cover
Contact Name
Tri Wahyu Widodo
Contact Email
notasi3@yahoo.co.id
Phone
+6287839174055
Journal Mail Official
promusika7@gmail.com
Editorial Address
Jurusan Musik Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indoneisa Yogyakarta Jl. Parangtritis Km 6,5 Sewon Bantul Yogyakarta Telp: 0274-384108, 375380, fax: 0274-384108/0274-484928 HP: Hp. 087839174055
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
PROMUSIKA: Jurnal Pengkajian, Penyajian, dan Penciptaan Musik
ISSN : 2338039X     EISSN : 2477538X     DOI : https://doi.org/10.24821/promusika.v1i2
Core Subject : Art,
PROMUSIKA: Jurnal Pengkajian, Penyajian, dan Penciptaan Musik, focuses on the results of studies in the field of music, that its topics scope encompasses: Western Music Studies; History of music; Music theory/ analysis; Choir; Orchestra/ Ensemble/ Chamber Music; Composition/ Arrangement; Music Pedagogy/ education; Instrumental/ Vocal Studies; Music Technology; Popular/ folk Music; Music Esthetic/ philosophy
Articles 136 Documents
Komposisi Musik “Impresi Doak” Transformasi Suara Burung Elang Pada Seni Tutur Doak di Desa Aur Cino, Kecamatan VII Koto, Kab Tebo, Jambi Hadaci Sidik; Ferry Herdianto
PROMUSIKA Vol 10, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i1.6965

Abstract

Indonesia memiliki keragaman tradisi yang sangat beragam, sehingga menjadi aset potensial untuk digali dan dikembangkan. Potensi bangsa ini salah satunya dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi atau ide dalam menciptakan komposisi musik. Tiap daerah di Indonesia memiliki tradisinya masing-masing, seperti salah satu tradisi lisan masyarakat DesaAur Cino, Kabupaten Tebo Propinsi Jambi. Di daerah ini dikenal seni tutur Doak yang merupakan wujud seni vokal yang mangandung pesan penuh hikmah, kebijkasanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman d intelegensi. Doak juga merupakan abstraksi dan  interaksi manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitar, yang menggambarkan hubungan manusia dengan kebahagiaan , hubungan manusia dengan kesedihan, dan hubungan manusia dengan cinta kasih. Kesenian doak, terdiri dari tiga bagian yang terangkum dalam sebuah bentuk, yaitu Kelik ¸Merayu meibo dan, Marah. Memelihara tradisi bukanlah sekedar memelihara bentuk, tetapi lebih pada jiwa dan semangat atau nilai-nilai. Jika yang diwarisi nilai-nilai, maka kita akan dengan lebih leluasa bisa melakukan interpretasi dan menciptakannya kembali  dengan sikap kreatif dan imajinasi yang tinggi. Kemampuan menganalisa dan mengadopsi budaya baru, harus disikapi dengan pemahaman nilai-nilai tradisi sendiri dalam upaya pelestarian seni dan tradisi sebagai bentuk kearifan budaya lokal. Penciptaan komposisi musik ini melalui tahapan Identifikasi unsur-unsur musikal, eksplorasi terhadap ide musik, dan eksperimentasi  terhadap interval-interval yang terdapat dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat desa setempat, sehingga menjadi warna baru dalam bentuk komposisi musik ansamble yang memiliki karakter khas salah satu daerah nusantara dan mewakili gambaran seni tutur Doak di desa aur cino, VII Koto, tebo, Jambi.AbstractMusic Composition "Impression of Doak" Transformation of Eagle Voice in Doak Speech Art in Aur Cino Village, District VII Koto, Tebo Regency, Jambi. Indonesia has diverse traditions, so it becomes a potential asset to explore and develop. One of the potentials of this nation can be used as a source of inspiration or ideas in creating musical compositions. Each region in Indonesia has its traditions, such as one of the people's oral traditions of Aur Cino Village, Tebo Regency, Jambi Province. In this area, the art of Doak is known, which is a form of vocal art that contains a message full of wisdom, wisdom, knowledge, skills, experience, and intelligence. Doak is also an abstraction and interaction between humans and humans, humans with the natural environment, which describes the relationship between humans and happiness, human relationships with sadness, and human relationships with love. Doak art consists of three parts summarized in one form, namely Kelik Merayu meibo and Marah. Maintaining tradition is not just supporting the form but also the soul and spirit or values. If values are inherited, we will be able to more freely interpret and recreate them with a creative attitude and high imagination. The creation of this musical composition goes through the stages of identification of musical elements, exploration of musical ideas, and experimentation with intervals contained in the habits of the local village community so that it becomes a new color in the form of musical ensemble compositions that have a distinctive character from one of the regions of the archipelago. And represents a picture of Doak's speech art in the village of Aur Cino, VII Koto, Tebo, Jambi.Keywords: Doak, Kelik, Merayu meibo, Marah
Penerapan Tangga Nada Pentatonis dalam Penciptaan Musik Gavotte untuk Kuartet Gitar Haris Natanael Sutaryo; Tri Wahyu Widodo; Mahardika Kusumo Simbolon
PROMUSIKA Vol 10, No 2 (2022): Oktober 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i2.7955

Abstract

Pengertian Gavotte adalah tari Perancis  antara abad ke 16-18 dalam birama 2/4 atau 4/4. Termasuk sebagai salah satu bagian dalam suita. Memasuki abad 19 Gavotte  tidak lagi terbatas  pada musik untuk iringan tarian saja, tetapi sudah berdiri sendiri sebagai komposisi musik. Ide penciptaan musik Gavotee untuk kuartet gitar, terinspirasi dari keprihatinan dalam mengajar praktek gitar klasik baik disekolah musik yang formal maupun non formal. Penelitian ini mencari solusi yang terarah, untuk menciptakan model pembelajaran gitar klasik dasar, melalui sebuah penciptaan karya musik Gavotte dengan penerapan tangga nada pentatonik mayor (C-D-E-G-A) untuk kuartet gitar. Pengertian tangga nada pentatonik adalah jenis tangga nada yang memakai lima nada pokok , masing-masing dibedakan dari jarak antar nada.   Penciptaan karya musik  Gavotte ini dirancang untuk kuartet gitar (gitar 1, 2, 3, 4) bertujuan untuk penempatan pemain sesuai kemampuan  ketrampilannya. Gitar 1 untuk murid yang paling tinggi dengan skil tinggi, gitar 2 lebih rendah ketrampilannya begitu juga untuk gitar 3 dan 4. Penggarapan komposisi musik Gavotte lebih ditekankan pada pengolahan ritme, melodi, dan harmoni yang sederhana yang disesuaikan ketrampilan gitar dasar. Metode penciptaan musik terdiri dari tiga langkah yaitu proses tindakan kelas, eksplorasi, dan sosialisasi.  Penelitian dalam penciptaan karya musik ini digunakan sebagai model pembelajaran praktik gitar dan dapat menjembatani dalam membantu  penguasaan  membaca notasi balok, khususnya untuk mengajar kelas group yang terdiri dari 4-6 orang.AbstractApplication of the Pentatonic Scale in the Creation of Gavotte Music for the Guitar Quartet. Gavotte is a French dance between the 16th-18th centuries in rhythms of 2/4 or 4/4. It was included as one of the parts in the suita. Entering the 19th century, Gavotte was no longer limited to music for dance accompaniment but already stood alone as a musical composition. The idea of creating Gavotee music for guitar quartets was inspired by concerns about teaching classical guitar practice in formal and non-formal music schools. This research seeks a purposeful solution to make a basic classical guitar learning model by creating Gavotte's musical works with the application of major pentatonic scales (C-D-E-G-A) to guitar quartets. The notation of pentatonic scale is a type of scale that uses five principal tones, each distinguished by the distance between notes. The creation of Gavotte's musical work was designed for a quartet of guitars (guitars 1, 2, 3, 4) aimed at placing players according to their abilities. Guitar 1 is for the highest students with high skills; guitar 2 is lower in skill, as well as for guitars 3 and 4. Gavotte's musical compositions emphasize simple rhythm, melody, and harmonic processing tailored to basic guitar skills. The music creation method consists of three steps, namely, the process of class action, exploration, and socialization. Research in creating this musical work is used as a learning model for guitar practice. It can bridge in helping the mastery of reading block notation, especially for teaching group classes of 4-6 people.Keywords: music composition; Gavotte; guitar skill
Onêng: Karya Komposisi Karawitan dalam Kisah Dewi Renuka Andhi Sulistya Putra
PROMUSIKA Vol 10, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i1.7159

Abstract

Penelitian ini merupakan representasi kisah perselingkuhan Dewi Renuka ke dalam karya komposisi karawitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menafsirkan struktur dramatik dalam kisah Dewi Renuka dan merepresentasikan kisah perselingkuhan Dewi Renuka yang terdapat dalam serat Arjunasasrabahu ke dalam bentuk musikal yang disusun secara progama, sehingga musik yang diciptakan dapat berdasarkan ide dari unsur di luar musik dimana ide tersebut merangsang penulis untuk merefleksikannya ke dalam bunyi dan memberikan sebuah inovasi serta alternatif dalam dunia komposisi karawitan dan diharapkan dapat memberikan suatu kontribusi bagi masyarakat dengan memberikan sajian pementasan yang menarik, mendidik, dan menambah perbendaharaan serta dapat dijadikan sumber refrensi dalam menggarap komposisi karawitan yang bersumber dari fenomena sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan yaitu pra garap meliputi wawancara dan studi pustaka, kedua garap meliputi penafsiran garap, penotasian karya, latihan, dan revisi. Metode yang ketiga adalah pasca garap meliputi sidang skripsi, revisi, dan evaluasi. Penelitian penciptaan ini menemukan struktur dramatik beserta ketujuh unsur dramatik yang terdapat dalam kisah perselingkuhan Dewi Renuka. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa  penelitian ini merupakan hasil dari menafsirkan struktur dramatik, mendapatkan nilai moral yang terkandung, dan representasi kisah perselingkuhan Dewi Renuka yang diwujudkan ke dalam bentuk musikal yang disusun secara progama melalui komposisi karawitan bertajuk Onêng.                                                                 AbstractOnêng: The Karawitan's Compositional in the Story of Dewi Renuka. This research is a representation of the story of Dewi Renuka's infidelity in the composition of karawitan. The purpose of this study is to interpret the dramatic structure in the story of Dewi Renuka and represent the story of Dewi Renuka's infidelity contained in the Arjunasasrabahu fiber into a musical form that is arranged progmically, so that the music created can be based on ideas from elements outside of music where the idea stimulates the writer. to reflect it into sound and provide an innovation and alternative in the world of musical composition and is expected to be able to make a contribution to society by providing interesting, educational, and treasury performances that can be used as a source of reference in working on musical compositions originating from social phenomena. The method used in this research is divided into three stages, namely pre-work which includes interviews and literature study, second-work includes interpretation of work, notation of works, exercises, and revisions. The third method is post-work, including thesis trial, revision, and evaluation. This creation research finds a dramatic structure along with the seven dramatic elements contained in the story of Dewi Renuka's infidelity. From this statement, it can be concluded that this research is the result of interpreting the dramatic structure, obtaining the moral values contained, and representing the story of Dewi Renuka's infidelity which is manifested in a musical form which is arranged progmically through a musical composition entitled Onêng.Keywords: Karawitan's Work, Arjunasasrabahu Script, Dewi Renuka, Onêng
Perspektif Bisnis Dalam Prambanan Jazz Festival Yogyakarta Jessica Christiani
PROMUSIKA Vol 10, No 2 (2022): Oktober 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i2.7354

Abstract

Prambanan Jazz sebagai salah satu festival musik skala internasional. Prambanan Jazz tergolong dalam kategori festival musik profit. Secara eksplisit festival Prambanan Jazz dapat dilihat melalui deretan musisi popular yang dihadirkan, pemberian harga tiket yang cukup mahal, serta terlibatnya pihak sponsorship dalm acara. Prambanan Jazz merupakan fenomena sosial adalah salah satu festival musik yang berhasil memperoleh loyalitas dan animo masyarakat. Fakta di lapangan seputar euphoria masyarakat menyambut hadirnya Prambanan Jazz dengan bukti dari penjualan tiket yang habis terjual dan meningkatnya antusias penonton dari tahun ke tahun. Studi tentang sebuah festifal seperti Prambanan Jazz ini dilakukan untuk mengupas dimensi bisnis dari pertunjukan musik dalam bentuk festival dan mengungkap perspektif bisnis tim pengelola. Tujuannya penelitian adalah untuk mengetahui kacamata tim promotor dalam mengelola sisi bisnis Prambanan Jazz, serta strategi dibalik kesuksesan festival. Metode studi yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan 4 orang narasumber yang merupakan tim inti pengelola. Hasil temuan penelitian ini menunjukkan terdapat dua pilar utama bisnis yang ada dalam Prambanan Jazz Yogyakarta. Pilar pertama adalah bisnis pertunjukan musik yang meliputi konsep dan konten yang dihadirkan dalam festival. Pilar kedua adalah tentang bisnis di dalam venue. Pengelolaan Prambanan Jazz Yogyakarta cenderung menggunakan strategi win win solution, serta strategi kurasi musik demi mendukung optimalisasi penyelenggaraan festival.AbstractBusiness Perspectives in Prambanan Jazz Festival Yogyakarta. As one of the international scale music festivals, Prambanan Jazz belongs to the category of profit music festivals. This can be seen explicitly through the rows of popular musicians presented, the ticket prices are quite expensive, and the involvement of sponsors in the event. The social phenomenon where Prambanan Jazz Festival has become one of the festivals that has managed to gain the loyalty and interest of the community cannot be avoided. Facts on the ground regarding the community's euphoria welcoming Prambanan Jazz Festival 's presence, to the fact that tickets were sold out, and the increasing enthusiasm of the audience from year to year are proof that this festival has succeeded in winning the hearts of the public.This study was conducted to explore the business dimension of this festival and reveal the business perspective of the management team. The aim is to find out the perspective of the promoter team in managing the business side of Prambanan Jazz, as well as the strategy behind the success of this festival. The study method used is descriptive qualitative. Data was collected through interviews with 4 informants who are the core management team. The findings of this study indicate that there are two main business pillars in Prambanan Jazz Festival. The first pillar is the music show business which includes the concept and content presented at the festival. The second pillar is about the business within the venue. In its management, it tends to use a win win solution strategy and music curation strategy to support the optimization of the festivalKeywords: Music Festival; Prambanan Jazz; Business
Mutusake: Interpretasi Putusnya Ekor Cicak dalam Sebuah Karya Musik Karawitan Hendra Santosa; Ni Made Ayu Dwi Sattvitri; Ni Wayan Masyuni Sujayanthi
PROMUSIKA Vol 10, No 2 (2022): Oktober 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i2.7486

Abstract

Mutusake merupakan penggambaran fenomena putusnya ekor cicak yang masih dapat bergerak walaupun sudah terlepas dari badannya. Fenomena tersebut diinterpretasikan melalui sebuah karya karawitan bermedia gamelan Gender Wayang dan Selonding. Adapun permasalahan yang dibahas adalah bagaimana cara mengembangkan pola - pola gending Gender Wayang Cecek Megelut untuk membentuk pola yang baru. Karya ini menggunakan metode penciptaan yang dirancang oleh I Wayan Rai, S dengan enam tahapan yaitu modal pokok, kreatif, pemahaman budaya lokal, konsep, doa, dan proses mewujudkan karya seni. Hasil dan pembahasan, karya Mutusake terdiri dari empat bagian yaitu bagian pertama merupakan pengembangan dari gending Gender Wayang Cecek Megelut, bagian kedua pada karya ini menggambarkan gerak - gerik cicak, bagian ketiga yaitu penggambaran aksi gelut / kejar - kejaran yang dilakukan oleh cicak dan musuhnya dan bagian keempat, menggambarkan ekor cicak yang bergerak lincah walaupun sudah terlepas dari badannya. Rekomendasi yang dapat diberikan yaitu teknik - teknik permainan yang terdapat dalam karya ini dapat digunakan sebagai acuan untuk berkarya selanjutnya. AbstractMutusake: An Interpretation of the Breakup of the Lizard Tail in a Karawitan Musical Work. Mutusake describes a lizard tail breaking off, which can still move even though it has been separated from its body. This phenomenon is interpreted through this musical work using the gamelan Gender Wayang and gamelan Selonding. The problem that will be discussed is how to develop the patterns of gending Gender Wayang Cecek Megelut to form a new pattern. This work uses the creation method I Wayan Rai, S designed with six stages: essential capital, creativity, understanding of local culture, concepts, prayers, and the process of creating works of art. Accordingly, Mutusake consists of four parts. The first part develops motives from the traditional Gender Wayang piece Cecek Megelut. The second part of this work imitates the movements of lizards. The third part depicts the action of the struggle/chase - the pursuit carried out by the lizard and its enemies. The fourth part describes a lizard's tail that moves nimbly even though it has been separated from its body. The game techniques in this work can be used as a reference for further work.Keywords: cecek megelut; gending; gender wayang; mutusake; selonding
Komposisi Musik Tetabuhan Sandikala sebagai Interpretasi Suasana Siang Menuju Malam di Yogyakarta Yanuar Danan Jaya; Pande Made Sukerta
PROMUSIKA Vol 10, No 2 (2022): Oktober 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i2.8157

Abstract

Pada masyaraat Bali berkembang mitos larangan beraktivitas saat perpindahan waktu dari sore ke malam yang dipercaya sebagai terbukanya gerbang alam nyata dan ghaib. Penciptaan komposisi musik Tetabuhan Sandikala adalah wujud doa persembahan yang disajikan pada waktu sakral tersebut untuk mengekspresikan kesatuan kekuatan harmoni jiwa dan raga. Tujuan penciptaan karya ini adalah untuk mengungkap dan menginterpretasikan perubahan waktu tersebut sebagai Sang Waktu. Metode penciptaan karya menggunakan teori Niteni-Niroke-Nambahi (3N). Proses penciptaan meliputi tiga tahap garapan, yaitu penyusunan ide, penyusunan gagasan isi, dan implementasi serta penuangan ide. Pada tahap pertama kegiatan meliputi pengamatan lapangan, studi pustaka, diskusi dan kontemplasi. Pada tahap kedua dilakukan perancangan isi garapan, penerapan susunan instrument musik, dan menerapkan teori. Tahap ketiga adalah penuangan penggambaran suasana keramat peralihan waktu dari sore ke petang, ke dalam karya musik baru, dan tahap akhir adalah membuktikannya dalam pertunjukan langsung. Hasil penciptaan karya berjudul Tetabuhan Sandikala ini ialah penyajian komposisi musik instrumental yang memiliki tiga gerakan, yaitu siang, sandikala, dan malam. Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pengayaan bidang penciptaan musik dalam bentuk kolaborasi di antara musik pentatonis dan diatonis.Abstract‘Tetabuhan Sandikala’ Music Composition as an Interpretation of Day to Night Changing Athmpsphere in Yogyakarta. In the Balinese community, there is a myth about activities prohibited during the changing of time from afternoon to night. The changing time has been believed to be the gates opening of the real world and the unseen. The creation of the musical composition of Tetabuhan Sandikala is a form of offering prayer presented at that sacred time to express the unity and harmonic power of soul and body. The purpose of composing this work is to uncover and interpret the time changing as The Time. The creation method of the works uses the theory of Niteni-Niroke-Nambahi (3N). The composition process includes three stages, namely the preparation of ideas, the preparation of content ideas, and the implementation and pouring of ideas. The first stage of activities included field observations, literature studies, discussions and contemplation. In the second stage, the content design of the work is carried out, including the application of musical instruments orchestration, and the application of theory. The third stage is the pouring out of the depiction of the sacred atmosphere of the transition of time from afternoon to evening, into a new piece of music, and the final stage is to prove it in a live performance. The result of the creation of this work entitled Tetabuhan Sandikala is the presentation of instrumental music compositions that have three movements, namely day, sandikala, and night. This research contributes to the enrichment of the field of music creation in the form of collaboration between pentatonic and diatonic music.Keywords: composition; interpretation; Sandikala
Konstruksi Makna Hipokrit pada Lagu Spine Breaker Karya Boy Band BTS Koesworo Setiawan; Nabilah Fitria Anisa Said
PROMUSIKA Vol 10, No 2 (2022): Oktober 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i2.7789

Abstract

Grup musik asal Korea Bangtan Boys dengan sebutan populer BTS,  terkenal dengan sikap kritisnya terhadap permasalahan sosial. Penelitian ini menelaah makna kemunafikan atau hipokrisi di kalangan pelajar melalui salah satu lagunya, Spine Breaker. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metoda analisis semiotika Ferdinand de Saussure. Data primer penelitian ini adalah lirik lagu Spine Breaker sedangkan data pendukungnya adalah hasil riset kepustakaan dan observasi lirik lagu. Penulis melakukan reduksi pada lirik (penanda /signifier), dengan menghilangkan bagian yang tidak relevan. Penetapkan konsep kunci dilakukan dengan kodifikasi (coding) sederhana terhadap hasil pemaknaan lirik (petanda/signified). Konstruksi makna dilakukan dengan tiga konsep kunci: Status pelajar, peran orangtua, dan sistem pendidikan. Sebagai kesimpulan, dengan gaya hidup mewah para pelajar mengirimkan pesan kepada lingkungannya bahwa mereka kaya walaupun pada kenyataan sehari-harinya mereka datang dari keluarga  miskin. Dalam lagu Spine Breaker pesan yang bertentangan tersebut merupakan konstruksi makna kemunafikan.AbstractThe Construction Meaning of a hypocrite on BTS' Spine Breaker Song. Bangtan Boys with its popular name, the BTS, is known as a Korean pop music group (K-pop) concerned with a strong social message. Through a song called “Spine Breaker” by BTS this research examines the meaning of hypocrisy among students in Korea. The study uses a qualitative descriptive approach with the semiotic analysis method of Ferdinand de Saussure. We observe all the song lyrics of “Spine Breaker” as primary data, and by a literature review and observation technique. It applies a simple coding process through meaning-making (signified) steps of the entire lyrics for formulating key concepts. The construction of meaning is carried out with three key concepts: the student’s status, the role of parents, and the educational system. With a lavish lifestyle, students send a message to their societies that they are “rich”, but, in fact, in everyday life, they come from “poor” families. This collided message from the “Spine Breaker” song by BTS constructs the hypocritical.Keywords: BTS; Spine Breaker; Ferdinand De Saussure; Protest Song
Pembelajaran Musik Berbasis Kodaly pada Kemampuan Interaksi Sosial Anak Autisme: Studi Literatur Zefanya Lintang Nugrahaningsih
PROMUSIKA Vol 10, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i1.7120

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh metode Kodaly terhadap kemampuan interaksi sosial pada anak autisme. Metode penelitian yang digunakan adalah studi literature yang dilakukan melalui pencarian dan pengumpulan referensi teori dan dilanjutkan dengan menganalisisnya. Ada 30 studi terdahulu dari tahun 2010-2022 melalui google scholar yang mendeskripsikan tentang penerapan metode Kodaly bagi anak-anak dan anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kemampuan akademik dibidang musik serta meningkatkan kemampuan dalam bidang interaksi sosial. Kesimpulan dari telaah beberapa artikel adalah kemampuan interaksi sosial anak autism meningkat dikarenakan anak dapat belajar bagaimana terlibat dalam pengaturan kelompok melalui kegiatan musik, termasuk kegiatan menyanyi, musik rakyat, dan pembelajaran solfge. Kegiatan menyanyi meliputi menyanyi individu/kelompok, menyanyi dengan gerak, dan menyanyi dengan alat musik. Semua perlakuan ini memotivasi anak-anak untuk belajar tentang kegiatan sosial seperti menyapa, berbagi perhatian/niat, dan berpartisipasi dalam pengaturan kelompok.
Menelaah Pola Detache dalam Violin Sonata No 3 in F Major Daniel de Fretes; Roy Martin Simamora; Bona Rajabasa; Refa Nada Violina
PROMUSIKA Vol 10, No 2 (2022): Oktober 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i2.7906

Abstract

Pembelajaran biola di perguruan tinggi merupakan suatu praktik eksploratif berkelanjutan yang melekat dengan upaya untuk mencapai produksi suara yang memadai secara utuh dan otonom. Diantara teknik produksi suara instrumen biola, terdapat salah satu pola gesekan yang sangat penting yaitu detache. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji karakteristik dan penempatan teknik detache pada Sonata No 3 in F Major dalam Mata Kuliah Studi Instrumen Biola II di Prodi Musik FSP ISI Yogyakarta. Terdapat pemaknaan yang berbeda dalam istilah detache secara praktikal, terkhusus praktik instrumen biola, dan secara teoretikal. Disamping itu, kelangkaan kajian repertoar musik biola merupakan fokus dari penelitian ini. Sonata No 3 in F Major adalah karya musik instrumental yang disusun oleh G. F. Handel, komposer era barok yang mahsyur di Britania Raya. Kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analitik. Hasil penelitian menunjukkan penempatan pola detache pada Sonata No 3 in F Major, yaitu pada pengesek bagian tengah. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelajar instrumen biola, khususnya mahasiswa instrumen biola, guna mempelajari karya ini serta untuk dapat mengembangkan pada repertoar lainnya.AbstractStudying the Detache Pattern in Violin Sonata No 3 in F. Studying the violin in universities is a continuous exploratory practice that is inherent in efforts to achieve an adequate and autonomous sound production. Among the violin sound production techniques, there is one very important friction pattern, namely detache. This study aims to examine the characteristics and placement of the detache technique on Sonata No. 3 in F Major in the Study of Violin Instruments II at the Music Study Program, FSP ISI Yogyakarta. There are different meanings in the term detache practically, especially the practice of the violin instrument, and theoretically. In addition, the scarcity of the study of violin music repertoire is the focus of this research. Sonata No 3 in F Major is an instrumental piece of music composed by G. F. Handel, the renowned British Baroque composer. This study uses a qualitative method with an analytical approach. The results showed that the detachment pattern was placed on Sonata No. 3 in F Major, namely in the middle bow position. The results of the research are expected to be a reference for students of violin instruments, especially students of violin instruments, to study this work and to be able to develop it in other repertoires.Keywords: detache, violin; Violin Sonata No 3 in F Major; G. F. Handel
Penggunaan Wangsalan dalam Sindhenan Karawitan Jawa Regiana Devi Regiana
PROMUSIKA Vol 10, No 1 (2022): April 2022
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/promusika.v10i1.7131

Abstract

AbstractThis research was conducted using descriptive analysis research methods on the use of wangsalan in Javanese karawitan sindhenan. Wangsalan in Javanese karawitan functions as a song decoration or gendhing decoration. Wangsalan also has meanings or messages that can be conveyed to listeners, for example, inviting listeners to get rid of doubts in their lives and surrender to God, values of love, values of love for the state, a form of Javanese poetry that contains people's views on life. Java, as well as the requirements for divine teachings, the development of these teachings further takes the form of moral teachings and character. If there is wangsalan, of course there are also perpetrators who bring it. The perpetrator in question is Pesindhen. Sindhen is a woman who can be called a waranggana. Sindhen is someone who sounds wangsalan using a tone or song, and is sung along with gendhing. The form resulting from a mixture of sindhen, wangsalan, and gendhing songs is called sindhenan. Sindhenan is part of the unity with karawitan in order to improve the aesthetic sense or vocals that follow the rhythm of gamelan music with a distinctive voicing technique based on Javanese aesthetic concepts. The purpose of this study is to identify the various forms of wangsalan used in Javanese karawitan sindhenan, the aesthetics contained therein, and the moral message contained in the wangsalan itself.

Page 10 of 14 | Total Record : 136