USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam published by Al-Ahwal Research Centre of Departement of Islamic Family Law, STAI Muhammadiyah Probolinggo since 2019. The subject covers textual and fieldwork studies with various perspectives of Islamic Family Law, Islam and gender discourse, and legal drafting of Islamic Civil law. In the beginning, the journal only served as a scholarly forum for the lecturers, professors, and students at the State Institute of Islamic Studies. However, due to the later development, the journal has successfully invited scholars and researchers outside the Institute to contribute. Until now, with the fair procedure of double peer-review, Usrah continues to publish researches and studies concerned with Islamic Family Law, Gender Discourse, and Legal Drafting of Islamic Civil Law with various dimensions and approaches. Usrah, published twice a year, always places Islamic Family Law, Gender Discourse, and Islamic Civil Law in the central focus of academic inquiry and invites any comprehensive observation of Islam Family Law as a normative Islam and a system of society and Muslims as those who practice the religion with their many facets.
Articles
168 Documents
CHILDFREE DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN SOSIOLOGI
Muhammad Indarta;
Imanuddin Abil Fida
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): April
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i1.633
Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji konsep childfree serta bagaimana Islam dan sosiologi memandang childfree yang sedang marak menjadi diskusi public. Childfree yang diartikan sebagai kesepakatan antara pasangan laki-laki dan perempuan yang telah menikah secara sah untuk tidak memiliki anak. Maraknya childfree bukan hanya pada kalangan selebritis saja, namun juga merambah pada beberapa kalangan disebabkan oleh berbagai factor. Tingginya biaya hidup, pemikiran bahwa bahagia bisa diraih walaupun tanpa anak hingga persepsi bahwa memiliki anak menjadikan hidup lebih sulit adalah beberapa alasan dipilihnya childfree sebagai jalan hidup pasangan yang sudah menikah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan menggunakan jenis library research (studi pustaka). Studi ini dilakukan dengan memahami literature tentang childfree baik buku maupun jurnal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep childfree tidak dikenal dalam Islam
MOTIF NIKAH SIRI DAN KETAHAN KELUARGA PASANGAN NIKAH SIRI (Studi kasus di daerah Desa Sumberkare Kecamatan Wonomerto Kabupaten Probolinggo)
Ahmad Muzaki;
Mohammad Arifin
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): April
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i1.634
Untuk menata hidup yang lebih harmonis dalam keluarga/rumah tangga, maka sebagai umat nabi Muhammad Saw kita disunnahkan untuk melangsungkan pernikahan dengan tujuan ibadah kepada Allah Swt. Hal ini nantinya demi mencegah adanya perzinahan serta timbulnya maksiat-maksiat lainnya yang membuat kita jauh dari sang pencipta. Tujuan dari nikah itu sendiri yakni hidup bersama, atau secara logis membentuk suatu ikatan lahir dan batin dengan tujuan menciptakan suatu keluarga/rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Hubungan Pernikahan tidak hanya menyalurkan naluri seksual suami/istri saja namaun hubungan pernikahan yaitu untuk mengharap rahmat dan ridlo dari Allah swt. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin menkaji dan ingin mengetahui tentang MOTIF NIKAH SIRI DAN KETAHAN KELUARGA PASANGAN NIKAH SIRI (Studi kasus di daerah Desa Sumberkare Kecamatan Wonomerto Kabupaten Probolinggo). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dengan mewawancarai masyarakat desa sumberkare kec.wonomerto kab.probolinggo.
TRADISI LARANGAN PERKAWINAN SALEP TARJHE PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Ratih Nara Winda;
Imanuddin Abil Fida
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): April
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i1.640
Pada sebuah kehidupan, perkawinan adalah satu dari sekian aspek yang begitu penting diberbagai sisi dunia. Melihat begitu istimewanya sebuah pernikahan, bukan hal baru berbagai macam aturan timbul guna menjaga eksistensi dan tujuan pernikahan tersebut, baik aturan agama, perundang-undangan, hingga aturan yang berkaitan dengan budaya yang juga turut mengatur masalah perkawinan sedemikian rupa. Dalam urusan perkawinan, hukum adat maupun hukum agama mempunyai aturan tentang anjuran dan larangan menikah dengan orang-orang tertentu. Satu dari sekian bentuk aturan perkawinan dalam adat ialah aturan tentang dilarangnya melangsungkan perkawinan silang antara dua orang bersaudara putra-putri yang disebut perkawinan salep tarjhe. Larangan perkawinan salep tarjhe erat kaitannya dengan kepercayaan akan mitos-mitos yang diwariskan oleh nenek moyang. Sehingga pada praktiknya menyebabkan beberapa pihak yang tetap memaksa akan mendapatkan sanksi sosial atau dikaitkan dengan akibat-akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran terhadap larangan perkawinan tersebut. Beberapa kasus yang peneliti temukan, larangan perkawinan salep tarjhe juga berdampak pada hubungan kekerabatan. Sehingga dalam penelitian ini terfokus pada pandangan hukum Islam terhadap larangan perkawinan salep tarjhe. Apakah bertentangan dengan hukum Islam, atau justru terdapat aturan-aturan yang berkaitan dengan kaidah ketentuan perkawinan dalam Islam. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan melakukan proses penelaahan data melalui wawancara juga observasi, peneliti mendapatkan hasil bahwa adanya perbedaan pendapat antara para sesepuh dengan masyarakat modern tentang keyakinan akan mitos perkawinan salep tarjhe sehingga menyebabkan terbaginya masyarakat ke dalam dua kubu, yakni kubu yang membolehkan dan menentang perkawinan salep tarjhe. Golongan yang membolehkan beranggapan bahwa segala musibah yang terjadi adalah murni kehendak Allah SWT. Sementara golongan yang menentang adalah golongan yang tetap berpegang teguh pada keyakinan yang diwariskan leluhur secara turun temurun.
HARMONISASI HUKUM MENENTUKAN MASA IDDAH BAGI WANITA CERAI DI LUAR PENGADILAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN HUKUM FIQH
Dety Mulyanti;
Rheza Fasya;
Diana Farid;
Muhammad Husni Abdulah Pakarti;
Iffah Fathiah
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): April
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i1.658
Legal harmonization determining the iddah period for divorced women outside of court between Law No. 1 of 1974 and the Compilation of Islamic Law is still an unresolved issue in Indonesia. This study aims to identify the differences and similarities between the two laws, as well as provide recommendations on the proper harmonization of laws for divorced women outside the court. This study uses comparative analysis methods and interviews with Islamic jurists. The results of the study show that there are differences in determining the iddah period between the two laws, and the proper harmonization of law by enforcing Islamic law that is in line with the social and cultural context of Indonesian society. It is hoped that the results of this research can become input for legislators and the public in formulating legal policies that are fair and in accordance with Islamic teachings and the social context in Indonesia.
PERAN KELUARGA DALAM MENANGKAL LGBT BERDASAR PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN PSIKOLOGI
Muhammad Toher;
Mohammad Arifin
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): April
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i1.660
Dalam konteks menjaga serta mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan anak baik perkembangan fisik utamanya perkembangan kharakter harus dilakukan secara intensif oleh orang tua dalam kehidupan seorang anak. Ketidakhadiran orang tua pada proses pertumbuhan anak seringkali tertanam pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat yang termanifestasi dalam kehidupan keluarga. LGBT sebagai salah satu perilaku penyimpang yang muncul dari hasil berfikir menyimpang seringkali terjadi pada masa pertumbuhan seorang anak yang menginjak remaja. Keadaan tersebut sebagai akibat dari tidak hadirnya peran orang tua dalam mengarahkan serta menjaga pertumbuhan anak. Sebagai pelarian seorang anak dalam mengekspresikan dirinya karena ketidak hadiran orang tua, LGBT perlu respon yang jelas dan solusi yang tepat serta sebisa mungkin menghindarinya sejak dini, yang hal tersebut sangat ditentukan oleh didikan orang tua dalam keluarga. Diharapkan dengan menulis jurnal ini, dapat lebih memahami LGBT dari sudut pandang Islam dan psikologis tentang risiko yang terlibat, yang akan bermanfaat bagi orang tua dan generasi mendatang di bidang pendidikan dan kehidupan sosial. pendidikan agama Islam dan psikologi.
KEDUDUKAN WALI DALAM PERNIKAHAN STUDI KOMPARASI EMPAT MADZHAB
Ilgi Ghoswanul Muzakka;
Imanuddin Abil Fida
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): April
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i1.663
Wali merupakan salah satu unsur terpenting dalam pernikahan. Keberadaan ali menjadi penentu sah atau tidaknya dalam pernikahan. Dalam pandangan empat madzhab memiliki perbedaan dan persamaan pendapat tentang kedudukan wali. Sehingga artikel ini memaparkan pendapat para ulama tentang hak dan kedudukan wali dalam perkawinan. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu deskripsi komparatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan menggambarkan mengenai fakta-fakta serta hubungannya dengan fenomena yang diselidiki secara factual, sistematis serta akurat mengenai perbedaan pandangan dari empat madzhab tentang kedudukan wali dalam pernikahan. Kedudukan wali di dalam sebuah pernikahan, para Imam Mazhab berpendapat mengenai wali dalam pernikahan diantaranya terdapat pendapat Imam Syafi'i, Imam Maliki dan Imam Hambali mengatakan bahwa wali merupakan syarat sah pernikahan. Maka pernikahan tanpa wali tidak sah, karena pernikahan menjadi sah atau tidak itu tergantung pada izin atau restu wali. Ada juga pendapat dari Imam hanafi mengenai kedudukan wali dalam pernikahan berpendapat bahwa bagi orang baligh, berakal, dewasa dan janda tidak ada wali. Artinya membolehkan pernikahan tanpa adanya wali (menikahkan dirinya sendiri).
UPAYA PEREMPUAN SINGLE PARENT DALAM MEWUJUDKAN FUNGSI KELUARGA BAGI ANAK (STUDI KASUS DI KELURAHAN JATI, KECAMATAN MAYANGAN, KOTA PROBOLINGGO)
Tiara Syahani Sugiarto;
Imanuddin Abil Fida;
Reza Hilmy Luayyin
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): April
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i1.664
Keluarga merupakan wadah seseorang pertama kali belajar ilmu kehidupan sebelum terjun ke masyarakat. Pemerintah telah mengatur fungsi keluarga dalam PP No. 87 Tahun 2014 agar dapat tercipta sumber daya manusia dan keluarga yang sehat dan berkualitas. Namun fakta di lapangan mengatakan bahwa tidak selamanya keutuhan keluarga dapat dipertahankan. Ada sebab perceraian maupun kematian yang membuat sebuah keluarga menjadi kehilangan salah satu penunjang terwujudnya fungsi keluarga dengan baik. Perpisahan dengan kondisi terdapat anak di dalam hasil perkawinan yang sah membuat seseorang menyandang status sebagai single parent. Walaupun hubungan perkawinan telah terputus, namun fungsi keluarga bagi anak tetap harus diwujudkan. Pada penelitian ini akan terfokus dalam mengkaji upaya yang dilakukan oleh perempuan single parent dalam mewujudkan fungsi keluarga bagi anak. Bagaimana pemahaman mereka tentang fungsi keluarga akan memengaruhi tingkat keberhasilan suatu fungsi dalam keluarga diwujudkan. Upaya serta kendala yang mereka alami selama menjadi perempuan single parent juga akan dikaji pada penelitian ini. Dengan menggunakan pendekatan empiris terjun langsung ke lapangan dan pengolahan data secara kualitatif deskriptif didapatkan hasil bahwa pemahaman perempuan single parent tentang fungsi keluarga sangat terbatas sehingga perwujudan fungsi keluarga sesuai amanat PP No.87 Tahun 2014 tidak bisa diwujudkan sepenuhnya. Upaya dan kendala yang mereka temui juga tergantung kepada usia anak, kondisi keluarga, dan sebab perpisahan.
MAKNA PERKAWINAN BAGI MASYARAKAT SUKU TENGGER DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Eka Suhartiningsih;
Imanuddin Abil Fida;
Moh Lubsi Tuqo
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): April
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i1.666
ABSTRAK Perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara pria dengan wanita dengan tujuan membangun sebuah hubungan keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Namun demikian, setiap orang memiliki pandangan, pola pikir dan pendapat yang berbeda dalam memaknai suatu perkawinan. Hal ini dikarenakan terdapat bebagai hal yang mempengaruhi seseorang atau suatu kelompok dalam pola pikir terhadap suatu hal termasuk agama, tradisi, lingkungan, usia, hingga status sosial yang dimiliki. Seperti halnya masyarakat suku Tengger di desa Pakel yang memiliki perbedaan dan tradisi yang berbeda dalam melangsungkan prosesi perkawinan. Jurnal ini memiliki tujuan mengetahui tradisi perkawinan masyarakat suku Tengger yang tidak mempermasalahkan adanya pernikahan beda agama karena menganggap hal tersebut sebagai salah satu bentuk nyata dari toleransi beragama. Selain itu untuk mengetahui makna perkawinan bagi masyarakat suku Tengger yang sering kali mendapatkan pasangan berbeda agama dalam pandangan Islam khususnya di Desa Pakel, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Penelitian ini adalah penelitian kulitatif dengan metode pendekatan Empiris Sosiologis dengan teknik pengumpulan data berupa field research, yaitu observasi langsung ke lapangan guna mengetahui langsung data dan fakta di lapangan menggunakan metode observasi, wawancara dan juga dokumentasi. Kata Kunci : Perkawinan, Suku Tengger, Makna Perkawinan
ERADICATION OF CORRUPTION CRIMINAL ACTS
Eko Wahyono
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 1 (2023): April
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i1.689
Corruption, at its core, tends to involve the abuse of authority and power, resulting in financial losses to the state or hindrance to the national development. Thus, it is crucial to combat this issue to achieve a just and prosperous society, as envisioned by Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945.To effectively eradicate corruption, the government enacted Law Number 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption, which was later amended through Law Number 20 of 2002 on Corruption Eradication. Despite these amendments, corruption remains prevalent and even continues to proliferate.The occurrence of corrupt practices is often linked to individuals holding public positions, acting either on their own or in collusion with corporate entities. To minimize such misconduct, it becomes essential for superiors to exercise supervision over their subordinates. Therefore, it is necessary to establish regulations that restrict opportunities for abusing their positions.The fight against corruption requires a comprehensive approach, encompassing not only legal measures but also cultural and institutional changes. By fostering a transparent and accountable governance system, Indonesia can move closer to realizing its vision of a fair and prosperous nation based on the principles of Pancasila and its constitutional foundation..
FENOMENA FATHERLESS DALAM KELUARGA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Ezra Salwa Wahyu Zarkasyi;
Muhammad Arifin Badri
USRAH: Jurnal Hukum Keluarga Islam Vol. 4 No. 2 (2023): Oktober
Publisher : LPPM STAI Muhammadiyah Probolinggo
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.46773/usrah.v4i2.765
Pendidikan dalam keluarga merupakan investasi terbaik jangka panjang yang dapat dilakukan oleh kedua orang tua. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan bukan hanya terkait sisi materiil, karena pengasuhan membutuhkan interaksi yang berkualitas dan tahan lama. Perosalan kekosongan peran ayah dalam jiwa anak yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh hilangnya peran ayah dalam proses pengasuhan anak, tanggung jawab ayah hanya dibatasi sebagai pencari nafkah, paradigma yang mengakar dalam masyarakat juga membuat batasan bahwa pengasuhan hanya dibebankan kepada ibu. Jika anak tidak mendapatkan peran ideal anak maka akan terjadi ketimbangan antara pertumbuhan dan perkembangan karena orang tua hanya fokus pada masalah pertumbuhan anak. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan jenis penelis penelitian studi pustaka (library research). Studi ini dilakukan dengan memahami literatur terkait Fenomena Fatherless Perspektif Hukum Islam dari berbagai sumber media seperti buku, jurnal, media massa, dan penelitian terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayah harus tetap terlibat dalam proses pengasuhan dam pendidikan anak sekalipun dari kejauhan atau pada sela waktu padatnya. Terdapat banyak kisah teladan dalam Al-Qur’an terkait peran ayah dalam pengasuhan. Agama Islam mengajarkan bahwa menjaga keberlangsungan hidup anak dengan memelihara dan mendidik merupakan suatu kewajiban dan termasuk dosa besar jika dilalaikan. Kata kunci: Fatherless; Ayah; Keluarga