cover
Contact Name
Khairiah
Contact Email
khairiah@iainbengkulu.ac.id
Phone
+6285342358888
Journal Mail Official
nazarhusain80@gmail.com
Editorial Address
LP2M IAIN Sultan Amai Gorontalo jl. Gelatik no1 Kota Utara, kota Gorontalo Provinsi Gorontalo, Indonesia.
Location
Kota gorontalo,
Gorontalo
INDONESIA
Al-Ulum
ISSN : 14120534     EISSN : 24428213     DOI : https://doi.org/10.30603/au.v19i2.1051
Core Subject : Religion, Economy,
Al-Ulum adalah jurnal yang terbit berkala pada bulan Juni dan Desember, ditelaah dan direview oleh para ahli dalam bidangnya, diterbitkan oleh lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, Indonesia ISSN 1412-0534 E-ISSN 2442-8213 Al-Ulum telah diakreditasi dengan peringkat B oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Keputusan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 53/DIKTI/Kep/2013 untuk periode 2013-2018. Sekarang, AL-Ulum telah terakreditasi sistem online dengan peringkat “Sinta 2” untuk periode 2018-2022 oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi SK No. 21/E/KPT/2018.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 482 Documents
THE INDONESIAN CLERICS COUNCIL (MUI) AND THE ISSUE OF THE FREEDOM OF RELIGION IN THE CASE OF AHMADIYAH Rochmat, Saefur
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.451 KB)

Abstract

The Republic of Indonesia does not follow the pure concept of nation state as the national ideology of Pancasila recognizes the role of religion in the national political system. Based on this conception, the government has facilitated the establishment of the ministry of religious affairs which often breaks the principle of religion freedom. In the case of Islamic sect of Ahmadiyah, MUI, established under the auspice of the ministry of religions, has accused the Islamic sect of Ahmadiyah of having done the act of blasphemy. Actually, this will not become a problem if the state consistently applies the separations of power between public and private affairs. In this regard, religious communities take in a role of civil society which would provide checks and balances to the government in the pursuance of democracy. In line with this, the ministry of religious affairs, by means of MUI, should not judge people based on their beliefs. Al-Qur’an also recognizes the existence of different religions as well as some sects within a certain religion. Moreover, it is useful to implement Richard Niebuhr’s theory of denomination. Last but not least, MUI should act following the concept of nation state in order to moderate power which tends to corrupt. -----Republik Indonesia didirikan berdasarkan dasar negara Pancasila. Sejalan dengan itu, negara memfasilitasi pendirian kementerian agama, yaitu sebuah institusi yang sering melanggar pinsip kebebasan beragama. Sebagai contoh, MUI, yang didirikan di bawah naungan kementerian agama, menuduh Ahmadiyah, salah satu aliran dalam Islam, telah melakukan penistaan agama. Sebenarnya, model negara Pancasila tidak bermasalah bila negara secara konsisten menerapkan pemisahan kekuasaan antara urusan  publik  dan urusan  privat. Dalam hal ini organisasi-organisasi keagamaan, seperti Ahmadiyah dan MUI, memainkan peran sebagai unsur  civil society, dalam arti menjadi penyeimbang bagi negara, demi terciptanya masyarakat yang demokratis. Oleh karena itu, MUI, tidak menilai orang berdasarkan keyakinannya, karena. al-Qur’an mengakui keberadaan beberapa agama dan aliran-alirannya.  MUI perlu menilainya berdasarkan teori denominasi karya  Richard Niebuhr. MUI juga perlu memposisikan diri sebagai bagian dari civil society, mengkritisi penguasa yang cenderung menyalahgunakan kekuasaan. 
CAMPAIGN SOCIALIZATION RELIGIOUS FREEDOM TO TOLERANCE RELIGION OF STUDENT Prisgunanto, Ilham
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1139.517 KB)

Abstract

This research talks about correlation between campaign socialization freedoms of religion in any mass media to religious tolerance student in campus. Theoretical studies in this research uses mass media effect communication mass media especially Uses and Gratifications theories. Data analysis is  quantitative surveys for 100 students in campus. Finding research explains that in cognitive level just television give impact to understanding for student’s’ religious tolerance. Beside that in conative level impact for student’s religious tolerance come from poster media. This research explains that there are no correlation between socialization campaign and students’ religious tolerance.----- Kebebasan beragama adalah sesuatu yang sangat pribadi dan Negara Indonesia menjunjung tinggi hak tersebut dalam konteks mengangkat martabat dan derajat bangsa. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh sosialisasi kampanye informasi kebebasan beragama di  media massa terhadap sikap toleransi beragama mahasiswa. Penelitian menggunakan teori efek komunikasi media massa (Uses and gratifications). Model pengolahan data dengan kuantitatif berjenis asosiatif pengaruh dengan metode survei dan diadakan di sebuah kampus di Jakarta berjumlah 100 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam tingkat kognitif hanya media televisi yang memberikan pengaruh pada mahasiswa dengan nilai r pearson correlation 0,23. Pada tingkatan konatif diketahui media poster yang berpengaruh pada sikap bertoleransi namun nilai pearson correlation -0,298. Terlalu banyak poster berisi kebebasan beragama malah akan membuat muak mahasiswa dalam menafsirkan informasi tersebut. Jelas bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sosialisasi kampanye kebebasan beragama dengan sikap toleransi beragama pada mahasiswa dalam kehidupan sehari-hari. 
HISTORICITY AND CONTEXTUALIZATION TO THE PROBLEMS OF MOSLEM AND NON-MOSLEM (A Hadith Study) Assagaf, Ja`far
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.437 KB)

Abstract

Specifications of this paper are to discuss on the most traditions of the Prophet Muhammad pbuh about problematic social interactions of Moslems and Non-Moslems in the context of history and understanding which are implied inside it. The first is about greeting, congratulations for the great day. Secondly, Non-Moslems enter the mosque. The third is about eating meat of animals which are cut by Non-Moslems. All of these Specifications are often taking place with high intensity between Moslems and Non-Moslems in daily life. The problems of the relationship between Moslems and Non-Moslems are actual to be discussed.  The issues are not infrequently to be in confinement the radical attitude of Moslems because of the understanding of religious texts, in this regard is the Quran, and hadith textually. The textually understandings of religious texts are combat command, killing, and dicriminating Non-Moslems. While, Non-Moslem communities do not try to learn on both the text histories from source Moslems deeply. Therefore, they have priori attitude towards certain clans. If they, especially for Moslems, are willing to learn aspects of religious texts comprehensively, so that, radical, and hostile attitude of Non-Moslem communities are nothing.   -----Spesifikasi tulisan ini membahas sebagian hadis-hadis Nabi Muhammad saw tentang problematika interaksi sosial Muslim dengan non Muslim dalam konteks sejarah dan pemahaman yang tersirat di dalamnya yang meliputi: pertama, seputar ucapan salam dan selamat hari besar; kedua, non Muslim masuk masjid ketiga, memakan sembelihan non Muslim. Ketiga interaksi ini sering terjadi dengan intensitas yang tinggi antara Muslim dengan non Muslim dalam kehidupan sehari-hari. Problematika hubungan antara Muslim dan non Muslim menjadi fenomena yang aktual. Tak jarang muncul sikap radikal dari kaum Muslim dalam memahami al-Qur’an dan hadis tentang perintah memerangi, membunuh dan mendiskreditkan non Muslim. Sementara di kalangan komunitas non Muslim muncul sikap apriori, karena tidak berusaha menilik lebih jauh teks dalam Alquan dan hadis tersebut.  
PELA- GANDONG AND HARMONIZATION LIFE OF BROTHERHOOD (ORANG BASAUDARA) (Study case The Relations of Islam and Christianity post conflict in Ambon) Attamimy, M.
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.602 KB)

Abstract

In post conflict period, Moluccas people were re-echoed the desire to be a civilized society and a dignified. Moluccas Community believes that the spirit of Pela-Gandong is able to glue back the kinship that had marred. Pela is cultural friendships which have been institutionalized in every heart, mind, and behavior of the Moluccans, it’s mean that they come from the same culture, although their religion is different. Pela-Gandong is a “mental awareness “of the “orang Basudara” were so strong, so whatever the burden and responsibility of the “orang Basudara” is a shared of responsibility. This Relationship has relevance to the teaching of religion in ukhuwwah concept. Therefore, the embodiment of teaching of Pela and the values which contained it’s none other the practice of religion. Instead, the reluctance to hold of Pela tradition, it’s same as reluctant to implement the values of religion itself. -----Keinginan masyarakat Maluku  untuk kembali menjadi masyarakat yang beradab dan bermartabat kembali dikumandangkan pascakonflik. Masyarakat meyakini bahwa spirit Pela-Gandong mampu merekatkan kembali  tali persaudaraan  yang sempat tercederai. Pela-Gandong adalah persahabatan kultural yangtelah  melembaga dalam setiap hati, pikiran, dan perilaku masyarakat Maluku, yaitu  bahwa mereka berasal dari budaya yang sama walaupun agama yang mereka anut  berbeda. Pela-Gandongpanggilan jiwa orang Basudara, yang begitu kuat, sehingga apapun yang menjadi beban dan tanggung jawab orang Basudara merupakan tanggung jawab bersama.Ikatan seperti itu  memiliki relevansi dengan ajaran agama dalam konsep ukhuwwah. Oleh karena itu, pengejawantahan ajaran Pela dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak lain merupakan pengamalan ajaran agama. Sebaliknya, keengganan untuk memegang tradisi Pela, sama dengan enggan melaksanakan ajaran agama itu sendiri.
HUMANIST THEOLOGY: ESTABLISH UMMAH TOWARD A TOLERANCE Huzain, Muhammad
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

The nature of religion has been endlessly discussed by philosophers, theologians, psychologists, and sociologists. They look at different aspects of religion as their interests and their purposes differ. Therefore, they formulate variety of definition of religion. Religion is seen to be difficult to define. But it is necessary to have a clear definition of religion as a starting point for religious studies. But in the globalization era, Muslim need theology basis which is strong. Theology term is to help enrich the muslim knowleadge of Islam. In the thought of Islam theology, means knowleadge which is content in relation beetwen God and the universe. Later, The draft formulation of this, are; How is the book theology in relation of book and religion pluralims? To focus to this formulation, it will be presented many questions, namely: First, How is the theology of consept in the book perspective? The Second, as a book guideline, how is theology implication toward the pluralism religion? Then this writing shows that theology (tauhid) is human awareness on thier believer toward the one god which cover it’s one of essence, action, atribute (characteristic).  The unity of god essence is a furitification towards God. Yet, The fluralism is to be still unitied  with strong bound, namely bound of essence of God.  -----Tulisan ini mengkaji konsep ketuhanan dan konsep pluralitas dalam agama Islam. Hal ini penting, karena agama tidak boleh dipahami sebagian-sebagian, tetapi harus secara menyeluruh. Oleh karena itu, masalah agama ini tidak pernah berhenti diperbincangkan oleh para ilmuwan. Dalam rangka memberikan rumusan tentang konsep agama secara benar khususnya kepada para penganutnya dan kepada masyarakat secara umum, maka dalam tulisan ini dikemukakan dua pertanyaan, yaitu: 1.Bagaimana konsep ketuhanan dalam perspektif kitab suci alquran? 2. Sebagai kitab pedoman beragama, bagaimana implikasi ketuhanan terhadap konsep pluralitas? Tulisan ini menunjukkan bahwa tauhid adalah kesadaran manusia akan keberadaan Tuhan yang satu, Tetapi, pluralism akan tetap menjadi kesatuan pijakan yang kuat, yaitu; pijakan kepada Tuhan.
INCLUSIVE PARADIGM –RELIGION PLURALISM ON AL-QURAN PERSPECTIVE (QS. al-Baqarah/2: 136-137 & QS. Ali Imran/3: 64 Analysis) Maulasa, Aisma; Rahman, M. Gazali
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.736 KB)

Abstract

This writing is discussing Alquran perspective about the attitude which should be owned by every Moslem in facing religion pluralism as something is possible and factual. By doing deep analysis on QS AlBaqarah /2: 136-137 and QS Ali Imran /3: 64, it is clear that pluralism is factual and be sunnatulah which should be exclaimed its truth. The three verses are also claim five ideal forms which should be had and implemented by all Moslem in regulating their interaction with other religion followers. As the biggest inspiration of a Moslem, then the finding meaning on Alquran verses will minimalize even erupt all exclusive paradigm on religion which for long time constraint the harmony of religion relationship. Exclusive religion bears, because there is misunderstanding and less of understanding about Alquran verses. -----Tulisan ini menyorot pandangan Alquran tentang sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap muslim dalam menyikapi pluralitas agama sebagai sesuatu yang niscaya dan faktual. Melalui analisis mendalam terhadap QS. al-Baqarah/2: 136-137 dan QS. Ali Imran/3: 64, tampak jelas fakta pluralitas sebagai sunnatullah yang harus diakui keberadaannya. Ketiga ayat tersebut juga menegaskan lima bentuk sikap ideal yang harus dimiliki dan diimplementasikan oleh setiap muslim dalam menata interaksinya dengan penganut agama lain. Sebagai sumber inspirasi terbesar seorang muslim, maka penyingkapan makna di balik ayat-ayat Alquran tersebut akan meminimalisir bahkan mengikis habis sikap ekslusivis beragama yang selama ini telah memasung keharmonisan hubungan antaumat beragama, sebab lahirnya sikap ekslusivis beragama tidak terlepas dari adanya miss understanding dan kedangkalan pemahaman terhadap ayat-ayat Alquran.
MULTICULTURAL EDUCATION AND INTERRELIGIOUS LEADERS KNOWLEDGE Marjuni, Marjuni
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Multicultural-education is meant to portray about the efforts that must be carried out by teachers and lecturers in the midst of a growing cultural diversity in todays society. Teachers and lecturers are expected to contribute in revising the learning material as well as to reform the learning system with wider insight in the globalization process. The birth of various teachings or understandings which are not relevant with religious values, such as secularism and materialism, tends to make religion education to be helpless and even to make religion to be ruled out in various fields. This may also hit people when religion does no longer function effectively in multidimensional and multicultural life. -----Pendidikan berbasis multikultural dimaksudkan untuk menggambarkan tentang upaya-upaya yang harus dilakukan oleh guru dan dosen di tengah-tengah keanekaragaman budaya yang berkembang dalam masyarakat saat ini. Guru dan dosen diharapkan dapat berkonstribusi dalam merevisi materi pembelajaran serta melakukan reformasi dalam sistem pembelajaran dengan wawasan yang lebih luas dalam arus globalisasi. Lahirnya berbagai ajaran atau pemahaman yang tidak relevan dengan nilai-nilai agama, seperti aliran materialis dan sekuler, maka ada kecenderungan membuat pendidikan keagamaan menjadi tidak berdaya dan lebih lagi jika agama telah dikesampingkan dalam berbagai bidang. Hal ini mungkin juga menerpa umat bila agama tidak lagi berfungsi secara efektif dalam kehidupan multidimensi dan multikultural.
MUHAMMAD IQBAL’S PHILOSOPHY OF RELIGION AND POLITICS: The Basic Concept of Religious Freedom Tajuddin, Muhammad Saleh
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.657 KB)

Abstract

The objective of this writing is to explore Iqbal’s thought about religion and politics as the basic concepts of religious freedom. This writing is done by doing research in library and running qualitative research based on philosophical approach. The study is analyzed through descriptive analysis to get accurate results from the objective of the study. The results of the research are: 1) Iqbal’s thought of religion is based on creed (belief), which reflects on rational thought. Iqbal’s effort on reconstruction of religion gives harmony between religion and politics which leads to the society too. 2) The religious freedom from Iqbal’s thought is based on the political ethics concept. His idea is started with the integration between Western thoughts and the Qur’an. Iqbal’s perspective of ego promotes self freedom, so every person can avoid his self from getting perfect spiritual (insane kamil). 3) Individual that lives in “reality as self conscious” concerns on the powers, which will create a harmony to society.  -----Tujuan penulisan ini adalah untuk mengeksplorasi pemikiran agama dan politik Muhammad Iqbal sebagai landasan pemikirannya tentang kebebasan beragama. Tulisan ini menggunakan metode library research dengan jenis penelitian kualitatif melalui pendekatan filsafat. Hasil temuan tulisan inin adalah: 1)Pemikiran keagamaan Iqbal didasarkan pada iman kemudian direfleksikan dalam bentuk pemikiran rasional. Upaya Iqbal dalam merekonstruksi pemikiran agama adalah memberikan keharmonisan pada agama dan politik dalam mencapai kehidupan sosial yang harmoni. 2) Pemikiran Iqbal tentang politik sebagai dasar kebebasan beragama adalah didasarkan pada konsep etika politik. Dasar pemikirannya diawalidengan konsep diri dengan memadukan pemikiran Barat dengan Alquran. Ego bagi Iqbal adalah kausalitas pribadi yang bebas, sehingga setiap individu mesti mampu mengendalikan dirinya untuk mencapai kesempurnaan spiritual (InsanKamil). 3) Individu sebagai reality as self conscious adalah suatu kesadaran akan kekuatannya, dan kesadaran akan tujuan hidupnya yang besar bergabung dalam masyarakat untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis.  
RELATION BETWEEN PANCASILA AND ISLAMIC VALUES ON RELIGIOUS FREEDOM Sulasman, Sulasman; Dewi, Eki Kania
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.801 KB)

Abstract

The discourse of religious harmony and freedom is still a current study and much studied through various approaches, including in the perspective of history, sociology, and culture. In Indonesia, normatively, the practices of religious harmony and freedom are referred to both Islamic religion and Pancasila values. The two normative references are positioned in line. Thus, even for the people, Pancasila has a spirit of Islam, because the framers of Pancasila (and Konstitution UUD 1945) are Moslem like Muhammad Yamin and Sukarno. Consciously or not, the Islamic teaching viewed by those framers of Pancasila absorbed into the values of Pancasila. Therefore, it is fair enough that Pancasila and Islam have harmony and conformity, including the concepts of religious harmony and freedom.----- Wacana kerukunan dan kebebasan beragama masih menjadi kajian aktual  dan banyak dikaji melalui berbagai pendekatan, diantaranya dalam perspektif sejarah, sosiologi, dan budaya. Di Indonesia, secara normatif,  praktik kerukunan dan kebebasan beragama mengacu pada nilai agama Islam dan Pancasila sekaligus. Kedua acuan normative tersebut diposisikan sejalan. Bahkan bagi sebagian kalangan Pancasila memiliki ruh ajaran Islam, karena para perumus Pancasila (dan UUD 1945) adalah umat Islam, seperti Muhammad Yamin dan Soekarno. Disadari atau tidak, ajaran Islam yang dipersepsi para perumus Pancasila tersebut meresap kedalam Pancasila. Oleh karena itu, wajar apabila antara Pancasila dan Islam memiliki keselarasan dan kesesuaian, termasuk dalam hal konsep kerukunan dan kebebasan beragama.
CALCULATING THE PHILOSOPHICAL SIGNIFICANCE OF THE CONCEPT OF RELIGIOUS FREEDOM IN ISLAM Roswantoro, Alim
Al-Ulum Vol 14, No 2 (2014): Al-Ulum December
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.566 KB)

Abstract

The writing attemps to explore the philosophical meaning of the theological messages of Islam on religious freedom. The article do not study the empirical facts of religious freedom practiced by muslims today, but it scrutinizes the theological messages as written in the Qur’an and as showed by the real examples of the God’s Messenger. Through understanding some Qur’anic verses, we will find that Islam strongly encourages the life of different religious people based on the value of freedom. Freedom intended to be a base of religious life is not freedom to do whatever someone wants, but freedom to respect and to protect one another among religious people who are different in religion and faith. This value of message of religious freedom was wonderfully performed in historical practices of the Prophet Muhammad puh. From the Islamic principles of religious freedom that can be underlined, the writing finally tries to elucidate its philosophical meaning. The messages of religious freedom in Islam contain the strong and deep philosophical meaning, because the establishment of religious freedom is based on the fundamental value of human freedom and on the freedom as the nature of life itself.----- Tulisan ini mencoba menggali makna filosofis dari ajaran teologis Islam mengenai kebebasan beragama. Artikel ini tidak membahas fakta-fakta empiris kebebasan beragama yang diperlihatkan oleh orang-orang Islam dewasa ini, melainkan membahas ajaran-ajaran teologis seperti tertulis dalam al-Qur’an dan contoh nyata dan Rasulullah. Memahami beberapa ayat al-Qur’an, Islam tampak kuat mendorong kehidupan antar umat beda agama yang didasarkan pada nilai kebebasan. Kebebasan yang dijadikan basis hidup beragama, bukanlah kebebasan untuk melakukan apapun, melainkan kebebasan untuk saling menghargai dan saling melindungi. Nilai ajaran kebebasan beragama seperti ini dipraktekkan dalam kehidupan nyata Nabi Muhammad saw. Dari prinsip Islam mengenai kebebasan beragama yang bisa disimpulkan, tulisan ini pada akhirnya mencoba memaknainya secara filosofis. Ajaran kebebasan beragama dalam Islam sangat kuat kandungan filosofisnya, karena kebebasan beragama ditegakkan di atas prinsip nilai kebebasan manusia dan kebabasan sebagai hakikat dari kehidupan itu sendiri.

Page 11 of 49 | Total Record : 482