cover
Contact Name
Yani Osmawati
Contact Email
jurnaldeviance@budiluhur.ac.id
Phone
+6221-5853753
Journal Mail Official
jurnaldeviance@budiluhur.ac.id
Editorial Address
Jl. Raya Ciledug, Petukangan Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12260
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Deviance: Jurnal Kriminologi
ISSN : 25803158     EISSN : 25803166     DOI : -
Core Subject : Social,
Deviance Jurnal Kriminologi (ISSN 2580-3158 for printed version and ISSN 2580-3166 Online version), is a peer-reviewed, open-access journal published by Universitas Budi Luhur. This journal publishes twice a year (June and December). Deviance Jurnal Kriminologi publishes articles on criminological Issue. The journal invites scholar to submit original articles from variety of persperctives (sociological, philosophical, geographical, psychological, jurisprudential, cultural, political, policy standpoints, etc), focusing on crime and society
Articles 105 Documents
Tantangan dan Masa Depan Pengendalian Sosial Cyber Bullying: Diskursus Keterlibatan Sekolah sebagai Bystander Lucky Nurhadiyanto
Deviance Jurnal kriminologi Vol 3, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.949 KB) | DOI: 10.36080/djk.v3i2.1103

Abstract

Dominasi dalam bentuk kekerasan, kenakalan hingga penyimpangan merupakan bagian yang sulit dipisahkan dari proses pendidikan di sekolah. Kekerasan di sekolah (yang seringkali disebut dengan bullying) tidak lagi dilakukan secara tradisional, namun beralih ke dunia maya. Alih-alih memanfaatkan kemajuan teknologi guna mengoptimalkan proses pembelajaran, seringkali kemajuan teknologi mendukung bullying itu sendiri. Hal ini menciptakan transformasi bullying tradisional yang memanfaatkan media elektronik menjadi cyber bullying. Pelaku dan korban dapat dibatasi pada lingkup pihak yang terlibat dalam berbagai konten cyber bullying. Namun, keberadaan bystander dapat mengalami rekonstruksi pada dimensi sekolah. Sekolah mampu berperan sebagai bystander aktif yang menguatkan cyber bullying. Di sisi lain, sekolah dapat pula meredam cyber bullying dengan berperan sebagai bystander pasif. Asumsi ini kiranya dapat membuka ruang diskusi tentang peran sekolah sebagai agen pengendalian sosial cyber bullying. Tulisan ini menggunakan 6 (enam) asumsi dalam perspektif kriminologi konstitutif, yakni engetahuan, diskursus, dan politik; konstruksi aturan oleh manusia dan konstruksi manusia oleh aturan; kekuasaan, bahaya, dan kejahatan; kejahatan sebagai produksi sosial; keterlibatan sistem peradilan dalam reproduksi kejahatan; dan wacana peradilan sosial. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif bersifat deskripsti dengan bersumber pada data sekunder. Simpulan yang dapat disederhanakan diklasifikasikan seperti sekolah menjadi “muara” bahkan “penitipan” bagi orang tua, ketidakmerataan rasio guru dan siswa, model pembelajaran klasikal, distrubusi beban siswa, hingga permasalahan internal pengajar terkait dengan kesejahteraan, hingga sistem pendidikan (kurikulum) yang bersifat parsial. Ragam inventaris permasalahan mengalami kristalisasi dengan melemahnya ikatan sosial antara sekolah dengan berbagai stakeholders di dalamnya.
Peranan Bank Indonesia Sebagai Pengawas Dalam Penyelesaian Kredit Macet Di Indonesia Muhammad Zaky
Deviance Jurnal kriminologi Vol 1, No 1 (2017)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2681.98 KB) | DOI: 10.36080/djk.v1i1.594

Abstract

The central bank of Indonesia has the authorities as a regulator and oversees the commercial banks in Indonesia. One of the authorities of Bank Indonesia is to minimize the risks from the banking world which in turn can protect the people who deposit their funds in banks. One of the most vulnerable banking risks is the problem of bad debts. The problem of bad debts psychologically it can cause concern both from the side of bankers and from debtors. Banks should be careful in giving credit, while for the debtors may be reluctant to apply for credit to the bank because the worry is considered stuck. In this study will examine the subject matter through the normative-empirical approach (socio legal) ie research of legislation (legal studies), which uses empirical studies with social science methodological approach. Normative approach is done to analyze the legal system related to bad credit. While the empirical approach is done to determine the causes of bad loans from the perspective of people who receive credit, and how the regulations have been implemented to deal with bad debts. Empirical research is done by using several sources of information.
Replacement Discourse Daftar Tunggu Terpidana Mati (Death Row) dalam Perspektif Penologi Konstitutif di Indonesia Lucky Nurhadiyanto
Deviance Jurnal kriminologi Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (694.404 KB) | DOI: 10.36080/djk.v2i2.914

Abstract

Hukuman mati di Indonesia menjadi salah satu hal yang menarik untuk diperdebatkan. Meskipun ragam pihak kerap melakukan penentangan, namun tidak sedikit pula yang masih mendukung kelestariannya. Indonesia menjadi salah satu negara yang masih mengakui dan memberikan vonis hukuman mati pada kejahatan tertentu. Oleh karena itu, diskursus pertentangan dialihkan pada bagaimana menyikapi para terpidana yang terkategori dalam daftar tunggu eksekusi vonis mati (death row). Pada praktiknya Indonesia telah mengadopsi standar internasional dalam hal pelaksanaan hak atas peradilan yang adil (fair trail). Hal tersebut meliputi upaya hukum biasa, upaya hukum luar biasa, hingga grasi. Hingga tulisan ini dibuat, sedikitnya terdapat 165 orang yang masuk dalam daftar tunggu eksekuksi mati. Berbagai kasus yang menimpa Yusman Telambanua, Rodirgo Gularte, Zulfikar Ali, dan Mary Jane Veloso menyisakan tanya implementasi prinsip fair trail di Indonesia. Penologi konstitutif dari Arrigo dan Milovanovic berusaha untuk mengedepankan 3 (tiga) yakni kooproduksi, sistem yang dinamis, dan reifikasi. Kemudian pemikiran tersebut dibenturkan pada filosofi penjeraan dalam hukuman mati. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif menjabarkan pemikiran melalui teknik pengumpulan data sekunder. Simpulan yang didapatkan terbagi atas 4 (empat) hal, yakni 1) ketiadaan standar proses daftar tunggu eksekusi mati dalam peraturan perundangan, 2) hukum acara pidana tidak spesifik memisahkan terpidana hukuman mati dengan inkapasitasi, 3) implementasi prinsip fair trail seringkali berupa unfair trail, dan 4) tumpang tindih hakikat pencarian kepentingan formal di atas kebenaran materiel.
Anak Sebagai “Pembunuh”: Studi terhadap 3 Kasus Kejahatan Anak yang Terjadi di Wilayah Polsek X Tahun 2015-2020 Fernandes, Nurcahyo
Deviance Jurnal kriminologi Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anak merupakan suatu generasi penerus dan simbol harapan dari keluarga akan adanya masa depan yang lebih baik. Namun saat anak melakukan kenakalan hingga berujung pada anak berhadapan dengan hukum, maka semuanya akan berubah. Kejahatan yang diteliti adalah pembunuhan dimana perbuatan tersebut merupakan bagian dari kejahatan kekerasan. Penelitian kali ini menganalisa bagaimana pola dan profil anak sebagai pembunuh serta faktor penyebab yang membuat anak menjadi pembunuh. Penelitian dilakukan terhadap 3 (tiga) kasus kejahatan yang terjadi di Polsek X dalam kurun waktu 2015-2020. Data yang dianalisa yaitu berupa uraian pemeriksaan petugas kepolisian serta wawancara tidak terstruktur oleh peneliti kepada para narasumber. Peneliti melihat adanya persamaan dan perbedaan suatu pola pembunuhan yang dilakukan oleh anak serta terlihat bagaimana profil anak sebagai pelaku pembunuhan. Pola kejahahan serta profil kejahatan merupakan suatu hal penting yang dibutuhkan dalam mencari tahu mengapa anak melakukan pembunuhan. Anak memerlukan kontrol sosial sebagai penyeimbang agar perilakunya dapat terkontrol. Selain itu, pemilihan teman serta pergaulan yang salah dapat membuat anak jatuh dalam kenakalan bahkan terlibat masalah hukum. Kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini yaitu terjadinya anak melakukan kejahatan pembunuhan dikarenakan ”kurangnya kontrol diri serta adanya pembelajaran sosial dari lingkungan sekitar”.
Strategi Pencegahan untuk Mengatasi Kekosongan Norma terhadap Gratifikasi Seksual sebagai Kejahatan Korupsi Kresna, Erlita; Darmawan, Mohammad Kemal
Deviance Jurnal kriminologi Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Permasalahan korupsi di Indonesia, terutama dalam bentuk gratifikasi masih marak terjadi dan sulit diatasi, namun lebih jauh terdapat bentuk gratifikasi lain yang belum secara komprehensif diatur dan dikriminalisasi, yaitu gratifikasi seksual. Penelitian ini berupaya melihat gratifikasi seksual pada berbagai kasus korupsi di indonesia sebagai bentuk kejahatan dan serta berupaya menawarkan model pencegahannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan analisis terhadap kajian literatur ilmiah, disertai pula dengan wawancara mendalam kepada informan pelaku gratifikasi seksual, Direktorat Gratifikasi KPK, Jaksa, Kriminolog dan LSM. Temuan penelitian ini kemudian menyimpulkan bahwa terdapat kekosongan norma hukum berkaitan dengan fenomena ini, begitu pula norma sosial yang kemudian membuatnya sulit dideteksi dan dipidanakan. Melalui teori fraud triangle oleh Cressey (1958) penelitian ini mengajukan strategi pencegahan gratifikasi seksual. Penggunaan konsep Cressey (1958) untuk menjelaskan proses dan faktor-faktor terjadinya gratifikasi seksual yang kemudian dikaitkan dengan mengapa gratifikasi layanan seks ini belum diatur secara eksplisit dalam ketentuan UU Tindak Pidana Korupsi di Indonesia yang dapat dimaknai sebagai terjadinya kekosongan norma. Tindakan-tindakan korup yang jika mengacu Donald R. Cressey (1950) merupakan perilaku yang dipengaruhi faktor fraud triangle, yaitu pressure, opportunity, dan rationalization.
Pengendalian Kejahatan pada Sub-Kebudayaan Geng Klitih dalam Paradigma Kriminologi Budaya Harahap, Chisa; Sulhin, Iqrak
Deviance Jurnal kriminologi Vol 5, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Geng Klitih di Kota Yogyakarta pada umumnya bukanlah merupakan suatu tren kekerasan yang baru. Meski demikian, hingga saat ini belum ditemukan pola pengendalian terhadap fenomena yang mendasarkan kejahatan sebagai budaya kelompoknya. Dinamika geng klitih yang cepat serta digawangi oleh para remaja di bawah umur nyatanya hanya salah satu dari banyak faktor rumitnya menangani kasus street crime tersebut. Fenomena ini tidak semata dilihat sebagai kelompok kekerasan remaja yang dikendalikan secara represif. Di dalam kriminologi budaya, klitih sebagai subkultur menyimpang yang memilih jalan bahwa kekerasan telah menjadi budaya atau crime as culture dalam lingkup pergaulan mereka. Agen kontrol sosial yang kemudian menjadi perhatian dalam penelitian ini melibatkan aparat penegak hukum sekaligus partisipasi masyarakat. Strategi pengendalian kejahatan melalui pelatihan kerja dan sejenisnya atau community based diperlukan sebagai upaya resosialisasi.
Salah Kaprah Program Deradikalisasi Lapas X: Sebuah Studi Evaluatif Lapangan Radhistya Ireka Santosa; Dhiajeng Cinthya Prativi; Dirga Setadatri; Gita Purna; Pietro Grassio
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1808

Abstract

Berawal dari sebuah tinjauan lapangan (studi evaluatif lapangan) yang dilakukan di LAPAS X berujung pada penelitian yang membahas mengenai kesalah kaprahan deradikalisasi. Penelitian ini berfokuskan pada program deradikalisasi di dalam LAPAS X yang seharusnya disesuaikan dengan program deradikalisasi milik BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) sebagai tonggak utama penanggulangan kejahatan terorisme di Indonesia. Program deradikalisasi di LAPAS X lebih berfokuskan pada pendekatan agama yang secara khusus hanya pada Agama Islam sehingga dapat memunculkan hipotesis para penulis mengenai dampak yang terjadi, ada 3 (tiga) konstruksi pemikiran, yakni: (1) islamophobia; (2) mistreatment; dan (3) outsider. Dengan begitu, perlunya upaya pengoptimalan program deradikalisasi di dalam LAPAS khususnya di LAPAS X tempat para penulis melakukan studi evaluatif lapangan, dengan melakukan pengembangan intelijen jaringan terorisme hingga pada memperbaiki SDM serta sarana dan prasarana di dalam LAPAS
Tinjauan Transnational Organized Crime (TOC) pada Kasus Penyelundupan 1 Ton Sabu dalam Kapal MV Sunrise Glory Danu Dwi Prasetio; Lidyah Ayu Suhito
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1857

Abstract

Kasus penyeludupan 1 ton sabu dalam kapal MV Sunrise Glory yang terjadi di Indonesia pada tahun 2018 menghadirkan sebuah representasi mengenai kejahatan transnasional yang terorganisir. Dalam kasus ini terdapat beberapa hal yang menjadi sorotan, yaitu (1) jumlah barang bukti yang sangat banyak, (2) penyelundupan melalui jalur laut, (3) menggunakan kapal dengan beberapa pelanggaran, dan (4) tersangka yang diamankan semuanya warga negara asing. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi literatur sebagai metode pengumpulan data. Berita, dokumen dan artikel jurnal yang berkaitan dengan penyelundupan sabu dalam kapal MV Sunrise Glory dikumpulkan untuk kemudian dianalisis menggunakan perspektif Transnational Organized Crime (TOC). Merujuk pada definisi dan kategori Transnational Organized Crime (TOC) yang dikemukakan oleh PBB, maka kasus ini dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur tersebut. Sementara terkait dengan lima elemen dasar yang menjadi ciri khas dari TOC, kasus ini memenuhi kelima unsur yang dikemukakan yakni pelaku, produk, orang, pendapatan, dan sinyal digital
Analisis Peran Aktor Pengendali Kejahatan dan Pengaruh Super Controller dalam Penanganan Perdagangan Satwa Liar yang Dilindungi di DKI Jakarta Khairunisa Khairunisa
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1801

Abstract

Perdagangan satwa liar yang dilindungi di DKI Jakarta merupakan bentuk dari wildlife crime yang akan berdampak pada manusia itu sendiri. Meskipun upaya penanganan telah dilakukan, namun pada kenyataannya kejahatan tersebut masih marak terjadi. Menggunakan pendekatan routine activity theory yang memiliki kerangka analisis segitiga kejahatan (crime triangle analysis) dapat menjelaskan mengapa penanganan kejahatan telah gagal untuk diterapkan, dengan melakukan peninjauan terhadap kinerja aktor pengendali (guardian, handler, manager). Hasil dari peninjauan tersebut menjelaskan bahwa kegagalan disebabkan oleh rendahnya komitmen dan kemampuan dari aktor pengendali kejahatan. Kemudian, kegagalan tersebut dapat ditangani dengan menghadiran super controllers atau elemen yang dapat mempengaruhi kinerja aktor pengendali kejahatan. Terkait bentuk pengaruhnya terhadap aktor pengendali, super controller terbagi menjadi sepuluh tipe yang dikelompokan dalam tiga kategori besar. Maka dari itu, penulisan ini diakhiri dengan pembahasan tentang implikasi pentingnya meninjau pemilihan tipe super controller yang akan digunakan dalam suatu penanganan kejahatan.
Pelayanan Seksual sebagai Modus Baru Gratifikasi Pejabat Publik Erlita Kresna
Deviance Jurnal kriminologi Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Budi Luhur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36080/djk.1815

Abstract

Dalam praktiknya, perilaku korupsi terutama untuk gratifikasi tidak hanya perkara uang, barang dan fasilitas lainnya saja, tapi juga berupa pelayanan seksual, sebuah pilihan yang bisa jadi menjadi hal menggiurkan bagi penerimanya yang sudah bosan dengan uang. Gratifikasi dalam bentuk pelayanan seksual atau di luar negeri disebut dengan istilah “sextortion” atau berasal dari kata sexual extortion, untuk menggambarkan jenis gratifikasi di mana seks digunakan sebagai mata uang baru kepada pihak-pihak tertentu telah menjadi modus baru upaya gratifikasi yang bertujuan untuk memuluskan niat pelaku maupun penerima tindak korupsi. Sama seperti korupsi uang, gratifikasi seksual digunakan dalam berbagai transaksi bisnis maupun politik. Baik itu yang melibatkan aparat pemerintah maupun birokrasi. Hanya saja yang membedakan adalah sampai saat ini belum ada aturan eksplisit yang tertuang dalam UU Tindak Pidana Korupsi terkait gratifikasi seksual. Penelitian ini berupaya melihat kembali pada beberapa kasus gratifikasi seksual yang terungkap dalam berbagai perkara korupsi di Indonesia dan dengan didukung pernyataan narasumber yang pernah menjadi perantara penyedia jasa gratifikasi seksual, diharapkan bisa didapatkan pola umum gratifikasi seksual yang terjadi saat penyedia dan penerima gratifikasi seksual bertindak. Mulai dari waktu hingga perempuan yang biasa dipilih, di mana dari penelitian ini nantinya bisa terlihat bahwa gratifikasi seksual yang bahkan belum tercantum jelas disebut sebagai gratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi nyatanya telah menjadi suatu hal yang sebenarnya terjadi sejak lama dan menjadi kebiasaan untuk memuluskan keinginan seseorang. Sayangnya celah yang ada dalam hukum membuat gratifikasi seksual belum menjadi kasus yang bisa dibawa ke ranah hukum. Penelitian ini bertujuan membuka pengetahuan tentang hubungan antara korupsi dan gratifikasi seksual atau di luar negeri disebut sebagai sextortion.

Page 4 of 11 | Total Record : 105