cover
Contact Name
Yani Osmawati
Contact Email
jurnaldeviance@budiluhur.ac.id
Phone
+6221-5853753
Journal Mail Official
jurnaldeviance@budiluhur.ac.id
Editorial Address
Jl. Raya Ciledug, Petukangan Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12260
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Deviance: Jurnal Kriminologi
ISSN : 25803158     EISSN : 25803166     DOI : -
Core Subject : Social,
Deviance Jurnal Kriminologi (ISSN 2580-3158 for printed version and ISSN 2580-3166 Online version), is a peer-reviewed, open-access journal published by Universitas Budi Luhur. This journal publishes twice a year (June and December). Deviance Jurnal Kriminologi publishes articles on criminological Issue. The journal invites scholar to submit original articles from variety of persperctives (sociological, philosophical, geographical, psychological, jurisprudential, cultural, political, policy standpoints, etc), focusing on crime and society
Articles 105 Documents
Pengendalian Kejahatan Pada Sub-Kebudayaan Gang Klitih (dalam Paradigma Kriminologi Budaya) Chisa Belinda Harahap; Iqrak Sulhin
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1569

Abstract

Geng klitih di Kota Yogyakarta pada umumnya bukanlah merupakan suatu tren kekerasan yang baru. Meski demikian, hingga saat ini belum ditemukan pola pengendalian terhadap fenomena yang mendasarkan kejahatan sebagai budaya kelompoknya. Dinamika geng klitih yang cepat serta digawangi oleh para remaja di bawah umur nyatanya hanya salah satu dari banyak faktor rumitnya menangani kasus street crime tersebut. Fenomena ini tidak semata dilihat sebagai kelompok kekerasan remaja yang dikendalikan secara represif. Di dalam kriminologi budaya, klitih sebagai subkultur menyimpang yang memilih jalan bahwa kekerasan telah menjadi budaya atau crime as culture dalam lingkup pergaulan mereka. Agen kontrol sosial yang kemudian menjadi perhatian dalam penelitian ini melibatkan aparat penegak hukum sekaligus partisipasi masyarakat. Strategi pengendalian kejahatan melalui pelatihan kerja dan sejenisnya atau community based diperlukan sebagai upaya resosialisasi.
The Repatriation of Foreign Terrorist Fighters in Indonesia: Its Dilemma and Debates Siti Rachma; Muhammad A.S. Hikam; Fahlesa Munabari
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1834

Abstract

ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) has expanded its movement to Southeast Asia, including Indonesia which once got attacked by terrorist as the country becomes terrorists’ preferred place to travel and execute their plans in conflict zones. To tackle this problem, Indonesian government had issued a policy to avoid negative implications upon the return of Indonesian nationals linked to terrorism from abroad (Foreign Terrorist Fighters or FTF). The government was considering whether or not to repatriate FTF since this plan remains a debatable issue in Indonesia. The government was concerned with the possibility of them recruiting new members. On the other side, humanity becomes the opposite reason leading to the acceptance of the extremist repatriation policy. Due to the urgency of the rampant terrorist threats and the consequences, the Indonesian government has decided to implement the repatriation policy. The government ended up refusing the repatriation of Indonesian nationals linked to terrorism abroad to protect the national security. This article elaborates the radicalization mechanism, terrorist recruitment process based on the national security theory. This study also explains the urgent situation and condition that made the government apply refusal against repatriation. There are still considerable challenges regarding the repatriation policy that need to be addressed such as relevant infrastructure and effective regulations.
Guest Relation Officer (GRO) dalam Praktek Prostitusi Berkedok Spa di Daerah Jakarta Selatan Monica Margaret; Ismunandar Raihan
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.2130

Abstract

Penelitian ini membahas tentang penyimpangan peran dari pekerja yang berada pada tempat spa yaitu (GRO) guest relation officer di daerah Jakarta Selatan. Teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu teori aktivitas rutin oleh Lawrence Cohen dan Marcus Felson. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan melakukan wawancara terhadap 3 (tiga) narasumber yaitu 1 (satu) GRO yang bekerja di tempat spa “X” daerah Jakarta Selatan, 1 (satu) terapis pada tempat kerja yang sama dengan GRO, dan 1 (satu) customer yang pernah menikmati jasa layanan spa di tempat tersebut juga 1 (satu) informan yang merupakan mantan pekerja tempat spa “X” daerah Jakarta Selatan. Hasil penelitian ini yaitu faktor yang menyebabkan GRO melakukan kegiatan atau pekerjaan yang menyerupai mucikari pada tempat spa “X” daerah Jakarta Selatan adalah faktor materi dan dukungan dari korban yaitu terapis yang tidak menempatkan dirinya sebagai korban dan malah menganggap dirinya hanya sebatas rekan kerja yang berbeda bagian pekerjaan.
Analisis Fenomena ‘Tinder Swindler” pada Aplikasi Online Dating Menggunakan Lifestyle Exposure Theory Anggun Yuliastuti; Desna Toding Pabita; Hanashaumy Avialda; Nadia Salsabila Hartono
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1872

Abstract

Aplikasi kencan secara daring atau online mulai marak digunakan oleh berbagai kalangan. Penggunaan aplikasi ini semakin berkembang dan dinilai dapat membantu mendapatkan teman atau pasangan dibanding dengan cara-cara tradisional yang dahulu digunakan. Namun, aplikasi tersebut juga mulai digunakan untuk hal-hal yang berbahaya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, seperti kejahatan penipuan hingga kejahatan yang berkaitan dengan kekerasan seksual. Artikel ini memfokuskan pembahasan terkait kejahatan tersebut dengan menggunakan teori gaya hidup atau lifestyle-exposure theory. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena “Tinder Swindler” pada aplikasi kencan secara daring (online dating). Data dalam penelitian ini didapatkan dengan melakukan penelusuran terkait studi studi pustaka yang relevan dengan kasus yang diangkat. Artikel ini menemukan bahwa bahwa berdasarkan data-data kasus yang diambil, aktivitas rutin seseorang dalam menggunakan aplikasi kencan online berisiko tinggi dalam menciptakan peluang terjadinya kejahatan siber. Semakin sedikit keterpaparan seseorang maka akan semakin sedikit peluang terjadinya kejahatan siber.
Fenomena Gratifikasi Seksual di Indonesia sebagai Bentuk Kejahatan Korupsi Harris Kristanto; Yani Osmawati
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1794

Abstract

Fenomena gratifikasi seksual sebagai bagian dari bentuk korupsi hingga kini terus mewarnai beberapa kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seperti pada kasus Ahmad Fathanah dan Setiabudi Cahyo. Namun, gratifikasi dalam bentuk imbalan atau pemberian layanan seksual kepada pejabat publik belum secara eksplisit diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sehingga, fenomena ini seringkali diabaikan dalam proses pidana kasus korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan wawancara sebagai metode pengumpulan data primer. Data sekunder dikumpulkan melalui artikel online dan berbagai literatur ilmiah seperti buku dan jurnal. Wawancara dilakukan terhadap lima orang narasumber, meliputi jaksa, anggota Lembaga swadaya masyarakat, kriminolog dan pengusaha yang pernah memberi layanan seksual kepada pejabat publik. Analisis penelitian ini menempatkan fenomena gratifikasi seksual sebagai bentuk korupsi. Merujuk pada konsep sextortion dan white collar crime. Begitu pula membahas berbagai hambatan penegakan hukum atas gratifikasi seksual pada kasus korupsi di Indonesia. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa gratifikasi seksual dapat dimaknai sebagai bentuk korupsi, meskipun belum diatur secara pidana, karena telah memenuhi dua unsur utama, yaitu adanya undue advantage (keuntungan yang tidak seharusnya) dan abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan). Pada aspek hambatan penegakan hukumnya, kekosongan norma hukum, persepsi aparat penegak hukum terhadap korupsi dan kesulitan mengukur nilai gratifikasi menjadi beberapa temuan pada penelitian ini.
Fenomena Penipuan Transaksi Jual Beli Online Melalui Media Baru Berdasarkan Kajian Space Transition Theory Erlina Permata Sari; Deyana Annisa Febrianti; Riska Hikmah Fauziah
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1882

Abstract

Pesatnya kemajuan teknologi memberi banyak pengaruh bagi kehidupan manusia, termasuk memberikan kemudahan dalam proses berkomunikasi, yakni melalui kemunculan media baru yang erat kaitannya dengan perkembangan internet dan digitalisasi. Hal tersebut memengaruhi tingkat konsumsi masyarakat terhadap penggunaan internet yang semakin meningkat setiap tahunnya. Peningkatan penggunaan internet ini pada akhirnya berdampak terhadap munculnya kesempatan untuk melakukan tindak kejahatan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab melalui media baru salah satunya adalah tindak penipuan transaksi jual beli online. Sehubungan dengan itu, melalui penelitian ini, peneliti akan melihat bagaimana modus operandi penipuan transaksi jual beli online di Indonesia terjadi melalui media baru, serta bagaimana fenomena tersebut berdasarkan kajian space transition theory. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui teknik pengumpulan data sekunder dari berbagai studi literatur yang terkait dengan topik penelitian. Data ini kemudian diolah melalui teknik analisis data sekunder. Hasil penemuan menunjukkan bahwa media baru menyediakan ruang bagi pertumbuhan e-commerce dan transaksi di media sosial yang berakibat pada munculnya ancaman penipuan transaksi jual beli online. Modus yang digunakan pelaku dalam melakukan penipuan jual beli online diantaranya adalah melalui phising, pharming, dan sniffing. Penelitian terdahulu juga menemukan beberapa modus lainnya, termasuk di dalamnya yang telah disebutkan dalam penelitian ini. Dengan menggunakan kajian dari space transition theory, penipuan dalam transaksi jual beli online ini memenuhi tiga preposisi dari tujuh preposisi yang ada. Preposisi tersebut secara umum menunjukkan bahwa tindak penipuan yang terjadi di dunia fisik akan berpindah ke dunia digital yang difasilitasi oleh media baru dan internet. Kata Kunci: Penipuan online, jual beli online, media baru, space transition theory Abstract: The rapid advancement of technology has many influences on human life, including providing conveniences in the communication process, such as through the emergence of new media related to the development of the internet and digitalization. These affects the level of public consumption of internet use, which is increasing every year. The increase in internet use ultimately has an impact on the emergence of opportunities to commit crimes by irresponsible people through new media one of which is online shopping fraud. Therefore, through this study, researchers will see how the modus operandi of fraudulent online buying and selling transactions in Indonesia occurs through new media and how this phenomenon is based on the study of the theory of transition space. This study uses a qualitative approach through secondary data collection techniques from various literature studies related to the research topic. The findings indicate that new media provide space for the accretion of e-commerce and transactions on social media, which results in the emersion of the threat of online shopping fraud. The methods used by the perpetrators to commit online shopping fraud include phishing, pharming, and sniffing. Previous research has also found several other modes, including those already mentioned in this study. With a study from the space transition theory, fraud in online buying and selling transactions fulfils three prepositions out of seven existing prepositions. This preposition generally indicates that fraud which occurs in the physical world will move to the digital world facilitated by new media and the internets. Key Words: Online fraud, online shopping, new media, space transition theory
KATA PENGANTAR DEVIANCE JURNAL KRIMINOLOGI VOLUME 6 NOMOR 2 TAHUN 2022 Nadia Utami Larasati
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.v6i2.2147

Abstract

Terima kasih dan apresiasi yang tinggi kami persembahkan kepada semua pihak yang telah mendukung dan berkontribusi terhadap terbitnya Deviance Jurnal Kriminologi Volume 6 Nomor 2 Tahun 2022 sehingga edisi ini dapat terbit tepat waktu untuk menyapa para pembaca Jurnal Deviance. Pada edisi kali ini, Deviance Jurnal Kriminologi menghadirkan tulisan dengan tema-tema sosiologi perilaku menyimpang yang menarik dan beragam, mulai dari praktek prostitusi berkedok spa, desistensi pada pelaku kejahatan seksual, potensi kejahatan dari aplikasi kencan daring, gratifikasi seksual pada kasus korupsi, peredaran kosmetik berbahaya hingga penipuan transaksi daring. “Guest Relation Officer (GRO) dalam Praktek Prostitusi Berkedok Spa di Daerah Jakarta Selatan” sebagai naskah pertama dibahas oleh Monica Margaret dan Ismunandar Raihan. Dengan pisau analisis teori aktivitas rutin yang dikemukakan oleh Lawrence Cohen dan Marcus Felson (2010), hasil penelitian dalam artikel ini menunjukkan ada dua hal yang mempengaruhi mengapa GRO tetap menjalankan aktivitasnya meskipun sudah mengetahui bahwa apa yang dilakukannya salah. Pertama adalah faktor uang atau materi dan yang kedua adalah adanya dukungan dari korban itu sendiri yakni terapis. Naskah berikutnya mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan desistensi pada pelaku kejahatan seksual yang ditulis oleh Yuli Kurniawaty. Artikel berjudul “Analisis Faktor Pendorong Desistensi pada Pelaku Kejahatan Seksual” ini berargumen bahwa terdapat 13 faktor pendorong desistensi pelaku kejahatan seksual, yakni pernikahan, hukuman penjara, transformasi kognitif, pygmalion effect, knifing off, spiritualitas serta sakit dan inkapasitasi. Penemuan ini sejalan dengan studi Willis (2010) yang meneliti faktor-faktor yang menjadi penghalang dan pendorong desistensi pelaku kejahatan seksual. Naskah ketiga yang berjudul “Analisis Fenomena “Tinder Swindler” pada Aplikasi Online Dating Menggunakan Lifestyle Exposure Theory” ditulis oleh Anggun Yuliastuti, Desna Toding Pabita, Hanashaumy Avialda dan Nadia Salsabila Hartono. Dengan menggunakan kerangka teori gaya hidup yang dikembangkan oleh Hindelang dan kawan-kawan (1979), artikel ini mengemukakan bahwa dari data-data kasus yang dijadikan sampel penelitian ini, aktivitas rutin seseorang dalam menggunakan aplikasi kencan online berisiko tinggi dalam menciptakan peluang terjadinya kejahatan siber. Semakin sedikit keterpaparan seseorang maka akan semakin sedikit peluang terjadinya kejahatan siber. Gratifikasi seksual pada kasus korupsi dikaji dalam naskah keempat yang ditulis oleh Harris Kristanto dan Yani Osmawati. Artikel yang berjudul “Fenomena Gratifikasi Seksual di Indonesia sebagai Bentuk Kejahatan Korupsi” ini mengajukan pertanyaan penelitian sejauh mana gratifikasi seksual dapat disebut sebagai bentuk korupsi dalam konteks kajian kriminologi white collar crime. Artikel ini membuktikan bahwa karakteristik white collar crime memiliki keseragaman dengan korupsi. Kejahatan ekonomi yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok untuk memperoleh suatu keuntungan diwujudkan melalui penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak semestinya (undue advantage dan abuse of power) (Feigenblatt, 2020). Naskah kelima ditulis oleh Imam Suyudi, Muhammad Naufal Afif, Yosafat Kevin, dan Marvine Viano Gabrielle. Artikel yang berjudul “Analisis Pengawasan Post-Market Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Peredaran Kosmetik Berbahaya” ini menggunakan teori situational crime prevention atau pencegahan kejahatan situasional yang dikembangkan oleh Bullock dan kawan-kawan (2010). Artikel ini menemukan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM) telah melakukan strategi pengawasan post-market dengan melakukan penyesuaian tindakan dan sanksi sesuai dengan strategi pencegahan kejahatan situasional atau situational crime prevention. Naskah terakhir berjudul “Fenomena Penipuan Transaksi Jual Beli Online melalui Media Baru Berdasarkan Kajian Space Transition Theory”. Naskah yang ditulis oleh Erlina Permata Sari, Deyana Annisa Febrianti, dan Riska Hikmah Fauziah ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana modus operandi penipuan transaksi jual beli online di Indonesia terjadi melalui media baru serta bagaimana fenomena tersebut dilihat dari space transition theory. Sebagaimana diungkapkan Jaishankar (2008), teori space transition menjelaskan bagaimana pergerakan sifat perilaku individu baik yang sesuai (conform) maupun tidak sesuai (nonconform) di ruang fisik dan ruang siber. Artikel ini menemukan bahwa media baru menyediakan ruang bagi pertumbuhan e-commerce dan transaksi di media sosial yang berakibat pada munculnya ancaman penipuan transaksi jual beli online. Modus yang digunakan pelaku dalam melakukan penipuan jual beli online diantaranya adalah melalui phising, pharming, dan sniffing. Tiada gading yang tak retak, kami memohon maaf kepada segenap pihak jika masih terdapat kekurangan dalam hal substansi maupun penyajian naskah-naskah yang terbit dalam edisi kali ini. Masukan konstruktif dari para pembaca tentunya akan menjadi penyemangat yang berharga bagi kami untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut pada terbitan yang akan datang. Tidak lupa kami mengundang semua pihak dari berbagai kalangan untuk mengirimkan buah pemikirannya dalam bentuk naskah dengan topik beragam dalam ruang lingkup kajian studi sosiologi perilaku menyimpang atau kriminologi kepada kami. Salam hangat, Editor in Chief Jurnal Deviance Nadia Utami Larasati
The Analysis of Desistance Driving Factors in the Perpetrators of Sexual Crimes Yuli Kurniawaty
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1996

Abstract

Sexual crime is a form of crime that has a low victim record because of the tendency for victims not to report the incidents they have experienced. In fact, the psychological condition of victims of sexual crimes can be disrupted because they have to feel pain, wounds, hurt because of the physical attacks they receive. Meanwhile, perpetrators of sexual violations have a tendency to complete their actions. This condition should be overcome to prevent more victims from falling. Law enforcement is one form of effort to prevent the emergence of recidivism of sexual crimes in Indonesia. The form of chemical castration is an aggravating form of punishment for perpetrators of sexual crimes. However, it is widely assumed that this form of punishment does not guarantee a deterrent effect. This article uses the theory of desistance to criminal behavior which aims to determine the factors that influence a person not to repeat his actions again. This article argues that depending on six factors, namely age, stable employment, military service, juvenile detention, education, and fear of serious assault or death does not always guarantee the persistence of sex offenders.
Analisis Pengawasan Post-Market Badan Pengawas Obat dan Makanan pada Peredaran Kosmetik Berbahaya Imam Suyudi; Muhammad Naufal Afif; Yosafat Kevin; Marvine Viano Gabrielle
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.2103

Abstract

Pertumbuhan industri kecantikan seperti kosmetik telah menjadi salah satu kebutuhan sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat, baik itu wanita hingga pria. Tingginya permintaan produk kosmetik membuat banyak produsen berbuat curang untuk mencampuri bahan berbahaya dalam produknya yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Kosmetik ilegal yang beredar sudah pasti tidak memiliki lisensi dan penjamin perlindungan konsumen dari pengawasan pemerintah. Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan peran pengawasan post-market untuk kosmetik ilegal yang belum beredar, tidak lolos uji, dan penarikan produk dari pasar. Penelitian ini dikaji dengan pendekatan kualitatif dengan sumber data dari laporan resmi BPOM dan diuji dengan 25 unsur Pencegahan Situasi Kejahatan Situasional yang dirangkum dalam 5 prinsip.
Community Policing Sebagai Bentuk Pengendalian Sosial Monica Margareth
Deviance Jurnal kriminologi Vol 1, No 2 (2017)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.v1i2.2152

Abstract

The Culture of Control aims to describe crime control and cultural practices that give rise to crime. The anchor of this form of social control is an institution that handles crime, danger, delinquency and other social problems, including the criminal justice system, health system, immigration and border controls, social welfare systems and urban planning authorities. Controlling crime is one of the main responsibilities of the police. More specifically, fighting crime in society. In other words, the community hopes for a police figure who is suitable or in accordance with his community. This also leads to the growth of various demands and expectations of the community towards police performance. The police and the community are two strong ministers. Because the police came from the community. While on the other hand, the community is needed by the police because it is indeed where the work is done. For all intents and purposes, community policing in the 1990s replaced professional police in 1960 as a crime control paradigm. As an ideology and philosophy, community policing is putting people in control of their own environment. Community policing is a paradigm based on the assumption that a collaborative approach between the police and the community will facilitate an informal social control mechanism to manage risk and prevent crime. Therefore, crime control is the responsibility of a number of social actors as citizens are encouraged to be involved in facilitating targeted actions with the police by identifying areas where collective risk is considered high and by facilitating crime control practices.

Page 5 of 11 | Total Record : 105