaan pada pihak PT. Yuda Pratama.   Kata Kunci : Tanggung  jawab, Kerusakan Barang, Pengirim PT

Page 8 of 123 | Total Record : 1226