cover
Contact Name
Hanifah Hikmawati
Contact Email
hanifah@iaingawi.ac.id
Phone
+6285731628908
Journal Mail Official
almabsut@iaingawi.ac.id
Editorial Address
Krajan Selatan, Rt.03/Rw.13, Watualang, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi
Location
Kab. ngawi,
Jawa timur
INDONESIA
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial
ISSN : 20893426     EISSN : 2502213X     DOI : 10.56997/almabsut
Al-Mabsut : Jurnal Studi Islam dan Sosial is a journal managed by IAI Ngawi. In addition, the Al-Mabsut journal has two printed and online versions (ISSN:2089-3426 - E-ISSN: 2502-213X). Al-Mabsut is a journal that contains the study of Islamic and Social sciences. Studies that concentrate on the Islamic sciences (Aqidah, Sufism, Tafsir, Hadith, Usul Fiqh, Fiqh and so on) and also contain studies of politics, economics, law, education, history, culture, health, science and technology associated with Islam both in its normative dimensions (as doctrines and teachings) as well as in its historical dimensions (Muslim culture, Muslim communities, Islamic institutions and so on. Currently, Al-Mabsut journal gets SINTA 5 Accreditation based on Certificate Number 85/M/KPT/2020. All manuscripts submitted to the editorial board will be reviewed by the reviewer and the selection of manuscripts is based on considerations of writing quality, originality, and contribution to science.
Articles 317 Documents
KONSEP POLITIK SYI'AH IMAMIYAH TENTANG WILAYAT FAQIH Abdillah Halim
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 7 No 2 (2013): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v7i2.31

Abstract

Sejauh menyangkut sistem politik dan model pemerintahan, Syi'ah seringkali dikritik karena dianggap tidak demokratis. Kritik semacam ini memang dapat dimaklumi, karena sebagaimana diketahui, secara historis sistem pemerintahan Syi'ah mengacu pada sistem imamah, yaitu suatu doktrin politik yang menyebutkan bahwa pemerintahan Islam sepeninggal Nabi SAW adalah hak mutlak ahlul bait (keluarga Nabi SAW.) yakni Ali bin Abi Thalib dan sebelas keturunannya. Hal ini oleh banyak pengamat dianggap tidak memberikan peluang bagi pihak lain untuk  mendapat hak yang sama, yaitu hak untuk dipilih sebagai pemimpin negara
ULAMA dan POLITIK pada MASA-MASA AWAL PAKISTAN Mudrik Al Farizi Mudrik al-farizi
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 7 No 2 (2013): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v7i2.33

Abstract

Konflik yang terjadi di masa-masa awal negara Islam Pakistan dipicu oleh perbedaan pandangan antara ulama dan kaum elit Pakistan terkait permasalahan ideologi dan konstitusi. Ulama menuntut penerapan syari’at Islam, sementara kalangan elit penguasa menghendaki hukum sekuler. Ulama menuntut kelompok Ahmadiyah dieksklusikan dari komunitas muslim, penguasa menolak uapaya itu. Konflik ini sering memanas, bahkan berimbas pada penggulingan kekuasaan, sebagaimana dialami oleh Presiden Ayyub Khan dalam kemelut politik tahun 1969. Tulisan ini memberi gambaran bagaimana sebuah negara yang telah menyatakan diri sebagai negara Islam tidak pernah mudah dalam upayanya untuk menerapkan syariat Islam secara total.  
NILAI NILAI MORAL DENGAN KEMUNGKINAN PENGARAHANNYA Arif Makmun
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 7 No 2 (2013): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v7i2.34

Abstract

Abstrak Dinmika kehidupan manusia merupakan gerak yang seharusnya terbatasi oleh aturan yang mengatur manusia untuk mencapai satu tujuan utama yang hakiki dan mengenyampingkan sesuatu yang bisa mengeluarkan manusia dari jalur menuju tujuan tersebut, aturan yang digunakan adalah aturan yang mengarahkan manusia untuk hidup yang lebih mulia, dan menjaga keharmonisan sesama.dari aturan tersebut akan muncul suatu nilai benar, salah, baik, buruk, layak atau tidak layak, patut maupun tidak patut dan batasan yang digunakan adalah pada moral. Moral manusia bergantung kepada tatasusila, adat, dan agama yang masing-masing harusnya tidak ada norma yang bertentangan jika terdapat perbedaan maka dibutuhkan kesepakatan dan keselarasan dalam mengambil sebuah kesimpulan.
MENCARI EVIDENSI PROFESIONALISME GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM (Telaah Epistemologis Terhadap Problematika Keguruan) Hariadi Hariadi
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 3 No 1 (2012): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v3i1.35

Abstract

Epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu sebagai proses adalah usaha pemikiran yang sistematik dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu yang tinjauannya meliputi : sumber-sumber ilmu, cara memperoleh ilmu, ruang lingkup ilmu dan validitas pengetahuan. Guru yang profesional adalah guru memiliki dua kategori, yaitu capability dan loyality, artinya guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi dan memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal kepada tugas-tugas keguruan yang tidak semata-mata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah di kelas. Problematika profesionalisme guru disebabkan oleh kurangnya kesadaran guru akan jabatan dan tugas yang diembannya serta tanggung jawab keguruannya secara vertikal maupun horizontal dan munculnya sikap malas dan tidak disiplin waktu dalam bekerja yang mengarah pada lemahnya etos kerja.
PENDEKATAN TERPADU HUKUM ISLAM DAN SOSIAL (Sebuah Tawaran Pembaruan Metode Penemuan Hukum Islam) Mahsun Mahsun
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 3 No 1 (2012): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v3i1.36

Abstract

Pembaruan metode penemuan hukum Islam dengan pendekatan terpadu analisis inferensi historis dan tekstual, merupakan satu capaian intelektual yang cukup maju. Dalam hal ini sifat sui-generis metode penemuan hukum Islam yang merupakan trade mark yang harus ada, coba diimbangi dengan apresiasi proporsional terhadap realitas sosial yang dibawa masuk dalam analisis penyimpulan hukumnya. Dengan membawa realitas empirik masuk ke dalam analisis penemuan hukum, terasa ada jaminan hukum Islam dapat tampil lebih kreatif dan hidup di tengah-tengah proses regulasi sosial modern.Tawaran pendekatan ini sengaja diarahkan pada upaya merekonstruksi pemahaman dalam wilayah baru yang belum ada teks hukumnya dengan menghargai tradisi secara proporsional sekaligus mengurangi kesan arogansi intelektual. Upaya ini dilakukan melalui penggabungan teori sistem dan teori aksi di dalam perangkat analisisnya. Inilah yang secara substansial membedakannya dari tawaran pembaruan pemikiran hukum Islam yang diajukan oleh Fazlur Rahman, Muhammad Sahrur dan lainnya yang lebih mengkonsentrasikan pada interpretasi makna baru terhadap teks yang ada dan kurang memberikan mekanisme yang jelas tentang bagaimana bersikap secara metodologis terhadap suatu fenomena yang tidak ada teksnya. 
RELASI DAN RELEVANSI TUJUAN DAN MATERI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DENGAN PENDIDIKAN AHL AL-SUNNAH WA AL-JAM‘AH (ASWAJA) Arif Rahmah Hakim
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 3 No 1 (2012): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v3i1.37

Abstract

relasi yang terjadi antara tujuan pembelajaran PAI dengan tujuan pembelajaran pendidikan Aswaja adalah bersifat lateral-sekuensial di mana antar keduanya saling berinteraksi dan berkonsultasi. Sedanghkan relevansi antara tujuan pembelajaran PAI dengan tujuan pembelajaran pendidikan Aswaja adalah bersifat internal sekaligus eksternal. Kesesuaian bersifat internal berhubungan langsung dengan kurikulum yang digunakan yang berkaitan dngan tujuan, sedangkan kesesuaian eksternal lebih cenderung pada pemenuhan kebutuhan siswa akan pendidikan agama. Relasi antara materi pembelajaran PAI dan materi pendidikan Aswaja terjadi secara lateral sekuensial dimana antar materi saling berkonsultasi dan berinteraksi serta memiliki hubungan yang bersifat vertical linier yaitu materi PAI menjadi sumber materi dari Aswaja. Sedangkan relevansi materi pembelajaran PAI dengan materi Aswaja adalah lebih bersifat esternal yaitu berhubungan dengan kebutuhan siswa terhadap tuntunan dan pedoman hidup dan khususnya tentang kebutuhan rohani serta kebutuhan waktu.
PEMIKIRAN AL-GHAZALI DAN SUMBANGSIHNYA PADA DUNIA PENDIDIKAN Anik Faridah
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 3 No 1 (2012): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v3i1.38

Abstract

Al-Ghazali yang bergelar hujjah al-Isalam adalah ulama terkemuka sepanjang zaman yang amat berpengaruh di dunia Islam. Beragam disiplin ilmu ia pelajari dan ia tuangkan pemikirannya dalam karya-karya bukunya yang sampai saat ini menjadi rujukan para ulama disegala penjuru dunia, baik Timur ataupun Barat.Al-Ghazali dalam perjalanan kehidupannya selalu ingin menelusuri hakikat kebenaran (haqiqah al-umur) dan kebenaran sejati (al-Ilm al-yaqin). Setiap ia mempelajari ilmu selalu merasa tidak puas, sehingga ia gemar melakukan penyelidikan dan perbandingan untuk menemukan berbagai hakikat.Dalam mengungkap kebenaran itu al-Ghazali pernah mendalami ilmu kalam (teologi), filsafat, dan akhirnya ia meneguhkan hatinya pada tasawuf (mistisisme) yang menurut pengalaman intelektualnya mampu menghilangkan keraguan intelektualnya dan menguatkan spritualnya. 
IDENTIFIKASI GAYA KOGNITIF (COGNITIVE STYLE) PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR Aldarmono Aldarmono
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 3 No 1 (2012): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v3i1.39

Abstract

Keberhasilan pendidik dalam proses pembelajaran sangat ditentukan sejauhmana ia memahami karakteristik peserta didiknya. Kemampuan pendidik dalam hal ini sangat penting yaitu bagaimaan pendidik mampu mengidentifikasi karakter-karakter masing-masing individu. Perbedaan karatakter tersebut berpengaruh besar terhadap belajar mereka sesuai dengan gaya atau cara  masing-masing yang sudah barang tentu berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya. Implikasinya dari karakter peserta didik yang begitu variatif mendorong pendidik menerapkan strategi, model maupun metode pembelajaran yang efektif untuk disesuaikan dengan karakter masing-masing anak didik. Dari berbagai macam karakter yang dimiliki anak didik tersebut yang tidak kalah penting yaitu gaya kognitif dalam belajar.Gaya kognitif merupakan salah satu karakter anak didik yang sangat penting dan berpengaruh terutama terhadap pencapaian prestasi belajar mereka. Gaya kognitif berkaitan dengan bagaimana mereka belajar melalui cara-cara sendiri yang melekat dan menjadi kekhasan pada masing-masing individu. Gaya kognitif sangat erat kaitannya dengan bagaimana cara menerima dan memproses segala informasi khususnya dalam pembelajaran. Berbagai kecenderungan-kecenderungan dalam belajar mereka dapat didentifikasi dan kemudian diklasifikasi apakah anak tersebut termasuk gaya kognitif field Independent (berpikir cenderung memiliki kemandirian pandangan) ataukah filed dependent (ketergantungan pandangan.Selama ini seperti yang nampak di lapangan praktek pendidikan tidak begitu memandang penting karateristik peserta didik. Sehingga masih sangat jarang pendidik yang memiliki kemampuan dan keterampilan mengungkap dan mengtahui berbagai karakteristik peserta didiknya dalam belajar. Yang terpenting bagaimana materi yang disampaikan kepada peserta didik dapat kuasai tanpa memperhatikan karakter masing-masing. Sehingga yang terjadi pendidik cenderung menyama ratakan karakter masing-masing anak yang begitu bervariasi yang berbeda satu dan lainnya. Hal demikian ini dapat diketahui dari strategi, model, dan metode pembelajaran yang nampak monoton yang mereka terapkan dalam proses pembelajaran.
Pragmatisme dalam Filsafat Kontemporer: Analisa atas pemikiran Charles S. Peirce Mustaqim Mustaqim
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 3 No 1 (2012): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v3i1.40

Abstract

Filsafat menurut bahasa berasal dari Griek (Yunani) berasal dari kata Pilos (cinta), Sophos (kebijaksanaan), “Mahabatul Hikmah” pecinta ilmu pengetahuan. Filsafat menurut term: ingin tahu dengan mendalam (cinta pada kebijaksanaan). Phytagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia . tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya. Oleh karena itu, maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan pencinta pengetahuan.Secara istilah, Penulis mengutip pendapat Muhtar yahya bahwa berfikir filsafat ialah “pemikiran yang sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tentang alam semesta, alam manusia dan dibalik alam”.Pragmatisme dalam Filsafat Kontemporer: Dalam bidang filsafat ilmu, pemikiran Charles Sanders Peirce merupakan suatu hal yang mendasar bagi siapa saja yang berminat mengkaji Islam, karena akar pemikiran studi agama terdapat dalam struktur pemikiran Peirce. Dikenal sebagai perintis dan tokoh utama aliran filsafat pragmatisme.  Pierce juga termasuk salah satu pioner dalam logika matematika abad ke-19.  Secara profesional, ia adalah seorang ilmuwan praktisi ahli geodesi, astronomi, dan kimia. Epistemologi Peirce berlatar belakang prgamatis dan ahli logika, epistemologinya banyak disampaikan melalui logikanya, oleh karenanya epitemologi Peirce digolongkan sebagai epistemologi kontemporer. Peirce dengan filsafat pragmatisme (filsafat bertindak), memandang bahwa; suatu hipotesa dianggap benar apabila mendatangkan manfaat. Pragmatisme dikatagorikan dalam teori kebenaran. Peirce membagi kebenaran menjadi dua, yakni kebenaran transendental dan kebenaran kompleks. Kebenaran kompleks terdiri dari kebenaran etis (psikologis) yaitu keselarasan pernyataan dengan apa yang diyakini si pembicara, dan kebenaran logic (literal) yaitu keselarasan pernyataan dengan realitas yang didefinisikan. Dari kritiknya terhadap tiga filosof Eropah Rene Descartes, John Locke dan Darwin, Peirce menggagas teori baru The New Logic dan The Logic of Inquiry, ia menggagas lima konstruksi pemikiran, yaitu; belief, habit of mind, doubt, inquiry (research), and the new logic of theory. Sedangkan usaha mencari keyakinan yang benar dengan cara; a priori, trial and error, otoritas, serta melalui metode ilmiah dan investigasi.
PROBLEM INSIDER DAN OUTSIDER DALAM STUDI AGAMA Telaah atas Pemikiran Russel T. McCutcheon Mudrik al-farizi
Al-Mabsut: Jurnal Studi Islam dan Sosial Vol 3 No 1 (2012): SEPTEMBER
Publisher : Institut Agama Islam Ngawi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56997/almabsut.v3i1.41

Abstract

Islam ditinjau dari sudut waktunya berproses pada dua rentang waktu yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan, yaitu pada masa proses tashri> (masa Nabi) dan pasca proses tashri>’ (sejak masa sahabat sampai sekarang). Rentang waktu yang sangat panjang dalam historiografi tashri>’ tersebut sudah tentu menimbulkan beragam permasalahan multi dimensi yang berbeda bagi Islam dalam kapasitasnya sebagai problem solver dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, studi Islam—oleh sebagian orang—dianggap tidak cukup hanya dilakukan dengan analisis teks (textual analysis) belaka, melainkan harus dikaitkan dengan konteks yang melatarinya, baik pada saat teks (baca: nas}s}) diturunkan, maupun konteks yang melatari saat teks akan diterapkan dalam dimensi ruang dan waktu yang berbeda.Problem epistemologis studi Islam pada mulanya bertumpu pada idealisme dengan menjadikan teks-teks suci sebagai satu-satunya sumber kebenaran, pada perkembangannya bergerak menuju empirisme dengan memandang bahwa Islam tidak bisa dilihat hanya dari teks-teks sucinya, karena Islam telah menjadi budaya dalam perilaku penganutnya. Karena itu studi Islam pada masa modern berkembang dalam berbagai model pendekatan ilmu pengetahuan, seperti antropologi, sosiologi, sejarah, dan lainnya.Salah satu bentuk perkembangan pendekatan dalam memahami Islam ialah adanya pemilahan perspektif antara insider (pemeluk agama yang dikaji) dengan outsider (orang luar yang bukan pemeluk agama yang menjadi obyek kajian). 

Page 3 of 32 | Total Record : 317