cover
Contact Name
Veli Novaliah
Contact Email
vnovaliah@student.untan.ac.id
Phone
+628119504121
Journal Mail Official
acta.borneo.jurnal@hukum.untan.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/tabj/about/editorialTeam
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Tanjungpura Acta Borneo Journal
ISSN : -     EISSN : 30309816     DOI : https://doi.org/10.26418/tabj.v1i1
Core Subject : Social,
We are interested in topics which cover issues in Notarial related law and regulations Indonesia and other countries. Articles submitted might included topical issues in contract law, security law, land law, Administrative Law, Etical codes of Profession, acts and legal documents, and Islamic law related to these topics, etc.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 40 Documents
PERLINDUNGAN TERHADAP PEMEGANG RUANG HAK ATAS TANAH ATAS PEMANFAATAN RUANG BAWAH TANAH Adi, Dwi Laksono; Nuryanti, Aktris; Asikin, Uti
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 1, No 1 (2022): Volume 1, Issue 1, October 2022
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v1i1.58927

Abstract

Abstract  Utilization of underground space is the fulfillment of public interest needs such as the construction of underground transportation lines such as MRT, shops, parking areas and others. The use of underground space has an influence on the regulation of land rights institutions, if there is no deep thought that will result in the emergence of legal and social problems that become obstacles to development. Utilization of the basement can not be separated from a problem and a constraint. In this case, there are two ownerships of the basement, besides that the party who is disadvantaged is the holder of the land right because there is a use of the underground space that passes through the owner of the land right. protection of land rights holders. The research method used by the author in writing is a normative research method by analyzing secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials. The data were collected using library research techniques and analyzed normatively. The type of approach used is the case and law approach. The results of the study revealed that there was no regulation regarding dungeons. According to PP 18 of 2021, basements as implementing regulations of Number 11 of 2020 concerning Job Creation, basements are land that is structurally or functionally separate from the holder of Land Rights. In other cases, there are two ownerships of the basement so that there is legal uncertainty about the basement, the UUPA states that the bowels of the earth are land rights that we can use. In addition, compensation is an obstacle to the use of the basement, there are parties who are disadvantaged in the use of the basement in terms of law and architecture. Therefore, it is necessary to have a law that regulates basements in order to get clarity on the use of basements. It is necessary to think about the underground space because land is an aspect of every human right.Keywords: compensation; underground space; regulations    Abstrak  Pemanfaatan ruang bawah tanah merupakan pemenuhan kebutuhan kepentingan umum seperti pembangunan jalur transportasi bawah tanah seperti MRT, pertokoan, area parkir dan lain-lain. Penggunaan ruang di bawah tanah membawa pengaruh terhadap pengaturan lembaga hak atas tanah, apabila tidak diadakan pemikiran mendalam yang akan berakibat timbulnya masalah hukum maupun sosial yang menjadi kendala pembangunan. Pemanfaatan ruang bawah tanah tidak terlepas dari suatu masalah dan kendala. Dalam hal ini terdapat dua kepemilikan terhadap ruang bawah tanah selain itu pihak yang dirugikan yaitu pemegang hak atas tanah dikarnakan terdapat suatu pemanfaatan ruang bawah tanah yang melintas pemilik hak atas tanah selain itu masalah lain muncul dalam pemanfaatan tanah adalah perundang-undangan dibidang pertanahan yang tidak memberikan perlindungan pemegang hak atas tanah. Metode penelitian yang dilakukan penulis dalam melakukan penulisan adalah metode penelitian normatif dengan menganalisa data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. data tersebut dikumpulkan menggunakan Teknik studi kepustakaan dan dianalisis secara normatif. Jenis Pendekatan yang digunakan adalah jenis pendekatan kasus dan undang "“ undang. Hasil penelitian mengungkapkan belum terdapat suatu peraturan tentang ruang bawah tanah. menurut PP 18 tahun 2021 ruang bawah tanah sebagai peraturan pelaksana dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ruang bawah tanah merupakan Tanah yang secara struktur atau fungsi terpisah dari pemegang Hak Atas Tanah. Dalam hal lain terdapat dua kepemilikan terhadap ruang bawah tanah sehingga terdapat ketidakpastian hukum tentang ruang bawah tanah, UUPA menyebutkan perut bumi merupakan hak milik tanah yang dapat kita gunakan. Selain itu ganti rugi menjadi kendala dari pemanfaatan ruang bawah tanah, terdapat pihak yang dirugikan dalam pemanfaatan ruang bawah tanah dari segi hukum dan arsitektur. Maka dari itu diperlukan undang "“ undang yang mengatur tentang ruang bawah tanah agar mendapat kejelasan terhadap pemfaatan ruang bawah tanah. Perlu dilakukan pemikiran terkait ruang bawah tanah dikarnakan tanah adalah aspek hak setiap manusia.Kata Kunci: ruang bawah tanah; kompensasi; regulasi  
LEGALITAS AKTA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA YANG TIDAK SESUAI DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 Susilowati, Tri; Nuryanti, Aktris; Purwanti, Evi
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 2 (2025): Volume 3, Issue 2, April 2025
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i2.94118

Abstract

Abtsract The holding of a General Meeting of Shareholders (GMS) is preceded by a summons for a GMS to ensure that shareholders know when and where the GMS is held and know what will be discussed or decided in the GMS based on Law No. 40 of 2007 concerning Limited Liability Companies (UU PT). There are cases where the GMS was held without summoning shareholders, which has an impact on the legality of the deed of minutes of the GMS in this case the GMS-LB made by a Notary. The formulation of the research problem is as follows: 1. How is the legality of the GMS-LB Deed made without the knowledge of one of the shareholders? 2. What are the legal consequences of the GMS-LB deed made without the knowledge of one of the shareholders? The method used is Normative legal research. The results of this study are that the legality of a GMS-LB deed made without the knowledge of one of the shareholders is legally valid because it has been stated by a notary in an authentic deed. This applies as long as there is no judge's decision stating it is invalid, based on the case example in Decision No. 315/PDT/2021/PT.Mdn. Based on the Decision, the deed of the RUPS-LB is invalid because it violates the provisions of the applicable laws and regulations. As a result, the deed of the RUPS LB, which originally had perfect evidentiary force, was then degraded into a deed under hand. Abstrak Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) didahului dengan pemanggilan RUPS untuk memastikan pemegang saham mengetahui kapan dan dimana RUPS diselenggarakan dan mengetahui apa yang akan dibahas atau diputuskan dalam RUPS berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Terdapat kasus penyelenggaraan RUPS dilangsungkan tanpa melakukan pemanggilan terhadap pemegang saham, sehingga berdampak terhadap legalitas akta berita Acara RUPS dalam hal ini RUPS-LB yang dibuat oleh Notaris. Adapun rumusan masalah penelian sebagai berikut: 1. bagaimana legalitas Akta RUPS-LB yang dibuat tanpa sepengetahuan salah satu pemegang saham? 2. bagaimana akibat hukum terhadap akta RUPS-LB yang dibuat tanpa sepengetahuan salah satu pemegang saham? Metode yang digunakan adalah penelitian hukum Normatif. Hasil penelitian ini adalah legalitas suatu akta RUPS-LB yang dibuat tanpa sepengetahuan salah satu pemegang saham adalah sah secara hukum karena telah dituangkan oleh notaris ke dalam akta otentik. Hal ini berlaku sepanjang tidak ada putusan hakim yang menyatakan tidak sah, berdasarkan contoh kasus dalam Putusan No. 315/PDT/2021/PT.Mdn. Berdasarkan Putusan tersebut, akta RUPS-LB menjadi tidak sah karena melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akibat hukumnya akta RUPSL-LB tersebut yang semulanya mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna kemudian terdegradasi menjadi akta di bawah tangan.
URGENSI PERUBAHAN PENGATURAN SYARAT PENGANGKATAN NOTARIS UNTUK MEWUJUDKAN PROFESIONALISME JABATAN NOTARIS DI INDONESIA Aldi, Aldi
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i1.86750

Abstract

Abstract  Notary is a public official who is authorized to make authentic deeds and has other authorities as referred to in the Notary Position Law or based on other laws. To create notaries who have extensive skills and knowledge, a strict selection is needed to become a notary, currently the Notary Position Law has not really regulated the latest requirements in accordance with current developments, when there is a Minister of Law and Human Rights Regulation related to the requirements for the appointment of notaries, it is always canceled because it conflicts with the Notary Position Law. The purpose of this study is to determine and analyze the Urgency of Changes in the Regulation of Notary Appointment Requirements to Realize the Professionalism of the Notary Position in Indonesia.The method used is Normative Legal Research, with the nature of the research, namely Descriptive analytical, research sources in the form of primary legal materials and secondary legal materials and non-law materials or so-called tertiary legal materials, using Primary and Secondary Legal Material Collection Techniques, and Direct Communication Techniques by interviewing related parties.  Based on the results of the research conducted by the author, the Notary Appointment in the Notary Position Law is currently irrelevant, due to the reality that occurs in the field today, including many public reports on Notary Problems, the large number of Kenotariatan master graduates who want to become Notaries, and the incompatibility of the rules in the Notary Position Law so as to provide a Negative view that the current requirements that are not regulated by law as a place to seek fees and business solely and are outlined in the association regulations are legalized and binding and force to all prospective notaries and extraordinary members. The purpose of the presence of the Minister of Law and Human Rights Regulation is to regulate the terms of appointment of Notaries to strive to improve the quality of Notaries in providing excellent, fast, effective and efficient services to the public, it is necessary to prepare Notaries with quality and integrity but are always canceled so that it is hoped that changes in the terms of appointment in the Notary Office Law and give the Minister of Law and Human Rights the authority to regulate the terms of appointment according to needs, so that the terms of appointment of Notaries can create justice, certainty, and legal benefits for prospective Notaries and to realize the Professionalism of the Notary OAbstrakNotaris merupakan Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau berdasarkan undang-undang lainnya. Untuk menciptakan notaris yang mempunyai skill dan pengetahuan yang luas, dibutuhkan seleksi yang ketat untuk menjadi notaris, saat ini Undang-Undang Jabatan Notaris belum terlalu mengatur syarat terbaru sesuai dengan perkembangan saat ini, pada saat adanya Peraturan menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia terkait syarat untuk pengangkatan notaris, selalu dibatalkan karena bertentangan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis Urgensi Perubahan pengaturan Syarat Pengangkatan Notaris untuk Mewujudkan Profesionalisme Jabatan Notaris di IndonesiaMetode yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif, dengan Sifat penelitian yaitu Deskriptif analitis, sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder dan bahan non hukum atau yang disebut bahan hukum tersier, menggunakan Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Primer dan Sekunder, dan Teknik Komunikasi Langsung dengan mewawancarai pihak terkait.  Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, Pengangkatan Notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris saat ini sudah tidak relevan, dikarenakan Realita yang terjadi dilapangan saat ini diantaranva banyak laporan masyarakat terhadap Permasalahan Notaris, banyak nya lulusan magister Kenotariatan yang ingin menjadi Notaris, serta tidak sesuai nya aturan yang ada di Undang-Undang Jabatan Notaris sehingga   memberikan pandangan Negatif bahwa syarat yang ada saat ini yang tidak diatur oleh undang-undang sebagai tempat untuk mencari biaya dan bisnis semata-mata dan dituangkan dalam peraturan perkumpulan dilegalkan dan mengikat dan memaksa kepada seluruh calon notaris dan anggota luar biasa. Tujuan Kehadiran Peraturan Menteri Hukum dan HAM membuat regulasi syarat pengangkatan Notaris untuk mengupayakan meningkatkan kualitas Notaris dalam memberikan pelayanan prima, cepat, efektif dan efisien kepada masyarakat, perlu mempersiapkan Notaris yang berkualitas dan berintegritas   tetapi selalu dibatalkan sehingga diharapkan perubahan syarat pengangkatan di Undang-Undang Jabatan Notaris dan memberikan kewenangan kepada Menteri Hukum dan Ham memubat regulasi syarat pengangakatan sesuai dengan kebutuhan, agar syarat pengangkatan Notaris bisa menciptakan keadilan, Kepastian, dan kemanfaatan Hukum bagi calon Notaris serta untuk Mewujudkan Profesionalisme Jabatan Notaris di Indonesiaffice in Indonesia.
ANALSIS PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI DALAM PELELANGAN HAK ATAS TANAH STUDI KASUS PT. BANK PANIN INDONESIA Tbk KANTOR CABANG PEMBANTU SANGGAU Chi, Roynald Christian; Bangun, Budi Hermawan; Alhadiansyah, H.
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 2, No 1 (2023): Volume 2, Issue 1, October 2023
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v2i1.68019

Abstract

The implementation of parate execution in the auction of land and building rights is still far from expected. In fact, the execution at PT. Bank Panin-Sanggau Sub-Branch Office is quite difficult to do. One of the reasons is that there is a lawsuit filed by the debtor on the basis of the difference in the initial value of the land, so that the KPKNL itself cannot execute the guarantee object. This writing is the writing of socio-legal law using qualitative analysis. The data used in this writing is primary data (field research) which is the object of writing and is complemented by data obtained from laws and regulations and literature (liberary research) related to the author's writing. The results of writing there are obstacles faced by PT. Panin Bank-Sanggau Sub-Branch Office in carrying out the execution of mortgage rights. The obstacle is that there is an objection note and a lawsuit filed by the debtor in court to hinder the process of executing the mortgage rights so that credit disbursement becomes hampered. This causes the principle of fast, cheap and easy execution is not be implemented properly. There needs to be socialization to the community regarding credit by banking both the mechanism and its impact on the community so that there is an understanding in the community to settle obligations in paying credit to banks. In order to solve the problem of difficulty in finding buyers, KPKNL needs to socialize the mechanism for purchasing land and/or buildings through auctions.  Pelaksanaan parate eksekusi pada pelelangan hak atas tanah dan bangunan masih jauh dari apa yang diharapkan. Pada kenyataanya, pelaksanaan eksekusi pada PT. Bank Panin Kantor Cabang Pembantu Sanggau cukup sulit untuk dilakukan, salah satu alasan adanya gugatan yang dilakukan oleh debitur atas dasar perbedaan nilai aprisial tanah, sehingga Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sendiri tidak dapat melakukan eksekusi atas jaminan karena adanya gugatan tersebut. Penulisan ini merupakan penulisan Hukum Sosio-legal dengan menggunakan Analisa kualitatif. Data yang digunakan didalam penulisan ini primer (field research) yang menjadi objek penulisan dan dilengkapi dengan data-data yang didapatkan dari Peraturan Perundang-Undangan dan literatur-litratur (liberary research) yang berhubungan dengan penulisan penulis. Hasil penulisan terdapat kendala yang dihadapi oleh PT Bank Panin Kantor Cabang Pembantu Sanggau dalam pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan. Kendalanya yaitu adanya nota keberatan sampai dengan gugatan ke pengadilan yang dilakukan oleh debitur dalam menghambat proses pelaksanaan parate eksekusi hak tanggungan sehingga pencairan kredit menjadi terhambat. Hal ini menyebabkan asas eksekusi yang cepat murah dan mudah menjadi tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat mengenai perkreditan oleh perbankan baik mekanisme serta dampaknya bagi masyarakat sehingga adanya pemahaman didalam masyarakat untuk menyelesaikan kewajiban dalam pembayaran kredit terhadap bank. Untuk menyelesaikan permasalahan sulitnya mencari pembeli, KPKNL perlu untuk mensosialisasikan mekanisme pembelian tanah dan atau bangunan melalui lelang.  Kata Kunci: parate eksekusi, hak tanggungan, kredit macet, pelelangan
UPAYA NOTARIS DALAM MENGHADAPI TANTANGAN PERLINDUNGAN TERHADAP DATA PENGHADAP DI ERA DIGITAL Kalkhove, Bella Ariesta; Rohani, Siti; Alhadiansyah, Alhadiansyah
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 1, No 2 (2023): Volume 1, Issue 2, April 2023
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v1i2.63728

Abstract

AbstractThe development of the digital era has brought various changes, both positive impacts that can be used as well as possible. But at the same time, the digital era also brings a lot of negative impacts so that it becomes a new challenge. In the digital era, there are many crimes that utilize personal data. In 2021, there has been an alleged data leak allegedly belonging to Bank Jatim and in 2022, a data leak is suspected to have occurred again at a state-owned company (Indihome). This case of data leakage does not rule out the possibility that it could happen to a Notary because the Notary plays a role in storing personal data. Notaries in the digital era are maintaining the security of data storage of appearers from digital disturbances such as data theft. The formulation of the problem in this research is the extent of legal protection for Notaries in facing challenges to appearers   data in the Digital Age and what efforts have been made by Notaries in facing challenges in protecting presbyers' data in the Digital Age. The purpose of this research is to find out and analyze Legal Protection for Notaries in facing challenges to appearers   data in the Digital Age as well as the efforts made by Notaries in facing challenges in protecting appearers   data in the Digital Age. The research method used is normative legal research. In this study the approach used is the statutory approach and the analytical approach. The results of this study are that the protection of personal data in the digital era does not yet have laws and regulations that specifically regulate the form of legal protection for the personal data of the parties. The efforts made by the Notary are: (1) Not to disseminate or publish without permission from the appearers and witnesses; (2) Do not submit data or documents relating to the identity of the appearer to other parties who have no interest in the deed; (3) Notaries must be careful and thorough in carrying out their duties and re-examine the personal data of the parties; and (4) Notaries granted access rights should be used without violating the provisions of the applicable norms.AbstrakPerkembangan era digital telah membawa berbagai perubahan, baik dampak positif yang bisa digunakan sebaik-baiknya. Tetapi dalam waktu yang bersamaan, era digital juga membawa banyak dampak negatif sehingga menjadi tantangan baru. Di era digital banyak terjadi kejahatan yang memanfaatkan data pribadi.  Pada tahun 2021,  sudah terjadi dugaan kebocoran data yang   diduga milik Bank Jatim dan pada tahun 2022, Kebocoran data diduga kembali terjadi di perusahaan pelat merah (Indihome). Kasus kebocoran data ini, tidak menutup kemungkinan bisa terjadi pada Notaris karena Notaris berperan dalam menyimpan data pribadi. Notaris pada era digital yakni menjaga keamanan penyimpanan data para penghadap dari gangguan digital seperti pencurian data. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauhmana perlindungan hukum bagi Notaris dalam menghadapi tantangan terhadap data penghadap di Era Digital dan apa upaya yang dilakukan Notaris dalam menghadapi tantangan perlindungan   terhadap data penghadap di Era Digital. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis Perlindungan Hukum bagi Notaris dalam menghadapi tantangan terhadap data penghadap di Era Digital serta upaya yang dilakukan Notaris dalam menghadapi tantangan perlindungan   terhadap data penghadap di Era Digital. Metode penelitian yang digunakan penelitian hukum normatif. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis. Hasil dari penelitian ini bahwa perlindungan terhadap data pribadi di Era digital belum memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur secara spesifik tentang bentuk perlindungan hukum terhadap data pribadi para pihak. Adapun upaya yang dilakukan Notaris yakni: (1) Tidak menyebarluaskan atau mempublish tanpa izin dari para penghadap dan saksi-saksi; (2) Tidak menyerahkan data-data atau dokumen-dokumen yang menyangkut tentang identitas penghadap kepada pihak lain yang tidak berkepentingan dalam akta; (3) Notaris harus memiliki kehati-hatian dan ketelitian dalam menjalankan tugasnya serta memeriksa kembali data-data pribadi para pihak; dan (4) Notaris diberikan hak akses hendaknya dipergunakan tanpa melanggar ketentuan norma yang berlaku.
IMPLIKASI KEWAJIBAN NOTARIS DALAM PELAPORAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERHADAP PRINSIP KERAHASIAAN JABATAN NOTARIS Vionita, Maria; Tinambunan, Regina Irene; Astrinitha, Mega
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 4, No 1 (2025): Volume 4, Issue 1, October 2025
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v4i1.100390

Abstract

Abstract Notaries hold a strategic role within the Indonesian legal system, not only as public officials authorized to produce authentic deeds but also as responsible parties in the prevention of money laundering crimes (TPPU). However, the obligation to report suspicious financial transactions, as stipulated in various regulations such as Law Number 8 of 2010 and its derivative provisions, often conflicts with the principle of professional confidentiality that underpins notarial ethics. This study aims to analyze the legal implications of the notary's reporting obligations in the context of money laundering and how this affects the principle of professional confidentiality. Using a normative legal research method with a conceptual approach and literature study, this research shows that although regulations mandate notaries to report suspicious transactions, there are still several implementation challenges, including regulatory inconsistencies, limited understanding, and ethical dilemmas. In addition, suboptimal reporting systems and lack of training also weaken the effectiveness of the notary’s role.This study recommends the need for regulatory strengthening, continuous training and education, the development of efficient reporting systems, strict enforcement of professional ethics, and enhanced inter-institutional collaboration. With a more integrative and systemic approach, the role of notaries as front-line actors in preventing money laundering can be optimized without disregarding the confidentiality principle that forms the foundation of notarial professionalism. Abstrak Notaris memiliki peran strategis dalam sistem hukum Indonesia, tidak hanya sebagai pejabat umum pembuat akta autentik, tetapi juga sebagai pihak yang turut bertanggung jawab dalam pencegahan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, kewajiban pelaporan transaksi mencurigakan oleh notaris sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi, seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dan peraturan turunan lainnya, sering kali berbenturan dengan prinsip kerahasiaan jabatan yang menjadi dasar etika profesi kenotariatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi hukum terhadap kewajiban pelaporan notaris dalam konteks TPPU dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi prinsip kerahasiaan profesi. Menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan konseptual dan studi kepustakaan, penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun regulasi telah mewajibkan notaris untuk melaporkan transaksi mencurigakan, masih terdapat kendala implementasi seperti ketidaksesuaian regulasi, keterbatasan pemahaman, serta dilema etika profesional. Di samping itu, sistem pelaporan yang belum optimal dan minimnya pelatihan juga memperlemah efektivitas peran notaris. Penelitian ini merekomendasikan perlunya penguatan regulasi, peningkatan pelatihan dan edukasi berkelanjutan, pengembangan sistem pelaporan yang efisien, penegakan etika profesi, serta penguatan kolaborasi antar lembaga. Dengan pendekatan yang lebih integratif dan sistemik, peran notaris sebagai garda depan dalam pencegahan TPPU dapat lebih optimal, tanpa mengabaikan asas kerahasiaan jabatan yang menjadi pilar profesionalisme kenotariatan.
PERTANGGUNGJAWABAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH TERHADAP PENANDATANGANAN AKTA JUAL BELI TANAH OLEH PARA PIHAK SEBELUM PEMBAYARAN PAJAK Ilmi, Nabila Putri; Azizurrahman, Hasyim; Bangun, Budi Hermawan
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i1.94120

Abstract

Abstract The transfer of land rights through sale and purchase can only be registered if proven by a deed made by a Land Deed Making Officer (PPAT). One of the requirements that must be met by the parties before signing the deed of sale and purchase before the PPAT is to pay the sale and purchase tax on land and/or building rights. The problems are: first, what are the legal consequences of the deed of sale and purchase of land rights that have been signed by the parties before the obligation to pay taxes is fulfilled? second, what is the responsibility for signing the deed of sale and purchase of land rights by the parties before the obligation to pay taxes is fulfilled? The research method used is normative legal research with a regulatory approach and a conceptual approach. The results of the study indicate that the legal consequences of the deed of sale and purchase of land rights that have been signed by the parties before the obligation to pay taxes is fulfilled is that the deed of sale and purchase becomes legally flawed, namely being degraded into a deed underhand, can be canceled or canceled by law because it was made without complying with applicable laws and regulations and does not meet the formal and material requirements of an authentic deed. Meanwhile, the PPAT's responsibility for the signing of the deed of sale and purchase of land rights by the parties before the fulfillment of the obligation to pay taxes is administrative responsibility, civil responsibility and responsibility based on the PPAT code of ethics. Abstrak Peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak sebelum dilakukannya penandatanganan akta jual beli dihadapan PPAT adalah melakukan pembayaran pajak jual beli hak atas tanah dan/atau bangunan. Adapun yang menjadi permasalahan: pertama, bagaimana akibat hukum terhadap akta jual beli hak atas tanah yang telah ditandatangani oleh para pihak sebelum terpenuhinya kewajiban pembayaran pajak? kedua, bagaimana pertanggungjawaban terhadap penandatanganan akta jual beli hak atas tanah oleh para pihak sebelum terpenuhinya kewajiban pembayaran pajak? Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat hukum terhadap akta jual beli hak atas tanah yang telah ditandatangani oleh para pihak sebelum terpenuhinya kewajiban pembayaran pajak adalah akta jual beli tersebut menjadi cacat hukum, yaitu terdegradasi menjadi akta di bawah tangan, dapat dibatalkan atau batal demi hukum karena dibuat tanpa mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku serta tidak memenuhi syarat formil dan materiil akta otentik. Sedangkan pertanggungjawaban PPAT terhadap penandatanganan akta jual beli hak atas tanah oleh para pihak sebelum terpenuhinya kewajiban pembayaran pajak adalah pertanggungjawaban secara administratif, pertanggungjawaban secara perdata dan pertanggungjawaban berdasarkan kode etik PPAT.
DISHARMONISASI PENERAPAN PENENTUAN BATAS UMUR KECAKAPAN DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH Sinaga, Luad Backmon Berkat Parulian; Bangun, Budi Hermawan; Agus, Agus
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 2, No 2 (2024): Volume 2, Issue 2, April 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v2i2.65231

Abstract

AbstractThis article aims to analyze a case study where a 19-year-old inherits a piece of land and intends to sell it, the transaction faces rejection by the Land Office due to the seller's age, considered insufficiently mature according to Civil Law. This legal issue leads to a legal dualism, causing uncertainty in determining the age at which someone is deemed legally capable to transact, conflicting with UU No. 30 Year 2004 regarding Notary Positions and Civil Law. The research problem addresses the determination of legal age for land rights transfer, exploring differences in age determinations under UU No. 30 Year 2004 and UU No. 2 Year 2014 concerning Notary Positions and Civil Law, and proposing solutions to this inconsistency. The research aims to analyze age determinations in land rights transfer. Through legal literature review using normative juridical methods, it concludes that legal capacity for land transactions, documented by a Notary, should align with UU No. 30 Year 2004 and UU No. 2 Year 2014, setting the age at 18 years. The disparity in age determinations between UU No. 30 Year 2004, UU No. 2 Year 2014, and Civil Law stems from the lack of uniformity and legal certainty in legislation regarding the legal age for transactions. To resolve this, legal age determinations for land transactions should adhere to the specific provisions of UU No. 30 Year 2004 and UU No. 2 Year 2014 governing Notary Positions. Therefore, the solution for determining legal age for land transactions documented by a Notary is to fix it at 18 years in accordance with UU No. 30 Year 2004 and UU No. 2 Year 2014, as supported by SEMA No. 3 Year 1963, which designates the Civil Law as a guiding principle rather than a legal code.  AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji studi kasus ketika seorang anak berusia 19 tahun mewarisi sebidang tanah dan bermaksud untuk menjualnya, namun transaksi tersebut ditolak  oleh Kantor Pertanahan karena usia penjual yang dianggap belum cukup dewasa menurut Hukum Perdata. Persoalan hukum ini menimbulkan dualisme hukum sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam menentukan usia seseorang yang dianggap cakap secara hukum untuk bertransaksi, bertentangan dengan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Hukum Perdata. Permasalahan penelitian ini membahas mengenai penentuan usia sah peralihan hak atas tanah, mengeksplorasi perbedaan penentuan usia berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 2004 dan UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan Hukum Perdata, serta mengusulkan solusi atas ketidaksesuaian tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penentuan umur dalam peralihan hak atas tanah. Melalui tinjauan pustaka hukum dengan menggunakan metode yuridis normatif, disimpulkan bahwa kapasitas hukum atas transaksi tanah yang didokumentasikan oleh Notaris harus sejalan dengan UU No. 30 Tahun 2004 dan UU No. 2 Tahun 2014, menetapkan usia 18 tahun. Adanya disparitas penentuan usia antara UU No. 30 Tahun 2004, UU No. 2 Tahun 2014, dan Hukum Perdata bermula dari belum adanya keseragaman dan kepastian hukum dalam peraturan perundang-undangan mengenai batas usia sah untuk bertransaksi. Untuk mengatasi hal ini, penentuan usia sah suatu transaksi tanah harus mengacu pada ketentuan khusus UU No. 30 Tahun 2004 dan UU No. 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Oleh karena itu, solusi penentuan umur sahnya transaksi tanah yang didokumentasikan oleh Notaris adalah dengan menetapkannya pada usia 18 tahun sesuai UU No. 30 Tahun 2004 dan UU No. 2 Tahun 2014, didukung oleh SEMA No. 3 Tahun 1963 yang menetapkan Hukum Perdata sebagai asas dan bukan sebagai kitab undang-undang.
PENYELESAIAN HUKUM DALAM WARIS ADAT BATAK TOBA TERHADAP AHLI WARIS MUSLIM Editya, Melia Lovy; Purwanti, Evi; Djun'Astuti, Erni
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 1, No 2 (2023): Volume 1, Issue 2, April 2023
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v1i2.58938

Abstract

Abstract  The Toba Batak indigenous people are people who are thick with the prevailing customary system. Talking about the Batak, it means talking about the indigenous Batak community, the majority of which are non-Muslim communities, of course also in matters that are closely related to inheritance, religious backgrounds, gender domination, and the like. This study has the following research objectives, namely to analyze the rule of law in the settlement of Batak Toba customary inheritance disputes for Muslim and non-Muslim heirs and to analyze legal reviews in the settlement of Toba Batak customary inheritance disputes against Muslim heirs using a juridical research methodology. normative, the results obtained in the form of solving problems in the distribution of Batak Toba traditional inheritance through family deliberation, mandatory wills based on Supreme Court Decision No. 368K/AG/1995 and Court Decision No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg concerning Status Determination for Muslim Heirs in the Inheritance of Non-Muslim Heirs.Abstrak  Masyarakat adat Batak Toba merupakan masyarakat yang kental akan sistem adat yang berlaku. Berbicara tentang Batak, artinya berbicara tentang masyarakat adat Batak yang mayoritas merupakan masyarakat non muslim, tentu juga dalam hal-hal yang erat kaitannya dengan kewarisan, latar belakang perbedaan agama, dominasi gender yang terus diindahkan dan sejenisnya. Penelitian ini memiliki tujuan penelitan sebagai berikut, yaitu untuk menganalisis aturan hukum dalam penyelesaian sengketa waris adat Batak Toba bagi ahli waris yang muslim dan non-muslim dan untuk menganalisis tinjauan hukum dalam penyelesaian sengketa waris adat Batak   Toba terhadap ahli waris muslim dengan menggunakan metodologi penelitian yuridis normatif, maka didapatkan hasil penelitian berupa penyelesaian masalah dalam pembagian waris adat Batak Toba melalui musyawarah keluarga, wasiat wajibah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung No. 368K/AG/1995 dan Putusan Pengadilan No. 4/Pdt.P/2013/PA.Bdg tentang Penentuan Status Bagi Ahli Waris Muslim Dalam Harta Waris dari Pewaris Non-Muslim.
TANGGUNG JAWAB NOTARIS ATAS PELANGGARAN TERHADAP PENANDATANGANAN AKTA YANG TIDAK DILAKUKAN DIHADAPAN NOTARIS Lutfia, Lutfia; Bangun, Budi Hemawan; Alhadiansyah, Alhadiansyah
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 1, No 1 (2022): Volume 1, Issue 1, October 2022
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v1i1.58935

Abstract

Abstract                       The deed made by or before a Notary is an authentic deed, the party who denies the truth of an authentic deed must be able to prove otherwise. It is necessary to review further regarding the practice of signing a deed that is not done before a notary and the responsibility of a notary who does not sign a deed that is done in his presence. It is intended to answer the problem, how is the strength of proof of a notary deed whose signing is not carried out before a notary but is carried out before a notary employee, how is the notary's legal responsibility for a deed he made that was not signed before a notary but was carried out before a notary employee and how the efforts were made to prevent acts against the law carried out by a notary in making a deed. Conclusion in the first study, the strength of proof of a notary deeds whose signing is not done before a notary but is carried out in front of a notary employee, then the deed is not authentic and has no legal force. Based on the provisions of Law no. 2 of 2014 jo. UU no. 30 of 2004 concerning the Position of a Notary, Article 16 Paragraph (1) letter m states that: "read the Deed in front of an audience in the presence of at least 2 witnesses, or 4 witnesses specifically for the making of a private will and signed at the time of it is also by the appearers, witnesses, and notaries. Second, the notary's legal responsibility for the deed he made which was not signed before a notary but was carried out before a notary employee, the notary's responsibility in the event of an unlawful act in making the deed is a consequence and punishment to the notary, can be asked for civil liability, compensation and interest is the result that will be received by the Notary on the demands of the parties if the deed in question only has the power of proof as an underhand deed. parties regarding the standard rules that the signing of a notary deed must be done before a notary.Keywords: notary; responsibility; violation and deed signingAbstrak  Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris adalah akta autentik, pihak yang membantah kebenaran suatu akta autentik harus dapat membuktikan sebaliknya. Perlu ditinjau lebih jauh mengenai praktik penandatanganan akta yang tidak dilakukan di hadapan notaris dan tanggung jawab notaris yang tidak menandatangani akta yang dilakukan di hadapannya. Dimaksudkan untuk menjawab permasalahan, bagaimana kekuatan pembuktian akta notaris yang penandatanganannya tidak dilakukan dihadapan notaris melainkan dilakukan dihadapan karyawan notaris, bagaimana pertanggung jawaban hukum notaris atas akta yang dibuatnya yang tidak ditandatangani dihadapan notaris melainkan dilakukan dihadapan karyawan notaris dan bagaimana upaya yang dilakukan dalam mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh notaris dalam pembuatan akta. Kesimpulan dalam penelitian Pertama, Kekuatan pembuktian akta notaris yang penandatanganannya tidak dilakukan dihadapan notaris melainkan dilakukan dihadapan karyawan notaries, maka akta tersebut tidak otentik dan tidak memiliki kekuatan hukum. Berdasarkan ketentuan UU No. 2 Tahun 2014 jo. UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Pasal 16 Ayat (1) huruf m menyebutkan bahwa :"membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 orang saksi, atau 4 orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris. Kedua, Pertanggung jawaban hukum notaris atas akta yang dibuatnya yang tidak ditandatangani dihadapan notaris melainkan dilakukan dihadapan karyawan notaris, tanggung jawab Notaris dalam hal terjadi perbuatan melawan hukum dalam pembuatan akta merupakan konsekuensi dan hukuman kepada Notaris, dapat diminta pertanggung jawaban secara perdata, ganti rugi dan bunga merupakan akibat yang akan diterima Notaris atas tuntutan para penghadap jika akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.Ketiga, Upaya yang dilakukan dalam mencegah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan akta, dengan memberikan penjelasan dan pemahaman kepada para pihak tentang aturan yang baku bahwa penandatanganan akta notaris harus dilakukan di hadapan notaris.  Kata kunci : notaris; pelanggaran; dan penandatanganan akta tanggungjawab

Page 2 of 4 | Total Record : 40