cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Articles 427 Documents
PENGARUH PERIODE DAN RUANG SIMPAN TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH KAYU BAWANG Hengki Siahaan; Nanang Herdiana; Teten Rahman S.
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 5, No 2 (2008): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (850.653 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2008.5.2.83-90

Abstract

Kayu bawang (Disoxylum amorooides, Miq.) merupakan salah satu jenis potensial di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu,namun demikian viabilitas benihnya dapat mengalami penurunan yang sangat cepat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh periode dan ruang simpan terhadap perkecambahan benih kayu bawang dan dirancang dengan menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Perlak:uan terdiri atas lima taraf periode simpan yaitu 0, 1, 2, 3  dan 4 minggu dan dua taraf ruang simpan yaitu lemari es dan ruang suhu kamar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa viabilitas kayu bawang menurun secara nyata seiring lamanya periode simpan. Daya berkecambah menurun 55,5 % setelah penyimpanan selama 4 minggu tetapi kecepatan berkecambah meningkat sebesar 9,1 hari. Penyimpanan benih di refrigerator meningkatkan daya berkecambah sebesar 5,8 % dibandingkan dengan ruang suhu kamar tetapi terjadi penurunan kecepatan berkecambah sebesar 1,5 hari. 
EFIKASI BEBERAPA JENIS INSEKTISIDA TERHADAP HAMA PEMAKAN DAUN PADA TANAMAN PULAI DARAT Asmaliyah Asmaliyah; Sri Utami; Yudhistira Yudhistira
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 3, No 2 (2006): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2758.735 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2006.3.2.83-91

Abstract

Saat ini permasalahan pada tanaman pulai yang paling krusial untuk segera dipecahkan adalah masalah serangan hama. Salah satu pemecahannya adalah penggunaan bioinsektisida dan penggunaan insektisida kimia secara benar dan bijaksana. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efikasi beberapa jenis insektisida terhadap hama C. glauculalis. Penelitian dilakukan di laboratorium perlindungan hutan Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman (BP2HT) Palembang dan di areal hutan rakyat PT. Xylo Indah Pratama (XIP), Lubuk Linggau. Penelitian di lapangan dilakukan mulai bulan Mei sampai Agustus 2004. Hasil penelitian menunjukkan semua jenis insektisida yang digunakan efektif dalam menyebabkan kematian ulat C. glauculalis dalam skala laboratorium, namun hanya aplikasi insektisida  mikroba  secara campuran efektif dalam menekan  serangan hama C. glauculalis dalam skala lapangan pada kondisi serangan ringan atau kepadatan  populasi yang rendah. Serangan hama C. glauculalis tidak .mempengaruhi pertumbuhan tanaman  pulai darat umur 1 tahun selama empat bulan pengamatan.
REGENERASI TUNAS ADVENTIF DARI EKSPLAN DAUN TEMBESU (Fagraea fragrans Roxb.) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN (Regeneration of Adventitious Shoots From Leaf Explant of Tembesu (Fagraea fragrans Roxb.) by tissue culture) Ratna Damayanti Sianturi; Supriyanto Supriyanto; Arum Sekar Wulandari; Benny Subandy
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 14, No 1 (2017): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2838.211 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2017.14.1.1-17

Abstract

 ABSTRACTembesu (Fagraea fragrans Roxb.) is one of native tree species in peatland forest and has high economical values. Sufficient amount in time of qualified seedlings is needed to support peatland rehabilitation program,and it can be achieved by tissue culture. The objective of the research was to find out the best modificationmedium of MS based on concentration of nitrogen and BAP for induction and multiplication of adventitiousshoot from leaves. The protocol of tissue culture consisted of preparation of plant material, adventitiousshoots induction, shoots multiplication, shoots elongation, rooting and seedling acclimatization. The resultsshowed (1) addition of BAP 1.5 ppm on MS medium (80 mmol N) induced adventitious shoots from leaves;(2) addition of BAP 0.1 ppm on MS medium (80 mmol N) stimulated the highest multiplication of shoots; (3).clone 2 was the best explant on elongation and rooting stage; (4). clone 4 was the best explant inacclimatization stage.Keywords : Fagraea fragrans, tissue culture, medium, organogenesisABSTRAKTembesu (Fagraea fragrans Roxb.) merupakan jenis pohon yang mampu tumbuh di hutan rawa gambut dan bernilai ekonomi tinggi. Untuk mendukung program rehabilitasi lahan gambut, maka diperlukan bibit yangberkualitas, jumlah yang cukup dan tepat waktu. Upaya yang diperlukan dalam menyediakan bibit tersebutadalah perbanyakan bibit melalui teknik kultur jaringan. Tujuan penelitian adalah mendapatkan komposisimedia tumbuh MS dan zat pengatur tumbuh yang tepat dalam pembentukan dan perbanyakan tunas adventifdari daun tembesu. Metode penelitian terdiri dari persiapan bahan tanaman, induksi tunas adventif,perbanyakan tunas adventif, elongasi, pengakaran dan aklimatisasi. Penelitian menunjukkan bahwa hasilyang terbaik yaitu (1) untuk menginduksi tunas adventif diperlukan media MS (80 mmol N) denganpenambahan BAP 1,5 ppm; (2) untuk perbanyakan tunas adventif diperlukan media MS (60 mmol N) denganpenambahan 0,1 ppm BAP; (3) pada tahap elongasi dan pengakaran lebih baik menggunakan tunas adventifdari klon 2; dan (4) pada tahap aklimatisasi lebih baik menggunakan tunas adventif klon 4.Kata kunci : Fagraea fragrans, kultur jaringan, media, organogenesis 
PERBANYAKAN STEK PADA TEKNIK PENYIAPAN BAHAN KLONAL GMELINA Jayusman Jayusman
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 2, No 3 (2005): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1425.071 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2005.2.3.103-108

Abstract

Percobaan  penyiapan  bahan  klonal  Gtnelina arborea dilakukan dengan  menggunakan  coppice (trubusan) dari pohon terseleksi. Teknik pengakaran material stek dilakukan dengan cara penambahan hormon Natrium Acetid Acid (NAA) dengan konsentrasi (0 ppm/kontrol; 400 ppm; 1200 ppm; 2400 ppm dan 4000 ppm) pada media perbanyakan modifikasi sistem NMS - Non Mist System (Longman, 1993) yang merupakan teknologi sederhana tanpa berkabut. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan perlakuan terbaik dalam kegiatan produksi masal bahan klonal Gmelina. Hasil percobaan menunjukkan bahwa produksi trubusan sangat baik untuk semua pohon yang diuji (7 - 15 tunas per pohon induk). Persentase tumbuh dan berakar stek (54,3 % - 92,3%),jumlah  tunas (2 - 2,67 tunas),jumlah daun stek (15,3 -  19,67), jumlah akar primer (4,3 - 9), panjang akar primer (8, 13 mm - 53, 13 mm) dan nisbah tunas dan akar ( 1,62- 3 ,06). Hasii analisis keragaman menunjukkanbahwa aplikasi NAA menghasilkan pengaruh yang sangat nyata (P = 0,001), dengan nilai terbesar dihasilkan oleh konsentrasi 2400 ppm. Namun secara statistik aplikasi NAA kurang memberikan respon nyata terhadap parameter jumlah tunas, jumlah daun, jumlah akar primer, panjang akar primer dan nisbah pucuk dan akar.
PENGARUH METODE EKSTRAKSI DAN UKURAN BENIH TERHADAP MUTU FISIK-FISIOLOGIS BENIH Acacia crassicarpa Naning Yuniarti; Megawati Megawati; Budi Leksono
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 10, No 3 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jpht.2013.10.3.129-137

Abstract

Metoda ekstraksi benih akan mempengaruhi mutu fisik dan fisiologis benih yang dihasilkan. Selain itu, mutu fisik dan fisiologis benih juga dipengaruhi oleh faktor ukuran benih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metoda ekstraksi dan ukuran benih terhadap mutu fisik-fisiologis benih hasil pemuliaan dan yang belum dimuliakan untuk jenis A. crassicarpa. Ekstraksi benih dilakukan dengan cara pengeringan, yaitu dengan penjemuran di bawah sinar matahari dan menggunakan alat pengeringan (seed drier). Pengeringan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari dilakukan selama 1 s/d 5 hari dan dengan cara seed drier dilakukan selama 1 s/d 5 jam. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Acak Lengkap. Sedangkan untuk mendapatkan klasifikasi ukuran benih A. crassicarpa berdasarkan  dimensi  benih  (panjang, lebar,  dan tebal)  digunakan  ayakan/mesh, dan klasifikasi berdasarkan berat digunakan alat Seed gravity Table. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metoda ekstraksi dan ukuran benih yang terbaik untuk benih hasil pemuliaan dan yang belum dimuliakan, yaitu : (1) Ekstraksi benih dengan cara pengeringan seed drier selama 4 jam atau dengan cara penjemuran sinar matahari selama 3 hari dan (2) Benih yang berukuran besar dan paling berat memiliki viabilitas lebih baik dibandingkan dengan benih berukuran sedang, kecil dan ringan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa benih hasil pemuliaan dapat menghasilkan mutu fisik fisiologis yang lebih baik dibandingkan dengan yang belum dimuliakan.
KANDUNGAN NITROGEN PER SATUAN LUAS DAUN SEBAGAI INDIKATOR PENINGKATAN SERANGAN HAMA DAUN OLEH Clouges glauculalis (Lepidoptera : Pyralidae) PADA PULAI (Alstonia scholaris) Tati Rostiwati; Wida Darwiati
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 5, No 3 (2008): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3921.346 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2008.5.3.165-174

Abstract

Pulai (Alstonia spp) merupakan jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species) serta tumbuh pada intensitas cahaya tinggi. Penelitian telah dilakukan dengan tujuan mendapatkan indikator peningkatan serangan hama daun A. scholaris pada tingkat semai di pesemaian, dan pancang serta tiang pada hutan tanaman. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengamati peningkatan serangan hama daun pulai gading (A. scholaris) di pesemaian, sedang pengukuran dilakukan untuk mengetahui kepekatan Nitrogen per satuan luas daun dengan mengambil contoh 20 daun anakan di pesemaian, dan pancang serta tiang di hutan tanaman. Pengamatan dilakukan dalam tiga ulangan. Hasilnya menunjukkan bahwa intensitas serangan hama terjadi sejak bibit berumur 5 bulan di persemaian dengan intensitas serangan dapat mencapai 90% dan pada umur tanaman 1-3 tahun setelah tanam di lapangan dengan intensitas serangan sebesar ± 33%. Serangan hama tersebut dimulai dengan merekatkan daun terlebih dahulu sebelum serangga memakan daun tersebut. Terjadinya peningkatan kandungan Nitrogen per luasan daun yang cukup tinggi dimulai dari tingkat anakan sampai ke tingkat pancang sebesar 192,31% sedang dari tingkat pancang ke tingkat tiang peningkatannya hanya sebesar 31,58%.
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL HUTAN TANAMAN JELUTUNG (Dyera polyphylla) DI KALIMANTAN TENGAH Kushartati Budiningsih; Rachman Effendi
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 10, No 1 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.222 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2013.10.1.17-23

Abstract

Jelutung merupakan salah satu jenis tanaman potensial untuk hutan tanaman. Pembangunan hutan tanaman jelutung untuk kayu pertukangan hingga saat ini belum optimal. Salah satu faktor penyebabnya karena kelayakan usaha pembangunan hutan tanaman jenis jelutung masih perlu dipromosikan melalui penyediaan data hasil analisis kelayakan finansial. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kelayakan finansial hutan tanaman jelutung (Dyera polyphylla). Objek penelitian yang dipilih adalah tanaman jelutung yang dikembangkan masyarakat di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ta- naman jelutung baik pola campuran dengan karet maupun pola monokultur, secara finansial layak untuk dikembang- kan. Tanaman jelutung pola monokultur memiliki NPV sebesar Rp 10.248.888, BCR sebesar 4,28 dan IRR sebesar 14,7 %.Tanaman jelutung pola campuran mempunyai NPV sebesar Rp 59.247.417, BCR sebesar 5,35 dan IRR sebesar 24,1%, pada tingkat suku bunga 12%.
APLIKASI PUPUK MAJEMUK TERKENDALI PADA BIBIT JELUTUNG RAWA ( Dyera lowii Hook ) DI PERSEMAIAN . Sahwalita Sahwalita; Nanang Herdiana; Hengki Siahaan; Maman Suparman
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 9, No 1 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (76.781 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2012.9.1.19-24

Abstract

Pemupukan di persemaian merupakan upaya untuk memacu pertumbuhan dan meningkatkan kualitas bibit. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang pengaruh dosis pupuk majemuk terkendali terhadap pertumbuhan bibit jelutung rawa di persemaian. Penelitian dilakukan di persemaian dan laboratorium Balai Penelitian Kehutanan Palembang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan tiga kali ulangan dengan perlakuan yang diuji meliputi 5 (lima) taraf dosis pupuk majemuk terkendali (Do = 0; D1 = 0,5; D2 =1,0; D3 =1,5; D =2,0 gram/bibit). Parameter yang diamati adalah persentase hidup, pertumbuhan tinggi, diameter dan Indeks Kualitas Semai (IKS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis pupuk berpengaruh sangat nyata dalam meningkatkan pertumbuhan bibit di persemaian. Perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit adalah perlakuan D. Hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan tinggi bibit yang lebih tinggi 48,03% dan diameter  37,57% dibandingkan pertumbuhan tinggi dan diameter bibit D. lowii pada perlakuan Do dengan nilai IKS 0,28. 
HUBUNGAN ANTARA KONDISI TAJUK Eucalyptus pellita F. Muell DAN INFEKSI PENYAKIT BUSUK AKAR Luciasih agustini; Ragil S.B Irianto
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 13, No 1 (2016): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3641.344 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2016.13.1.1-11

Abstract

ABSTRACT Functional disruption of cells and tissues within individual leaves due to pests and diseases infection subsequently causes in deterioration of crown, canopy contraction, and even tree death. Crown condition usually used as visual indicator for tree health assessment. Root-rot is considered as the most damaging disease for Eucalyptus pellita plantations. Methodology for the detection of rootrot at an early stage is required. In order to develop root rot detection method, this study investigates relationship between crown symptoms and root rot disease in E. pellita plantation. A visual assessment method to classify the crown condition of trees in plantations of E. pellita was developed. Repeatability, reproducibility and reliability of the developed method were examined by conducting repeated surveys. Applicability of the method to indicate root-rot incidence and severity at individual tree level was tested in seven plots. At the plot level, the crown-conditions were significantly correlated with the incidence and severity of root rot. At the tree level, the crown conditions were not significantly correlated with root-rot incidence and severity. Probability of these crown-indicators for estimating root-rot incidence and severity in individual tree is 61.4% and 41.6%, respectively. In order to prevent risks of massive productivity loss, root-rot site risk assessments Functional disruption of cells and tissues within individual leaves due to pests and diseases infection subsequently causes in deterioration of crown, canopy contraction, and even tree death. Crown condition usually used as visual indicator for tree health assessment. Root-rot is considered as the most damaging disease for Eucalyptus pellita plantations. Methodology for the detection of rootrot at an early stage is required. In order to develop root rot detection method, this study investigates relationship between crown symptoms and root rot disease in E. pellita plantation. A visual assessment method to classify the crown condition of trees in plantations of E. pellita was developed. Repeatability, reproducibility and reliability of the developed method were examined by conducting repeated surveys. Applicability of the method to indicate root-rot incidence and severity at individual tree level was tested in seven plots. At the plot level, the crown-conditions were significantly correlated with the incidence and severity of root rot. At the tree level, the crown conditions were not significantly correlated with root-rot incidence and severity. Probability of these crown-indicators for estimating root-rot incidence and severity in individual tree is 61.4% and 41.6%, respectively. In order to prevent risks of massive productivity loss, root-rot site risk assessments are suggested to be conducted before plantation expansion.Keywords: Crown condition incidence, root rot, severity ABSTRAK Gangguan fungsional pada sel-sel dan jaringan daun akibat serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan perubahan pada tajuk, penyusutan kanopi dan bahkan dapat menyebabkan kematian pohon. Kondisi tajuk merupakan indikator visual untuk menilai kesehatan suatu pohon. Penyakit busuk akar merupakan salah satu penyakit yang mengancam produktivitas tegakan dan sampai saat ini belum dapat dikendalikan dengan E. pellita efektif. Metode pendeteksian penyakit busuk akar melalui pengamatan karakteritik kondisi tajuk menjadi penting untuk diketahui. Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode penilaian kondisi tajuk guna mengetahui hubungan antara kondisi tajuk dengan keberadaan dan tingkat keparahan penyakit busuk akar pada tegakan E. pellita. E. pellita Penelitian diawali dengan mengklasifikasikan kondisi tajuk ke dalam 5 kelas. Metode klasifikasi ini diuji , dan . Penerapan metode penilaian kondisi tajuk dalam menduga repeatability reproducibility reliability keberadaan dan level keparahan penyakit busuk akar diuji pada 7 plot pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada level plot, kondisi tajuk . secara signifikan berkorelasi dengan serangan penyakit busuk akar. E pellita Namun, pada level individu pohon masih sulit dideteksi. Peluang kondisi tajuk . dalam menduga E pellita keberadaan penyakit busuk akar sebesar 61,4% dan tingkat keparahan sebesar 41,6%. Penilaian potensi suatu kawasan terhadap serangan penyakit busuk akar perlu dilakukan sebelum pembukaan hutan tanaman industri agar kerugian besar akibat penyakit busuk akar dapat dihindari.Kata kunci: , keberadaan, kondisi tajuk, penyakit busuk akar, tingkat keparahan
PERBANYAKAN GAHARU MELALUI STEK Jayusman Jayusman
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 2, No 3 (2005): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1147.982 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2005.2.3.117-124

Abstract

Perbanyakan stek gaharu telah dilakukan untuk mengidentifikasi bentuk stek dan konsentrasi hormon Rootone-F yang sesuai. Penelitian menguji stek pucuk dan stek batang pada konsentrasi hormon pertumbuhan Rootone yaitu 0 g (kontrol), 0,5 gr/40 ml, 1   gr/40 ml,  1,5   gr/40 ml,  2 gr/40 ml dan bentuk tepung. Hasil pengujian menunjukkan bahwa stek pucuk memberikan nilai terbesar pada persen jadi stek, jumlah daun dan kekokohan semai gaharu masing- masing 56,7% - 76,8%,   12,6  - 2,9 dan 0,012  - 0,042, dibandingkan stek batang dengan nilai 23,4% -  36,7%, 1,53 -  3  dan 0,017 - 0,024. Rootone-F  pada konsentrasi  1,5 gr/40 ml cukup sesuai untuk perbanyakan  stek gaharu  karena menghasilkan nilai terbesar untuk semua parameter yang diuji pada penelitian ini.  Kesimpulan yang dapat dikemukakan bahwa teknik yang digunakan pada penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk produksi bibit gaharu secara masal.

Filter by Year

2004 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 20, No 1 (2023): Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 19, No 2 (2022): Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 19, No 1 (2022): Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 18, No 2 (2021): Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 18, No 1 (2021): Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 17, No 2 (2020): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 17, No 1 (2020): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 16, No 2 (2019): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 16, No 1 (2019): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 15, No 2 (2018): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 15, No 1 (2018): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 14, No 2 (2017): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 14, No 1 (2017): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 13, No 2 (2016): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 13, No 1 (2016): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 12, No 3 (2015): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 12, No 3 (2015): Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 12, No 2 (2015): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 12, No 2 (2015): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 12, No 1 (2015): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 12, No 1 (2015): Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 11, No 3 (2014): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 11, No 3 (2014): Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 11, No 2 (2014): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 11, No 1 (2014): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 1, No 1 (2014): JPHT Vol 10, No 4 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 10, No 4 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 10, No 3 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 10, No 2 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 10, No 2 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 10, No 1 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 10, No 1 (2013): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 9, No 4 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 9, No 4 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 9, No 3 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 9, No 3 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 9, No 2 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 9, No 2 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 9, No 1 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 9, No 1 (2012): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 5 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 5 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 4 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 4 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 3 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 3 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 2 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 2 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 1 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 8, No 1 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 7, No 5 (2010): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 7, No 4 (2010): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 7, No 3 (2010): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 7, No 2 (2010): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 7, No 1 (2010): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 6, No 5 (2009): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 6, No 4 (2009): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 6, No 3 (2009): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 6, No 2 (2009): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 6, No 1 (2009): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 5, No 3 (2008): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 5, No 2 (2008): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 5, No 1 (2008): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 4, No 2 (2007): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 4, No 1 (2007): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 3, No 3 (2006): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 3, No 2 (2006): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 3, No 1 (2006): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 2, No 3 (2005): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 2, No 2 (2005): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 2, No 1 (2005): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN Vol 1, No 1 (2004): JPHT More Issue