cover
Contact Name
Veli Novaliah
Contact Email
vnovaliah@student.untan.ac.id
Phone
+628119504121
Journal Mail Official
acta.borneo.jurnal@hukum.untan.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/tabj/about/editorialTeam
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Tanjungpura Acta Borneo Journal
ISSN : -     EISSN : 30309816     DOI : https://doi.org/10.26418/tabj.v1i1
Core Subject : Social,
We are interested in topics which cover issues in Notarial related law and regulations Indonesia and other countries. Articles submitted might included topical issues in contract law, security law, land law, Administrative Law, Etical codes of Profession, acts and legal documents, and Islamic law related to these topics, etc.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 40 Documents
TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PELAKSANAAN PEMBUATAN AKTA MUSYARAKAH YANG TIDAK SESUAI DENGAN PRINSIP EKONOMI SYARIAH Susanti, Seri; Ismawati, Sri; Widiyastuti, Sri
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 2 (2025): Volume 3, Issue 2, April 2025
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i2.92696

Abstract

Abtsract Musyarakah agreement is a product of a Notary which is stated in the form of a musyarakah deed. The musyarakah deed is based on the sharia principles that bind it. The formulation is: first, what are the principles that must be applied by a Notary in making a musyarakah deed? Second, how is the Notary's responsibility for errors in the implementation of making a musyarakah deed that is not in accordance with the principles of sharia economics in PERMA No. 2 of 2008 concerning the Compilation of Sharia Economic Law? The method used in this study is to use the Normative legal research type. The results obtained from this study are: first, the principles that must be applied by a notary in making a musyarakah deed made by notarial must be in accordance with the principles contained in the Notary Law and the code of ethics, namely the principle of independence, the principle of confidentiality, the principle of legality, the principle of authenticity, the principle of independence, the principle of prudence, the principle of transparency, and the principle of professionalism without abandoning the principles of sharia, in this study namely the principle of profit sharing of sharia economics. Second, the responsibility of the Notary for errors in the implementation of the making of a musyarakah deed that is not in accordance with the provisions of the principles of sharia economics based on case examples, namely errors in Article 136 of PERMA No. 2 of 2008 concerning the Compilation of Sharia Economic Law, namely replacing immaterial losses in the form of a fine determined by the court. Akad musyarakah merupakan produk dari Notaris yang dituangkan dalam bentuk akta musyarakah. Akta musyarakah didasarkan atas prinsip-prinsip syariah yang mengikatnya. adapun rumusan: pertama, apakah prinsip-prinsip yang harus diterapkan oleh Notaris dalam pembuatan akta musyarakah? Kedua, bagaimana tanggung jawab Notaris atas kesalahan pelaksanaan pembuatan akta musyarakah yang tidak sesuai dengan prinsip ekonomi syariah dalam PERMA No 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian hukum Normatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: pertama, dalam prinsip-prinsip yang harus diterapkan oleh notaris dalam pembuatan akta musyarakah yang dibuat secara notariil harus sesuai dengan prinsip yang termuat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris maupun kode etik, yakni prinsip independensi, prinsip kerahasiaan, prinsip legalitas, prinsip otentisitas, prinsip kemandirian, prinsip kehati-hatian, prinsip transparansi, serta prinsip profesionalisme dengan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip syariah, dalam penelitian ini yakni prinsip bagi hasil ekonomi syariah. Kedua, tanggung jawab Notaris atas kesalahan pelaksanaan pembuatan akta musyarakah yang tidak sesuai dengan ketentuan prinsip ekonomi syariah berdasarkan contoh kasus, yakni kesalahan atas Pasal 136 PERMA No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yakni mengganti kerugian immaterial berupa denda uang yang ditetapkan oleh pengadilan. Akad musyarakah merupakan produk dari Notaris yang dituangkan dalam bentuk akta musyarakah. Akta musyarakah didasarkan atas prinsip-prinsip syariah yang mengikatnya. adapun rumusan: pertama, apakah prinsip-prinsip yang harus diterapkan oleh Notaris dalam pembuatan akta musyarakah? Kedua, bagaimana tanggung jawab Notaris atas kesalahan pelaksanaan pembuatan akta musyarakah yang tidak sesuai dengan prinsip ekonomi syariah dalam PERMA No 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian hukum Normatif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: pertama, dalam prinsip-prinsip yang harus diterapkan oleh notaris dalam pembuatan akta musyarakah yang dibuat secara notariil harus sesuai dengan prinsip yang termuat dalam Undang-Undang Jabatan Notaris maupun kode etik, yakni prinsip independensi, prinsip kerahasiaan, prinsip legalitas, prinsip otentisitas, prinsip kemandirian, prinsip kehati-hatian, prinsip transparansi, serta prinsip profesionalisme dengan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip syariah, dalam penelitian ini yakni prinsip bagi hasil ekonomi syariah. Kedua, tanggung jawab Notaris atas kesalahan pelaksanaan pembuatan akta musyarakah yang tidak sesuai dengan ketentuan prinsip ekonomi syariah berdasarkan contoh kasus, yakni kesalahan atas Pasal 136 PERMA No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yakni mengganti kerugian immaterial berupa denda uang yang ditetapkan oleh pengadilan.
PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM NOTARIS TERHADAP MINUTA AKTA DALAM PROTOKOL NOTARIS YANG MUSNAH AKIBAT KEBAKARAN SEBAGAI KEADAAN MEMAKSA Latifah, Nur
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 1 (2024): Volume 3, Issue 1, October 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i1.86822

Abstract

Abstract  Notary protocol is a collection of documents that constitute state archives that must be properly stored and maintained by the notary in accordance with the provisions of laws and regulations. The obligation to keep the Notary protocol is to safeguard the authenticity of a deed by keeping the deed in its original form. Force majeure can pose challenges to the notary's ability to fulfil their obligations which may lead to the destruction or damage of deed minutes. Force majeure can be in the form of fire. This research examines the legal framework governing the obligations and responsibilities of notaries with respect to deed minutes within the notary protocol and investigates the legal accountability of notaries for deed minutes destroyed by fire, a force majeure event. This study employed a normative legal approach which involved literature reviews on Notary Protocols and Archives, utilising a statutory approach. The approaches adopted in this research are statutory approach and conceptual approach. Data collection techniques involved interviews and literature studies. Primary data were gathered through interviews, while secondary data were derived from various sources such as literature, books, and relevant laws and regulations. The research findings indicate that if the Notarial Deed Minutes were destroyed due to force majeure circumstances such as a fire, the notary could not be held legally accountable in civil, criminal, and administrative aspects as it did not fulfil the elements of fault and negligence on the part of the notary, and the destruction fell outside the notary's control. This study also highlights the need for formal legal regulations governing Notary Protocols in force majeure situations and clear and systematic Standard Operating Procedures (SOPs) to address storing Notary protocols to guarantee legal certainty for notaries and all parties involved.AbstrakProtokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh Notaris sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kewajiban dalam menyimpan protokol Notaris untuk menjaga keauntetikan suatu akta dengan menyimpan akta dalam bentuk aslinya. Dalam keadaan memaksa dapat membuat Notaris tidak dapat menjalankan kewajiban tertentu yang mengakibatkan minuta akta Notaris itu musnah atau rusak. Keadaan memaksa dapat berupa kebakaran. Tujuan dari penelitian ini untuk Menganalisis pengaturan kewajiban dan tanggung jawab Notaris terhadap minuta akta sebagai bagian dari protokol Notaris dan menganalisis pertanggungjawaban hukum Notaris terhadap minuta akta dalam protokol Notaris yang musnah akibat kebakaran sebagai keadaan memaksa. Metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka tentang Protokol Notaris dan Kearsipan, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep. Teknik Pengumpulan data dengan wawancara dan studi pustaka. Data primer bersumber dari wawancara, dan data sekunder bersumber dari literatur, buku-buku, maupun undang-undang. Hasil penelitian menyatakan bahwa apabila Minuta Akta musnah disebabkan keadaan memaksa (force majeure) seperti kebakaran, maka Notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum secara perdata, pidana dan administratif karena tidak memenuhi unsur kesalahan dan kelalaian Notaris didalamnya dan ini terjadi di luar kuasanya. Saran yang diberikan penulis adalah diperlukannya aturan hukum yang mengatur terkait protokol Notaris dalam keadaan memaksa dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas serta sistematis untuk tata cara penyimpanan protokol Notaris agar menjadi jaminan kepastian hukum bagi Notaris dan Para Pihak.
KEPASTIAN HUKUM ATAS HARTA BERSAMA SETELAH PERCERAIAN DALAM PERKAWINAN TIDAK TERCATAT MENURUT HUKUM ADAT TIONGHOA stevany, stevany; Sagio, Ibrahim; Alhadiansyah, Alhadiansyah
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 2, No 1 (2023): Volume 2, Issue 1, October 2023
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v2i1.67255

Abstract

AbstractThe authors raised the issue of legal certainty regarding the distribution of joint assets after a divorce based on Chinese customary law. In the provisions of Article 37 of Law Number 1 of 1974 which states that "If a marriage is broken up due to divorce, joint assets are regulated according to their respective laws, namely according to religious law, customary law, and other laws. Based on the foregoing, the purpose of writing this thesis is to analyze the status of shared assets acquired during marriages performed according to Chinese custom and to analyze the legal certainty of sharing joint assets after divorce in traditional Chinese marriages. The research use empirical normative research with a case approach and a statute approach.Based on the results of the research, the answer was that the position of joint property in Chinese society after the divorce occurred, that is, the husband's assets that had existed before the marriage took place remained in control and fully belonged to the husband, while the wife's assets that had existed before the marriage took place remained in the hands of the husban,. mastery and fully become the right of the wife. Regarding joint assets acquired during marriage, both husband and wife can use them according to their agreement. The legal certainty of the distribution of joint assets after a divorce in Chinese custom, namely for joint assets if there is no agreement regarding the distribution, then the Civil Law Code applies. , where the division of joint assets in the event of a divorce is divided by 2 (two), both the assets brought before and acquired during the marriage along with the debts. For the distribution of union assets in the form of movable objects, in practice these objects can be directly divided in half according to the value of the goods. For fixed objects in the form of land, the land is sold first and then the proceeds from the sale are divided in half and for the distribution of land that is under guarantee status, the land can be auctioned off for debt repayment and the remainder can be divided in half between the ex-husband and wife.AbstrakDalam penelitian ini, penulis mengangkat masalah kepastian hukum mengenai pembagian harta bersama setelah perceraian berdasarkan hukum adat Tionghoa. Dalam ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa "Jika suatu perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing, yaitu menurut hukum agama, hukum adat, dan undang-undang lainnya. Berdasarkan hal tersebut di atas, tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis status harta bersama yang diperoleh selama perkawinan yang dilakukan menurut adat Tionghoa dan menganalisis kepastian hukum pembagian harta bersama setelah perceraian dalam perkawinan adat Tionghoa. Penelitian ini merupakan penelitian normatif empiris dengan pendekatan kasus dan pendekatan undang-undang. Berdasarkan hasil penelitian,kedudukan harta bersama dalam masyarakat Tionghoa setelah terjadi perceraian, yaitu harta suami yang telah ada sebelum perkawinan dilangsungkan tetap dikuasai dan sepenuhnya menjadi milik suami, sedangkan harta kekayaan istri yang telah ada sebelum perkawinan dilangsungkan tetap berada di tangan suami, penguasaan dan sepenuhnya menjadi hak istri. Mengenai harta bersama yang diperoleh selama perkawinan, baik suami maupun istri dapat menggunakannya sesuai dengan kesepakatan mereka. Kepastian hukum pembagian harta bersama setelah perceraian dalam adat Tionghoa, yaitu untuk harta bersama jika tidak ada kesepakatan mengenai pembagian, maka berlaku KUH Perdata. , dimana pembagian harta bersama dalam hal terjadi perceraian dibagi 2 (dua), baik harta yang dibawa sebelum dan diperoleh selama perkawinan beserta hutang-hutangnya. Untuk pembagian harta gabungan yang berupa benda bergerak, dalam prakteknya benda-benda tersebut dapat langsung dibagi dua sesuai dengan nilai barangnya. Untuk benda tetap berupa tanah terlebih dahulu dijual tanahnya kemudian hasil penjualannya dibagi dua dan untuk pembagian tanah yang berstatus jaminan tanahnya dapat dilelang untuk pelunasan utang dan sisanya dapat dibagi dua antara mantan suami dan istri.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS TERKAIT KEWAJIBAN NOTARIS UNTUK MERAHASIAKAN ISI AKTA DALAM PROSES PEMERIKSAAN DI TAHAP PENYIDIKAN Septio, Dekky; Ismawati, Sri; Agus, Agus
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 1, No 2 (2023): Volume 1, Issue 2, April 2023
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v1i2.58933

Abstract

AbstractConsumer financing transactions are not only regulated based on the will of the parties, between finance companies and consumers as outlined in a written agreement but are also regulated by several administrative laws and regulations. Agreements are the main legal source of consumer financing in terms of civil law, while the other legal source is Law no. 21 of 2011 and several regulations of the Financial Services Authority also regulate administratively in the form of regulation and supervision of consumer finance companies. Based on the background, the formulation of the problem in this study is about the implementation of the authority of the Financial Services Authority in regulating and supervising consumer finance companies as well as actions for violating the provisions set by the Financial Services Authority against consumer finance companies. The type of research used in this study is normative legal research that uses secondary data supported by supporting data in the form of interviews with the OJK Regional 9 West Kalimantan Representative Office, while the approach used in this research is a statutory approach and a conceptual approach. The form of regulation and supervision that is the authority of the OJK as mandated by Law Number 21 of 2011 concerning the OJK has been implemented in the form of regulations from the Financial Services Authority (POJK) as well as in the form of supervision, both direct supervision and indirect supervision carried out by OJK on companies. consumer finance. Violation of the POJK regulations/stipulations can bring legal consequences to finance companies in the form of administrative sanctions, either in the form of notification or fulfillment of predetermined provisions, written warnings, freezing of business activities and revocation of the financing company's business license. The authority to administer administrative sanctions is obtained based on Law No. 21 of 2011. In addition, if necessary, OJK is also given the authority to take administrative action by providing additional sanctions in the form of restrictions on consumer financing business activities and prohibitions on opening a network of representative branch offices other than branch offices that been there before.  AbstrakNegara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum.   Jaminan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dalam masyarakat mensyaratkan adanya tulisan sebagai wujud perbuatan, perjanjian, dan ketetapan hukum yang memiliki kekuatan pembuktian terkuat dan terpenuh. Salah satu tulisan yang mempunyai kekuatan pembuktian terkuat dan terpenuh adalah akta notaris.  Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang mana dalam pembahasan objek penelitian ini menitik beratkan terhadap data kepustakaan (penelahaan terhadap literatur) dan data sekunder, dimana dalam menganalisa data dari objek penelitian dengan mengunakan teori-teori hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam memnganalisa permasalahan yang akan diteliti pesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertuuan memberikan gambaran fakta mengenai permasalahan-permasalahan terkait dengan kerahasiaan akta yang dibuat seorang Notaris dalam memerikan keterangan terkait putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012, peneliti beru menggambarkan suatu keadaan tentang adanya pembaharuan terhadap undang-undang Notaris guna demi perlindungan hukum terhadap Notaris dalam menjalankan tugas jabatanya serta perlindungan hak-hak Notaris yang telah ditentukan oleh undang-undang. Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 1 angka 1 UUJN menyebutkan bahwa Notaris adalah "Pejabat Umum yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang- undang lainnya". Pejabat Umum yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UUJN harus dibaca sebagai Pejabat Publik atau Notaris sebagai Pejabat Publik yang berwenang untuk membuat akta.
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN NOTARIS DALAM MEMBUAT AKTA PERNYATAAN KOMISI JUAL BELI TANAH Habibi, Sy Arifin; Kamarullah, Kamarullah; Widiyastuti, Sri
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 4, No 1 (2025): Volume 4, Issue 1, October 2025
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v4i1.99773

Abstract

Abstract This study aims to examine the regulation of the notary’s duty of prudence in drafting a statement deed and the legal consequences when a notary violates this principle. The research employs a normative juridical method with a descriptive-analytical specification. It uses statutory, conceptual, and case approaches. The results indicate that while regulations governing notarial duties and positions exist, they do not explicitly address the prudence principle. The Notary Position Act does not specifically mention this principle, yet ideally, every notary should apply it in practice. Therefore, notaries must enhance their professional capacity through continuous education, such as notarial seminars, professional certification, or academic forums, to strengthen their understanding of prudence in preparing statement deeds. The legal consequence of failing to apply this principle is that the deed may be null and void or subject to annulment. In this research, the notarial deed may be annulled because it fails to meet the subjective requirement of consent between the parties. Consequently, the notary, as the deed’s drafter, may bear civil, criminal, or administrative liability. Ideally, the notary should receive administrative sanctions such as a warning or reprimand for negligence in applying prudence. However, in the examined case, despite the clear violation of the prudence principle in drafting a unilateral statement deed for a sales commission, the notary faced no sanctions, even though the deed was made without the knowledge of the other party involved in the transaction. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan prinsip kehati-hatian notaris dalam pembuatan akta pernyataan dan konsekuensi hukum apabila notaris melakukan pelanggaran prinsip ini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukan pengaturan mengenai tugas dan jabatan notaris sudah ada, namun belum menjelaskan prinsip kehati-hatian. Undang-Undang Jabatan Notaris tidak menyebutkan secara jelas mengenai prinsip kehati-hatian tetapi idealnya seorang notaris harus menerapkan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, diperlukan peningkatan kapasitas notaris melalui pendidikan berkelanjutan, seperti seminar kenotariatan, sertifikasi profesi atau forum akademik, guna memperkuat pemahaman mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pembuatan akta pernyataan. Akibat hukum dari tidak diterapkannya prinsip kehati-hatian oleh Notaris adalah akta batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Dalam penelitian ini akta notaris dapat dibatalkan karena tidak memenuhi syarat subyektif perjanjian yaitu tidak ada kesesuaian kesepakatan dari para pihak. Konsekuensi hukumnya, notaris sebagai pembuat akta secara normatif dapat dimintai pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun administratif. Seharusnya notaris mendapatkan sanksi administratif berupa teguran atau peringatan karena kelalaiannya dalam menerapkan prinsip kehati-hatian. Namun, dalam kasus yang diteliti memperlihatkan bahwa notaris yang jelas melakukan pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam pembuatan akta pernyataan komisi jual beli ini tidak dikenai sanksi apapun, padahal akta yang dibuat tersebut merupakan akta yang dibuat secara sepihak tanpa diketahui pihak lain yang terlibat dalam jual beli.
TANGGUNG JAWAB HUKUM NOTARIS TERHADAP DEGRADASI AKTA OTENTIK YANG TIDAK DIBACAKAN KEPADA PARA PIHAK Kurnia, Deden; Disni, Ayu Brigytha; Theosalim, Alicia Salsabila
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 2 (2025): Volume 3, Issue 2, April 2025
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i2.92702

Abstract

Abtsract An authentic deed is written evidence made by or before an authorized public official, in this case a notary in accordance with the form and procedures determined by law, as regulated in Article 1 number 1 of Law Number 2 of 2014 concerning amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notary (UUJN). One of the elements in making an authentic deed is the obligation of the notary to read the contents of the deed to the parties before signing as regulated in Article 16 paragraph (1) letter m of the UUJN. Negligence in fulfilling this obligation can cause the deed to experience a degradation of the evidentiary power of an authentic deed to become a private deed. This study uses a normative approach method with an analysis of the provisions of laws and regulations, legal doctrine, and court decisions. The results of the study indicate that a notary who does not read the deed to the parties can be held legally responsible administratively, civilly (through a lawsuit for damages based on default), or criminally if there is an element of intent. Therefore, the fulfillment of formal obligations by a notary is an absolute requirement in maintaining the validity and evidentiary power of an authentic deed in the eyes of the law. Abstrak Akta otentik merupakan alat bukti tertulis yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang, dalam hal ini notaris sesuai dengan bentuk dan tata cara yang ditentukan oleh undang-undang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Salah satu unsur dalam pembuatan akta otentik adalah kewajiban notaris untuk membacakan isi akta kepada para penghadap sebelum penandatanganan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN. Kelalaian dalam memenuhi kewajiban tersebut dapat menyebabkan akta mengalami degradasi kekuatan pembuktian akta otentik menjadi akta dibawah tangan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan normatif dengan analisis terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, dan putusan pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa notaris yang tidak membacakan akta kepada para pihak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum secara administratif, perdata (melalui gugatan ganti rugi berdasarkan wanprestasi), maupun pidana apabila terdapat unsur kesengajaan. Oleh karena itu, pemenuhan kewajiban formil oleh notaris merupakan syarat mutlak dalam menjaga keabsahan dan kekuatan pembuktian akta otentik di mata hukum.
ANALISIS YURIDIS SURAT HIBAH WASIAT DIBAWAH TANGAN YANG DI WAARMERKING (Studi Kasus Putusan Nomor. 16/Pdt.G/2019/PN.PTK) Putri, Wahyu Alisa; Hermansyah, Hermansyah; Ismawartati, Ismawartati
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 2, No 2 (2024): Volume 2, Issue 2, April 2024
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v2i2.68013

Abstract

Abstract  A warm-marked underhand will is a document that is often used in legal practice in Indonesia. In this document, a person can express his desire to give part or all of his property to another party, be it family, relatives, or other people outside the family. This testamentary gift letter made underhand still has legal force as valid proof of the intention to give property from the author of the letter to the recipient. Therefore, it is necessary to carry out a juridical analysis regarding a war-marked underhanded will to determine the legal status and strength of proof of the letter before the law. This study aims to determine and analyze the strength of proof of underhand documents that have been waived by a notary and to find out and analyze the judge's considerations in Case Decision Number 16/Pdt.G/2019/PN.PTK. The research method that the authors use in this study is normative legal research (normative juridical). This study uses a statute approach and a case approach and will be analyzed using a qualitative analysis method. The results of the research and discussion show that the status of a will under the hand that is waarmarked by a notary can be declared valid if the parties have acknowledged the presence of the signature; however, in the case of Decision Number 16/Pdt.g/2019/PN.PTK, the parties in the underhanded will grant did not acknowledge the existence of the signature, and the judge decided that the underhanded will was waarmarked at the Notary in Decision No. 16/Pdt.g/2019/PN.PTK canceled by law. The judge's consideration in decision Number 16/Pdt.G/2019/PN.Ptk that in this case the plaintiffs have obtained legal certainty with the rejection made by the judge of an underhanded will that has been waived at a notary.Abstrak  Surat hibah wasiat dibawah tangan yang diwarmerking adalah sebuah dokumen yang sering digunakan dalam praktek hukum di Indonesia. Dalam dokumen tersebut, seseorang dapat menyatakan keinginannya untuk memberikan sebagian atau seluruh harta bendanya kepada pihak lain, baik itu keluarga, kerabat, maupun orang lain di luar keluarga. Surat hibah wasiat yang dibuat dibawah tangan ini masih mempunyai kekuatan hukum sebagai bukti sah atas niat pemberian harta benda dari penulis surat kepada pihak penerima. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis yuridis terkait surat hibah wasiat dibawah tangan yang diwarmerking untuk mengetahui status hukum dan kekuatan pembuktian surat tersebut di hadapan hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa kekuatan pembuktian surat dibawah tangan yang telah diwaarmerkingkan oleh Notaris,   untuk mengetahui dan mengalisa pertimbangan   Hakim dalam Putusan Perkara Nomor 16/Pdt.G/2019/PN.PTK. Metode penelitian yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (yuridis normatif). Penelitian ini menggunakan Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) dan akan di Analisis menggunakan metode analisis yang bersifat kualititatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Kedudukan surat hibah wasiat di bawah tangan yang di waarmerking berdasarkan Putusan Nomor 16/Pdt.G/2019/PN.Ptk surat hibah wasiat dibawah tangan yang diwaarmerking Notaris dapat dinyatakan sah dan berlaku jika para pihak telah mengakui adanya tanda tangan tersebut namun, dalam perkara Putusan Nomor 16/Pdt.g/2019/PN.PTK para pihak dalam surat hibah wasiat dibawah tangan tidak mengakui adanya tanda tangan tersebut dan Hakim memutuskan bahwa surat hibah wasiat dibawah tangan yang di waarmerking di Notaris dalam Putusan Nomor 16/Pdt.G/2019/PN.PTK dibatalkan demi hukum.Pertimbangan Hakim dalam putusan Nomor 16/Pdt.G/2019/PN.Ptk  bahwa dalam perkara ini para pihak Penggugat telah mendapatkan kepastian hukum dengan adanya penolakan yang dilakukan oleh Hakim atas surat hibah wasiat dibawah tangan yang telah di waarmerking di Notaris.  
AKTA WASIAT YANG TIDAK DILAPORKAN NOTARIS KEPADA DAFTAR PUSAT WASIAT Simanungkalit, Rosinton; Purwanti, Evi; Maharani, Chandra
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 2, No 1 (2023): Volume 2, Issue 1, October 2023
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v2i1.64998

Abstract

In carrying out their position, Notaries are required to send a list of deeds relating to wills to the will register center at the ministry that organizes government affairs in the field of law within 5 (five) days in the first week of each following month. However, in practice there are still Notaries who do not report wills online to the Indonesian Ministry of Law and Human Rights. As a result, at the time of checking, there was no registered will that had been made by the testator. This study aims to determine and analyze the legal consequences of Notaries who do not report wills, legal consequences of will deeds that are not reported by Notaries, and legal remedies of heirs against will deeds that are not reported by Notaries. The research method used in this study is normative legal research. The results of research and discussion found that Notaries who did not report the will deed to the Central Register of Wills had fulfilled 2 (two) aspects of violations, namely violations of the Code of Ethics and UUJN. Notaries who commit violations may be subject to Code of Ethics sanctions in the form of temporary suspension, honorable dismissal, or dishonorable dismissal as Notaries and from association membership, sanctions for violations of UUJN namely written warnings, temporary suspension, honorable dismissal, and dishonorable dismissal as a Notary. A will deed that is not reported by a Notary Public to the Central Register of Wills remains as an authentic deed and has no legal effect that could invalidate the deed, just does not meet the principle of publicity. Legal efforts made by heirs file an Appeal, Cassation, and report the Notary who made the will deed to the Regional Office of the Ministry of Law and Human Rights of West Kalimantan.    Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengirimkan daftar akta yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya. Namun, pada praktiknya masih ada terdapat Notaris yang tidak melaporkan wasiat secara online ke Kemenkum HAM RI. Akibatnya pada saat dilakukan pengecekan tidak terdaftar wasiat yang pernah dibuat oleh si pewaris karena pengecekan wasiat tersebut menjadi dasar untuk pembuatan surat keterangan waris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis akibat hukum terhadap Notaris yang tidak melaporkan akta wasiat kepada Daftar Pusat Wasiat, akibat hukum terhadap akta wasiat yang tidak dilaporkan Notaris kepada Daftar Pusat Wasiat, dan upaya hukum ahli waris terhadap akta wasiat yang tidak dilaporkan Notaris kepada Daftar Pusat Wasiat. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini berdasarkan sifatnya merupakan penelitian yang bersifat preskriptif. Hasil penelitian dan pembahasan ditemukan bahwa Notaris yang tidak melaporkan akta wasiat kepada Daftar Pusat Wasiat telah memenuhi 2 (dua) aspek pelanggaran, yaitu pelanggaran terhadap Kode Etik dan pelanggaran terhadap UUJN. Notaris yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan sanksi secara Kode Etik berupa pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris dan tentunya dari keanggotaan perkumpulan, disamping sanksi teguran secara lisan maupun tulisan dan dapat pula dikenakan sanksi secara pelanggaran terhadap UUJN yaitu peringatan tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, dan pemberhentian dengan tidak hormat sebagai Notaris. Akta wasiat yang tidak dilaporkan Notaris kepada Daftar Pusat Wasiat adalah tetap sebagai akta otentik dan tidak memiliki akibat hukum yang dapat membatalkan akta tersebut, hanya saja akta tersebut tidak memenuhi asas publisitas. Upaya hukum yang dilakukan ahli waris mengajukan Banding, Kasasi, dan melaporkan Notaris yang membuat akta wasiat ke Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat.
INDEPENDENSI OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM MELAKSANAKAN KEWENANGAN MENGATUR DAN MENGAWASI PEMBIAYAAN KONSUMEN SEBAGAI LEMBAGA PEMBIAYAAN Farianto, Benny; Agus, Agus
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 1, No 1 (2022): Volume 1, Issue 1, October 2022
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v1i1.58929

Abstract

AbstractConsumer financing transactions are not only regulated based on the will of the parties, between finance companies and consumers as outlined in a written agreement but are also regulated by several administrative laws and regulations. Agreements are the main legal source of consumer financing in terms of civil law, while the other legal source is Law no. 21 of 2011 and several regulations of the Financial Services Authority also regulate administratively in the form of regulation and supervision of consumer finance companies. Based on the background, the formulation of the problem in this study is about the implementation of the authority of the Financial Services Authority in regulating and supervising consumer finance companies as well as actions for violating the provisions set by the Financial Services Authority against consumer finance companies. The type of research used in this study is normative legal research that uses secondary data supported by supporting data in the form of interviews with the OJK Regional 9 West Kalimantan Representative Office, while the approach used in this research is a statutory approach and a conceptual approach. The form of regulation and supervision that is the authority of the OJK as mandated by Law Number 21 of 2011 concerning the OJK has been implemented in the form of regulations from the Financial Services Authority (POJK) as well as in the form of supervision, both direct supervision and indirect supervision carried out by OJK on companies. consumer finance. Violation of the POJK regulations/stipulations can bring legal consequences to finance companies in the form of administrative sanctions, either in the form of notification or fulfillment of predetermined provisions, written warnings, freezing of business activities and revocation of the financing company's business license. The authority to administer administrative sanctions is obtained based on Law No. 21 of 2011. In addition, if necessary, OJK is also given the authority to take administrative action by providing additional sanctions in the form of restrictions on consumer financing business activities and prohibitions on opening a network of representative branch offices other than branch offices that been there before.Keywords: Financial Services; Consumer; Financial institutions  Abstrak  Transaksi pembiayaan konsumen dilakukan tidak hanya diatur berdasarkan kehendak para pihak saja, antara perusahaan pembiayaan dengan konsumen yang dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis, juga diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan yang bersifat administratif. Perjanjian adalah sumber hukum utama pembiayaan konsumen dari segi hukum perdata, sedangkan sumber hukum yang lain berupa Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 dan beberapa peraturan Otoritas Jasa Keuangan juga mengatur secara administratif dalam bentuk pengaturan dan pengawasan mengenai perusahaan pembiayaan konsumen. Berdasarkan latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini tentang pelaksanaan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perusahaan pembiayaan konsumen serta tindakan atas pelanggaran ketentuan yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan terhadap perusahaan pembiayaan konsumen. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan data sekunder dengan di dukung data penunjang berupa wawancara dengan Kantor Perwakilan OJK Regional 9 Kalbar, sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini berupa pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Bentuk pengaturan dan pengawasan yang menjadi otoritas kewenangan OJK sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK telah diimplementasikan dalam bentuk peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) maupun dalam bentuk pengawasan, baik pengawasan langsung maupun tidak langsung yang dilaksanakan oleh OJK terhadap perusahaan pembiayaan Pelanggaran atas peraturan POJK dapat membawa akibat hukum terhadap   perusahaan pembiayaan berupa pemberian sanksi administratif, baik pemberitahuan atau pemenuhan ketentuan yang telah ditetapkan, peringatan tertulis, pembekuan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha perusahaan pembiayaan. Kewenangan pemberian sanksi administratif diperoleh berdasarkan Undang-Undang No, 21 Tahun 2011. Di samping itu bila   perlu OJK juga diberi kewenangan untuk mengambil tindakan secara administratif dengan memberikan sanksi tambahan berupa pembatasan kegiatan usaha pembiayaan konsumen dan larangan membuka jaringan kantor cabang perwakilan selain kantor cabang yang telah ada sebelumnya.Kata Kunci : Jasa Keuangan; Konsumen; Lembaga pembiayaan  
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS TERHADAP KELALAIAN AKTA YANG DIBUATNYA Alkadrie, Zata Yumni Martha; Rohani, Siti
Tanjungpura Acta Borneo Jurnal Vol 3, No 2 (2025): Volume 3, Issue 2, April 2025
Publisher : Faculty Of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tabj.v3i2.94119

Abstract

Abtsract A Notary is an official authorized by law to make an authentic deed. As a public official, a notary must provide good Notary services, both in terms of quality and behavior. The notary has the authority to make authentic deeds, one of which is the deed of inheritance. A Notary in carrying out his office must be guided by the notary position law, the notary code of ethics, and other laws applicable in Indonesia. Notaries in the process of making deeds must not have elements of intentionality to commit crimes and harm other parties, so as to avoid criminal elements. By formulating a research problem, how is the notary accountable for the negligence of the deed he made? What are the legal protection efforts for the parties who are harmed by the notary for the negligence of the deed he made? The results of the study show that notaries who commit negligence in making deeds receive administrative sanctions and are also subject to criminal sanctions and civil sanctions. Legal protection for parties who feel aggrieved by the notary's negligence in making a Notary Deed can be in the form of reimbursement of costs, damages or interest. Abstrak Notaris adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk membuat akta otentik. Sebagai pejabat umum, notaris harus memberikan layanan Notaris yang baik, baik dari segi kualitas maupun perilaku. Notaris memiliki wewenang untuk membuat akta autentik. Seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib berpedoman pada undang-undang jabatan notaris, kode etik notaris, dan undang-undang lain yang berlaku di Indonesia. Notaris dalam proses pembuatan akta tidak boleh ada unsur kesengajaan melakukan kejahatan dan merugikan pihak lainnya, sehingga terhindar dari unsur-unsur pidana. Dengan merumuskan masalah penelitian, bagaimana pertanggungjawaban Notaris terhadap kelalaian akta Yang dibuatnya? Bagaimana Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Yang Dirugikan Oleh Notaris Atas Kelalaian Akta Yang Dibuatnya? Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Data Penelitian dikumpulkan dan dianalisis dengan mengkaji secara penelitian kepustakaan atau literature research. Bentuk penelitian menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan kasus dan pendekatan konsep. Hasil penelitian bahwa notaris yang melakukan kelalaian didalam pembuatan akta mendapat sanksi administratif dan juga dikenakan sanksi pidana dan sanksi perdata. Perlindungan hukum bagi para pihak yang merasa dirugikan atas kelalaian notaris dalam pembuatan Akta Notaris dapat berupa penggantian biaya, ganti rugi atau bunga.

Page 3 of 4 | Total Record : 40