Indonesia Law Reform Journal (ILREJ)
Scope of scientific articles published in this journal deals with various topics in the multidisciplinary field of study of Law from around the world, in particular issues related to: 1. Jurisprudence 2. Legal theory 3. Laws in modern countries 4. Comparative law 5. Constitutional law 6. Law and environment 7. Customary law 8. International law 9. Legal institutions 10. Islamic law 11. other legal topics
Articles
107 Documents
Efektivitas Pengaturan Sanksi Pidana terhadap Usaha Khusus Parkir Tanpa Izin (Studi Di Kota Malang)
Al Thareq Nur Fauzi;
Catur Wido Haruni;
Fitria Esfandiari
Indonesia Law Reform Journal Vol. 1 No. 3 (2021): November 2021
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (267.558 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v1i3.18730
Malang City Government issued a regulation on parking in Malang City Regulation Number 4 of 2009 concerning Parking Place Management. However, there are still many parking lots that do not have a special parking permit. The population density in the city of Malang has the impact of increasing the mobility of motorized vehicles, so that it also impacts the need for parking spaces. The formulation of the first problem is about how to enforce the law on special businesses for parking without a permit, then the obstacles in carrying out law enforcement and efforts to overcome these obstacles. The method used in this study is a sociological juridical method by conducting interviews with the Malang City Transportation Agency and the manager of a special business for parking without a permit. The purpose of this research is to find out the enforcement of special business law for parking without a permit in Malang City. The results of the author's research that the law enforcement of special business parking without a permit carried out by the Malang City Transportation Service against special business actors for parking without a permit has been going well, but several inhibiting factors were found, including legal factors that were not implemented substantially because the Malang City Transportation Service provided administrative sanctions are not criminal sanctions and law enforcement factors that provide actions without a legal basis as well as from community factors who consider the licensing procedure to be complicated. The solution in overcoming problems in law enforcement for special businesses for parking without permits is the Malang City Government to make maximum efforts to overcome these obstacles, so that no one is harmed and law enforcement against special business actors for parking without permits can run effectively and well. For this reason, the writer's suggestion for the Malang City Government is to prepare a draft revision of the Regional Regulation to include administrative sanctions. Keywords: Law Enforcement; Administrative Sanctions; Parking Special Business Abstrak Pemerintah Kota Malang menerbitkan regulasi tentang parkir dalam Perda Kota Malang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Tempat Parkir. Namun demikian masih terdapat banyak tempat parkir yang belum memiliki izin usaha khusus parkir. Kepadatan penduduk di Kota Malang membawa dampak bertambahnya mobilitas kendaraan bermotor, sehingga berdampak juga kebutuhan akan lahan parkir. Adapun rumusan masalah yang pertama adalah tentang bagaimana penegakan hukum usaha khusus parkir tanpa izin, kemudian hambatan dalam melakukan penegakan hukum dan upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode yuridis sosiologis dengan cara melakukan wawancara dengan Dishub Kota Malang dan pengelola usaha khusus parkir tanpa izin. Tujuan dilakukan penelitian untuk mengetahui penegakan hukum usaha khusus parkir tanpa izin di Kota Malang. Hasil penelitian penulis bahwasannya penegakan hukum usaha khusus parkir tanpa izin yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Malang terhadap pelaku usaha khusus parkir tanpa izin sudah berjalan baik, akan tetapi ditemukan beberapa faktor yang menghambat antara lain faktor hukum secara substansi tidak dijalankan karena Dinas Perhubungan Kota Malang memberikan sanksi administratif bukan sanksi pidana dan faktor penegak hukum yang memberikan tindakan tanpa dasar hukum serta dari faktor masyarakat yang menganggap prosedur perizinan rumit. Solusi dalam mengatasi permasalahan dalam penegakan hukum usaha khusus parkir tanpa izin adalah Pemerintah Kota Malang melakukan upaya yang maksimal guna mengatasi hambatan tersebut, agar semua pihak tidak ada yang dirugikan serta penegakan hukum terhadap pelaku usaha khusus parkir tanpa izin dapat berjalan dengan efektif dan baik. Untuk itu saran dari penulis untuk Pemerintah Kota Malang adalah harus dilakukan penyusunan draft revisi Perda untuk mencantumkan sanksi administratif.
Ketentuan Pemidanaan Bagi Pelaku Pelaksana Vaksinasi yang Dipalsukan dan Vaksin Tidak Berizin pada Masa Darurat Pandemi Covid-19
Wini Putri Yuandri;
Cekli Setya Pratiwi
Indonesia Law Reform Journal Vol. 2 No. 1 (2022): Maret, 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (204.56 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v2i1.19020
Indonesia is being rocked by a pandemic that has also spread to various countries, namely as Covid-19. Symptoms caused by this virus vary, such as flu, shortness of breath, or infections similar to SARS and MERS. The community is also always emphasized to adapt to new habits in the form of implementing 3M, namely wearing masks, maintaining distance and washing hands with soap. In its development, the government has facilitated the public to carry out free COVID-19 vaccinations provided in each area of residence, but there are individuals who commit violations in the form of distributing unlicensed vaccines so that this makes it increasingly difficult for the government to discipline the implementers of the covid vaccine. -19 during the state of emergency. Then suggestions that can be given to the government in addition to government policies that must be responsive also need to emphasize the performance of vaccine implementing officers so that it does not happen outside the government's control during this emergency condition, not only that the government also needs to take firm action against elements who are stubborn by producing, distribute and distribute counterfeit vaccines. Abstrak Indonesia sedang diguncang oleh pandemi yang juga telah menyebar ke berbagai negara yaitu Covid-19. Gejala yang ditimbulkan oleh virus ini bermacam-macam seperti flu, sesak nafas, atau infeksi yang serupa dengan SARS dan MERS. masyarakat juga selalu ditekankan untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru berupa menerapkan 3M yaitu Memakai masker, Menjaga jarak dan Mencuci tangan dengan sabun. Dalam perkembangannya, pemerintah telah memfasilitasi masyarakat untuk melakukan vaksinasi covid-19 secara gratis yang disediakan pada tiap-tiap daerah tempat tinggal, namun terdapat oknum-oknum yang melakukan pelanggaran berupa mendistribusikan vaksin yang tidak berizin sehingga ini membuat pemerintah semakin sulit mendisiplinkan oknum pelaksana vaksin covid-19 di masa keadaan negara sedang darurat. Kemudian saran yang dapat diberikan kepada pemerintah selain kebijakan pemerintah yang harus tanggap juga perlu mempertegas kinerja petugas pelaksanan vaksin agar tidak terjadi diluar kendali pemerintah di masa kondisi darurat ini, tidak hanya sampai disitu pemerintah juga perlu menindak tegas para oknum-oknum yang membandel dengan memproduksi, mengedar dan mendistribusikan vaksin tidak berijin.
Efektivitas Pendayagunaan Zakat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dalam Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro di Masa Pandemi Covid-19
Indrawati, Septi;
Rachmawati, Amalia Fadhila
Indonesia Law Reform Journal Vol. 2 No. 1 (2022): Maret, 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (210.067 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v2i1.19067
The Covid-19 pandemic has led to government policies that affect the economic conditions of the community in general and micro-enterprises in particular. One of the institutions that need to do this reorientation is the Zakat Infaq and Shadaqah (LAZIS) Muhammadiyah Institute. LAZIS Muhammadiyah is intended as a zakat management institution with modern management that can deliver zakat to be part of the community social problem solver. The research was conducted with the aim of analyzing the concept and effectiveness of the utilization of zakat for the empowerment of micro-enterprises. The research was conducted using sociological juridical methods to examine existing policies with their implementation on problems or conditions that occur in society. The results showed that the concept of utilizing zakat in empowering micro-business actors affected by Covid-19 was carried out as an incidental economic program. This program is carried out as a problem solver to help the community of micro-enterprises in the sustainability of their business. The utilization of zakat in empowering micro business actors runs effectively in accordance with the provisions of Article 27 paragraph 1 of Law Number 23 of 2011 concerning Zakat Management which states that zakat can be utilized for productive businesses in the context of handling the poor and improving the quality of the people. This means that zakat funds can be used to help empower the economic community of micro-enterprises affected by Covid-19. Abstrak Pandemi Covid-19 menimbulkan adanya kebijakan pemerintah yang berpengaruh pada kondisi ekonomi masyarakat secara umum dan pelaku usaha mikro khususnya. Salah satu lembaga yang perlu melakukan reorientasi tersebut adalah Lembaga Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS) Muhammadiyah. LAZIS Muhammadiyah dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesai masalah (problem solver) sosial masyarakat. Penelitian dilakukan dengan tujuan menganalisis konsep dan efektivitas pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan pelaku usaha mikro. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis sosiologis untuk menelaah kebijakan yang ada dengan implementasinya pada permasalahan atau kondisi yang terjadi di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep pendayagunaan zakat dalam pemberdayaan pelaku usaha mikro yang terdampak Covid 19 dilakukan sebagai program ekonomi insidental. Program ini dilakukan sebagai problem solver untuk membantu masyarakat pelaku usaha mikro dalam keberlangsungan usahanya. Pendayagunaan zakat dalam pemberdayaan pelaku usaha mikro berjalan dengan efektif sesuai ketentuan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang menyatakan bahwa zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Hal ini berarti dana zakat dapat digunakan untuk membantu pemberdayaan ekonomi masyarakat pelaku usaha mikro yang terdampak Covid-19. (Abstrak tidak boleh melebihi 300 kata, ditulis dalam bahasa Indonesia yang dapat diakses oleh audiens secara umum. Abstrak harus secara singkat meringkas esensi tulisan dan mencangkup area berikut tanpa menggunakan judul subbagian tertentu) Tujuan: Secara singkat menyatakan masalah atau permasalahan yang diatasi. Metode: Menyatakan secara metode yang digunakan untuk mengatasi masalah. Hasil: Memberikan ringkasan singkat tentang temuan, pembahasan dan solusi.
Aspek – Aspek Penting Membangun Kehidupan di Desa Menuju Kesejahteraan dan Keadilan Sosial
Abustan
Indonesia Law Reform Journal Vol. 2 No. 1 (2022): Maret, 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (225.699 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v2i1.19362
Development in the village is an integral part of national development based on Pancasila and the Constitution of the Republic of Indonesia of 1945, implemented to realize equitable development throughout Indonesia which is not only concentrated in the city, but also in remote villages where the majority of the population actually lives in the interior. The dynamics of development infrastructure have recently moved to the village as a manifestation of the realization of a prosperous, socially just, and equitable society. Of course, it is not limited to material development but also spiritual. This research takes the subject of discussion about the aspects that concern the government in the implementation of village development in realizing welfare and social justice. The purpose of the research is to find out the aspects that concern the government in the implementation of village development in realizing welfare and social justice. This research is empirical research that uses a sociological juridical approach. The reality of the conditions in the village, in the research, conducted found various advances that exist, both in the sector of education of the reflective school infrastructure, health facilities were people for treatment (Posyandu and Puskesmas), and people's activities equipped with information technology with digitalization systems (Wifi). That is the development of development progress found from the research conducted. Abstrak Pembangunan di desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dilaksanakan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan seluruh Indonesian yang tidak hanya terpusat (terkonsentrasi) di kota, tetapi juga di pelosok desa yang mayoritas penduduk kenyataannya bermukim di pedalaman. Dinamika infrastruktur pembangunan akhir-akhir ini bergerak ke desa sebagai manifestasi dari perwujudan masyarakat sejahtera, berkeadilan sosial, dan merata. Tentu saja, tidak sebatas pembangunan materiil namun juga spiritual. Penelitian ini mengambil pokok bahasan tentang aspek-aspek yang menjadi perhatian pemerintah dalam implementasi pembangunan desa dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Tujuan penelitian untuk mengetahui aspek-aspek yang menjadi perhatian pemerintah dalam implementasi pembangunan desa dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial. Penelitian ini merupakan penelitian empiris yang menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Realitas kondisi yang ada di desa, dalam penelitian yang dilakukan ditemukan berbagai kemajuan yang ada, baik di sektor pendidikan infrastruktur sekolah yang refresentatif, sarana kesehatan tempat masyaraka untuk berobat (Posyandu dan Puskesmas) serta aktifitas rakyat yang dilengkapi tehnologi informasi dengan sistem digitalisasi (Wifi). Itulah perkembangan kemajuan pembangunan yang ditemukan dari riset yang dilakukan.
The Influence of TAP MPR's Position on The Hierarchy System of Indonesian Laws and Regulations
Gustama, Briliant;
Al-Fatih, Sholahuddin;
Sarita
Indonesia Law Reform Journal Vol. 2 No. 1 (2022): Maret, 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (182.409 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v2i1.19442
This study aims to analyze the influence of TAP MPR in Indonesia. Placement of MPR Provisions in Law No. 12 of 2011 on the hierarchy of Legislation in Indonesia becomes one of the problematics that needs to be discussed, on the grounds of the position of MPR provisions that are under exactly the Constitution of 1945. This is based on the position of the MPR Decree itself which will automatically become a reference to the rules under it, in accordance with the theory of stairs put forward by Hans Kelsen. Although from the point of view of the position of MPR determination is still understandable if Hans Nawiasky theory is used as the basis. But in terms of testing itself of course this will raise a big question mark for all of us because in the Constitution of 1945 institutions or institutions that have the right to conduct a test of the Law is the Constitutional Court and the Supreme Court, but within its own scope the Provision of MPR is outside the juridical territory of the two Institutions themselves. Therefore, there needs to be a solution if at any time the MPR Decree is not in accordance with the basis of the 1945 Constitution so that there will be no defects in one of the legal sources of the State of Indonesia. Abstrak Kajian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh TAP MPR di Indonesia. Penempatan Ketentuan MPR dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Hierarki Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menjadi salah satu problematika yang perlu dibahas, dengan alasan kedudukan ketetapan MPR yang berada di bawah UUD 1945. Hal ini berdasarkan posisi Ketetapan MPR sendiri yang secara otomatis akan menjadi acuan aturan di bawahnya, sesuai dengan teori tangga yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Meski dari sudut pandang posisi penentuan MPR masih bisa dimaklumi jika teori Hans Nawiasky dijadikan dasar. Namun dalam hal pengujian sendiri tentunya hal ini akan menimbulkan tanda tanya besar bagi kita semua karena dalam UUD 1945 lembaga atau lembaga yang berhak melakukan uji materi UU adalah Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, namun dalam lingkupnya sendiri Ketentuan MPR berada di luar wilayah yuridis kedua Lembaga itu sendiri. Oleh karena itu, perlu ada solusi jika sewaktu-waktu Ketetapan MPR tidak sesuai dengan dasar UUD 1945 sehingga tidak akan terjadi cacat pada salah satu sumber hukum Negara Indonesia.
Analisis Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024 dan Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2020
Jenar, Saptono
Indonesia Law Reform Journal Vol. 2 No. 1 (2022): Maret, 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (264.47 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v2i1.19528
The writing of this article is motivated by the existence of legal issues in determining the DT 2020-2024 and RAN-PPDT 2020 which are stipulated by the Decree of the Minister of Village, Development of Disadvantaged Regions, and Transmigration (Kepmendesa PDTT). The formulation of the problem in this legal research is how should the regulation of the determination of DT 2020-2024 and RAN-PPDT 2020 be based on the PP on PPDT and Regulation of the President on P4 RAN PPDT. Meanwhile, the purpose of this legal research is to provide a legal review of the legal products for determining the DT 2020-2024 and RAN-PPDT 2020 based on the existing regulations in the PP on PPDT and the Presidential Regulation concerning P4 RAN PPDT.This legal research uses a normative legal research method with a statutory approach. Based on statutory theory and referring to government administrative law, that Kepmendesa PDTT on the determination of DT 2020-2024 and RAN-PPDT 2020 is not in accordance with the provisions in the PP on PPDT and Presidential Regulation on P4 RAN PPDT and Law on AP. Thus, the two legal products of the determination are included as a government administrative action carried out by the TUN Official (Minister of Village PDTT) who exceeds their authority (detournement de pouvoir) and implies that the two legal products of the determination are invalid. Hopefully, in the future the issuance of legal products such as the Kepmendesa PDTT regarding the determination of the 2020-2024 DT and the 2020 RAN-PPDT will not be repeated in order to avoid a government administrative action that exceeds its authority. Abstrak Penulisan artikel ini dilatarbelakangi oleh adanya isu hukum terhadap penetapan DT 2020-2024 dan RAN-PPDT 2020 yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kepmendesa PDTT). Rumusan masalah di dalam penelitian hukum ini yaitu bagaimana seharusnya pengaturan terhadap penetapan DT 2020-2024 dan RAN-PPDT 2020 berdasarkan PP tentang PPDT dan Perpres tentang P4 RAN PPDT. Sedangkan tujuan dilakukan penelitian hukum ini yaitu untuk memberikan telaah hukum terhadap produk hukum penetapan DT 2020-2024 dan RAN-PPDT 2020 berdasarkan pengaturan yang ada di dalam PP tentang PPDT dan Perpres tentang P4 RAN PPDT. Adapun penelitian hukum ini mengunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Berdasarkan pada teori perundang-undangan serta merujuk pada hukum administrasi pemerintahan, bahwasanya Kepmendesa PDTT tentang penetapan DT 2020-2024 dan RAN-PPDT 2020 tidak sesuai dengan ketentuan di dalam PP tentang PPDT dan Perpres tentang P4 RAN PPDT serta UUAP. Dengan demikian, kedua produk hukum penetapan tersebut termasuk sebagai suatu tindakan administrasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pejabat TUN (Menteri Desa PDTT) yang melampaui kewenangannya (detournement de pouvoir) dan berimplikasi kedua produk hukum penetapan tersebut tidak sah. Diharapkan untuk di masa mendatang agar penerbitan produk hukum seperti Kepmendesa PDTT tentang penetapan DT 2020-2024 dan RAN-PPDT 2020 tidak terulang kembali guna menghindari adanya suatu tindakan administrasi pemerintahan yang melampaui kewenangannya.
Political Law of Presidential Regulation Number 63 of 2019 on Trademarks
arief, sofyan;
Herwastoeti;
Umi Sakdiyah Rahmawati
Indonesia Law Reform Journal Vol. 2 No. 1 (2022): Maret, 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (192.663 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v2i1.19694
This article discusses trademarks in a legal political perspective. The existence of Presidential Regulation No. 63 of 2019 concerning the Use of Indonesian which regulates the use of Indonesian that must be used on trademarks owned by Indonesian citizens or Indonesian legal entities has conflicts with the Law Number 20 of 2016 On Trademarks and Geographical Indications, regarding the function and purpose of the Trademarks, so it is interesting to conduct discussions through normative juridical methods. The results of this study show that the principle of Lex Superior Derogat Lex Inferiori law, which is a principle that interprets higher legal norms, can be used as one of the tools in solving problems. Thus, the position of Presidential Regulation Number 63 of 2019, is no more binding than the position and binding power of Law Number 20 of 2016 on Trademarks and Geographical Indications. Abstrak Artikel ini membahas merek dagang dalam perspektif politik hukum. Keberadaan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia yang harus digunakan pada merek dagang milik warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek Dagang dan Indikasi Geografis, mengenai fungsi dan tujuan Merek Dagang, sehingga menarik untuk melakukan diskusi melalui metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prinsip hukum Lex Superior Derogat Lex Inferiori, yang merupakan prinsip yang menafsirkan norma hukum yang lebih tinggi, dapat digunakan sebagai salah satu alat dalam memecahkan masalah. Hal ini berimplikasi kedudukan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019, tidak lebih mengikat dengan kedudukan dan daya mengikat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dagang dan Indikasi Geografis.
Pengawasan Terhadap Alih Fungsi Lahan Pertanian Menjadi Kafe: Studi Kabupaten Malang
Nor Samsi;
Fifik Wiryani;
Isdian Anggraeny
Indonesia Law Reform Journal Vol. 2 No. 1 (2022): Maret, 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (264.867 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v2i1.20392
This study aims to determine the role of the Department of Food Crops, Horticulture and Plantation in Malang Regency in supervising the conversion of agricultural land in Malang Regency. The research method used is a sociological approach based on field research and interviews as well as the rule of law. The results of this study can be concluded that the role of the Department of Food Crops, Horticulture and Plantation of Malang Regency in supervising the occurrence of the conversion of agricultural land is firstly involved in the governance of the permit process for the conversion of agricultural land with the Related Regional Work Units (SKPD), Second, increasing land productivity. agriculture and finally provide guidance to farmers so as not to convert their agricultural land. It can be concluded that people who want to convert agricultural land to other uses must follow the process of permitting land conversion by completing the required documents to the relevant agencies and increasing coaching activities for farmers not to easily convert their agricultural land. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang dalam melakukan pengawasan alih fungsi lahan pertanian di kabupaten malang. Metode penelitian ini digunakan yaitu pendekatan sosiologis yang didasarkan penelitian lapangan dan wawancara serta peraturan keadaan hukum. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Peran Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Malang dalam melakukan pengawasan terjadinya alih fungsi lahan pertanian yaitu pertama terlibat dalam tata Kelola proses perijinan alih fungsi lahan pertanian bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Terkait, Kedua meningkatkan produktivitas lahan pertanian dan terakhir melakukan pembinaan terhadap petani agar tidak mengalihfungsikan lahan pertaniannya. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat yang ingin mengalihfungsikan lahan pertanian ke peruntukan lainnnya harus mengikuti proses perijinan alih fungsi lahan dengan melengkapi dokumen yang dibutuhkan kepada instansi yang terkait dan meningkatkan kegiatan pembinaan kepada petani untuk tidak mudah mengalihfungsikan lahan pertaniannya.
Non-litigation as An Environmental Dispute Resolution Mechanism in Indonesia
Dwi Ratna Indri Hapsari;
Aditya Aji Syuhadha Ilmiawan;
Echaib Samira
Indonesia Law Reform Journal Vol. 2 No. 1 (2022): Maret, 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (234.164 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v2i1.20756
Environmental problems have occurred in the global scope, both developed and developing countries. Environmental problems are not only problems of developed countries or industrialized countries including Indonesia. Efforts to overcome environmental problems in developing countries have no other choice but to carry out development. Without the level of development, people will decline, and the environment will be increasingly damaged. Development must still be carried out without damaging the environment. This balance must be maintained in order to preserve the environment. Indonesia has been paying attention to environmental management since 1972. Settlement of environmental disputes through litigation does not produce many results. Dispute resolution through non-litigation channels assumes that dispute resolution through litigation results in very disappointing results. This study wants to conduct a study related to the implementation of Government Regulation No. 54 of 2000 concerning Service Providers for Environmental Dispute Resolution Services Outside the Court and find obstacles and solutions in resolving environmental disputes out of court. The implementation of Government Regulation No. 54 of 2000 at the central government level has established a service provider institution based on the Decree of the State Minister of the Environment Number 77 of 2003 concerning the Establishment of an Out-of-court Environmental Dispute Resolution Service Provider (LPJP2SLH) at the Ministry of the Environment, but its performance has not yet been felt. Abstrak Masalah lingkungan telah terjadi dalam lingkup global, regional maupun nasional baik negara maju maupun negara berkembang. Masalah lingkungan bukan hanya masalah negara maju atau negara industri namun juga pada negara berkembang termasuk Indonesia. Upaya mengatasi permasalahan lingkungan di negara berkembang tidak ada pilihan lain selain melakukan pembangunan. Pembangunan tetap harus dilakukan tanpa merusak lingkungan. Keseimbangan ini harus dijaga agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Indonesia telah memperhatikan pengelolaan lingkungan sejak tahun 1972. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui litigasi tidak banyak membuahkan hasil. Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi didasarkan pada asumsi bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi memberikan hasil yang sangat mengecewakan. Penelitian ini ingin melakukan kajian mendalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, serta mencari kendala dan solusi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 di tingkat pemerintah pusat telah membentuk lembaga penyedia layanan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 77 Tahun 2003 tentang Pembentukan Layanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Di Luar Pengadilan Penyelenggara (LPJP2SLH) di Kementerian Lingkungan Hidup, namun kinerjanya belum optimal.
Juridical Analysis of Simultaneous Election Postpones during the COVID-19 Pandemic: Legal Certainty Perspective
Jauhar Nashrullah;
Catur Wido Haruni;
Sholahuddin Al-Fatih;
Sayed Khalid Shahzad
Indonesia Law Reform Journal Vol. 2 No. 2: July, 2022
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (318.794 KB)
|
DOI: 10.22219/ilrej.v2i2.20995
The COVID-19 pandemic has implications for the postponement of the Simultaneous Pilkades in Indonesia. It's interesting to examine more deeply how the Simultaneous Pilkades policy arrangements during the COVID-19 Pandemic are viewed from the aspect of legal certainty and the legal consequences of postponing the Pilkades during the COVID-19 Pandemic. The research method uses a normative juridical approach with the statute approach and case approach. Legal materials (primary, secondary ,tertiary) were collected through literature study and analyzed in depth using content analysis. Research shows that prior to the pandemic in the laws and regulations the rules regarding the postponement of Simultaneous Pilkades due to force majeure had not been regulated. The authority of the Ministry of Home Affairs to determine the postponement of the Simultaneous Pilkades also has multiple interpretations. The government's policy of issuing the Mendagri Circular is also inaccurate and does not provide legal certainty, the circular is not classified as a statutory regulation. The presence of Permendagri No.72 of 2020 provides legal certainty, the substance clearly regulates the authority of the Regent/Mayor to postpone the Simultaneous Pilkades. The legal consequence of postponing the Pilkades during the Pandemic Period is that many villages will be led by an Acting Village Head. In the future, the provisions regarding the postponement of Simultaneous Village Head Elections due to force majeure are clearly regulated in the legislation and in carrying out tasks by the Acting Village Head must be carried out with full responsibility, because the Acting has the same duties, authorities, obligations and rights as the definitive Village Head. Abstrak Pandemi COVID-19 berimplikasi pada penundaan Pilkades Serentak di Indonesia. Namun pengaturan ihwal penundaan Pilkades Serentak dalam peraturan perundang-undangan ternyata kurang jelas. Menarik untuk mengkaji lebih dalam bagaimana pengaturan kebijakan Pilkades Serentak di masa Pandemi COVID-19 ditinjau dari aspek kepastian hukum dan akibat hukum dari adanya penundaan Pilkades di masa Pandemi COVID-19. Metode penelitian menggunakan yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan-bahan hukum (primer, sekunder, tersier) dikumpulkan melalui studi kepustakaan dan dianalisa secara mendalam menggunakan metode analisis konten. Penelitian menunjukan bahwa sebelum pandemi dalam peraturan perundang-undangan (UU, PP, Permendagri) aturan mengenai penundaan Pilkades Serentak karena force majeur (bencana non alam) belum diatur. Kewenangan Kemendagri menetapkan penundaan Pilkades Serentak juga multitafsir. Kebijakan pemerintah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri juga kurang tepat dan tidak memberikan kepastian hukum, surat edaran bukan dikelompokkan sebagai sebuah peraturan perundang-undangan. Akhirnya kehadiran Permendagri No. 72 Tahun 2020 memberikan kepastian hukum, subtansinya mengatur secara jelas kewenangan Bupati/Walikota menunda Pilkades Serentak karena situasi darurat COVID-19 serta mekanisme dan teknis pelaksanaan Pilkades Serentak dalam situasi darurat COVID-19. Akibat hukum dari penundaan Pilkades di Masa Pandemi adalah banyak desa yang akan dipimpin oleh seorang Penjabat Kepala Desa. Kedepan ketentuan mengenai penundaan Pilkades Serentak karena force majeur diatur secara jelas dalam peraturan perundangan-undangan dan dalam pelaksanaan tugas oleh Penjabat Kepala Desa harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, karena Penjabat memiliki tugas, wewenang, kewajiban dan hak yang sama seperti Kepala Desa definitif.