cover
Contact Name
Fatkhu Rohmatin
Contact Email
jumantara.perpusnas2010@gmail.com
Phone
+6285748946460
Journal Mail Official
jumantara.perpusnas2010@gmail.com
Editorial Address
Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Jln. Medan Merdeka Selatan No. 11 Jakarta Pusat
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara
Published by Perpustakaan Nasional
ISSN : 20871074     EISSN : 26857391     DOI : https://doi.org/10.37014/jumantara
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara menyajikan informasi mutakhir hasil kajian literatur dan penelitian bidang ilmu filologi dan pernaskahan Nusantara, yang mencakup: Kajian kodokologis, Teori-teori filologi, Edisi teks naskah kuno dan analisisnya, Kajian historis kepengarangan naskah kuno dan karyanya, Kajian multidisiplin berbasis naskah nusantara. Objek yang dijadikan kajian secara khusus bersumber pada naskah-naskah kuno Nusantara baik yang tersimpan di wilayah Nusantara maupun di luar wilayah Nusantara. Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara membuka kesempatan seluas-luasnya bagi peneliti naskah kuno Nusantara dari seluruh wilayah di dunia untuk turut berpartisipasi dalam penulisan artikel ilmiah yang sesuai dengan focus dan scope jurnal.
Articles 153 Documents
Etika Islam dalam Naskah Petikan Qur'an Katut Adab Padikana Karya H. Hasan Mustapa Asep Saepuloh; Rosihon Anwar; Dadan Rusmana
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 12, No 2 (2021): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1169.288 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v12i2.1255

Abstract

This research is entitled Islamic Ethics in the Petikan Qur'an Katut Adab Padikana by H. Hasan Mustapa, a Sundanese manuscript made in 1920 AD. Good relationship between being and God as well as among fellow beings themselves. The purpose of this research is to reveal the verses that show a good relationship between a being and God as well as between the creatures themselves, and to reveal the metaphoric verses in the manuscript. This research method uses the qualitative methods, which seeks to collect data, process and analyze it qualitatively. While the approach used is the Maudu'i interpretation and semiotic theory. Petikan Qur’an Katut Adab Padikana were printed by the Mendakna Committee in 1937 AD after Hasan Mustapa asked for three years before he died to be copied. There are 115 articles consisting of 57 Surah of 356 paragraphs. Starting from the Surah al-Baqarah, to Al-Nass, the explanation uses the van Ophuysena spelling (1907-1947) and the writing process starts from the left corner, namely the verses of the Qur'an then the right corner of the writing of the verses of the al-Qur'an is in the language Latin, and after that the content of the meaning of the verse is explained by using the Sundanese language so that it is easily understood by the people of the Sundanese area.
Naskah Doa Isim: Edisi Teks dan Kajian Isi Septiyadi Sobar Barokah Saripin
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 7, No 2 (2016): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (520.282 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v7i2.290

Abstract

Isim merupakan suatu fenomena di masyarakat yang sangat erat dengan pemenuhan nilai-nilai religius, baik secara spiritual maupun kontekstual. Pemenuhan nilai religi menduduki fungsi penting dalam setiap situasi yang terjadi dalam setiap kurun waktu tertentu. Penelitian ini berusaha mengungkap berbagai gejala yang melatarbelakangi lahirnya isim, kedudukan, serta fungsi di kalangan masyarakat pendukungnya. Naskah Doa Isim (NDI) menjadi sumber data dalam melaksanakan investigasi tersebut. Sebagai sumber data, Naskah Doa Isim dikaji berdasarkan pendekatan dua disiplin keilmuan: filologi, dan sastra. Penekanan filologi berpusat pada kritik teks yang mencakup aspek fisik dan isi, dengan hasil berupa edisi teks yang bersih dari kasus kesalahan tulis. Kajian sastra secara umum menggunakan metode hermeunetik dengan pendekatan sosiologis. Metode heurmenetik merupakan suatu langkah pemahaman (interpretasi), di samping teks NDI yang berisi tentang ajaran keagamaan, sedangkan pendekatan sosiologis, berusaha memetakan kedudukan teks antara perngarang dan masyarakat, serta hubungan dari ketiganya. Diharapkan hasil kajian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat ikhwal naskah sebagai dokumen kebudayaan dan memberikan konstribusi bagi cabang ilmu lain (sejarah, agama, budaya, dan ilmu kemasyarakan).
Penciptaan Alam Semesta dalam Naskah Layang Musa Kang Kapisan Kaaranan Purwaning Dumadi: Kajian Teologi dan Komparasi Kitab Agami Samawi Doni Wahidul Akbar; Titin Nurhati Ma'mun; I Syarief Hidayat; Reiza Dienaputra
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 10, No 1 (2019): Juli
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (407.788 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v10i1.24

Abstract

Naskah kuna Nusantara merupakan warisan budaya masa lalu yang isinya bernilai tinggi, tidak hanya untuk masa lalu juga untuk masa kini. Salah satu naskah yang memiliki arti penting kekinian bagi masyarakat Nusantara adalah naskah Layang Musa Kang Kapisan Kaarangan Purwaning Dumadi. Penelitian ini menggunakan teori filologi dan metode teologi dengan pendekatan komparasi. Naskah ini menjelaskan pokok-pokok ajaran Kristiani yang meliputi terjadinya alam semesta, penciptaan manusia, dosa manusia, manusia jatuh dalam dosa, dan usaha Tuhan membantu manusia bangkit dari dosa yang mereka perbuat. Informasi itu diaktualisasikan penyebarannya melalui budaya Jawa dan aksara yang berlaku pada saat itu yaitu aksara Arab Pegon yang digunakan dalam Alqur’an. Hal itu menunjukkan bahwa naskahLayang Musa Kang Kapisan Kaarangan Purwaning Dumadi sebagai dokumen penyebaran ajaran Kristiani pada zaman Islam yang berada di Jawa. Temuan dari kajian ini adalah penjelasan tentang persamaan dan perbedaan kronologi penciptaan alam serta pedoman teologi ketuhanan agama Kristen.
Menelusuri Jejak Kehidupan Ulama dan Cendekiawan pada Masa Kolonial Dalam Teks Maulid Qashor H. Tabri di Surakarta Ahmad Wahyu Sudrajad
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 5, No 1 (2014): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1349.381 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v5i1.372

Abstract

Perjalanan kesenian sastra mempunyai khazanah yang hebat di Jawa, baik berupa cerita, mitologi, maupun tembang. Dengan masuknya Islam, kesenian mulai bervariasi seperti adanya Maulid Qashor karangan H.Tabbri yang memberikan khazanah baru dalam bidang kesusastraan jawa. Sejarah penyebaran Islam di Nusantara tidak bisa jauh dari perananMaulid Nabi atau Muludan yang dimanfaatkan oleh Wali Songo untuk sarana dakwah bagi masyarakat Jawa. Unsur politis juga terdapat dalam naskah ini seperti adanya penggalan SeratWicaraKeraskarya Yasadipura II, bahwa naskah ini masih ada sangkut pautnya dengan kejadian pemusnahan para cendekiawan dan ulama pada tahun 1842 di Surakarta, karena Belanda menganggap mereka adalah penghasut untuk memberontak dominasi Belanda di kerajaan.
Sastra Lama Tulis sebagai Kelanjutan Tradisi Lisan dalam Ranah Sastra Jawa Karsono Hardjo Saputra
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 2, No 1 (2011): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (185.197 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v2i1.122

Abstract

Pada mulanya adalah bahasa, yang menurut ilmu bahasa adalah sistem bunyi yang berpola dan bermakna. Keberpolaan dan kebermaknaan bergantung pada konvensi masyarakat penggunanya. Pengertian keberpolaan adalah kemunculannya sebagai suatu sistem dapat diramalkan. Sebagai contoh, runtunan bunyi bahasa mempunyai pola-pola baku sesuai dengan tatarannya: morfem, kata, frasa/klausa, kalimat, dan seterusnya. Demikian pun pada tataran gramatika dan semantik. Adapun yang dimaksud kebermaknaan adalah setiap satuan tata susun bunyi mempunyai makna. Sementara konvensi diperlukan, baik disadari atau tidak, karena fungsi bahasa pertama-tama merupakan sarana komunikasi antaranggota masyarakat pemiliknya. Baik pola maupun makna berada dalam ranah konvensi agar bahasa dapat mengemban amanah komunikasinya.Oleh karena sebagai sistem bunyi, maka bahasa memiliki sifat kelisanan (orality). Bunyi-bunyi yang berpola itu keluar melalui alat ucap (daerah artikulasi) si pembicara, diserap oleh alat dengar lawan bicara, lalu disepakati maknanya. Komunikasi akan terjadi apabila maksud si pembicara yang dinyatakan melalui bunyi-bunyi bahasa dapat ditangkap oleh lawan bicara. Sebaliknya, komunikasi tidak terjalin apabila makna tidak berkesusaian antara pembicara dan lawan bicara.Pada perkembangan kemudian bahasa yang pada mulanya berfungsi sebagai sarana komunikasi juga mengemban tugas lain—meski juga tetap berada pada ranah “komunikasi”—sebagai sarana ekspresi seni: sastra, pertunjukan, bahkan juga ekspresi keagamaan: mantra dan doa, walaupun pada tataran tertentu ada juga mantra yang dikelompokkan sebagai “puisi”. Dalam ranah kebudayaan Jawa tradisional, baik sastra, seni pertunjukan (kethoprak, wayang, ludruk, dan sebagainya), mantra, maupun doa dinyatakan secara verbal. Dalam lingkup sastra maka kemudian lahirlah sastra lisan, bak puisi maupun prosa. Pengertian sastra lisan adalah teks yang hidup dengan cara dilisankan, dilakukan seseorang atau beberapa orang, dan ada sekelompok orang lain yang menjadi pendengarnya; bahkan berkemungkinan ada saling sahut antara pelisan (tukang cerita) dan pendengar.
Penafsiran Kuasa Raja Dalam Beberapa Teks Sastera Melayu Lama Ding Choo Ming
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 3, No 2 (2012): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1691.23 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v3i2.413

Abstract

Walaupun raja Melayu berkuasa mutlak dalam masyarakat feudal dahulu, tetapi asas kuasa itu ditentukan banyak faktor, termasuk silasilah, jajahan, negeri, rakyat dan keupayaannya sendiri. Kesemua faktor itu lengkap-melengkapkan dalam mengembangkan atau sebaliknya, walaupun ada yang lebih diutamakan daripada yang lain. Serpihan kisah bangun jatuhnya lebih kurang 70 kesultanan Melayu di alam Melayu dari kurun 13 hingga pinggir abad 19 dan yang sebelumnya terbayang dalam karya historiografi seperti Hikayat Hang Tuah dan Sejarah Melayu dari tradisi manuskrip dan Hikayat Raja Muda dan Hikayat Langlang Buana dari tradisi lisan. Dalam teks-teks yang bersentrikkan raja itu, kuasa raja Melayu tidak terbatas di istananya, tetapi telah dikembangkan ke seluruh jajahannya melalui perlantikan pembesar-pembesar seperti Bendahara, Bendahari, Syahbandar, Laksamana, Panglima dan Sida-sida tenteranya. Tidak kira sama ada mereka itu juga berkurunan bangsawan, maka ada pertalian darah dengan raja, merekalah mata, telinga, kaki dan tangan raja. Mereka dikehendaki menjalankan perintah raja, selain tanggung jawab masing-masing. Penurunan kuasa itu tidak bermakna pengecutan kuasa raja yang bertakhta, tetapi adalah yang sebaliknya. Selain itu, bangun jatuh raja dan kerajaannya juga ditentukan perpaduan antara raja dengan pembesar dan rakyatnya yang pantang menderhaka. Raja Melayu yang berdaulat juga mendapat pengitirafan daripada raja dan kerajaan lain. Kejatuhan kerajaan Melaka di tangan Portugis pada 1511 dengan diikuti kejatuhan kerajaan Melayu yang lain, satu demi satu, telah membuka mata kita kepada sebahagian sebab-sebabnya, selain mengetahui dengan lebih baik asas-asas kuasa raja Melayu sebelumnya.
TEORI FILOLOGI DAN PENERAPANNYA MASALAH NASKAH-TEKS DALAM FILOLOGI Ade Iqbal Badrulzaman; Ade Kosasih
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 9, No 2 (2018): Desember
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (566.097 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v9i2.241

Abstract

Tulisan ini bertujuan memberikan sedikit gambaran tentang teori filologi dan penerapannya dalam pernaskahan lama. Ini berangkat dari persoalan bahwa dalam meneliti manuskrip seorang filolog kerap kali kesulitan dalam menentukan teori yangakan digunakan di dalam penelitiannya, sehingga kerap kali peneliti kehilangan arah karena tidak tahu alat apa yang akan dipakai di dalam penelitiannya. Dengan demikian tulisan ini akan sedikit mengarahkan pembaca agar tidak kebingungan di dalam menentukan langkah penelitian, khususnya pada ranah pernaskahan yang dianggap lama atau kuno.
Perempuan, Mahar, dan Stratifikasi Sosial dalam Naskah Peraturan Bimbang dalam Negeri Bangkahulu Chika Amelia Pektra; Mamlahatun Buduroh
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 12, No 1 (2021): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1582.726 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v12i1.1096

Abstract

This study discusses the relationships between women, dowry and social stratification that are reflected in a manuscript on marriage regulations in Bengkulu entitled Peraturan Bimbang dalam Negeri Bangkahulu held in the National Library of Indonesia, with shelfmark Ml.144. This article considers the position of women in the determination of marriage dowry in the Peraturan Bimbang dalam Negeri Bangkahulu manuscript, and aims to describe the relations between women, dowry and social stratification that prevailed in 1882 and to describe the views of Bengkulu society regarding marital regulations. This research was conducted using descriptive analytical methods and literature study techniques and sociological approaches to examine the interrelation of these three elements. The results show that there are binding rules between women, the dowry and social stratification in the Bengkulu Malay community as reflected in the text. The regulation determines the amount of dowry used as a sign or symbol of women's social status in society, and this concept is still valid in the Malay-Bangkahulu community to this day. However, the regulation experienced a shift in the dowry determination. Specifically, the determination of the amount of dowry in the past was based on the lineage owned by women, whereas at present the education and profession of women are the determining factors that are capable of causing changes in social stratification that develops in society.
Piwulang Sunan Kalijaga (Teks tentang Mantra): Deskripsi Teks dan Akulturasi Bahasa Rahmat Rahmat
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 7, No 1 (2016): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.37 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v7i1.281

Abstract

Mantra merupakan salah satu hasil kebudayaan suatu masyarakat atau bangsa. Kehadirannya berfungsi sebagai suatu yang bermanfaat atau justru mematikan. Namun demikian, kajian tentang mantra pada saat ini dapat bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan beberapa pengetahuan tentang masa lampau, misalnya tentang ajaran laku, makanan, tanaman, benda-benda, bahkan bahasa. Penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat filologis dengan lebih lanjut mendeskripsikan objek yang menjadi topik penelitian ini yaitu teks naskah Piwulang Sunan Kalijaga yang merupakan koleksi Perpustakaan Pura Pakualaman baik dari segi fisik, isi, dan bahasa.
Citraan Perempuan dalam Serat Panji Karsono Hardjo Saputra
Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara Vol 6, No 1 (2015): Juni
Publisher : Perpustakaan Nasional RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (582.704 KB) | DOI: 10.37014/jumantara.v6i1.314

Abstract

Ketika pertengahan tahun 1990-an penulis hendak membaca dengan sungguh-sungguh cerita Panji (Jawa) yang oleh Poerbatjaraka (1957) disebut sebagai cerita asli Jawa dan oleh Pigeaud (1967: 233) disebut sebagai sastra pesisiran . Kemudian muncul suatu pertanyaan: “Apa keistimewaan kisah Panji sehingga dikenal luas di luar geografi budaya Jawa yang melahirkannya dan memiliki korpus teks sedemikian banyak?” Terlebih apabila pertanyaan itu dikaitkan dengan unsur-unsur kesastraannya dan kemudian dibandingkan dengan karya sastra masa kini, seperti tokoh dan penokohan, pengaluran, serta tema, yang senantiasa melahirkan kebaruan-kebaruan dan yang kemudian seringkali menimbulkan tegangan antara karya sastra dan pembacanya. Tak ada yang istimewa.  Cerita Panji yang dapat dikatakan sebagai sastra istana, dalam pengertian sastra dengan latar cerita istana, itu tidak berbeda dengan kecenderungan karya klasik  sezaman: tokoh stereotip, pipih, tanpa kejutan; alur datar; tema hitam-putih; dan seterusnya. Tokoh wirawan senantiasa disebut lir Parta merupakan tokoh biasa kita kenal dengan Arjuna atau lir Hyang Kamajaya nitis (bagai Dewa Kamajaya yang turun ke dunia) apa pun cerita, tema, dan genrenya, dan seterusnya. Wirawan selalu bisa menaklukkan lawan-lawannya, entah dengan kekuatan sendiri maupun dengan bantuan pihak lain, termasuk kekuatan adikodrati. Demikian pun tokoh-tokoh lain. Tokoh-tokoh perempuan, misalnya, senantiasa menjadi objek penderita: suwarga nunut, neraka katut (menumpang suami masuk surga, ikut terperosok jika suami masuk ke neraka’atau kanca wingking (sahabat yang berada di dapur) sebagaimana unen-unen (proposisi) yang dikenal oleh orang Jawa masa kini.

Page 2 of 16 | Total Record : 153