cover
Contact Name
Khairiah
Contact Email
khairiah@iainbengkulu.ac.id
Phone
+6285342358888
Journal Mail Official
nazarhusain80@gmail.com
Editorial Address
LP2M IAIN Sultan Amai Gorontalo jl. Gelatik no1 Kota Utara, kota Gorontalo Provinsi Gorontalo, Indonesia.
Location
Kota gorontalo,
Gorontalo
INDONESIA
Al-Ulum
ISSN : 14120534     EISSN : 24428213     DOI : https://doi.org/10.30603/au.v19i2.1051
Core Subject : Religion, Economy,
Al-Ulum adalah jurnal yang terbit berkala pada bulan Juni dan Desember, ditelaah dan direview oleh para ahli dalam bidangnya, diterbitkan oleh lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo, Indonesia ISSN 1412-0534 E-ISSN 2442-8213 Al-Ulum telah diakreditasi dengan peringkat B oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Keputusan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi No. 53/DIKTI/Kep/2013 untuk periode 2013-2018. Sekarang, AL-Ulum telah terakreditasi sistem online dengan peringkat “Sinta 2” untuk periode 2018-2022 oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi SK No. 21/E/KPT/2018.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 481 Documents
UNSUR ESTETIKA ISLAM PADA SENI HIAS ISTANA RAJA BUGIS Yunus, Pangeran Paita; Soedarsono, Soedarsono; Gustami, SP
Al-Ulum Vol 12, No 1 (2012): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (173.504 KB)

Abstract

Kesinambungan dalam perkembangan seni, khususnya seni rupa Indonesia-Hindu mencapai tradisi baru pada zaman kekuasaan para raja yang memeluk agama Islam, di mana perkembangan seni rupa Islam di Indonesia berpusat di istana para raja. Di pusat seni budaya inilah kesenian dibina dan dikembangkan berdasarkan tradisi kesenian lama dengan nilai-nilai baru yang bernafaskan Islam. Unsur simbolik dan estetika dalam bangunan Islam di Indonesia, merupakan pencerminan dari nafas kebudayaan di suatu daerah. Besar atau kecilnya peranan budaya lokal, berbobot atau tidaknya karya seni rupa pra-Islam, itulah yang mewarnai bentuk kesenian Islam termasuk perwujudan arsitekturnya. Dalam konsepsi Islam, segala ciptaan seni yang memi­liki nilai-nilai keindahan harus dihubungkan dengan kekayaan dan kebesaran Allah Swt. Dengan demikian, seni dalam Islam mempunyai kedudukan hukum (syar’i) tertentu yang diatur oleh ajaran-ajaran agama Islam, baik yang terdapat dalam Al Qur’an, Hadist, maupun pendapat-pendapat para ulama dari berbagai mazhab dalam Islam.   ----------------Continuity in the development of art, especially Hindu art Indonesia reached a new tradition at the time of the power of the king who converted to Islam, in which the development of Islamic art in Indonesia based on the palace of the king. In this cultural arts center arts fostered and developed based on a long artistic tradition with new values that Islam breath. Symbolic and aesthetic elements in the building of Islam in Indonesia, is a reflection of culture in a region of breath. Big or small the role of local culture, weighing whether or not the work of pre-Islamic art, thats what color the Islamic art forms including architecture realization. The concept of Islam, i.e. every creature possessed of art values have to be connected with a wealth of beauty and greatness of Allah Swt. Thus, in Islamic art has a legal status (syari) are governed by certain religious teachings of Islam, both contained in the Quran, Hadith, and the opinions of the ulama.
POSITIVISASI HUKUM ISLAM DALAM PEMBINAAN HUKUM NASIONAL DI INDONESIA Fitriyani, Fitriyani; Laupe, Abd Basir
Al-Ulum Vol 13, No 2 (2013): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.585 KB)

Abstract

Dalam konteks hukum Islam, Piagam Jakarta sebagai salah satu hasil sidang BPUPKI merupakan sumber persuasive. Hukum Islam baru menjadi sumber autoritatif (sumber hukum yang telah mempunyai kekuatan hukum) dalam ketatanegaraan, ketika Dekrit Presiden R.I 5 juli 1959 yang mengakui bahwa Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945. Hukum Islam sebagai tatanan hukum yang dipedomani dan ditaati oleh mayoritas penduduk dan masyarakat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat. Demikian pula sudah merupakan bagian dari ajaran dan keyakinan Islam yang eksis dalam kehidupan hukum nasional, serta merupakan bahan dalam pembinaan dan pengembangannya.----------------------------In the context of Islamic law, the Jakarta Charter was seen as one of the result of the trial BPUPKI, a persuasive source. New Islamic Law becomes authoritative sources (sources of law has been legally binding) in the state administration, when the July 5 Presidential Decree 1959 which recognizes that animates the Jakarta Charter 1945. Islamic law as a legal order that guided and adhered to by the majority of the population and the people of Indonesia is both the law that has been living within the community. It has also become the part of the teachings and beliefs of Islam that exists in the national law as well as the source of guidance and development.
NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA AJARAN CINTA DALAM TASAWUF Damis, Rahmi
Al-Ulum Vol 14, No 1 (2014): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (829.54 KB)

Abstract

Ajaran cinta dalam tasawuf menurut mahasiswa, terdapat nilai-nilai pendidikan karaktek.  Wujud cinta  menjadikan seseorang berakhlakul karimah yang senantiasa menginginkan kedamaian, sehingga dalam setiap ucapan dan tingkah laku selalu menyenangkan orang, ikhlas, adil dan jujur.  Terhadap cara yang ditempuh dalam mencapai cinta menunjukkan nilai-nilai pendidikan karakter secara keseluruhan, karena diawali dengan pembersihan diri dari segala bentuk dosa dan sifat-sifat buruk, kemudian pengisian diri dengan perbuatan dan sifat-sifat baik, seperti, kasih sayang, sabar dan toleransi.  Manfaat yang diperoleh dari konsep cinta menunjukkan nilai-nilai pendidikan karakter karena dapat melahirkan sikap empati, tolong menolong terhadap sesama, keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.  ----------------------Students consider that teaching of love in tasawuf consists of great values of educational character.  The teaching of love itself stimulates good character as manifested in the willingness to live in peace which in turn enable to guide one to exercise good speech and deeds that could make other people feel happy,sincere, fair, and honest.On the basis of this reliance, one should realize that love could only be reached by implementing systematic character education because started from purifying self from any sinful deeds and then followed by fulfilling self with good deeds, such as love, patience, and tolerance.  The benefit that can be acquired from the concept of love are empathy as well as mutual help among people, harmonious and peaceful life as member of community as well as nation.
WACANA NON DOMINAN: MENGHADIRKAN FIKIH ALTERNATIF YANG BERKEADILAN GENDER Kau, Sofyan A.P.; Suleman, Zulkarnain
Al-Ulum Vol 13, No 2 (2013): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.136 KB)

Abstract

Fikih kaya atas keragaman opini hukum, termasuk fikih perempuan. Opini hukum fikih tentang perempuan tidak tunggal melainkan beragam. Keragaman fikih perempuan ini sejatinya menjadi pilihan alternatif atas fikih yang berperspektif gender. Tulisan ini menawarkan wacana non dominan sebagai fikih alternatif untuk menghadirkan fikih yang berkeadilan gender. Sebab wacana dominan tentang fikih perempuan dikritik sebagai fikih yang tidak berkeadilan gender. Sementara fikih tidak hanya menghadirkan wacana dominan, melainkan juga menyandingkan wacana non dominan. Dalam wacana non-akikah dan cara membersihkan air kencing bayi laki-laki dan perempuan disamakan. Bersentuhan dengan perempuan tidak membatalkan wudhu, dan perempuan memiliki hak yang sama dengan lelaki dalam hal perwalian, saksi dan kepemimpinan. Dalam wacana non dominan, perempuan boleh menjadi wali dan saksi pernikahan, imam salat jamaah dan pemimpin publik. -----------------Jurisprudence has a diversity of opinions over the law interpretation. Among other is the women jurisprudence. Furthermore, the women legal opinion is subsequently not single but diverse. The diversity of women jurisprudence is actually seen as an alternative, that is, ‘gender’ perspective kind of fiqh. This paper offers a non-mainstream discourse over the fiqh by presenting and assessing ‘gender’ perspective kind of jurisprudence. This is done because it is seen that most discourse over women jurisprudence were dominated by gender inequality; and therefore it should be thoroughly criticized. With the exception of akiqah discourses, the way to bath boys’ and girls’ urine, they both treated equally the same. Any physically contacts with women subsequently do not invalidate the ablution (wudhu). Therefore, woman has equal rights with man in custody, witness and leadership. More importantly, in the non-dominant discourse of jurisprudence, woman may be a guardian and a witness to a wedding, even can be a khutbah priest and an imam of public congregational prayers.
TAREKAT Fata, Ahmad Khoirul
Al-Ulum Vol 11, No 2 (2011): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.332 KB)

Abstract

Tarekat sebagai organized sufism hadir sebagai institusi penyedia layanan praktis dan terstruktur untuk memandu tahapan-tahapan perjalanan mistik yang berpusat pada relasi guru murid; otoritas sang guru yang telah mendaki tahapan-tahapan mistik harus harus diterima secara keseluruhan oleh sang murid. Ini diperlukan agar langkah murid untuk bertemu dengan Tuhan dapat terlaksana dengan sukses. Tarekat telah dikenal di dunia Islam terutama di abad ke 12/13 M (6/7 H) dengan hadirnya tarekat Qadiriyah yang didasarkan pada sang pendiri Abd Qadir al-Jailani (1077-1166 M). Setelah melewati tahapan-tahapan dalam tarekat, seorang anggota akan mendapat ijazah dari guru untuk dapat mengajarkan ajaran tarekat kepada orang lain. Adapun aspek silsilah, kebanyakan tarekat mengaitkan silsilah mereka kepada Rasulullah SAW melalui sahabat Ali bin Abi Thalib, kecuali Naqsyabandi  yang melalui Abu Bakar Siddiq. ---------------------Sufism as an organized institution service provider presents a practical and structured to guide the stages of mystical journey that centers on student-teacher relationships; authority of the teacher who had climbed the stages of mystical must be completely accepted by a student. This is necessary in order to move students to meet with God can be completely successful. Congregations have been known in the Islamic world, especially in the second century AD 12/13 (6/7 H) with the presence of the congregation Qadiriyah under the founder Abd al-Qadir al-Jailani (1077-1166 AD). After passing through the stages in the congregation, a member will receive a diploma of teaching; one can conduct a congregation and teach others. Genealogically, most congregations linking their lineages to the Prophet Muhammad through Ali ibn Abi Talib, except of the Naqshbandi who through Abu Bakr Siddiq.
ISLAM DAN LOGIKA MENURUT PEMIKIRAN ABU HAMID AL-GHAZALI Nur, Muhammad
Al-Ulum Vol 11, No 1 (2011): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.351 KB)

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan Logika Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali yang mencakup: (1) untuk mendeskripsikan secara obyektif Logika Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali ilmu essense, klasifikasi ilmu pengetahuan, dan urgensi logika dalam pengembangan ilmu pengetahuan, (2) untuk menggambarkan Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali logika sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang valid. (3) untuk menggambarkan bentuk pemikiran af filosofis Al-Ghazali dalam aspek logis. Ini mencakup banyak bentuk berfikir seperti deduksi, induksi, dan analogi. Hal ini juga terkait dengan proses inferensi (proses terakhir dalam logika), (4) untuk mempelajari relevansi kritis dan heuristik logika Al-Ghazali untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam ilmu Islam. ---------------------------------This article aims to describe the Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali’s Logic that includes: (1) to describe objectively the Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali’s Logic of science essense, science classification, and urgency of logic in science development; (2) to describe the Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali’s logic as a tool to get valid knowledge. (3) to describe philosophical thingking af Al-Ghazali in logical aspect. It includes many forms of thingking such as deduction, induction and analogy. It is also in connection with inference process (the final process in logic); (4) to study critically and heuristically relevance of Al-Ghazali’s logic to science development especially in Islamic science.
PENDIDIKAN KARAKTER PADA PSIKOLINGUISTIK BAHASA ARAB Rusydi, Muhammad
Al-Ulum Vol 13, No 1 (2013): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.342 KB)

Abstract

Tulisan ini akan membahas tentang dimensi psikolinguistik bahasa Arab yang berorientasi pendidikan karakter. Saat pendidikan mengalami berbagai kendala prinsip dalam memanusiakan manusia menuju perubahan yang lebih baik sebagai orientasi dasar pendidikan, pendidikan karakter bangsa muncul dengan menawarkan empat pilar pengembangan yang meliputi olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga sebagai menifestasi dari nilai luhur pancasila. Dalam dimensi psikolinguistik, pembelajaran bahasa Arab yang cenderung dianggap sebagai suatu aktivitas yang mengikis nasionalisme akan kecintaan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bisa menjadi proses yang semakin memperkokoh nasionalisme tersebut dengan melakukan integrasi keempat pilar pendidikan karakter bangsa tersebut dalam kegiatan pembelajaran bahasa Arab. -------------------------------This article is going to discuss about psycholinguistics point of view in the Arabic language which is oriented to character education. When education meets some principles obstacle in putting human be a human to be better as basic orientation of education, national character education emerges with four pillar of development whichare included heart cultivation, thought cultivation, sense cultivation, and physical cultivation as the manifestation of Pancasila moral values. In psycholinguistic point of view, Arabic language lesson tends to be considered as an activity which erodes nationalism in using Indonesia language as united language. However, Arabic language can be a process to strengthen the nationalism by integrating the four pillar of national character education in learning Arabic language.
ISLAM DAN KEBUDAYAAN Fitriyani, Fitriyani
Al-Ulum Vol 12, No 1 (2012): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (154.081 KB)

Abstract

Artikel ini mendiskusikan tentang Islam dan kebudayaa. Islam mempunyai dua aspek, yakni segi agama dan segi kebudayaan. Dengan demikian, ada agama Islam dan ada kebudayaan Islam. Dalam pandangan ilmiah, antara keduanya dapat dibedakan, tetapi dalam pandangan Islam sendiri tak mungkin dipisahkan. Antara yang kedua dan yang pertama membentuk integrasi. Demikian eratnya jalinan integrasinya, sehingga sering sukar mendudukkan suatu perkara, apakah agama atau kebudayaan. Misalnya nikah, talak, rujuk, dan waris. Dipandang dari kacamata kebudayaan, perkara-perkara itu masuk kebudayaan. Tetapi ketentuan-ketentuannya berasal dari Tuhan.  --------------------------This paper discusses about Islam and culture. Islam basically has two terms i.e. religious and cultural. There is no distinguishing gap between “religion of Islam” and “Islamic culture”. In the scientific perspective, the two can be differentiated, but in view of Islam itself it cannot be separated. Both form integration. The integration is so tight. Therefore, it is often difficult to distinguish whether the religion or culture; for example, marriage, divorce, reconciliation and inheritance. In the perspective of culture, it makes matters of culture; yet, their provision comes from God.
JENGAH DAN TRANSFORMASI NILAINYA Wingarta, I Putu Sastra; Abdullah, Irwan; Suryo, Djoko
Al-Ulum Vol 12, No 2 (2012): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (301.507 KB)

Abstract

Globalisasi dengan kandungan ancamannya, terus mendera Bali dalam kapasitasnya sebagai sebuah pulau dengan keunikan alam dan budaya yang dimiliki, yang saat ini menjadi salah satu provinsi dari 33 propinsi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, seberapa besar ancaman yang mendera Bali kontemporer, serta peran jengah dalam menghadapinya. Ditemukan dalam tulisan ini, jengah dengan transformasi nilai-nilai yang dikandungnya berkontribusi positif dalam menghadapi ancaman itu serta mampu memberikan jaminan kelangsungan masa depan Bali dengan keunikan yang dimilikinya. Dengan melakukan transformasi terhadap nilai-nilai jengah, Pemprov Bali berhasil meningkatkan good governance-nya serta nasionalisme aparaturnya, yang mampu memberikan dampak positif dalam upaya menangkal derasnya ancaman terhadap keunikan yang dimiliki Bali.----------------------------------Globalization with its threat that continously plaguing Bali, currently a province of Indonesia in its capacity as an island with natural and cultural uniqueness. This study aims to find out, how big a threat that plagued contemporary Bali, and the role of embarrassment (jengah) in the face. The study founds that embarrassment (jengah) with the transformation of the values they contain contribute positively in the face of threat and is able to guarantee the future sustainability of Bali with its uniqueness. By transforming the values of embarrasment (jengah), Bali provincial government managed to improve their good governance and the nationalism of its apparatus, capable of providing a positive impact in the swift efforts to deter threats to the uniqueness of Bali.
“LEARNING TO LIVE TOGETHER”: PENANAMAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI DI LEMBAGA PAUD ISLAM SM, Ismail; Hidayatulloh, M. Agung
Al-Ulum Vol 14, No 1 (2014): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini mengungkap (1) pentingnya aplikasi pilar “Learning to live together” sebagai upaya penanaman karakter pada anak usia dini di lembaga PAUD Islam; (2) kegiatan pembelajaran yang mencerminkan aplikasi pilar tersebut di lembaga PAUD Islam; dan (3) ragam karakter yang terbangun sebagai efek dari aplikasi pilar tersebut pada anak usia dini di lembaga PAUD Islam. Data penelitian kualitatif ini diperoleh dari para guru PAUD (RA) melalui penyebaran kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pilar “Learning to live together” penting diaplikasikan pada anak sejak usia dini, terlebih di lembaga PAUD Islam. Selain karena usia tersebut adalah usia emas bagi anak untuk menyerap segala hal yang masuk, rasionalisasi lain bersumber dari al-Quran. Di antara kegiatan yang merefleksikan aplikasi pilar tersebut adalah bermain balok, karyawisata, bermain peran, dan cerita keteladanan. Sementara karakter-karakter yang sebaiknya ditanamkan kepada anak sejak dini secara keseluruhan dapat terbangun melalui aplikasi pilar “Learning to live together”. -----------------------------------This paper explores about 1) the importance of application pillar of “Learning to live together” as an effort to implement character on children under five years at PAUD Islam schools; (2) learning activities which reflect the application pillar at PAUD Islam institution; and (3) kind of characters which are built as the effect of the application pillar on children under five at PAUD Islam schools. In this paper, the qualitative research data was obtained from the teachers of PAUD (RA) through questionnaire distribution. The research result showed that pillar “Learning to live together” remains importance to be implemented on children under five years old, particularly at PAUD Islam schools. It is because of early years period is a golden age for children to reserve all aspects which they learned and saw. Also it is based on Qur’anic teachings. Among the activities which reflected the application pillar are beam playing, sightseeing, role playing, and heroic stories.Therefore, the character values should be wholly implemented on the children under five years old which can be built through the application pillar on “Learning to live together”.

Page 2 of 49 | Total Record : 481