cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Jurnal YIN YANG
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 214 Documents
BIAS GENDER DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA ARAB UNTUK TINGKAT MADRASAH TSANAWIYAH KARYA DARSONO DAN T. IBRAHIM Khusain, Muhammad
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 1 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (724.56 KB)

Abstract

Abstrak: Bias gender yang melahirkan ketidakadilan gender merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Bias gender seperti ini telah ada dan masih berlangsung di segala aspek kehidupan manusia; politik, sosial, budaya, ekonomi, dan bahkan pendidikan. Artikel ini tidak membahas praktek bias gender dalam segala aspek kehidupan di atas, melainkan hanya membatasi pada aspek pendidikan. Pembatasan ini didasarkan pada alasan bahwa adanya keironian dalam aspek pendidikan. Pendidikan yang mestinya menyuarakan kesetaraan dan keadilan gender justru melanggengkan ketidakadilan gender. Ketidakadilan tersebut seperti tergambar dalam buku pelajaran bahasa Arab untuk tingkat madrasah tsanawiyah karya Darsono dan T. Ibrahim. Abstract: Gender bias that make gender in equality is a violation of human rights. Gender bias have been in all aspects of human life; political, social, cultural, economic, and even education. This article does not discuss the practice of gender bias in all aspects of life at mentioned above, but it limits the educational aspect. This restriction is based on the grounds that their ironic in the educational aspect. Education that should voicing gender equality on the contrary actually perpetuate gender in equality. The gender in equality as illustrated in Arabic text books for Madrasa Tsanawiyah Level by Darsono and T. Ibrahim. Kata Kunci: Bias Gender, Sosialisasi Bias Gender, dan Buku Pelajaran Bahasa Arab.
KINERJA KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH PEREMPUAN DI MI MA’ARIF NU 1 SOKARAJA TENGAH 2013/2014 Rakhmawati, Atika
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 1 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (611.233 KB)

Abstract

Abstrak: selama ini kepemimpinan selalu identik dengan jenis kelamin laki-laki. Kepemimpinan yang di dalamnya terdapat aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian dirasa hanya cocok untuk jenis kelamin laki-laki yang memiliki stereotip rasional, kuat, dan tegas. Sedang perempuan dengan stereotip emosional, lemah, dan tidak tegas dianggap tidak cocok untuk memegang jabatan pemimpin. Namun demikian, anggapan bahwa kepemimpinan hanya cocok untuk laki-laki, dibantah oleh fakta-fakta empiris. Banyak sekali kepemimpinan yang dipegang oleh seorang perempuan bisa mencapai kesuksesan. Di antara kepemimpinan perempuan tersebut adalah kepemimpinan kepala madrasah perempuan di MI NU I Sokaraja Tengah. Abstract: So far, leadership is always identical to the male. Leadership which includes the activities of planning, organizing, implementing, and controlling deemed suitable only for the male which have rational, strong, and assertive stereotype. Mean while, women with emotional, weak, and not expressly stereotypes are considered to be unsuitable to serve as leaders. However, the assumption that leadership is only suitable for men, refuted by empirical facts. Lots of leadership that is held by a woman can achieve success. Among the women's leadership is women’s leadership as the headmaster in MI NU I Sokaraja Tengah. Kata Kunci: Kinerja, Kepemimpinan, Perempuan.
TAKBIR DAN SEMANGAT KESETARAAN GENDER (SEBUAH APLIKASI-TEORITIS HERMENEUTIKA HANS GEORG GADAMER) Munawir, Munawir
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 1 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.618 KB)

Abstract

Abstrak: Hans Georg Gadamer adalah salah seorang tokoh hermeneutika mazhab transendentalis. Ia berpendapat bahwa sebuah teks adalah otonom. Karenanya, untuk bisa memahami teks yang otonom tersebut harus ada dialog antara pra-pemahaman (pre-understanding) penafsir dengan realitas yang ter-cover dalam teks tersebut. Keduaanya benar-benar lebur (fusion of horizons) untuk kemudian melahirkan sebuah pemahaman baru. Teori ini penulis gunakan untuk mencari pemahaman baru pada lafal Allahu Akbar, sebuah pemahaman yang merupakan proses dialektika antara pra pemahaman (pre-understanding) penulis dengan realitas yang ter-cover dalam lafal tersebut. Abstract: Hans Georg Gadamer is a leading transcendentalist hermeneutic. He argues that a text is autonomous. Therefore, to understand the autonomous text there should be a dialogue between the interpreters’pre-understanding with the reality that is covered in the text. Both are really melting (fusion of horizons) and then make a new understanding. This theory is used to search for a new understanding on the pronunciation Allahu Akbar, an understanding of the dialectical process between the authors’ pre-understanding with the reality that is covered in the pronunciation. Kata Kunci: Takbir, Kesetaraan Gender, dan Hermeneutika
KENISCAYAN PEMBACAAN ULANG TAFSIR AGAMA UNTUK MENEGASKAN KESETARAAN GENDER DALAM KEHIDUPAN KELUARGA DAN MASYARAKAT ISLAM Maula, Bani Syarif
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 1 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (558.768 KB)

Abstract

Abstrak: Berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang selama ini terjadi telah menghambat persamaan hak antara perempuan dan laki-laki dalam masyarakat Islam. Salah satu akar masalahnya adalah adanya tafsir agama yang bias gender, karena pada dasarnya pemahaman umat Islam terhadap posisi perempuan baik di dalam kehidupan domestik (rumah tangga) maupun di wilayah publik (sosial) pada umumnya sangat diwarnai oleh ajaran agama. Karena itulah, pembacaan ulang tafsir-tafsir ajaran Islam untuk memahami kesetaraan gender dirasa perlu dilakukan sebagai upaya untuk menjawab problematika umat Islam dalam menghadapi arus deras demokratisasi di mana wacana hak asasi manusia dan kesetaraan menjadi isu utamanya. Untuk melakukan itu, maka metodologi penafsiran ajaran Islam harus direkonstruksi dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan analisis yang bisa membuka adanya kemungkinan-kemungkinan baru dalam pembacaan al-Qur’an dan hadis sebagai seumber utama ajaran Islam. Abstract: Various forms of discrimination against women that have happened until present days hinder equality between women and men in Muslim society. One of the roots of that problem is the existence of gender-biased religious interpretations, because basically Muslim understanding of women's position both in domestic life (household) and in public areas (social) is generally highly influenced by religious teachings. Therefore, rereading interpretations of Islamic teachings to understand gender equality should be considered as an attempt to answer the problems of Muslims in facing strong currents of democratization, in which the discourse of human rights and equality become its major issue. In doing so, the interpretation of Islamic teaching methodology should be reconstructed using analytical approaches that could open up any new possibilities in the reading of the Qur'an and Hadith as the primary source of Islamic teachings. Kata Kunci: Reinterpretasi, Analaisis Gender, dan Kesetaraan Gender.
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PENDAYAGUNAAN ZAKAT Hilyatin, Dewi Laela
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.067 KB)

Abstract

Abstrak: Kemiskinan sangat erat kaitannya dengan gagalnya kebijakan tata kelola kekayaan sumber daya alam. Konsepsi membangun kesejahteraan itu sendiri berdiri di atas dasar pengukuran normatif yang pada temuan titik lemahnya pastilah akan ditemukan fenomena subordinasi, marginalisasi, partriarki dan anggapan bahwa persoalan ekonomi adalah urusan manusia yang mekanismenya diserahkan sepenuhnya kepada manusia (Godless). Perempuan sebagai kunci kesinambungan natalis suatu peradaban manusia merupakan entitas yang kurang diperhitungkan di dalam strategi pembangunan kejayaan ekonomi. Bahkan, nyaris sekali pada konsepsi pelaku dan sasaran pembangunan ekonomi menurut ajaran Islam yang berbasis altruistik (pendayagunaan zakat). Diskursus laten ini tentu sudah saatnya mengalami deskontruksi asasi yang pola aplikasinya integral dan dikembalikan pada akar masalah itu sendiri, yaitu perempuan sebagai clue suatu kejayaan suatu peradaban. Abtract: Povertyis closely related with the failure of natural resource wealth governance policy. The concept of building prosperity itself stands on the basis of normative measurements on the findings that on the weak point it must be found to the phenomenon of subordination, marginalization, and the patriarchal assumption that the economic problems of human affairs that the mechanism is left entirely to humans (Godless). Women askey to the sustainability of human civilization generation are underestimated in the heyday of the economic development strategy. In fact, they are nearly left at all the conceptions of perpetrators and targets of economic development in Islam based on altruistic (utilization of zakat). This latent discourse certainly at time of basic deconstruction that the pattern of application is integral and returned to the problem it self, i.e. women as atriumph of civilization clue. Kata Kunci: Perempuan, Zakat, Kesejahteraan.
PENAFSIRAN QASIM AMIN TENTANG HIJAB Munfarida, Elya
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (702.895 KB)

Abstract

Abstrak: Persinggungan Arab Islam dengan kolonialisme dan modernitas melahirkan dinamika intelektual Arab Islam yang menandai satu fase kebangkitan Islam yang berpretensi untuk melakukan reinterpretasi tradisi Islam. Qasim Amin sebagai salah satu tokoh kebangkitan Islam juga berupaya untuk menafsirkan kembali ajaran dan tradisi Islam, terutama yang terkait dengan perempuan, dengan mengakomodir pemikiran-pemikiran dan budaya modern. Berbasis pada kritiknya terhadap pemakaian niqab dan burqa yang dianggap sebagai praktik hijab yang berlebihan dan justru mensubordinasi perempuan, Amin berupaya untuk memaknai kembali tradisi hijab tersebut dengan mengkaji historisitas hijab, menggali kembali teks-teks al-Qur’an dan hadis yang berbicara tentang perempuan dan hijab, penafsiran para ulama terhadap kedua teks tersebut, nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar dari syari’at Islam yang melandasi legislasi Islam, serta pemikiran feminisme liberal. Dalam konteks hijab, Amin menawarkan model hijab syar’i (moderat) yang tidak menutup seluruh tubuh perempuan dan menyisakan bagian muka dan kedua telapak tangan dalam kondisi terbuka. Secara teologis, model ini justru sesuai dengan teks-teks al-Qur’an dan hadis yang membolehkan perempuan memperlihatkan kedua bagian itu, karena dalam sejarah manusia keduanya sangat penting untuk melakukan aktivitas sehari-hari baik dalam ruang privat maupun publik. Sementara secara sosial, hijab syar’i lebih sesuai dengan syari’at Islam terutama terkait dengan prinsip kemudahan, karena lebih memungkinkan perempuan untuk bisa terlibat baik dalam urusan domestik maupun publik secara lebih mudah dan leluasa. Kemudahan dalam partisipasi sosial ini akan berdampak secara signifikan bagi peningkatan kualitas intelektual dan kesejahteraan sosial perempuan. Secara makro, partisipasi perempuan yang lebih luas dalam ranah publik akan berkontribusi penting bagi pencapaian progresi bangsa, sehingga bangsa-bangsa Arab mampu mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai oleh bangsa-bangsa Barat. Abstract: Intersection between Islamic Arab with colonialism and modernity make Islamic Arab intellectual dynamics that mark the Islamic revival phase that pretend to perform a reinterpretation of Islamic tradition. Qasim Amin as one of the leaders of Islamic resurgence has also sought to reinterpret the teachings and traditions of Islam, especially those related to women, to accommodate the ideas and modern culture. Based on his criticism of the use of the niqab and burqathat is regarded as excessive and practice of hijab, actually it is a practice of subordinating women. Amin attempted to re-interpret the hijab tradition by examining the hijab historicity, dig up the texts of the Qur'an and hadiths that talk about women and hijab, the interpretation of the scholars of the two texts, the values ​​and principles of Islamic Shariah underlying Islamic legislation, as well as the idea of ​​liberal feminism. In the context of hijab, Amin offers hijab syar'i models (moderate) that do not cover the entire female body and leaves the face and both palm of the hands in an open condition. Theologically, this model precisely in accordance with the texts of the Qur'an and the Hadith which allow women shows both that part, because in human history are both very important to perform daily activities in both the private and public spaces. While socially, hijab syar'i more in line with Islamic Shari'ah principles, especially related to convenience, since it allows women to be involved in both domestic and public affairs more easily and freely. The ease in social participation will significantly impact to the improvement of the quality of the intellectual and social well-being of women. At the macro level, the wider participation of women in the public sphere will contribute significantly to the achievement of the progression of the nation, so that the Arabs are able to achieve such progress that has been achieved by Western nations. Kata Kunci: Penafsiran, Seklusi Perempuan, Hijab Syar’i.
SEXISME BAHASA DALAM TELEVISI Heriyanti, Rina
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.294 KB)

Abstract

Abstrak: Artikel ini mengungkapkan penggunaan bahasa di media massa yang merefleksikan bahasa laki-laki dan perempuan. Berbagai progam di televisi menampilkan secara jelas perbedaan bahasa di atara keduanya. Para lelaki semakin berani muncul dengan gaya perempuan dan bertutur seperti perempuan untuk tujuan menarik dan mengihur pemirsa. Selain itu juga muncul stigma yang melekat terhadap perempuan sebagai obyek dalam media massa ini yang dapat dilihat dari bahasa yang digunakan yang berpotensi mempengaruhi pemaknaan yang terjadi pada pemirsa. Kondisi ini tentu menimbulkan dampak negatif bagi audien. Oleh karenanya, desain program siaran hendaknya mempertimbangkan segi-segi kebahasaan yang berpotensi menimbulkan gejala kurang baik di masyarakat. Pertimbangan demi menembus rating tertinggi tidak serta merta menutup mata terhadap potensi bahasa yang bisa merendahkan atau melecehkan suatu kaum. Abstract: This article discusses the use of language in the massmedia that reflect the language of men and women. Some various programs on television show a clear difference between the two. The men appear more daring to imitate women style and speak like women for the purpose of attracting and entertaining the audience. It also appearst he stigma attached to women as objects in the massmedia that can be seen from the language used that could potentially affect the meaning that occurs in the viewer. This condition would cause a negative impact to the audience. Therefore, the design of broadcast programs should consider the aspects of language that could potentially cause adverse effect in the community. Consideration to get the highest rating does not necessarily turn into a blind eye to the potential language that could degrade or harass people. Kata Kunci: Media Massa, Televisi, Pesan, Bahasa Laki-laki, dan Makna.
KETIMPANGAN GENDER DALAM PENDIDIKAN Astina, Chairani
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (533.304 KB)

Abstract

Abstrak: Pendidikan yang dapat mencerdaskan bangsa adalah pendidikan yang terbebas dari unsur diskriminasi gender. Laki-laki dan perempuan, sama-sama berhak memperoleh pendidikan tinggi, sama-sama berhak mengabdikan ilmu yang telah diperolehnya untuk kebaikan manusia, baik dalam lingkungan rumah tangga maupun diluar rumah tangganya. Meskipun saat ini sudah banyak perempuan yang mengenyam pendidikan akan tetapi mereka tetap belum mendapatkan kesempatan sepenuhnya untuk mengembangkan kualitas diri mereka dengan cara meneruskan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi lagi, dikarenakan beberapa faktor yaitu: ekonomi, sosial, fasilitas pendidikan, dan pembagian peranan menurut jenis kemamin. Ada pula beberapa ketimpangan yang terjadi dalam pendidikan yaitu: 1) kurikulum yang bias gender, 2) kebijakan sekolah yang diskriminatif, dan 3) stigmatisasi disiplin ilmu.Untuk mengembangkan masyarakat, ada beberapa prinsip yang harus ditumbuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan emansipatori : Pemerataan atau kesetaraan, berkelanjutan, produktifitas, dan pemberdayaan dari setiap individu. Adapun tujuan dari pendidikan berperspektif gender di antaranya: mempunyai akses yang sama dalam pendidikan, kewajiban yang sama, dan persamaan kedudukan dan peran. Jika ini dapat direalisasikan maka kita bisa mengurangi terjadinya ketimpangan-ketimpangan gender yang ada dalam pendidikan. Abstract: Education that can educate the nation is the education that is free from gender discrimination element. Men and women are equally to get higheducation, are equally to devote knowledge that has been gained for the benefit of human, both inside and outside the household. Although there are lots of women who get education, they still do not get a chance to fully develop their qualities by continuing their education to a higher level, due to several factors: economic, social, educational facilities, and the division of roles according to gender. There are also some inequality in education: 1) curriculum gender bias, 2) discriminatory school policy, and 3) the stigmatization of disciplines. In developing society, there are several principles that must be grown in the implementation of emancipatory education: Equity, sustainability, productivity, and empowerment of every individual. The purpose of gender perspective include: equal access to education, equal obligations, and equalrole. If this can be realized, we can reduce the occurrence of gender inequalities that exist in education. Kata Kunci: Ketimpangan Gender, Pendidikan, dan Kesetaraan Gender
KONTRIBUSI KONSTRUKSI SOASIAL BUDAYA PADA KEBERHASILAN WIRAUSAHA WANITA (STUDI ASPEK KONFLIK PERAN GANDA) Shafrani, Yoiz Shofwa
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (561.916 KB)

Abstract

Abstrak: Keberhasilan perempuan pengusaha di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal dan kepribadian perempuan. Persepsi gender dibuat oleh konstruksi sosial-budaya. Konstruksi sosial-budaya dapat dilihat dari budaya keluarga mereka. Tulisan ini akan menjelaskan tentang peran ganda konflik yang akan muncul pada wanita karir. Ada tujuh aspek dalam konflik peran ganda menurut Kopelman & Burley. Aspek tersebut adalah masalah mengasuh anak, kebutuhan sepihak dalam pekerjaan rumah tangga, komunikasi dan interaksi dengan keluarga, waktu yang terbatas untuk keluarga, tekanan kerja dan tekanan keluarga, dan persepsi suami tentang peran ganda wanita. Seorang wanita pengusaha bisa sukses ketika dia dapat memainkan peran ganda dengan baik. Titik awal keberhasilan perempuan pengusaha adalah saat mampu mengurangi penyebab konflik peran ganda. Penyebab konflik peran ganda adalah faktor pekerjaan, faktor keluarga, faktor masyarakat, nilai individual. Jadi, menjadi pengusaha wanita sukses akan mulai dari mengurangi konflik pribadi dan mereka memiliki keyakinan nilai-nilai individu pada peran transisi, peran ganda, Peran egaliter dan peran kontemporer. Abstract: The success of entrepreneur women in Indonesia are not only influenced by internal factors and personality of women. The perception of gender was made by social-culture construct. Socio-cultural constructions can be seen from their family's culture. It will describe on dual roles of conflict which will appear in a careerwomen. There are seven aspects of the dual role conflictsaccording to Kopelman & Burley. They are parenting problems, necessity from a kind of parties in the household jobs, communication and interaction with family, limitedtime for families, job pressure and family pressure, and perception of husband about the dual role of women.An entrepreneur woman can be successful when they can play multiple roles well. The starting point of the success of entrepreneur women is able to reduce the cause of dual rolesconflict. The cause of dual rolesconflict are work factors, family factors, community factors, the value of the individual.So to be successful woman entrepreneur will start from reduce a personal conflict and they have the confidence of individual values on transitionsrole, rolesmultiple, egalitarianrole and rolescontemporary. Kata Kunci: Konstruksi Sosial-Budaya, Konflik Peran Ganda, dan Perempuan Pengusaha Sukses
PEMBELAAN ISLAM TERHADAP PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT) Masyhud, Masyhud
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol 9 No 2 (2014)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (775.212 KB)

Abstract

Abstrak: Makalah ini membahas masalah (1) pembatasan kekerasan dalam rumah tangga, (2) hubungan antara feminisme dan kekerasan dalam rumah tangga, (3) faktor kekerasan dalam rumah tangga Muslim, dan (4) posisi Islam sebagai solusi . Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah berbagai bentuk tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk menyakiti, melukai, membuat penderitaan jasmani dan rohani, bukanlah hal yang mendidik seperti yang diajarkan oleh agama atau undang-undang, (2) gerakan feminis yang menggugat isi ajaran agama Islam yang mengatur pola hubungan suami istri dengan tujuan "menghasut" perempuan tidak akan membuat martabat dan derajat perempuan menjadi lebih mulia dan dihormati, tapi akan membuat perempuan sebagai pelaku kekerasan dalam rumah tangga seperti yang terjadi di Belanda, (3) faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam rumah tangga meliputi: (i) sikap nusyuz suami atau istri, (ii) kurangnya pemahaman, terutama praktek ajaran Islam oleh individu , (iii) terus berkembang "hasutan" kaum feminis, (iv) sikap tercermin dalam budaya keserakahan yang mendahulukan hak dari kewajiban, (v) nilai-nilai budaya patriarki yang menganggap bahwa posisi perempuan lebih rendah dari laki-laki, (vi) lemahnya tatanan hukum, (vii) faktor sistemik, terutama penerapan sistem kapitalis, yang memisahkan agama dan kehidupan sekuler, dan (viii) faktor yang terkait dengan cacat individu dalam memecahkan masalah seperti kurang mampu berkomunikasi, mengendalikan emosi, dan mencari solusi, dan (4) upaya yang ditawarkan oleh doktrin Islam untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga meliputi: (i) untuk suami sebagai pemimpin atau istri sebagai pengikut mampu melihat dan menghargai sisi baik yang dimiliki oleh pasangan, (ii) memberikan saran dan peringatan untuk pasangan yang penuh kasih sayang nusyu>z sesuai yang diajarkan oleh agama, (iii) mengerahkan kewajiban suami dan istri dengan yang terbaik, dan (iv) berkomunikasi dengan baik. Abstract: This paper discusses the problem of (1) restriction of domestic violence, (2) the relationship between feminism and domestic violence, (3) the factors of violence in the Muslim Household, and (4) the position of Islam as a solution. The results showed that: (1) Domestic Violence are various forms of action that was done deliberately in order to hurt, injure, make the external and the internal suffering, not to educate as taught by religion or legislation, (2) movement feminists who sued the content of religious teachings of Islam who set the pattern of relationship of husband and wife with the aim of "inciting" the women will not make women's dignity and degree of the more noble and respected, but will make the women as perpetrators of domestic violence as had happened in the Netherlands, (3) the factors that influence the occurrence of domestic violence include: (i) the attitude nushuz of husband or wife, (ii) lack of understanding, especially the practice of the teachings of Islam by individuals, (iii) the ever-expanding "incitement" committed feminists, (iv) attitude is reflected in the culture of greed that precede rights than obligations, (v) cultural values of patriarchy that consider that the position of women is lower than men, (vi) the weak of legal order, (vii) systemic factors, especially the application of the capitalist system, which separates religion and secular life, and (viii) the factors associated with individual disability in solving problems such as less able to communicate, control emotions, and find solutions, and (4) efforts offered by the doctrine of Islam to prevent the occurrence of domestic violence include: (i) for the husband as the leader or the wife as a follower able to see and appreciate the good side which is owned by a partner, (ii) provide advice and warnings to the couple who lovingly nushuz appropriate affection taught by religion, (iii) exert obligation of the husband and wife with the best, and (iv) communicate well. Kata Kunci: Rumah Tangga, Kekerasan, Keluarga, Islam, dan Feminisme