Jurnal Komunikasi Global
Jurnal Komunikasi Global (JKG) is a peer-reviewed journal organized and published by the Department of Communication Studies, Faculty of Social and Political Sciences (FISIP), Syiah Kuala University. JKG publishes research and review articles promoting various approaches in the field of communication studies limited to mass communication, marketing communication, and intercultural communication (starting from Volume 9(2) 2020). JKG publishes twice a year in June and December. Each volume contains eight research and review articles. JKG is a follow-up journal of Komunikasi Global which was firstly published in 2012. Since 2017, the journal has been published online with the first edition Volume 6(1) 2017. Starting from Volume 7(1) 2018, JKG adopted the IMRAD model for Heading Style and Writing Publication following the Indonesian Ministry of Research and Higher Education regulations. JKG was accredited by Kemenristekdikti RI (SINTA 4) from Volume 7(1) 2018. Since Volume 10 (1) 2021, JKG is accredited with SINTA 3 (SK No.158/E/KPT/2021). Since Volume 9(1) 2020, a new journal template adding article history, citation and some adjustment of font size, header, table format, article history and citation has been initiated to maintain the quality of the publication.
Articles
15 Documents
Search results for
, issue
"Vol 12, No 1 (2023)"
:
15 Documents
clear
Ujaran Kebencian terhadap Artis K-Pop dalam Opening Ceremony FIFA World Cup 2022
Fhena Annisa
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.31107
Kejuaraan Piala Dunia FIFA 2022 sempat menggemparkan jagat dunia maya usai keterlibatan artis K-pop sebagai salah satu pengisi acara pembukaan. Muncul sebagai bentuk implementasi tema yang diusung, yaitu multicultural, diversity, and peace, Jungkook BTS justru menjadi sasaran ujaran kebencian dari sejumlah penggemar sepak bola asal Indonesia di media sosial, khususnya Instagram dan Twitter. Tujuan penelitian ini yakni untuk mengetahui bentuk-bentuk ujaran kebencian para oknum penggemar sepak bola Indonesia terhadap Jungkook BTS di sejumlah unggahan media sosial. Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa dokumentasi komentar jahat di unggahan Instagram @detik.com dan @plesbol_pusat, unggahan di akun Twitter @idextratime, dan kemudian dengan wawancara beberapa penggemar sepak bola. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ujaran kebencian terbagi atas beberapa kategori, yakni penghinaan, penistaan, hingga perbuatan tidak menyenangkan. Sementara pada aspek marjinalisasi ujaran kebencian didominiasi pada aspek eufimisme dan disfemisme. The 2022 FIFA World Cup Championship has shocked the virtual world after the involvement of K-pop artists as one of the performers for the opening ceremony. Appearing as a form of implementation of the theme that was carried out, namely multicultural, diversity, and peace, Jungkook BTS actually became the target of hate speech from several football fans from Indonesia on social media, especially Instagram and Twitter. The purpose of this study is to find out the forms of hate speech by Indonesian football fans against Jungkook BTS in several news posts on social media. The research was conducted using a qualitative descriptive approach with data collection techniques in the form of documentation of malicious comments uploaded on Instagram @detik.com and @plesbol_pusat and uploaded on the Twitter account @idextratime followed by interviews with several football fans. The results of the study show that hate speech is divided into several categories, namely insults, insults to unpleasant acts, while in the aspect of marginalization, hate speech is dominated by euphemism and dysphemism aspects.
Pemaknaan Apropriasi Budaya Pada Video Make A Wish
Eka Perwitasari Fauzi;
Kurniawan Prasetyo
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.28489
Di era digital, konten bermuatan budaya asing bisa ditemukan dengan mudah dalam bentuk unggahan teks media seperti film dan musik di saluran media baru. Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap pemaknaan audiens mengenai apropriasi budaya terhadap teks media berupa video klip musik dari Grup Idol NCT U yang berasal dari Korea Selatan. Penelitian ini mencoba menggali mengenai pemaknaan apropriasi budaya dari sudut pandang penggemar budaya pop Korea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis resepsi dan teknik pengumpulan data melalui focus grup discussion (FGD) dengan 11 partisipan. Hasil penelitian dibagi menjadi empat kategorisasi bentuk apropriasi budaya yaitu cultural exchange (pertukaran budaya), cultural domination (dominasi budaya), cultural exploitation (eksploitasi budaya), dan transculturation (transkulturasi). Hasil penelitian menyatakan bahwa para informan memaknai apropriasi budaya sebagai dominasi budaya dan trankulturasi dalam teks media berupa video musik yang dibawakan oleh grup idol Korea NCT U. Temuan lain adalah peminjaman budaya tidak terhindarkan ketika dua budaya bertemu sehingga menyebabkan lahirnya sebuah budaya hibrida sebagai komoditas industri budaya. Karena masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk sudah terbiasa dengan peminjaman budaya, pemaknaan mengenai apropriasi budaya dianggap memiliki nilai positif.In the digital era, the accessibility of foreign cultural content has greatly increased through the availability of media texts such as films and music on new media channels. This research aims to investigate how audiences perceive the cultural appropriation of media texts, specifically focusing on the music video clips of the South Korean Idol Group NCT U. The study seeks to explore the perspectives of fans of Korean pop culture in understanding the concept of cultural appropriation. Employing a qualitative approach, the research utilizes reception analysis methods and data collection techniques, including focus group discussions (FGD) with eleven participants. The findings of the study identify four categories of cultural appropriation: cultural exchange, cultural domination, cultural exploitation, and transculturation. The research reveals that the participants interpreted cultural appropriation as cultural domination and transculturation within the context of music videos by NCT U. Additionally, the study highlights the inevitability of cultural borrowing when different cultures interact, leading to the emergence of a hybrid culture as a commodity within the cultural industry. Given the pluralistic nature of Indonesian society, the borrowing of culture is viewed positively, suggesting a favorable perception of cultural appropriation.
Narasi Jilbab dan Realitas Simulakra di Akun Instagram @buttonscarves
Putri Maulina;
Ainal Fitri;
Dony Arung Triantoro
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.31232
Buttonscarves menjadi brand fashion jilbab yang menargetkan perempuan muslim dengan kelas sosial menengah ke atas sebagai konsumennya. Melalui akun Instagram @buttonscarves, produsen fashion jilbab ini berupaya menarik perhatian konsumen dengan menciptakan beragam narasi sehingga terciptanya realitas-realitas tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah bagaimana realitas perempuan muslim dan jilbab diciptakan dalam narasi Buttonscarves di akun Instagram @buttonscarves. Peneliti juga menggunakan sudut pandang Baudrillard tentang Simulakra dan Hiperrealitas. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis semiotika Jean Barudrillard terhadap sembilan teks berupa video dan foto yang ada di akun tersebut di sepanjang tahun 2022. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Instagram @buttonscarves menciptakan simulasi realitas terhadap perempuan Muslim berjilbab. Narasi simulakra dalam Instagram @buttonscarves menunjukkan hiperrealitas nilai- nilai perempuan Muslim dan jilbab yang dapat membius khalayak perempuan Muslim. Sehingga jilbab tidak lagi dipandang dari nilai-nilai aslinya, namun menjadi realitas simulakrum murni dari citra yang diciptakan oleh Buttonscarves. Buttonscarves is a hijab fashion brand that targets Muslim women belonging to the middle and upper social classes. Through the Instagram account @buttonscarves, this hijab fashion producer attracted consumers’ attention by constructing narratives that shape distinct realities. This study delves into how the Buttonscarves’ narratives on the @buttonscarves create the reality of Muslim women and the headscarf. In analyzing this phenomenon, Baudrillard's concepts of Simulacra and Hyperreality serve as theoretical underpinnings. Employing a qualitative approach, this research adopts the Jean Baudrillard Semiotics Analysis method to analyze nine texts, encompassing videos and photos posted throughout 2022. The study's findings shed light on the Instagram account’s ability to engender a simulated reality of Muslim women wearing headscarves. Simulakra's narrative on Instagram @buttonscarves shows the hyperreality of Muslim women's values and the headscarf that can anesthetize Muslim women audiences. Consequently, the headscarf is no longer seen from its original values but becomes a pure simulacrum reality of the image created by Buttonscarves.
Sadfishing: Studi Netnografi pada Konten dengan Tagar #rumahkokkayu Di Tiktok
Nirvana Abdillah Sandi;
Poppy Febriana
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.30216
Kini ditemukan konten-konten orang yang membagikan cerita sedihnya dalam bentuk video musik di TikTok. Fenomena tersebut disebut dengan sadfishing, yaitu memancing kesedihan untuk menarik simpati orang lain di media sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji adanya tagar #rumahkokkayu yang viral di TikTok sebagai sebuah tagar awal mula sadfishing terjadi dan melihat bagaimana dramatisir yang muncul dari budaya komunikasi meliputi unggahan-unggahan konten dalam tagar #rumahkokkayu di TikTok. Penelitian ini menggunakan teori dramatisme. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode netnografi untuk mengkaji budaya komunikasi mengenai interaksi dunia maya. Metode netnografi terbagi menjadi empat tahapan yaitu, tahapan pertama adalah investigasi yang meliputi pencarian, memilah serta pengarsipan data, tahapan kedua interaksi, tahapan ketiga, membuat catatan, tahapan keempat melakukan interpretasi. Hasil penelitian ini menunjukkan sadfishing telah berkembang sehingga dapat divisualisasikan dalam bentuk video dengan sebuah kesengajaan memilih musik sebagai backsound maupun menceritakan mengenai kondisi tempat tinggalnya dan dalam hal ini ditemukan pola yang berkelanjutan pada konten-konten selanjutnya ketika video tersebut mendapat simpati maupun semangat yang diharapkannya. Penggunaan tagar #rumahkokkayu mengonstruksi media sosial TikTok dan membentuk makna terkait sadfishing.Recently, content has been found on TikTok where people share their sad stories in the form of music videos. This phenomenon is called sadfishing, which involves fishing for sympathy from others on social media by provoking sadness. This research aims to examine the viral hashtag #rumahkokkayu on TikTok as an initial trigger for the occurrence of sadfishing and to observe the dramatization that emerges from the communication culture surrounding the posts under the #rumahkokkayu hashtag on TikTok. The research utilizes dramatism theory. It is a qualitative study employing netnography as the research method to investigate the communication culture regarding online interactions. Netnography involves four stages: the first stage is investigation, which includes data search, sorting, and archiving; the second stage is interaction; the third stage is note-taking, and the fourth stage is interpretation. The findings of this research indicate that sadfishing has evolved to the extent that it can be visualized in the form of videos deliberately choosing music as background sound and narrating their living conditions. A consistent pattern has been found in subsequent content when these videos receive the sympathy and encouragement they sought. The use of the #rumahkokkayu hashtag constructs the TikTok social media platform and shapes the meaning associated with sadfishing.
Literasi Digital Lansia Pada Aspek Digital Skill dan Digital Safety
Uswatun Nisa;
Cut Lusi Chairun Nisak;
Dara Fatia
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.31667
Lansia merupakan kelompok yang paling sering menjadi korban kejahatan digital, dan rentan mengonsumsi serta menyebarkan berita bohong. Penelitian ini bertujuan untuk melihat secara khusus kemampuan literasi digital kelompok lansia pada tiga kecamatan di Aceh Besar. Penelitian ini menganalisis kemampuan literasi digital terhadap dua dari empat dimensi literasi digital yang digagas oleh Kominfo RI, yaitu digital skill dan digital safety. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara kepada enam orang informan yang didapat dengan metode purposive sampling dari sebuah program literasi digital lansia di Aceh Besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan literasi digital lansia dalam berada pada posisi rendah menuju sedang pada aspek digital skill, dan rendah dalam aspek digital safety. Meskipun beberapa dari mereka menunjukkan pemahaman serta kemampuan yang baik terkait dua aspek tersebut, namun dari segi penerapan masih sangat rendah. Studi ini menyarankan program literasi digital harus lebih menekankan pada aspek budaya sadar bahaya digital dan budaya cek fakta dalam penggunaan media digital. The elderly are the group that most often becomes victims of digital crime and is prone to consuming and spreading fake news. This study aims to specifically examine the digital literacy skills of the elderly group in Aceh Besar. The study focuses on two dimensions of digital literacy: digital skills and digital safety, as defined by the Indonesian Ministry of Information and Communication. The research utilizes a descriptive-qualitative method, collecting data through observation and interviews with six informants selected through purposive sampling in an elderly digital literacy program in Aceh Besar. The findings of the study indicate that the proficiency of senior individuals in digital literacy ranges from low to moderate in terms of digital skills, and is low in terms of digital safety. Although some of them possess good knowledge and skills in these two areas, their implementation levels remain relatively low. The study suggests that cultural factors such as awareness of online risks and fact-checking culture should receive more attention in digital literacy programs.
Habib Husein Ja'far's Self Presentation Strategy in Digital Da'wah on Youtube
Muhammad Revi Hari Prajanto;
Rama Kertamukti
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.31101
The self-presentation strategy is necessary in delivering dakwah (Islamic preaching) materials to make them appealing to the youth as the target audience. This study aims to interpret the selfpresentation performed by Habib Husein Ja'far through the YouTube channel Jeda Nulis. This research employed a qualitative descriptive approach to provide an overview of how Habib Husein Ja'far adjusted the theme of da'wah and self-presentation according to his segmentation on Youtube. The findings of the research indicate that Habib Husein Ja'far addressed many problems that tend to be experienced by young people with a relaxed and humorous style but serious in his response. Moreover, his self-presentation portrays him as a tolerant preacher who is close to young people. This research contributes knowledge to the self-presentation of preachers on YouTube in order to be able to creatively convey da'wah in accordance with the challenges of the current era. Strategi presentasi diri diperlukan dalam menyampaikan materi dakwah agar dapat diterima anak muda sebagai target dakwah. Penelitian ini bertujuan untuk menafsirkan presentasi diri yang dilakukan oleh Habib Husein Ja’far melalui channel Youtube Jeda Nulis. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini menganalisis video dakwah Habib Husein Ja'far untuk memberikan gambaran bagaimana Habib Husein Ja'far menyesuaikan tema dakwah dan presentasi diri sesuai dengan segmentasinya di Youtube. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Habib Husein Ja'far banyak mengangkat permasalahan yang cenderung dialami oleh anak muda dengan gaya santai dan penuh candaan tapi serius dalam menjawabnya. Sedangkan presentasi diri yang dihadirkan oleh Habib Husein Ja’far adalah pendakwah yang toleran dan dekat dengan anak muda. Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan dalam presentasi diri pendakwah di Youtube agar dapat menyampaikan dakwah secara kreatif sesuai dengan tantangan zamannya.
Motif Khalayak dalam Mengakses Konten Berita di Instagram Reels @narasinewsroom
Deandra Salsabila;
Pandan Yudhapramesti;
Gema Nusantara Bakry
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.30390
Instagram memiliki banyak fitur, salah satunya adalah fitur Instagram Reels yang kini menjadi cara penyebaran berita dalam format multimedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motif khalayak dalam mengakses konten berita di Instagram Reels @narasinewsroom dengan menggunakan teori uses and gratifications 2.0 yang memiliki tipologi Model MAIN (Modality, Agency, Interactivity dan Navigability) oleh Sundar Limperos (2013). Dengan menggunakan metode survei deskriptif, peneliti mengolah data dari 348 responden yang tergabung dalam audiens Instagram @narasinewsroom. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motif navigabilitas menjadi alasan paling kuat yang mendorong khalayak untuk mengkonsumsi media karena merasa dapat menjelajahi semua informasi yang ada di Instagram Reels @narasinewsroom dan memiliki keleluasaan dalam bernavigasi di platform tersebut. Disusul motif interaktivitas di urutan kedua, motif modalitas di urutan ketiga, dan motif agensi di urutan terakhir. Selain itu, temuan ini juga menyimpulkan bahwa fitur-fitur yang ada di Instagram yaitu Instagram Reels mampu memenuhi motif audiens ketika mengakses berita di Instagram. Instagram has numerous features, one of which is the Instagram Reels feature, now utilized as a means to distribute news in a multimedia format. This study aims to determine audience motives for accessing news content on Instagram Reels @narasinewsroom, employing The Uses and Gratifications 2.0 theory, which incorporates the MAIN Model (Modality, Agency, Interactivity, and Navigability) developed by Sundar Limperos (2013). Using a descriptive survey method, researchers processed data from 348 respondents who comprise the audience of Instagram @narasinewsroom. The study's results indicate that the navigability motive is the most potent reason that encourages audiences to consume the media, as they feel capable of exploring all the information on Instagram Reels @narasinewsroom and enjoy flexibility when navigating the platform. Interactivity motives rank second, followed by modality motives in third place, and agency motives in last place. Additionally, this finding concludes that Instagram's features, particularly Instagram Reels, effectively fulfill audience motives when accessing news on the platform.
Pemaknaan Apropriasi Budaya Pada Video Make A Wish
Eka Perwitasari Fauzi;
Kurniawan Prasetyo
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.28489
Di era digital, konten bermuatan budaya asing bisa ditemukan dengan mudah dalam bentuk unggahan teks media seperti film dan musik di saluran media baru. Penelitian ini dilakukan untuk mengungkap pemaknaan audiens mengenai apropriasi budaya terhadap teks media berupa video klip musik dari Grup Idol NCT U yang berasal dari Korea Selatan. Penelitian ini mencoba menggali mengenai pemaknaan apropriasi budaya dari sudut pandang penggemar budaya pop Korea. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis resepsi dan teknik pengumpulan data melalui focus grup discussion (FGD) dengan 11 partisipan. Hasil penelitian dibagi menjadi empat kategorisasi bentuk apropriasi budaya yaitu cultural exchange (pertukaran budaya), cultural domination (dominasi budaya), cultural exploitation (eksploitasi budaya), dan transculturation (transkulturasi). Hasil penelitian menyatakan bahwa para informan memaknai apropriasi budaya sebagai dominasi budaya dan trankulturasi dalam teks media berupa video musik yang dibawakan oleh grup idol Korea NCT U. Temuan lain adalah peminjaman budaya tidak terhindarkan ketika dua budaya bertemu sehingga menyebabkan lahirnya sebuah budaya hibrida sebagai komoditas industri budaya. Karena masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat majemuk sudah terbiasa dengan peminjaman budaya, pemaknaan mengenai apropriasi budaya dianggap memiliki nilai positif.In the digital era, the accessibility of foreign cultural content has greatly increased through the availability of media texts such as films and music on new media channels. This research aims to investigate how audiences perceive the cultural appropriation of media texts, specifically focusing on the music video clips of the South Korean Idol Group NCT U. The study seeks to explore the perspectives of fans of Korean pop culture in understanding the concept of cultural appropriation. Employing a qualitative approach, the research utilizes reception analysis methods and data collection techniques, including focus group discussions (FGD) with eleven participants. The findings of the study identify four categories of cultural appropriation: cultural exchange, cultural domination, cultural exploitation, and transculturation. The research reveals that the participants interpreted cultural appropriation as cultural domination and transculturation within the context of music videos by NCT U. Additionally, the study highlights the inevitability of cultural borrowing when different cultures interact, leading to the emergence of a hybrid culture as a commodity within the cultural industry. Given the pluralistic nature of Indonesian society, the borrowing of culture is viewed positively, suggesting a favorable perception of cultural appropriation.
Narasi Jilbab dan Realitas Simulakra di Akun Instagram @buttonscarves
Putri Maulina;
Ainal Fitri;
Dony Arung Triantoro
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.31232
Buttonscarves menjadi brand fashion jilbab yang menargetkan perempuan muslim dengan kelas sosial menengah ke atas sebagai konsumennya. Melalui akun Instagram @buttonscarves, produsen fashion jilbab ini berupaya menarik perhatian konsumen dengan menciptakan beragam narasi sehingga terciptanya realitas-realitas tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah bagaimana realitas perempuan muslim dan jilbab diciptakan dalam narasi Buttonscarves di akun Instagram @buttonscarves. Peneliti juga menggunakan sudut pandang Baudrillard tentang Simulakra dan Hiperrealitas. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis semiotika Jean Barudrillard terhadap sembilan teks berupa video dan foto yang ada di akun tersebut di sepanjang tahun 2022. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Instagram @buttonscarves menciptakan simulasi realitas terhadap perempuan Muslim berjilbab. Narasi simulakra dalam Instagram @buttonscarves menunjukkan hiperrealitas nilai- nilai perempuan Muslim dan jilbab yang dapat membius khalayak perempuan Muslim. Sehingga jilbab tidak lagi dipandang dari nilai-nilai aslinya, namun menjadi realitas simulakrum murni dari citra yang diciptakan oleh Buttonscarves. Buttonscarves is a hijab fashion brand that targets Muslim women belonging to the middle and upper social classes. Through the Instagram account @buttonscarves, this hijab fashion producer attracted consumers’ attention by constructing narratives that shape distinct realities. This study delves into how the Buttonscarves’ narratives on the @buttonscarves create the reality of Muslim women and the headscarf. In analyzing this phenomenon, Baudrillard's concepts of Simulacra and Hyperreality serve as theoretical underpinnings. Employing a qualitative approach, this research adopts the Jean Baudrillard Semiotics Analysis method to analyze nine texts, encompassing videos and photos posted throughout 2022. The study's findings shed light on the Instagram account’s ability to engender a simulated reality of Muslim women wearing headscarves. Simulakra's narrative on Instagram @buttonscarves shows the hyperreality of Muslim women's values and the headscarf that can anesthetize Muslim women audiences. Consequently, the headscarf is no longer seen from its original values but becomes a pure simulacrum reality of the image created by Buttonscarves.
Pest Analysis on Instagram Account @golkar.indonesia
Andi Budi Sulistijanto;
Hilda Yunita Wono;
Hadassah Elisha Karsten;
Hadjar Chanissa Nur Malika
Jurnal Komunikasi Global Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Syiah Kuala
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24815/jkg.v12i1.29802
Political parties are organizations that utilize social media in their approach across various aspects, such as campaign interests. This research aims to identify the constraints and opportunities of the Instagram social media accounts belonging to the Golkar political party. The study employs a descriptive qualitative approach to analyze the @golkar.indonesia Instagram account using a PEST analysis. The utilization of the PEST analysis (Political, Economic, Social, Technological) in this research indicates that the @golkar.indonesia account is well-managed and implements the PEST method comprehensively. The @golkar.indonesia account has the opportunity to provide interactive content to reach a broader audience, particularly the younger generation. This can enhance the recognition and positive image of Airlangga Hartarto. The managers of the @golkar.indonesia account can engage in soft selling through the delivery of informative content. Furthermore, the findings of this research can be applied as a basis for political strategy management for Golkar and other relevant parties. Partai politik merupakan organisasi yang menggunakan media sosial dalam pendekatannya dalam berbagai aspek, seperti kepentingan kampanye. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala dan peluang akun media sosial Instagram milik partai politik Golkar. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif untuk menganalisis akun Instagram @golkar.indonesia dengan analisis PEST. Penggunaan analisis PEST (Politik, Ekonomi, Sosial, Teknologi) dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akun @golkar.indonesia dikelola dengan baik dan menjalankan metode PEST dengan lengkap. Akun @golkar.indonesia memiliki peluang untuk memberikan konten interaktif agar dapat menjangkau lebih banyak audiens anak muda. Hal ini dapat membuat Airlangga Hartarto lebih dikenal dan memiliki citra yang baik. Pengelola akun @golkar.indonesia dapat melakukan soft selling dari konten informatif yang disampaikan. Selanjutnya hasil penelitian ini dapat diterapkan sebagai bahan manajemen strategi politik bagi Golkar dan pihak lainnya.