cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02161192     EISSN : 25414054     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian (J.Pascapanen) memuat artikel primer yang bersumber dari hasil penelitian pascapanen pertanian. Jurnal ini diterbitkan secara periodik dua kali dalam setahun oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Arjuna Subject : -
Articles 258 Documents
Sifat Antioksidan Bubuk Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Instan Dan Aplikasinya Untuk Minuman Fungsional Asep W Permana; Siti Mariana Widayanti; Sulusi Prabawati; Dondy A Setyabudi
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 9, No 2 (2012): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v9n2.2012.88-95

Abstract

Kulit buah manggis (KBM) merupakan bagian terbesar dari buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang dikategorikan sebagai limbah. Studi fitokimia menunjukkan bahwa senyawa antioksidan dalam KBM, terutama xanthone, antosianin dan kelompok senyawa fenoliklainnya memiliki sifat fungsional dan manfaat untuk kesehatan seperti antidiabetes, antikanker, antiinflamasi, meningkatkan kekebalan tubuh, antibakteri, antifungi, antiplasmodial, dan sebagainya. Berbagai produk olahan berbasis KBM segar sudah berkembangkan di pasaran, seperti jus, konsentrat dan produk lainnya. Pada tahun 2009 telah dihasilkan produk bubuk KBM instan dari ekstrak tepung KBM dengan dengan teknologi enkapsulasi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sifat antioksidan dari produk bubuk KBM instan dan mengaplikasikannya pada pembuatan minuman fungsional berkarbonasi. Parameter sifat antioksidan yang dianalisismeliputi senyawa alfa-mangostin (xanthone), antosianin dan total fenolik serta kapasitas antioksidan dengan metode DPPH. Aplikasi bubuk KBM instan untuk minuman instan berkarbonasi pada konsentrasi penambahan bubuk KBM instan 10% (Formula A), 15% (Formula B), dan 20% (Formula C) dengan ingridien aspartam, sorbitol, asam sitrat, asam malat, natrium bikarbonat dan flavor. Uji organoleptiktingkat kesukaan produk menggunakan metode uji skalardari 0 sampai 10 cm dengan 30 orang panelis. Datadianalisissecara statistik dengan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan’s (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bubuk KBM instan mengandung kadar alfa-mangostin sebesar 0,59 mg/g, antosianin sebanyak 1,13mg/g, dan kadar fenolik sebesar 8,49 mg/g per satuan bobot sampel kering,sedangkan kapasitas antioksidannya sebesar 19,72 mg/g AEAC. Formula minuman KBM instan yang lebih disukai panelis adalah Formula A dan B dibandingkan Formula C yangsecara statistik berbeda nyatapada semua parameter uji. Berdasarkan efisiensi biaya produksi maka formula terpilih adalah Formula A dengan komposisi bubuk KBM instan 10%, aspartam 0,06%, natrium bikarbonat 40%, asam sitrat 30%, asam malat 8,6%, PEG 0,03%, dan sorbitol 11,31%.
KARAKTERISTIK KIMIA KOPI LUWAK ROBUSTA ARTIFISIAL TERFERMENTASI OLEH RAGI LUWAK DAN Α-AMILASE Mukhammad Fauzi; Miftahul Choiron; Yuli Dewi Puji Astutik
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 3 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v14n3.2017.144-153

Abstract

Kopi luwak artifisial mulai dikembangkan dengan beragam metode fermentasi. Fermentasi kopi menggunakan ragi feses luwak selama 24 jam sudah dilakukan sebelumnya. Namun, karakteristik kimia yang dihasilkan belum bisa menyamai kopi luwak asli. Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan kopi luwak artifisial dengan karakteristik kimia yang serupa dengan kopi luwak asli. Pembuatan kopi luwak robusta artifisial melalui tahapan pembuatan ragi kering dan fermentasi kopi robusta. Waktu fermentasi yang digunakan yaitu 8 jam (A1), 16 jam (A2), 24 jam (A3) dan 32 jam (A4) yang dikombinasikan dengan faktor penambahan α-amilase (B1) dan tanpa penambahan α-amilase (B0). Dari kedua faktor didapatkan delapan kombinasi perlakuan. Kadar kafein kopi tanpa α-amilase 0,54-0,80%, sedangkan dengan α-amilase 0,45-0,65%. Kadar glukosa tanpa α-amilase 8,92-9,26%, sedangkan dengan α-amilase 9,03-9,31%. pH dengan α-amilase 5,90-6,20, sedangkan tanpa α-amilase 5,99-6,16. Kadar air dengan α-amilase 10,25-10,82%, sedangkan tanpa α-amilase 9,55-10,29%. Total asam tertitrasi dengan α-amilase 1,59-1,83%, sedangkan tanpa α-amilase yaitu 1,41-1,51%. Persen N-amino dengan α-amilase 0,11-0,2%, sedangkan tanpa α-amilase 0,09-0,19%. Berdasarkan hasil analisis, perlakuan A4B1 (fermentasi 32 jam dengan penambahan α-amilase) memiliki karakteristik kimia paling mendekati kopi luwak asli.
Effect of Cocoa Liquor Temperature To The Yield And Fat Content Of Cocoa Powder Fermented and Unfermented Cocoa. Erina Septianti; Abdullah Bin Arif
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v13n1.2016.43-51

Abstract

Cocoa has become one of the strategic export commodities which accounted for the fourth largest foreign exchange after oil palm, rubber, and coconut. Indonesian cocoa production is significantly increasing, but the quality is still unsatisfactory. This will give conveying pathern of low quality of Indonesian cocoa in international markets. The producers need to improve the cocoa beans quality and start selling intermediate to final processed product. The fermentation process is an essensial stage of cocoa beans processing to guarantee a good flavor and aroma. Pressing process is also a very important step of process in determining the quality of cocoa.This research was aimed to determine the influence of cocoa liquefied temperature on the fat yield and fat content of the cocoa powder obtained from pressing of cocoa paste with a hydraulic pressing system. The result of this study is expected to provide information on the effectiveness of pressing at several cocoa paste temperatures. The treatments was arranged in Factorial Designwith 3 treatments of cocoa paste temperature (room temperature (± 30oC), 40oC and 50oC), and 3 replication for fermented and without fermentation cocoa. The results of this study show that effective temperature on compression of paste is at a temperature of 50 oC which generated the most fat yield and the lowest fat content of cocoa powder. PENGARUH SUHU PEMASTAAN TERHADAP RENDEMEN DAN KADAR LEMAK BUBUK KAKAO HASIL PENGEMPAAN DARI BIJI KAKAO FERMENTASI DAN NON FERMENTASIKakao telah menjadi salah satu komoditas ekspor strategis yang menyumbang devisa negara terbesar keempat setelah kelapa sawit, karet, dan kelapa. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan masih kurang memuaskan. Hal tersebut akan menurunkan citra kakao Indonesia di pasaran luar negeri. Keadaan ini menuntut produsen kakao untuk terus meningkatkan mutu biji kakao dan mulai mengalihkan perhatian untuk tidak hanya menjual kakao dalam bentuk biji, tetapi juga dalam bentuk bahan jadi maupun setengah jadi. Proses fermentasi merupakan tahapan pengolahan biji kakao yang vital dan mutlak untuk menjamin dihasilkannya citarasa maupun aroma cokelat yang baik. Proses pengempaan juga merupakan proses yang sangat penting dalam menentukan mutu kakao. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pasta kakao terhadap rendemen lemak dan kadar lemak bubuk kakao dengan pengempaan sistem hidrolik. Perlakuan disusun dalam Rancangan faktorial, dengan 3 perlakuan suhu pasta yaitu suhu ruang (± 30 oC), suhu 40 oCdan suhu 50 oC masing-masing 3 ulangan untuk jenis bahan kakao fermentasi dan tanpa fermentasi. Hasil penelitian menunjukkan suhu efektif pada pengempaan yang dilakukan adalah pengempaan pasta pada suhu 50 oC dimana dihasilkan rendemen lemak paling banyak dan kadar lemak bubuk kakao paling rendah.
STORAGE LIFE OF RAMBUTAN PACKED BY USING MICROPERFORATED EMAP AND CAS TECHNIQUES FOR LONG DISTANCE TRANSPORTATION NFN Setyadjit; J. Knol; M Paillard; Sri Yuliani; Sulusi Prabawati; Wisnu Broto; J Rosalina
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 2 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v14n2.2017.88-97

Abstract

Ada banyak teknologi untuk meningkatkan umur simpan rambutan, yang merupakan buah non klimakterik, antara lain teknik EMAP (Equillibrium Modified Atmosphere Packaging) dan teknik CA (Controlled Atmosphere). Percobaan laboratorium menggunakan teknik EMAP pada rambutan cv. Binjai dan Lebak Bulus dilakukan dengan menggunakan 4 tingkat jumlah lubang pada LDPE film dengan perforasi mikro: 0, 5, 10, 30 lubang (100 μm) dan stretch film (kontrol supermarket); dikombinasikan dengan suhu penyimpanan (kamar vs 10oC). Sebelum menempatkan buah di ruang penyimpanan 10oC, rambutan telah diadaptasi dengan suhu 15oC selama 24 jam. EMAP 10 perforasi mikro lebih unggul untuk menjaga kesegaran buah hingga 21 hari pada suhu 10oC untuk 'Binjai' dan 'Lebak Bulus'. Perforasi mikro EMAP 10 yang diterapkan di kontainer yang diangkut udara dari Jakarta ke Belanda (Amsterdam, 40 jam, jarak 11350.64 km) menunjukkan penyimpanan selama 18 hari untuk Binjai dan Lebak Bulus, tetapi hanya 14 hari untuk Rapiah. Penyimpanan lanjutan dengan menggunakan CA, tidak bisa mencapai 30 hari. Oksigen rendah (3 % O2) ditambah CO2 14-17% menunjukkan retensi warna daging yang lebih baik. Dengan demikian, agar tranport udara memungkinkan untuk mengirim rambutan ke Eropa, direkomendasikan menggunakan liner plastic dalam karton dan perlu dikemas dengan EMAP setelah tiba di tujuan.
Bioinsecticides Production by Bacillus thuringiensis subsp. aizawai using Agroindustrial by-Product in Solid Fermentation Kirana Sanggrami Sasmitaloka; Titi Candra Sunarti; Mulyorini Rahayuningsih
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v13n1.2016.1-10

Abstract

Bacillus thuringiensis subsp. aizawai is one of well-known bioinsectiside resources, and utilized in organic farming for the replacement of chemical insecticide. The active compounds produced from fermentation process of B. thuringiensis subsp. aizawai are bacterial spores and protein crystal of δ-endotoxins, which are variously toxic to larvae of the Lepidoptera and Coleoptera. The use of bioinsecticides in Indonesia is still rarely because bioinsecticide marketed in Indonesia is still an import product so that price is relatively expensive. This problem can be overcome with producing bioinsecticide contain active B. thuringiensis using agroindustrial by product as a raw materials. This research compared the bioinsecticide production from several agroindustrial by product in solid fermentation of B. thuringiensis subsp. aizawai. This research aimed to find out the ability of B. thuringiensis subsp. aizawai using substrate combination of carbon source (cassava dregs, pulp of coffee, starch fractions of iles-iles, and sago dregs) and nitrogen source (tofu’s waste, peanut meal, palm kernel cake, and corn hominy) in bioinsecticides production using solid media cultivation. The research consisted of three stages, there were substrates characterization, microorganisms characterization, and bioinsecticides production. The main parameters to select the carbon and nitrogen sources are LC50 value and potential bioinsecticides products. The results showed that the best cultivation of B. thuringiensis subsp. aizawai contained in combination cassava dregs and palm kernel cake blends. This cultivation produced total cell counts 11.2 log CFU/g, viable spore counts 8.9 log CFU/g, LC50 0.04 μg/ ml and potential products 20000 IU/mg. Biopesticide produced can be used to kill Crocidolomia binotalis on cabbage. PRODUKSI BIOINSEKTISIDA OLEH Bacillus thuringiensis subs. aizawai PADA KULTIVASI MEDIA PADAT MENGGUNAKAN LIMBAH AGROINDUSTRI Bacillus thuringiensis subsp. aizawai merupakan salah satu bakteri yang digunakan untuk menghasilkan bioinsektisida dan digunakan pada pertanian organik untuk menggantikan pemakaian insektisida kimia. Komponen aktif yang diproduksi dari proses fermentasi B. thuringiensis subsp.aizawai adalah spora dan kristal protein δ-endotoksin, yang bersifat toksin terhadap larva Lepidoptera dan Coleoptera. Penggunaan bioinsektisida di Indonesia masih jarang karena biasanya berupa produk impor yang harganya mahal. Permasalahan ini dapat diselesaikan dengan memproduksi bioinsektisida menggunakan bahan aktif B. thuringiensis dan hasil samping agroindustri sebagai bahan baku. Penelitian ini bertujuan mengkaji kemampuan produksi B. thuringiensis subsp. aizawai pada beberapa jenis substrat sumber C (onggok, kulit kopi, fraksi pati iles-iles, dan ela sagu) dan sumber N (ampas tahu, bungkil kacang tanah, bungkil inti sawit, dan ampok jagung) dalam memproduksi bioinsektisida dari limbah agroindustri. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu karakterisasi substrat, karakterisasi isolat dan produksi bioinsektisida. Parameter utama untuk menetapkan sumber karbon dan nitrogen yang tepat adalah nilai LC50 dan potensi produk bioinsektisida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bioinsektisida yang terbaik terdapat pada kultivasi B. thuringiensis subsp. aizawai menggunakan kombinasi onggok dan bungkil inti sawit. Pada kultivasi ini dihasilkan jumlah sel hidup 11.2 log CFU/g, jumlah spora 8.9 log CFU/g, nilai LC50 0.04 μg/ ml dan potensi bioinsektisida 20000 IU/mg. Bioinsektisida yang dihasilkan dapat digunakan untuk membasmi larva Croccidolomia binotalis pada tanaman kubis.
KARAKTERISTIK MEKANIK, TERMAL DAN MORFOLOGI FILM POLIVINIL ALKOHOL DENGAN PENAMBAHAN NANOPARTIKEL ZnO DAN ASAM STEARAT uNTUK KEMASAN MULTILAYER Vega Yoesepa Pamela; Rizal Syarief; Evi Savitri Iriani; Nugraha Edhi Suyatma
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 2 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v13n2.2016.63-73

Abstract

PVA (polivinil alkohol) merupakan polimer biodegradable hidrofilik yang memiliki sifat dapat membentuk film dengan baik, larut dalam air, mudah dalam proses, tidak beracun, dan biocompatible. Sifat tersebut berguna dalam banyak aplikasi industri seperti agen pelapis, perekat dan sebagai komponen dari film kemasan yang fleksibel. Secara umum penggabungan nanopartikel ZnO dalam matriks polivinil alkohol dapat meningkatkan sifat mekanik dan termal sehingga memudahkan aplikasinya dalam proses yang melibatkan panas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan formulasi optimum menghasilkan biofilm nanokomposit berbasis polivinil alkohol dengan penambahan nanopartikel ZnO dan asam stearat. Percobaan dilakukan dengan mencampurkan larutan PVA dengan berbagai konsentrasi nanopartikel ZnO dan asam stearat. Karakterisasi meliputi kuat tarik, elongasi, termal, morfologi dan kristalinitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan 3.4% nanopartikel ZnO dan 6.6% asam stearat dapat meningkatkan kuat tarik, menurunkan elongasi, kristalinitas dan sifat termal dari film bionanokomposit yang dihasilkan.
Teknologi Penanganan Susu Yang Baik Dengan Mencermati Profil Mikroba Susu Sapi Di Berbagai Daerah Widodo Suwito; nFN Andriani
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 9, No 1 (2012): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v9n1.2012.35-44

Abstract

Susu merupakan salah satu pangan asal ternak yang memiliki kandungan nutrisi tinggi sehingga menyebabkan mikroba mudah tumbuh dan berkembang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan cara penanganan susu yang baik dengan mengetahui kualitas mikrobiologi susu dari peternakan di kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No 01-6366-2000 tentang persyaratan susu segar. Sebanyak 351 sampel susu, 19 sampel air dan 24 sampel swab milk can dikumpulkan dari peternakan Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Sampel susu dan air diperiksa terhadap jumlah Coliform dan E. coli dengan metode Most Probable Number (MPN). Total Plate Count (TPC) dan jumlah Staphylococcus aureus dalam susu dihitung dengan metode Association of Official Analytical Chemist (AOAC). Deteksi Salmonella sp dalam susu, air dan swab milk can dengan metode isolasi dan identifikasi secara biokimawi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa susu dari peternakan di kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur sebanyak 79,48% mendapatkan dengan cara penanganan yang baik serta memenuhi SNI No 01-6366-2000.
Perubahan Karakteristik Umbi Bawang Merah (Allium Ascalonicum L) Akibat Proses Curing Selama Penyimpanan Muhamad Djali; Ridwan Rachmat
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 1 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v10n1.2013.50-64

Abstract

Penelitian bertujuan mempelajari perubahan karakteristik fisik dan kimia umbi bawang merah (Allium ascalonicum L) selama penyimpanan sebagai dampak proses curing. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan analisis deskriptif dilanjutkan dengan analisis regresi dan korelasi. Perlakukan yang dicoba adalah lama waktu proses curing dalam cabinet dryer yang divariasikan sebagai berikut; 80 jam, 92 jam, dan 104 jam. Penyimpanan umbi hasil curing dilakukan selama 6 minggu pada suhu dan RH ruang dengan kemasan kantung jala plastik. Setiap minggu dilakukan pengamatan kadar air umbi, kadar air kulit terluar, kadar VRS, kadar total padatan terlarut, kekerasan umbi, diameter leher, diameter umbi, susut bobot, warna kulit terluar, karakteristik inderawi umbi, leher umbi, dan kulit terluar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umbi bawang merah hasil curing 80 jam dan 92 jam menghasilkan umbi dengan kualitas baik selama penyimpanan 6 minggu dalam suhu kamar tanpa terjadi kerusakan umbi. Pada kondisi ini nilai rata-rata karaketeristik adalah: Kadar air umbi: 74.8% V/B; kekerasan umbi: 4,5 Kg/m2; ukuran diameter umbi: 35,25 mm; kadar padatan terlarut: 17,95%; Sukrosa, intensitas warna merah kulit umbi (a*): 28,75; kadar VRS: 31.50 ?grek/g; dengan susut bobot: 12,03 % bb. Dengan demikian bawang merah dengan kadar air umbi: 80% - 81%, kadar air kulit terluar : 58% - 62%, dan diameter leher umbi: 2,0 mm - 5,0 mm menghasilkan umbi dengan kualitas yang baik selama penyimpanan 6 minggu dalam RH dan suhu ruang 24,1oC - 25,0oC dan 50,5% - 64,0%.
KARAKTERISTIK MUTU LADA PUTIH BUTIRAN DAN BUBUK YANG DIHASILKAN MELALUI PENGOLAHAN SEMI MEKANIS DI TINGKAT PETANI Muhamad Syakir; Tatang Hidayat, Msi; Ria Maya
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 3 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v14n3.2017.134-143

Abstract

Masalah pada pengolahan lada putih secara tradisional adalah adanya kontaminasi mikroba patogen yang tinggi, bau busuk dan lumpur (off-flavor) serta aroma yang kurang tajam pada lada putih yang dihasilkan sebagai akibat perendaman yang terlalu lama. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) mengkaji proses pengolahan lada putih butiran semi mekanis di tingkat petani untuk meningkatkan mutu mikrobiologi dan flavor, dan 2) mengkaji proses pembuatan lada putih bubuk dengan bahan baku hasil pengolahan lada putih semi mekanis. Perlakuan yang dikaji pada kegiatan pertama, yaitu lama perendaman buah lada (5 dan 14 hari) dan penggantian air perendam dengan pembanding cara pengolahan lada tradisional (perendaman dalam air mengalir selama 14 hari). Perlakuan yang dikaji pada kegiatan kedua, yaitu sterilisasi lada putih dengan uap panas 90–100oC selama 30, 40, 50 dan 60 menit. Seluruh perlakuan masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan waktu perendaman buah lada dan penggantian air rendaman dalam pengolahan lada putih semi mekanis berpengaruh nyata terhadap nilai TPC, warna, dan bau. Pengolahan lada putih semi mekanis terbaik adalah perlakuan yang menerapkan penggantian air rendaman dalam proses perendamannya dengan waktu perendaman selama 5 hari. Lada putih yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu SNI dan IPC. Pada pembuatan lada putih bubuk, waktu sterilisasi berpengaruh nyata terhadap nilai TPC, kadar minyak atsiri, dan warna. Lada putih bubuk terbaik diperoleh dari perlakuan sterilisasi selama 30 menit. Dengan melakukan pengolahan lada putih semi-mekanis di tingkat petani yang dikombinasikan dengan penggantian air perendam maka mutu lada putih dapat ditingkatkan dengan waktu pengolahan yang jauh lebih singkat. Selanjutnya dengan melakukan sterilisasi lada putih hasil pengolahan semi mekanis selama 30 menit, nilai TPC lada putih bubuk dapat diturunkan dengan tanpa mengurangi kadar minyak atsiri sehingga lada putih bubuk lebih aman dikonsumsi.
Introductory Study On Processing Of Fermented Jack Bean (Canavalia Ensiformis) nFN Widaningrum; Ermi Sukasih; Endang Yuli Purwani
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 3 (2015): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v12n3.2015.129-136

Abstract

Tempe is a traditional fermented food in Indonesia and it is mainly made from soybean. There is imbalance between demand and supply of soybean for tempe production. Consequently, it has forced Indonesia to import large quantity of soybean to meet the local demand. In term of reducing soybean import, efforts must be done to substitute soybean with other local beans. Of one among many beans, jack bean (Canavalia ensiformis) had potency to be developed as material for making tempe. The objective of this research was to study physicochemical characteristics of jackbean tempe and did sensory evaluation. Soaking, drying, dehulling and splitting were applied prior to fermentation. Treatment done was fermentation time (12, 24, 36 and 48 hours). Value of pH, total count, and soluble protein were measured during fermentation process. The fungus grew well and jackbean cake tempe with dense mycelial growth was completely formed after 36 hrs of fermentation period. Soluble protein increased significantly from 0,24-0,26 mg/g during fermention period, indicating that highly active proteolytic enzyme might exist. Sensory evaluation results showed that in the form of fried tempe, sensory properties of jackbean tempe was equivalent to soybean tempe, especially/particulary in terms of color, flavor, acidity, texture and overall acceptability. The results were significant to reduce dependency on soybean import by substituting it in the tempe production in Indonesia KAJIAN AWAL PENGOLAHAN KACANG KORO PEDANG (CANAVALIA ENSIFORMIS) TERFERMENTASITempe merupakan makanan fermentasi tradisional di Indonesia yang utamanya terbuat dari kedelai. Ada ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan kedelai untuk produksi tempe. Akibatnya, Indonesia terpaksa mengimpor kedelai dalam jumlah besar untuk memenuhi permintaan lokal. Dalam rangka mengurangi impor kedelai, perlu dilakukan upaya untuk mengganti kedelai dengan kacangkacangan lokal. Kacang yang memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku tempe yaitu kacang koro pedang (Canavalia ensiformis). Tujuan penelitian ini yaitu mempelajari sifat fisik, kimia dan sensori tempe yang dibuat dari kacang koro pedang. Perlakuan yang diterapkan yaitu waktu fermentasi (12, 24, 36 dan 48 jam). Parameter pengamatan yang diukur yaitu pH, total mikroba dan protein terlarut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kacang koro pedang cocok untuk produksi tempe. Ragi tumbuh dengan baik dengan pertumbuhan miselium padat terbentuk setelah 36 jam periode fermentasi pada tempe koro pedang. Protein terlarut meningkat secara signifikan dari 0,24 sampai 2,60 mg/g selama periode fermentasi, menunjukkan bahwa terdapat aktivitas aktif enzim proteolitik. Hasil analisis sensori memperlihatkan bahwa tempe koro pedang setara dengan tempe kedelai, terutama dalam hal warna, aroma, keasaman, tekstur, dan daya terima khususnya pada tempe yang disajikan setelah digoreng. Penggunaan koro pedang sebagai bahan baku tempe cukup signifikan untuk mengurangi ketergantungan pada impor kedelai dengan menggantikannya dalam produksi tempe di Indonesia.

Page 6 of 26 | Total Record : 258


Filter by Year

2004 2021


Filter By Issues
All Issue Vol 18, No 3 (2021): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 18, No 2 (2021): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 18, No 1 (2021): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 17, No 3 (2020): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 17, No 2 (2020): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 17, No 1 (2020): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 16, No 3 (2019): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 16, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 16, No 1 (2019): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 15, No 3 (2018): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 15, No 2 (2018): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 15, No 1 (2018): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 3 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 2 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 14, No 1 (2017): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 3 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 2 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 13, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 3 (2015): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 2 (2015): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 1 (2015): Journal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 12, No 1 (2015): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 11, No 2 (2014): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 11, No 1 (2014): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 2 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 10, No 1 (2013): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 9, No 2 (2012): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 9, No 1 (2012): Jurnal Pascapanen Pertanian Vol 9, No 1 (2012): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 8, No 2 (2011): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 8, No 1 (2011): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 5, No 2 (2008): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 5, No 1 (2008): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 4, No 2 (2007): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 4, No 1 (2007): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 3, No 2 (2006): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 3, No 1 (2006): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 2, No 2 (2005): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 2, No 1 (2005): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 1, No 1 (2004): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian More Issue