cover
Contact Name
Yasir Sidiq
Contact Email
lppi@ums.ac.id
Phone
+6282134901660
Journal Mail Official
lppi@ums.ac.id
Editorial Address
Jl. Ahmad Yani, Pabelan, Kartasura, Surakarta 57162, Jawa Tengah, Indonesia
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Academic Physiotherapy Conference Proceeding
ISSN : -     EISSN : 28097475     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Academic Physiotherapy Conferences are a series of activities that include international seminars and call papers. This activity aims to improve literacy and scientific publications of physiotherapy which specifically discuss cases related to problems of function and movement of the human body
Articles 67 Documents
Search results for , issue "2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding" : 67 Documents clear
Management Fisioterapi pada Kasus Bell’s Palsy Sinistra di RSJD dr. RM Soedjarwadi Klaten: Case Study Rachmat, Ahdiyat Ananta; Naufal, Adnan Faris; Sukatwo, S
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Ekspresi wajah memainkan peran penting dalam mengekspresikan emosi dan interaksi sosial, Bell's palsy atau dikenal dengan istilah kelumpuhan saraf wajah idiopatik adalah suatu bentuk kelumpuhan atau kelemahan pada salah satu sisi wajah. Perkiraan kejadian tahunan Bell's palsy adalah 23 hingga 37 per 100.000 penduduk. Penyakit ini biasanya datang dengan cepat, bahkan dalam hitungan jam atau semalaman. Fisioterapi berperan dalam pemulihan untuk mengoptimalkan kemampuan fungsional. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan manajemen fisioterapi pada kasus Bell’s Palsy Sinistra menggunakan modalitas infrared, electrical stimulation dan facial massage. Case Presentation: Seorang wanita yang berusia 69 tahun yang merupakan seorang pedagang di Klaten, Jawa Tengah. Dari hasil pemeriksaan didapatkan bahwa wajah pasien tidak simetris atau merot, kesulitan menutup mata kirinya dan berkedip, kesulitan saat mengunyah makan dan minum. pasien merasakan kekakuan serta rasa tebal pada sisi kiri wajahnya. Management and Outcome: Manajemen Fisioterapi yang diberikan pada kasus ini berupa infrared, electrical stimulation dan facial massage untuk relaksasi otot serta memberikan efek sedatif untuk memperlancar kontraksi otot-otot wajah, menstimulasi kembali dan melatih kerja otot yang mengalami kelumpuhan. Alat ukur yang digunakan untuk melihat peningkatan kekuatan otot-otot wajah menggunakan Manual Muscle Testing (MMT) Wajah dan untuk menilai derajat keparahan serta fungsional wajah menggunakan Skala Ugo Fisch. Discussion: Artikel ini untuk mengetahui efek dari pemberian infrared, electrical stimulation dan facial massage setelah diberikan sebanyak empat kali terapi pada kasus Bell’s Palsy Sinistra. Conclusion: Seperti yang ditunjukkan pada kasus Bell’s Palsy Sinistra yang mendapat pengobatan berupa infra merah, electrical stimulation dan facial massage dapat meningkatkan kekuatan otot-otot wajah serta dapat meningkatkan aktivitas fungsional wajah.
Reliability and Validity of The Visual Analogue Scale in Non-Myogenic Low Back Pain Patients Syinta, Ahmada Norma; Komalasari, Dwi Rosella
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Non-myogenic low back pain is a health issue characterized by the primary complaint of pain in the lower back, extending from the costal area to the buttocks, typically radiating down to the legs. LBP can lead to decreased function, reduced work productivity, and high treatment costs. Non-myogenic LBP is classified into four categories based on its causes: herniated nucleus pulposus, spondylitis, spondylosis, and spondylolisthesis. Objective: To determine the reliability and validity of VAS scales in the case of intra rater and inter rater in non-myogenic LBP patients. Methods: This type of research is an observational study with the approach of methodological research and uses purposive sampling, total samples of 55 people. Visual analogue scale is used to measure the pain scale of non-myogenic lbp patients. Results: Intra- rater or test-retest VAS reliability was very high (Cronbach's alpha: 0.951, ICC: 0.951, 95% CI: 0.916-0.971, p<0.001) and inter-rater VAS reliability was very high (Cronbach's alpha: 0.959, ICC: 0.959, 95% CI: 0.929-0.976, p<0.001). The validity test seemed VAS was valid for intra-rater and inter-rater with p<0.05 and r calculated was higher than r of table (r=0.260). SEM value: 0.19 and MDC: 0.55. Conclusion: The visual analogue scale demonstrates reliability and validity for both intra-rater (test-retest) and inter-rater evaluations as a measurement tool for pain scale in patients with non-myogenic LBP.
Penatalaksanaan Fisioterapi COPD e.c Brokintis di RSUD Dungus: A Case Study Prastowo, Angga; Supriyadi, Arin; Utami, Multasih Nita
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah gangguan pernapasan yang umum berdampak pada kesehatan dan ekonomi global yang signifikan. Prevalensi PPOK global diperkirakan sebesar 10,6% dengan 480 juta kasus pada tahun 2020 dan diproyeksikan mencapai 592 juta pada tahun 2050. Di Indonesia angka pasien PPOK sebesar 3,7% dan mempengaruhi 9,2 juta orang, sedangkan di Bali sebesar 3,5%. PPOK ditandai dengan terbatasnya aliran udara dan kematian jaringan akibat peradangan kronis akibat paparan partikel berbahaya terutama asap rokok. Gejalanya berupa batuk, sesak nafas dan produksi dahak yang berpotensi menyebabkan gagal nafas. Brokintis kronis dikaitkan dengan merokok dan melibatkan produksi lendir yang berlebihan menyebabkan penyumbatan saluran napas dan memperburuk peradangan. Presentasi Kasus: Seorang pasien berusia 70 tahun dengan riwayat sesak nafas berulang selama 2 tahun, disertai batuk tanpa dahak. Tanda-tanda vital menunjukkan tekanan daarah 13/80 mmHg , denyut jatung 96x/menit, pernapasan 29x/menit, suhu 36,5°C dan saturasi oksigen 94%. Perkusi dada menunjukkan suara sonor disisi kanan dan gerakan sangkar thorak yang asimetris. Pemeriksaan radiologi melalui rontgen dada menujukkan jantung berukuran besar dan normal, tidak terlihat infiltrate atau nodul di paru-paru. Hilus tidak menebal dan dan sistema tulang baik. Pengukuran : Pengukuran kecacatan menggunakan mMRC, pengukuran sesak nafas menggunakan Skala Borg dan pengukuran sangkar thorak menggunakan midline. Program rehabiliatasi dengan memberikan deep breathing dan pursed lip breathing Pembahasan: Terjadi penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10 mmHg, peningkatan kadar oksigen (SPO2) sebesar 1% dan peningkatan sangkar thorak sebesar 0,5- 1cm Kesimpulan: Sistem kardiopulmonal pasien menujukkan perbaikan yang signifikan dengan peningkatan saturasi oksigen dan penurunan sesak napas, namun kecacatan akibat dyspnea menujukkan tidak adanya perbaikan yang signifikan.
Penatalaksaan Fisioterapi Broncopneumonia Dewasa di RSUD Dungus: A Case Report Fathya, Annida; Utami, Mulatsih Nita; Fatmarizka, Tiara
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Di Indonesia broncopneumonia atau lobar pneumonia terjadi peningkatan prevalensi pneumonia pada semua usia dari 1,6% (2013) menjadi 2,0% (2018). Pemberian pengasuhan fisioterapi yang dibantu dengan pengobatan perlu dilakukan. Broncopneumonia yang dialami oleh orang dewasa lanjut usia yang menderita pneumonia sering kali mengakibatkan pembaringan jangka panjang dan berkurangnya aktivitas sehari-hari; rehabilitasi dini bermanfaat bagi sistem pernapasan, kardiovaskular, dan alat gerak serta kondisi mental pasien di tempat tidur. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan pembukaan dan fungsi normal saluran napas. Case Presentation: Sebuah case report yang dilakukan di RSUD Dungus madiun dengan diagnose medis broncopneumonia pada pasien pria berumur 72 tahun yang berkerja sebagai petani. Keluhan utam pasien berupa dengan keluhan sesak nafas disertai batuk berdahak kental berwarna putih. Diagnosa fisioterapi berupa sesak, penurunan saturasi nafas, penurunan rasio ekspansi thorax, dan penurunan aktifitas fungsional yang diakibatkan oleh sesak. Management and Outcome: dilakukan asuhan fisioterapis sebanyak 5 kali dalam 3 hari berupa breathing control, deep breathing exercise, dan thoracic expansion exercise. Discussion: Pemberian asuhan fisoterapi yang dikombinasikan dengan pemberian nebulizer sebanyak 5 kali dapat meningkatkan kapasitas fungsional paru paisen dan mengurangi gejala dengan membersihkan jalan nafas dan melatih otot-otot pengembang sangkar thorax. Conclusion: Asuhan fisioterapis yang dilakukan dengan pemberian breathing control, deep breathing exercise dan TEE dapat memperbaiki kapasitas fungsional paru pasien.
Program Rehabilitasi Fisioterapi pada Kasus Post Fraktur 1/3 Distal Femur Risbiyanto, Stevenny Aulia; Wijianto, W; Astuti, A
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Fraktur yang terjadi pada tulang paha bagian distal merupakan masalah yang serius.fraktur metafisis femoralis distal yang merupakan tempat bertemunya tulang kanselus kondilus femoral dengan tulang kortikal diafisis disebut sebagai fraktur supraconylar femoralis. Peningkatan patah tulang disekitar lutut terbukti dan diprediksi akan erus berlanjut. Fraktur femoralis distal (tepat diatas lutut) menyumbang antara 4-6% dari semua kasus patah tulang pada paha. Fraktur ini dapat menyebabkan kematian dengan angka kejadian yang tinggi (18-30% kematian dalam satu tahun. Presentasi kasus: Pasien seorang perempuan dengan usia 20 tahun yang tidak sedang bekerja,mengeluhkan adanya nyeri pada lutut sebelah kanan serta adanya keterbatasan gerak seperti menekuk lutut.. Manajemen dan hasil: Pasien melakukan program rehabilitasi yang terdiri dari pemberian TENS (Trancutaneous Electrical Nerve Stimulations), active exercise, hold relax dan isometric exercise selama 3 kali dalam 3 minggu. Diskusi:program rehabilitasi yang diberikan oleh fisioterapis kepada pasien yaitu TENS, active exercise, hold and relax exercise dan isometric exercise yang bertujuan untuk mengurani nyeri dan meningkatkan kekuatan otot. Kesimpulan: Pasien yang berjenis kelamin perempuan berusia 20 tahun dengan diagnosis Post Op Fraktur 1/3 distal Femur yang telah menjalani program rehabilitasi berupa pemberian intervensi TENS dan beberapa latihan dari fisioterapi sebanyak 3 kali pertemuan dalam 3 minggu menunjukkan adanya penurunan intensitas nyeri dan adanya penambahan lingkup gerak sendi.
Penatalaksanaan Fisioterapi dalam Upaya Meningkatkan Kekuatan Otot dan Fungsional pada Kasus Bell's Palsy: A Case Report Faaiza, Firya Zalfaazza; Santoso, Totok Budi; Fauzan, Muhammad
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Bell's Palsy didefinisikan sebagai kelumpuhan saraf fasialis atau nervus VII yang terjadi secara unilateral atau satu sisi, dengan penyebab yang tidak diketahui secara spesifik, kondisi ini dikenal sebagai Bell's palsy akibat pembengkakan dan tekanan saraf pada foramen styomastoid dan menyebabkan penghambatan atau kerusakan saraf. Bell's Palsy dapat menyerang individu di segala usia dan jenis kelamin, kejadian tahunan berkisar antara 11,5 hingga 53,3 per 100.000 orang disegala populasi. Prevalensi Bell's Palsy di Indonesia didapatkan 19,55% kasus Bell's Palsy, sering dijumpai pada usia 20-50 tahun dan kejadian meningkat saat bertambah usia diatas 60 tahun. Presentasi kasus: Pasien Ny. F dengan usia 40 tahun jenis kelamin perempuan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien mengeluhkan rasa tebal pada wajah, dan pasien merasa berat saat menggerakan wajah bagian kanan. Pada diagnosa medis pasien terdiagnosa Bell's Palsy Dextra. Managemen dan Hasil: Pasien diperiksa sebelum dan sesudah intervensi, dilakukan pemeriksaan vital sign, palpasi, nyeri (NRS), sensibilitas, kekuatan otot (MMT), dan fungsional (Ugo Fisch Scale). Pasien diberikan intervensi berupa infra red, face massage, dan mirror exercise. Kemudian dilakukan evaluasi pemeriksaan dan diberi edukasi serta home program. Diskusi: Hasil evaluasi pasien Ny. F pada kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT) belum terdapat peningkatan dari T0-T2. Hasil evaluasi gerak dan fungsional dengan Ugo Fisch Scale terdapat peningkatan dari T0-T2, pada T0 dan T1 hasil 75% sedangkan pada T2 hasil meningkat menjadi 78%, peningkatan terrsebut ada pada gerakan mengerutkan dahi dari 70% menjadi 100%. Kesimpulan: Pemberian intervensi Infra red, Face massage, dan Mirror exercise selama 2 kali dalam 2 minggu kurang menunjukan peningkatan kekuatan otot, gerak dan fungsional wajah pada kasus Bell's Palsy, maka dari itu diperlukan tambahan waktu dalam melakukan treatment fisioterapi agar hasil evaluasi kekuatan otot, gerak dan fungsional wajah pada kasus Bell's Palsy dapat mengalami peningkatan yang signifikan.
Efek Mulligan Mobilization with Movement (MWM) terhadap Kemampuan Fungsional pada Individu dengan Kasus Osteoarthritis Lutut: A Case Report Ayundasari, Nabila; Pristianto, Arif; Putra, Guntur Rusmana
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Osteoarthritis lutut merupakan penyakit sendi degeneratif yang biasanya disebabkan oleh keausan dan hilang tulang rawan sendi secara progresif. Osteoarthritis (OA) lutut sering terjadi pada lanjut usia dengan gejala klinis yang umum terjadi adanya nyeri lutut yang muncul secara bertahap dan memburuk saat beraktivitas, lutut terasa kaku dan bengkak, nyeri setelah duduk atau istirahat dalam jangka lama. Penderita OA lutut mengalami peradangan sinovial dan fibrosis kapsul sendi yang menimbulkan rasa nyeri dan hilang rentang gerak sendi sehingga berpengaruh pada penurunan kemampuan fungsional sehari-hari. Case Presentation: Seorang laki-laki penderita OA lutut kanan dengan keluhan nyeri saat berjalan jauh, jongkok, dan naik turun tangga. Dilakukan upaya fisioterapi untuk meningkatkan kemampuan fungsional sehari-hari dengan intervensi Mulligan Mobilization with Movement (MWM). Management and Outcome: Pemberian intervensi Mulligan MWM dilakukan pada posisi weight bearing dan non-weight bearing dengan arah rotasi medial dan anterior glide. Setelah dilakukan terapi sebanyak tiga kali didapatkan hasil adanya penurunan nyeri, peningkatan lingkup gerak sendi (LGS), dan peningkatan kemampuan fungsional. Discussion: Pada intervensi Mulligan MWM terdapat mekanisme neurofisiologis pada level spinal dengan gerakan lutut berulang sehingga dapat mengurangi intensitas nyeri. Adanya efek biomekanis mengakibatkan perubahan pola gerak sendi yang terbatas sehingga dapat memulihkan rentang gerak optimal. juga, efek neurologis gerakan aktif dan pasif dapat merangsang reseptor sensorik dan mengirimkan sinyal ke sistem saraf pusat. Informasi tersebut berpengaruh pada persepsi nyeri dan propioseptif yang bisa meningkatkan pengendalian motorik dan koordinasi motorik sehingga terjadi peningkatan kemampuan fungsional. Conclusion: Adanya efek untuk peningkatan kemampuan fungsional pasien OA lutut dengan Mulligan Mobilization with Movement (MWM).
Description of Postural Balance of The Body of Elderly Age based on Age Category 45-90 Years Sari, Etik Yunita; Komalasari, Dwi Rosella
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Balance is a position to maintain a certain position in both static and dynamic conditions. Low balance performance is caused by age and cognitive function and increases fall risk. Objective: To determine the difference between static and dynamic postural balance in the elderly based on age categories of 45-90 years. Method: This research used an observational study method with a cross-sectional study approach. There were 220 people involved in this study and conducted by purposive sampling method. Static balance was measured by mCTSIB and dynamic balance used TUG. The cognitive function was measured by the MOCA-Ina questionnaire. The Anova test was conducted to analyse the data. Results: There was a significant difference between static and dynamic balance based on age category 45-90 years (p<0.05). No significant correlation between cognitive and dynamic balance in those aged 55-64 years, and no significant correlation in static balance in those aged more than 70 years. Conclusion: the age group over 70 years has the lowest dynamic balance (TUG) and static balance (MCTSIB).
Pengaruh Intervensi Stretching dan Scar Massage terhadap Kasus Post Surgical Wound e.c post Debridement, External Fixation, STSG: A Case Report Putri, Leony Dewinta; Santoso, Totok Budi; Hamidah, Nilam Nur
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Fraktur terbuka merupakan cedera dimana tulang yang patah terkena lingkungan luar akibat traumatis pada jaringan lunak dan kulit. Fraktur terbuka memiliki kejadian tahunan sebesar 30,7 per 10.000 di Inggis serta fraktur tibialis memiliki insiden tertinggi sebesar 3,4 per 100.000. Fraktur terbuka biasanya melibatkan debridement untuk menghilangkan jaringan mati agar memungkinkan penyembuhan jaringan lunak. Selain itu pemberian autograft juga membantu pengobatan kecacatan kulit yang besar. Setelah dilakukan autograft biasanya akan mengakibatkan keterbatasan pada ROM terutama jika cedera terjadi disekitar sendi. Fisioterapi berperan penting dalam membantu permasalahan yang terjadi dengan latihan dan scar massage yang bertujuan untuk meningkatkan ROM dan meningkatkan aktivitas fungsional sehari-hari. Presentasi Kasus: Seorang wanita berusia 22 tahun, dengan diagnosa medis post surgical wound e.c post debridement, screw revision (22/12/2023), e.c implant expose, e.c wound dehiscence post remove External Fixation change to Intramedullary Nailing (ETN) (28/7/2023) e.c post debridement, external fixation, STSG (10/3/2023). Dimana mengalami kecelakaan lalu lintas pada 9 Maret 2023, dan pasien datang dengan kondisi multiple fracture: CF Right Clavicle Middle Third Allman Group 1, CF Right Shaft Proximal Phalanx Index Finger, OF Right Tibia Distal Third Gustillo Anderson Grade 3B, OF Right Base Metatarsal 5th Toe. Permasalahan fisioterapi yang terdapat pada pasien, yaitu keterbatasan gerak aktif Range of Motion (ROM) penurunan kekuatan otot pergelangan kaki, serta terdapat perbedaan antropometri lingkar segmen di area pergelangan kaki dan penurunan aktivitas fungsional. Metode dan Hasil: Subjek diberikan latihan AROM dan PNF (contract-relax) serta scar massage selama 2 minggu yang dilakukan 2 kali seminggu. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan instrument pengukuran Range of Motion (ROM), Manual Muscle Testing (MMT), Antropometri, dan Aktivitas Fungsional Lower Extremity Functional Scale (LEFS). Diskusi: Dari beberapa penelitian pemberian intervensi stretching dengan metode PNF (contract-relax stretching) terbukti mampu meningkatkan ROM dan untuk mencapai perubahan ROM yang lebih, stretching PNF perlu dilakukan sekali atau dua kali seminggu. Serta pemberian scar massage pada area skin graft dengan teknik efflurage, kneeding serta friction terbukti mampu meningkatkan lingkup gerak sendi didalam jaringan yang dipijat. Kesimpulan: Terdapat peningkatan pada ROM, antropometri, aktivitas fungsional setelah diberikan latihan (AROM dan PNF contract-relax stretching) dan scar massage selama 2 minggu.
Physiotherapy Management in Cases of Bell's Palsy Dextra et Causa Post Craniotomy with Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) and Facial Exercise: Case Reports Ramahandika, Achmad Kukuh; Widodo, Agus; Kadarti, Sri Isnin
Academic Physiotherapy Conference Proceeding 2024: Academic Physiotherapy Conference Proceeding
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: Bell's palsy is a condition of peripheral facial paralysis or weakness which is generally idiopathic, occurring due to interference with nerve VII in the stylomastoid foramen. Although the majority of patients recover completely, a small proportion experience different sequelae. Although its etiology is not yet fully understood, its association with certain viral infections has been recognized, causing neuroinflammation and other pathological processes. Risk factors such as elevated blood sugar, uncontrolled blood pressure, and migraines can increase susceptibility to this paralysis. Case Presentation: This study reported a men patient, 16 years old with bell's palsy dedxtra post craniotomy after an accident on November 2023 and there was bleeding in the brain. The patient was taken to Dr. Sardjito General Hospital for surgery and felt that the right side of his face was thickened, numb and sensitive after the operation. Management and Outcome:. The measuring instruments used in this study were the Numeric Rating Scale (NRS) to measure the degree of pain felt by the patient, Manual Muscle Testing (MMT) to measure the degree of muscle strength, Ugo fisch performed on patients to provide information regarding facial function assessment, and House-Brackmann Score to assess nerve damage in facial nerve paralysis and Transcutaneous electrical nerve stimulation intervention. Discussion: There was a decrease in pain as measured using a numeric rating scale from 3 to 2, an increase in muscle strength from 3 to 4, an increase in the degree of functional activity from 26 points (poor condition) to 50 points (medium condition), there was an increase in the score on the House- Brackmann Score from grade V (severe dysfunction) to grade IV (moderate and severe dysfunction). Conclusion: Comprehensive treatment with physiotherapy techniques has a positive effect on patients with Bell's Palsy. This research may be a reference to guide other physiotherapists in carrying out rehabilitation for Bell's Palsy patients.