cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Education,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Arjuna Subject : -
Articles 203 Documents
Konsepsi dan Strategi Pengendalian Nematoda Parasit Tanaman Perkebunan di Indonesia IKA MUSTIKA
Perspektif Vol 4, No 1 (2005): Juni 2005
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v4n1.2005.%p

Abstract

ABSTRAKNematoda parasit merupakan salah satu Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) penting yang menyerang berbagai jenis tanaman budidaya. Di Indonesia sudah diidentifikasi sebanyak 26 spesies nematoda parasit yang menyerang tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan (lada, nilam, jahe, tembakau, kopi). Di antara nematoda tersebut Meloidogyne, Pratylenchus, Radopholus, dan Globodera merupakan nematoda parasit yang paling merusak. Kerusakan akibat serangan nematoda parasit di seluruh dunia dapat mencapai US$ 80 milyar. Kerugian ekonomi akibat  serangan nematoda pada tanaman di Indonesia belum dapat diperkirakan, mengingat sampai saat ini data kerusakan yang ada, masih bersifat parsial, hanya berdasarkan hasil-hasil penelitian di rumah kaca dan lapang dalam luasan yang sangat terbatas. Masalah nematoda parasit di Indonesia, baru mendapat perhatian serius pada tahun 2003, sejak ditemukannya nematoda Globodera rostochiensis (nematoda sista kuning atau NSK) yang menyerang tanaman kentang di dusun Sumber Brantas, Kota Baru, Jawa Timur. Saat ini nematoda tersebut sudah menyebar di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera Utara, dan menyebabkan kehilangan hasil kentang sebesar 32%-71%, atau kerugian ekonomi sebesar Rp 2 trilyun. Saat ini, sudah diperoleh berbagai komponen pengendalian nematoda pada berbagai jenis tanaman, di antaranya adalah penggunaan varietas tahan (toleran), teknik budidaya (pemupukan, bahan organik, pergiliran tanaman, penutup tanah), pestisida nabati (tepung biji mimba, bungkil jarak), agen hayati (jamur Arthrobotrys, bakteri Pasteuria penetrans),pestisida kimia, dan karantina (mencegah penyebaran nematoda dari daerah terinfeksi ke daerah lain). Sebagai bagian yang cukup penting dalam pengembangan PHT (pengendalian hama terpadu), strategi pengendalian nematoda harus didasarkan pada konsep pengendalian yang tepat dengan menggabungkan beberapa kompo-nen pengendalian yang sudah tersedia, disertai dukungan kebijakan operasional dan kebijakan teknis. Kebijakan operasional meliputi program pelatihan, penelitian dan pengkajian melalui koordinasi instansi pemerintah, swasta dan petani. Sedangkan kebijakan teknis meliputi pengawasan keberadaan (surveillance) nematoda, perkembangan penyakit yang disebabkan oleh nematoda, dan penyebarannya.Kata kunci : Tanaman perkebunan, nematoda, parasit tanaman, pengendalian nematoda terpadu, pestisida nabati, agen hayati ABSTRACTConcept and strategy for plant parasitic nematodes control on estate crops in IndonesiaPlant  parasitic  nematode  is  one  of  the  organisms continue to threaten agricultural crops. In Indonesia, 26 species of plant parasitic nematodes infecting various food,  horticulture,  and  estate  crops (black  pepper, patchouli,  ginger,  tobacco,  and  coffee)    have  been identified. Amongst those, Meloidogyne, Pratylenchus, Radopholus  and  Globodera  are  the  most  destructive nematodes in Indonesia.  World economical crop losses caused by nematodes may reach     80 billion US $. Because  of  unavailable  data,  crop  losses  due  to nematodes in Indonesia have not been  estimated. Nematodes problem in Indonesia became serious in the year 2003, when  potato plantation in Sumber Brantas, Kota Baru, East Java was attacked by golden cyst nematoda (G. rostochiensis). This nematode now has spread in the provinces of West, Central and East Java, as well as North Sumatera, and caused 32%-71% crop losses approx. of  Rp 2 trilyun. Nowadays, various components of control methods have been obtained, such as the use of resistant or tolerant varieties, cultural practices (fertilizer,  organic  matter,  rotation,  cover crops), botanical pesticides (neem seed powder, castor meal), biological agents (Arthrobotrys, Pasteuria penetrans), chemical pesticides, as well as quarantine (to protect   nematodes   spreading   from   infected   to uninfected area). As the most important part of  the development of Integrated Pest Management (IPM), control strategy of nematodes must be conducted integratedly  and  ecofriendly  based  on  the  precise concept  through  combining of  some control method components, supported by operational and technical prudents. Operational prudent includes training program, research and development through the coordination of government and  private institution as well as farmers. Technical prudent includes control of existency (surveillance) of nematodes, the development of disease caused by nematodes, and its spreading.Key words : Estate crops, nematode, plant parasitic, integrated nematode control, botanical pesticide, biological agent
Pengelolaan Patogen Tular Tanah Untuk Mengembalikan Kejayaan Tembakau Temanggung di Kabupaten Temanggung Titiek Yulianti
Perspektif Vol 8, No 1 (2009): Juni 2009
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v8n1.2009.%p

Abstract

ABSTRAKTembakau   Temanggung   mempunyai   aroma   khas senyawa  nikotin  dan  digunakan  sebagai  campuran rokok  kretek.    Penanaman  tembakau  Temanggung telah dilakukan secara intensif selama bertahun-tahun oleh   sebagian   petani   tembakau   di   lereng-lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, Kabupaten Temanggung.   Kondisi   ini   telah   menyebabkan kerusakan lahan dan akumulasi patogen tular tanah, seperti  Ralstonia  solanacearum  dan  Meloidogyne  spp., yang   telah   mengakibatkan   kematian   pertanaman tembakau cukup tinggi, serta menurunkan produksi dan mutu tembakau.  Selama 10 tahun terakhir, luas lahan pertanaman tembakau Temanggung menurun sampai 50%, dari sekitar 20.284 ha pada tahun 1996 menjadi 9.326 ha pada tahun 2006. Namun, petani setempat tetap saja menanam tembakau karena harga tembakau temanggung masih cukup tinggi. Makalah ini membahas keterkaitan antara pengelolaan tanaman tembakau  Temanggung  oleh  petani  dengan  tingkat kerusakan    lingkungan    dan    kerugian    tanaman tembakau. Untuk mengembalikan kejayaan Kabupaten Temanggung   sebagai   penghasil   utama   tembakau Temanggung. Strategi yang perlu dilakukan adalah penerapan teknologi pengelolaan pertanian berkelanjutan    berbasis    lingkungan    yang    telah dihasilkan   oleh   Balai   Peneltian   Tembakau   dan Tanaman Serat, seperti penanaman varietas tahan R. solanacearum dan Meloidogyne spp., konservasi lahan menggunakan tanaman pencegah erosi, rotasi tanaman dengan   jenis   tanaman   bukan   inang   patogen, pemupukan dengan bahan organik, dan pengelolaan agens hayati dalam tanah.  Diharapkan usaha-usaha tersebut akan meminimalkan kerusakan lingkungan sekaligus   meningkatkan   produksi   tembakau.   Di samping   itu,   keterlibatan   petani,   penyuluh,   dan pemerintah  daerah  setempat  secara  terus  menerus perlu  digalakan  untuk  mengoptimalkan  hasil  yang diharapkan.Kata kunci: Tembakau Temanggung, Lincat, degradasi lahan, Ralstonia solanacearum,  Meloidogyne, pengelolaan berkelanjutan, lingkungan ABSTRACTManagement of Soil-Born Diseases to Sustain the Greatness of Temanggung District as the Center Producer of Temanggung TobaccoTemanggung Tobacco has a unique nicotine flavour for cigarette blending. Continuous growing tobacco for many years on the slope of Sindoro and Sumbing Mounts has led to land degradation and accumulation of pathogens, i.e Ralstonia solanacearum and Meloidogyne spp.  Many tobacco plants suffered from wilt disease and died resulting in production and quality decreased which made significant income loss. In the last 10 years, tobacco areas in Temanggung decreased up to 50%, from 20,284 ha in 1996 to 9,326 ha in 2006. And yet, local farmers are continuing to grow tobacco plants because of its highly steady price. This paper discusses the   correlation   of   farmers   habits   during   tobacco cultivation and environmental degradation to sustain the Temanggung District as the centre producer of Temanggung tobacco. The study comments adoption of  ecologically  friendly  cultivation  technologies  as resulted by the Indonesian Tobacco and Fiber Research Institute   of   Malang,   including   land   conservation, planting tobacco resistant varieties to R. solanacearum and Meloidogyne spp., increase biodiversity through growing economic non host crops, organic fertilizers, and   management   of   soil   microbial   antagonists. Furthermore, farmer participation, agricultural services and  local  institutions  need  to  be  strengthening  to optimize expected results.Keywords:  Temanggung  tobacco,  land  degradation, Ralstonia               solanacearum,         Meloidogyne, sustainability management practices
Pemberdayaan Lahan Podsolik Merah Kuning dengan Tanaman Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) di Kalimantan Selatan BUDI SANTOSO
Perspektif Vol 5, No 1 (2006): Juni 2006
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v5n1.2006.%p

Abstract

ABSTRAKRosela  (Hibiscus  sabdariffa  L)  merupakan  tanaman penghasil serat alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku kertas (pulp) berkualitas. Pengembangan rosela   di   lahan   podsolik   merah   kuning (PMK) memberikan harapan yang menjanjikan. Permasalahan yang dihadapi di lahan PMK sangat komplek, terutama mengenai tingkat kesuburan tanahnya. Perbaikan lahan melalui penambahan kapur dan   bahan   organik   serta   pemakaian galur-galur introduksi rosela yang tahan terhadap deraan lingkungan di lahan PMK merupakan langkah yang sesuai   untuk  mengatasi   masalah  tersebut.   Kapur (CaCO3)  yang  berasal  dari  kapur  pertanian  dapat meningkatkan pH, menetralisir pengaruh Al dan Fe serta menaikkan nilai basa dalam tanah. Dosis kapur di lahan  PMK  Kalimantan  Selatan  cukup 1,5  ton/ha. Disamping itu khasiat kapur pertanian mempunyai daya susul/residu dari tahun kedua sampai dengan tahun  ketiga.  Bahan  organik  yang  bersumber  dari blotong dan kotoran unggas memiliki kemampuan yang sama dengan CaCO3 walaupun sifatnya agak lamban.   Keistimewaan   bahan   organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah, akibat dari aktivitas mikroorganisme. Penggunaan bahan organik untuk memperbaiki sifat kimia lahan PMK diperlukan sekitar 3 - 5 ton/ha.  Disamping itu, galur-galur introduksi rosela yang tahan terhadap keracunan Al dan Fe di lahan PMK yaitu Hs 53a, Thay 146-H dan CPI 115357. Tingkat produksi serat kering rosela di lahan PMK setelah diperbaiki kondisinya berubah dari 1 ton/ha Menjadi 2,649-2,870 ton/ha. Disamping itu, penerapan pola tumpang sari rosela +  jagung akan meningkatkan pendapatan petani dari Rp 5.400.000 menjadi Rp 7.858.000 atau sebanyak Rp 2.458.000/ha. Hasil  studi  yang  telah  dilaksanakan  menunjukkan bahwa pemberdayaan lahan podsolik merah kuning melalui   pengembangan   tanaman   rosela,   disertai dengan   perbaikan   sifat-sifat   kimia   tanah   dan penerapan pola tanam tumpang sari, rosela + jagung akan  mampu  memperbaiki  pendapatan  petani  di Kalimantan Selatan.Kata  kunci:  Rosela,  Hibiscus  sabdariffa  L.,  podsolik merah kuning, perbaikan lahan, produksi, Kalimantan Selatan  ABSTRACTDevelopment of Yellow Red Podzolic Land for Roselle Plantation in South KalimantanRoselle (Hibiscus sabdariffa L.) is a fiber crop that can produce raw material for paper industry (pulp). The development of roselle in yellow red podzolic land is potential.  However,  the  problems  in  yellow  red podsolic land is also complicated, particularly the soil infertility. Soil improvement through application of lime (CaCO3),  organic  materials,  and  utilization  of roselle promising lines which are resistant to YRP soil are good to solve the problems. The lime (CaCO3) derived from agriculture lime can increase soil pH, netralizer Al and Fe, and increase basa value of the soil. The dosage of lime for YRP soil in South Kalimantan is 1.5 tons/ha. Besides, the lime has residual effect for three years. The organic material which are derived from blotong and chicken manure have the same effect with that of CaCO3 but slower. The advantage of organic material is they improve. The soil chemical characteristics,  as  the  results  from  microorganism activities. It needs 3-5 tons organic materials per ha to improve the soil chemical characteristics. The roselle promising lines which are resistant to Al and Fe are Hs  53a, Thay 146-H, and CPI 115 357. The production of dry  fiber  in  the  YRP  soil  after  the  condition  is improved increased from 1 ton/ha up to 2.65-2.87 tons/ha.  Beside,  intercropping  roselle  with  maize increased farmers’ income from Rp 5,400,000 to Rp 7,858,000 or Rp 2,458,000/ha. The results of the studies that have been conducted showed that the utilization of YRP soil for roselle platnation implemented with the improvement    of    soil    chemical    characteristics, intercropping roselle and maize can increase farmes’ income in South Kalimantan.Key word: Roselle, Hibiscus sabdariffa L., Yellow Red Podzolic,  soil  improvement,  production, South Kalimantan.
Potential Use of Botanical Termiticide SUPRIADI SUPRIADI; AGUS ISMANTO
Perspektif Vol 9, No 1 (2010): Juni 2010
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v9n1.2010.%p

Abstract

ABSTRACTTermite is one of the most dangerous wood destroying insects and life crop plantations. Termites are commonly controlled using synthetic chemicals which can cause environmental hazzards. However, there are various   environmentally   methods   for   controlling termites,  including  the  use  of  plant  extracts  and essential oils derived from plants such as orange, clove, and citronella oils.  Orange oil has been used quite intensed in  the USA, though many questioned concerning the long lasting effect of the oil.  The paper is aimed to present general view on the potential use of botanical  termiticides  and  its  possible  strategy  to develop.  Various kinds of termites can be found in different ecosystems in Indonesia, such as urban forest trees, plantations, and soils.  Synthetic termiticides can be applied as whole treatment and localized treatment. Although the whole treatment is more expensive, but it is more effective because it uses fumigants such as chemicals (sulfuryl fluoride and methyl bromide) or heat.  However, these chemicals are known to be ozon depletors.   In   contrary,  the  localized   treatment   is cheaper, but it is less effective and require repetead aplications.  The key success in all treatment of termites in any structures is  early detection  of termite infestation such as signs of damage wood, fecal pellets, and  discarded  wings.  Various  plant  extracts and essential   oils   show   termiticide   activities   against different  kinds  of  termites comparable  to  synthetic termiticide. For  example,  a  formulated  botanical pesticide containing clove and citronella oils is effective against dry-wood termite (Cryptotermes cynocephalus). Application of 5% of the formula kill the termite and protect the treated wood almost complete (score 9,8 out of 10) indicating that the formula is potential to be developed.  This formula and other potential botanical termiticides need to be evaluated and improved to become    more    feasible    both    practically    and economically.  A main limitation for developing of botanical termiticides is its mass production and its price which can compete with the synthetic ones.Keywords: Termite, essential oil, botanical termiticide ABSTRAKPotensi Antirayap NabatiRayap  adalah  salah  satu  serangga  perusak  kayu paling berbahaya dan juga dapat merusak pertanaman yang masih hidup. Umumnya rayap dikendalikan dengan menggunakan senyawa kimia sintetik   yang   dapat   membahayakan   lingkungan, padahal ada cara-cara cara pengendalian rayap yang ramah lingkungan, termasuk penggunaan ekstrak dan minyak atsiri berasal dari tanaman, seperti minyak kulit jeruk (orange oil), minyak cengkeh dan minyak serai wangi.  Formula anti rayap dari minyak kulit jeruk  sudah  dijual  di  Amerika  Serikat,  walaupun masih ada kontroversi tentang keefektifannya jangka panjang.    Tulisan    ini    menguraikan    kemajuan perkembangan pestisida nabati anti rayap dan strategi pengembangannya.  Berbagai jenis rayap ditemukan pada   beragam   ekosistem   di   Indonesia,   seperti tanaman hutan kota, tanaman perkebunan, dan tanah. Anti   rayap   sintetik   dapat   diaplikasikan   secara menyeluruh atau secara lokal.  Walaupun aplikasi secara menyeluruh lebih mahal biayanya, tetapi lebih efektif, karena menggunakan senyawa kimia fumigan seperti sulfuril fluorida dan methyl bromida atau uap panas.  Sayangnya, bahan-bahan kimia tersebut dapat merusak lapisan ozon.  Sebaliknya, aplikasi secara lokal   lebih   murah   tetapi   kurang   efektif   dan memerlukan   aplikasi   ulang.   Salah   satu   kunci keberhasilan pengendalian rayap adalah mendeteksi gejala rayap secara dini, misalnya adanya kerusakan pada kayu, bubuk halus dari kayu yang rusak, dan ditemukannya   potongan   sayap   rayap   dewasa. Beragam  ekstrak  tanaman  dan  minyak  atsiri  anti rayap  menunjukkan  sifat  anti  rayap  yang  baik sebanding   dengan   senyawa   anti   rayap   sintetik. Misalnya,  salah  satu  formula  anti rayap  berbahan baku minyak cengkeh dan serai wangi menunjukkan dapat  mematikan  rayap  kayu  kering  (Cryptotermes cynocephalus).  Aplikasi 5% formula pada kayu dapat melindungi  kayu hampir  sempurna  (skor  9,8 dari maksimal skor 10).  Hasil ini mengindikasikan bahwa formula anti rayap nabati tersebut berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut.  Formula tersebut dan beberapa anti rayap nabati potensial lainnya perlu diuji  dan  diperbaiki  sehingga  layak  baik  secara praktis            maupun    ekonomi.    Kendala    utama pengembangan  anti  rayap  nabati  adalah  produksi masal dan harga yang kompetitif terhadap anti rayap  sintetik.Kata kunci: Rayap, minyak atsiri, anti rayap nabati.
Kemajuan Genetik Varietas Unggul Kapas Indonesia Yang Dilepas Tahun 1990-2003 EMY SULISTYOWATI; HASNAM HASNAM
Perspektif Vol 6, No 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v6n1.2007.%p

Abstract

ABSTRAKKanesia 1 dan Kanesia 2 adalah dua varietas unggul kapas yang dihasilkan dari kegiatan seleksi individu dari  populasi  Reba  BTK 12 dan Tak Fa 1 dan merupakan varietas pioneer bagi berkembangnya arietas-varietas unggul kapas Indonesia. Varietas unggul berikutnya dirakit dengan pendekatan pengumpulan gen (‘genes pooling’) ataupun piramida gen (‘genes pyramiding’) dengan memanfaatkan sumber-sumber genetik dalam koleksi plasma nutfah kapas dan menghasilkan tujuh varietas kapas Indonesia baru (Kanesia 3 Kanesia 9). Dibandingkan dengan Kanesia 1 dan Kanesia 2, tujuh varietas kapas unggul   tersebut   menunjukkan   perbaikan   tingkat produktivitas dan mutu serat yang cukup tajam; secara paralel juga dilakukan perbaikan ketahanan terhadap hama yang difokuskan pada hama penghisap daun kapas     (Amrasca biguttula) melalui mekanisme ketahanan fisik tanaman yang ditunjukkan dengan kerapatan bulu pada batang dan daun, sehingga secara drastis mengurangi pemakaian pestisida.  Makalah ini menyajikan kemajuan genetik yang telah dicapai pada program perakitan varietas Kanesia 1 sampai Kanesia 9, dan arah pemuliaan kapas dimasa datangKata kunci :  Gossypium hirsutum, kemajuan genetik, produktivitas,   mutu   serat,   Amrasca biguttula ABSTRACTGenetic Progress Of Indonesian Cotton Varieties Released In 1990 - 2003Kanesia 1 and Kanesia 2 are two high yielding cotton varieties which were obtained from individual selection from populations of Reba BTK-12 and Tak Fa 1, and have pioneered the development of the engineering of Indonesian national cotton varieties. The other high yielding varieties are engineered by using gene pooling or genes pyramiding approaches involving the use of genetic sources in the cotton germplasm  collection  which  have  resulted  in  the release of seven more new Indonesian cotton varieties (Kanesia 3 - Kanesia 9).  As compared to Kanesia 1 and 2, the seven new Kanesias show a significant increase in productivity level as well as fibre properties. In parallel, those are accomplished with improved resistance to insect pests focusing on jassid (A. biguttula) via physical resistance mechanism expressed by long and high hair density on leaves and stem; this has resulted in reduced insecticide usage.  This paper reviews the genetic improvements which have been obtained from breeding program of Indonesia national cotton varieties, Kanesia 1 - Kanesia 9 and describes the future cotton breeding programmes.Key words:  Gossypium hirsutum, genetic progress, productivity, fiber properties, Amrasca biguttula
PENGEMBANGAN TANAMAN PEMANIS Stevia rebaudiana (BERTONI) DI INDONESIA DJAJADI DJAJADI
Perspektif Vol 13, No 1 (2014): Juni 2014
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v13n1.2014.%p

Abstract

ABSTRAKStevia rebaudiana (Bertoni) merupakan tanaman pemanis termasuk famili Asteraceae, dan berasal dari Paraguay yang saat ini menyebar ke beberapa negara Asia, Eropa, dan Canada. Daun tanaman ini mengandung steviosid dan rebaudiosid A yang tingkat kemanisannya sampai 300 kali dari sukrosa yang terkandung dalam tanaman tebu.  Selain  sebagai  bahan  pemanis  makanan  dan minuman,  ekstrak  daun  stevia  juga  bermanfaat  bagi kesehatan, karena berkadar kalori rendah, anti oksidan, anti  jamur,  dan  non  karsinogenik.  Oleh  karena  itu tanaman  ini  berpotensi  untuk  dikembangkan  di Indonesia  sebagai  substitusi  impor  gula  yang  terus meningkat.  Saat  ini  budidaya  stevia  secara  komersial terdapat  di  Kecamatan  Tawangmangu,  Kabupaten Karanganyar. Pengembang­an stevia dapat diarahkan ke daerah  lain  dengan  ketinggian  di  atas  700  m  di  atas permukaan laut dan mempunyai curah hujan rata­rata minimal 1400 mm/tahun. Kendala pengembangan stevia  antara lain adalah perbanyakan bibit dalam jumlah besar  dan masih adanya rasa pahit dalam ekstrak produknya, serta  harga  jualnya  yang  masih  belum  kompetitif.  Diperlukan dukungan penelitian yang difokuskan pada teknik  perbanyakan  bibit  yang  efektif  dan  efisien, identifikasi  kesesuaian  lahan,  dan  perbaikan  teknologi pasca panen untuk meningkatkan daya saing dan nilai jualnya.Kata kunci:  Stevia  rebaudiana,  steviosid,  kesesuaian llahan, nilai ekonomi Extention of Stevia rebaudiana (Bertoni) Cropping in IndonesiaABSTRACTStevia  rebaudiana  Bertoni  is  a  bushy  shrub  of  the Asteraceae family, indigenous plant of Paraguay.   Now the  plants  are  cultivated  in  some  countries  of  Asia, Europe  and  Canada.  The  Stevia  leaves  have  stevioside and rebaudioside which are the major metabolites and these  compounds  have  sweetness  characteristic  250  to 300 times of sucrose in sugar cane.  As sweetener of foods  and beverages, extracted leaves of Stevia has safety and functional  properties  for  human  health  due  to  low calorie  content,  antioxidant,  antibiotics,  and  non­carcinogenetic materials.   In Indonesia, Stevia might be important  to  substitute  sugar  demand  which  has  still been  imported.    The  plant  is  now  most  cultivated  in district  of  Tawangmangu,  Central  Java.    The  cropping area  could  be  directed  to  areas  with  latitude  of  700  m above  sea  level  with  annual  precipitation  of  1400  mm. The constraints to extent the cropping area includes the difficulty of propagation for large scales of cultivation, bitter  after  taste  of  stevia,  and  the  low  competitive  of price  product.                 Research  focusing  on  efficiency  of propagation  techniques,  identifying  suitable  cropping areas and technologies of post harvesting are important to support the spread out of stevia cropping in Indonesia.Keyword :  Stevia  rebaudiana,  stevioside,  suitable  cropping          area, economic value
Kontaminasi Cendawan dan Mikotoksin pada Tumbuhan Obat RITA NOVERIZA
Perspektif Vol 7, No 1 (2008): Juni 2008
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v7n1.2008.%p

Abstract

ABSTRAKTumbuhan obat seringkali terkontaminasi oleh berbagai cendawan, yang akan mengakibatkan pembusukan dan memproduksi mikotoksin. Beberapa tumbuhan obat yang dipakai sebagai bahan campuran jamu di Malaysia dan Indonesia (seperti jahe, kunyit, kencur,   kayu   rapat,   sambiloto,   dll),   dideteksi mengandung aflatoksin. Aspergillus flavus, A. Parasiticus dan A. ochraceus dijumpai pada buah Azadirachta indica, buah Jatropha curcas, akar Morinda lucida. Cendawan tersebut  memproduksi  aflatoksin  dan  okratoksin  A yang   sangat   berbahaya   bagi   kesehatan   manusia. Faktor-faktor penyebabnya adalah genetik tumbuhan,penanganan sebelum dan setelah panen. Kondisi yang tidak cukup bersih selama pengeringan, transportasi, dan penyimpanan dari bahan baku atau produk dapat menyebabkan   tumbuhnya   bakteri,   cendawan   dan mikotoksin.  Kesadaran tentang  pentingnya  mening-katkan metode penyiapan bahan baku  tumbuhan obatyang  bebas  kontaminasi  cendawan  dan  mikotoksin dari konsumen, peneliti, petani dan pedagang perlu ditingkatkan. Selain itu perlu dilakukan monitoring tentang distribusi dan tingkat kontaminasi aflatoksin pada produk atau bahan baku tumbuhan obat yang beredar   di   pasar.   Tulisan   ini   bertujuan   untuk memberikan informasi tentang cendawan kontaminan pada tumbuhan obat, serta faktor-faktor penyebabnya dan bahayanya untuk kesehatan manusia serta strategi atau upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan kontaminasi cendawan.Kata kunci : Cendawan kontaminan, mikotoksin, tumbuhan obat. ABSTRACTContamination  of  fungal  and  mycotoxins  on medicinal plantsMedicinal  plants  regularly  contaminated  by  fungi producing mycotoxin. Some medicinal plant used as ingredients in commercial traditional herbal medicines  (jamu) in  Malaysia  and  Indonesia (such  as  ginger, cekur,  turmeric,  kayu  rapat,  sambiloto,  etc.)  was detected  contained  aflatoxin.  Aspergillus  flavus,  A. parasiticus and A. ochraceus were found in Azadirachta indica and Jatropha curcas fruits also in Morinda lucida root. These fungi produce aflatoxins and ochratoxin A and very risky to human health. Fungal contamination on  those  plants  and  product was caused  by plant genetic,  preharvest (plant  cultivation,  environment stress) and post harvest treatments. Furthermore, the condition  of  raw  material  or  plant  product  was uncleaned during drying, transportation and storage causing   the   occurance   of   bacteria,   fungal   and mycotoxins.    Therefore,    the    awareness    among consumers, researches, farmers and traders regarding the importance in improving the processing methods (harvest, drying, transportation and storage) need to be more  concerned.  In  addition,  monitoring  covering distribution  and  contamination  level  of  molds  and mycotoxin on medicinal plant in the market need to be conducted. The purpose of this article is to provide the practical   information   on   fungal   contaminant   and mycotoxin levels in medicinal plants, which hazardous to human health; also the strategies in preventing and controlling fungal contamination.Key words : Fungal contaminant, mycotoxins, medicinal plant.
Status dan Strategi Pengembangan Panili di Indonesia ROSIHAN ROSMAN
Perspektif Vol 4, No 2 (2005): Desember 2005
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v4n2.2005.%p

Abstract

ABSTRAKVanilla planifolia Andrews merupakan salah satu tanaman dari keluarga  Orchidaceae yang buahnya bernilai ekonomi tinggi dan saat ini telah berkembang luas di berbagai propinsi di Indonesia. Teknologi yang mendukung   pengembangannya   pun   sudah   cukup tersedia. Sehubungan dengan adanya penyakit busuk batang  panili (BBP)  hingga  saat  ini  masih  terus dilakukan upaya penelitian untuk menanggulanginya. Arahnya  berbagai  tantangan  perlu  dipecahkan  dan peluang  perlu  dicari  solusinya.  Untuk  itu  strategi pengembangan yang tepat perlu menjadi perhatian, yaitu pengembangan ke lokasi yang sesuai, adopsi teknologi   budidaya   yang   mampu   meningkatkan produktivitas dan efisiensi, pola tanam yang sesuai, serta upaya mendapatkan varietas yang tahan penyakit busuk batang panili.Kata kunci : Panili, Vanilla planifolia Andews, status, strategi, pengembangan, Indonesia. ABSTRACTStatus and Strategy of Vanila Development in IndonesiaVanilla planifolia Andrews is one of the Orchidaceae families. It has high economi value and has developed in Indonesia. The technology to support vanila development is avalaible. Due to the Vanilla root rot disease which still exists up to now, the research to control the disease is still corried out. The direction is that various challenges should be overcome and opportunity  should be found  out. Therefore,  it is necessary to determine the strategy for vanila development, i.e. the developmen of vanila in suitable area adoption of cultivation technique which improve productivity and efficiency, appropriate planting pattern, and effort to produce variety which is resistant to vanila root rotKey words : Vanila, Vanilla planifolia Anderws, status, strategy, development, Indonesia
Pengendalian Hama Kapas Menggunakan Mulsa Jerami Padi SUBIYAKTO SUBIYAKTO; I G.A.A. INDRAYANI
Perspektif Vol 7, No 2 (2008): Desember 2008
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v7n2.2008.%p

Abstract

ABSTRAKTeknik  pengelolaan  serangga  hama  dan  budidaya tanaman    mempunyai    suatu    kesamaan,    yaitu menciptakan  ekosistem  alami.  Penggunaan  mulsa jerami  padi  adalah  upaya  manipulasi  habitat  yang menyebabkan  iklim  mikro  lebih  kondusif  terhadap perkembangan mikroartropoda tanah dan artropoda predator serangga hama. Pemberian mulsa jerami padi dapat meningkatkan peran artropoda predator sebagai pengendali  alami  serangga  hama,  sehingga  dapat mengurangi  frekuensi  ambang  populasi  hama  dan mengurangi penggunaan insektisida. Pemberian mulsa jerami padi 6 ton/ha pada tanaman kapas tumpangsari dapat   mengurangi   penggunaan   insektisida 57%. Dilihat dari aspek budidaya, pemberian mulsa jerami dapat  menjaga  kelembapan  dan  suhu  permukaan tanah.  Pemberian  mulsa  jerami  padi  pada  kapas tumpangsari kedelai dapat meningkatkan hasil panen kapas 21%   dan   kedelai 31%.   Kebiasaan   petani membakar jerami dapat memberikan dampak negatif terhadap perkembangan mikroorganisme, khususnya mikroartropoda   tanah   dan   artropoda   predator serangga hama.Kata kunci: Gossypium hirsutum, pengendalian hama, mulsa, jerami padi, tumpangsari. ABSTRACTCotton insect pest control by using paddy straw mulchInsect pest management and cultural techniques have been applying for plant management based on natural ecosystem   properties. Habitat   manipulation   by applying  paddy  straw  mulch  is  one  of  biological approach   to   increase   micro   climate   environment become suitable for growth and development of soil arthropod population. Paddy straw mulch of 6 ton/ha enhanced   the   role   of   soil   microarthropods   and predators, reduced the frequency of pest population threshold,  and  decreased  the  chemical  insecticide application for insect control by 57%. Straw mulch can also be used to maintain moisture and temperature of soil surface needed by arthropod for their population development. Cotton yield  increased by 21% while soybean   about 31%   in   cotton   intercropped   with soybean when paddy straw mulch were applied before planting during cotton season. Sanitation by burning paddy  straw  after  harvest  would  make  the  soil environment unsuitable for growth and development of soil microorganisms due to killed by this activity.Key   words:   Pest   control,   paddy   straw   mulch, intercropped.
Peningkatan Produktivitas dan Peluang Pengembangan Ylang-Ylang di Indonesia MUHAMAD DJAZULI
Perspektif Vol 4, No 2 (2005): Desember 2005
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v4n2.2005.%p

Abstract

ABSTRAKTanaman ylang-ylang (Cananga odoratum Baill, forma genuina) merupakan salah satu komoditas penghasil minyak atsiri yang sangat potensial untukdikembangkan di Indonesia sebagai komoditas ekspor. Dibandingkan dengan kenanga (C. odoratum Bail, forma macrophylla), pohon ylang-ylang lebih pendek, masa berbunga lebih cepat, mutu minyak lebih baik dan harga pasar yang lebih tinggi. Peluang pasar minyak ylang-ylang di dunia masih cukup besar dengan harga berkisar US$ 110 /kg.  Informasi tentang budidaya tanaman dan permintaan pasar minyak ylang-ylang masih sangat terbatas. Sentra produksi ylang-ylang di Indonesia berada di Jawa Barat dan Banten.  Untuk pengembangan sentra produksi baru harus didukung dengan kondisi agroekologi yang sesuai, penerapan teknik budidaya seperti penggunaan benih berser-tifikat, pemupukan berimbang, dan pengendalian hama dan penyakit. Selain itu, pemangkasan pucuk sangat diperlukan untuk mencegah pengguguran cabang dan memudahkan pemanenan. Penerapan sistem pola tumpangsari dengan tanaman atsiri lain di bawah  tegakan  ylang-ylang  sangat potensial  bagi peningkatan produktivitas lahan dan diversifikasi bahan baku penyulingan minyak. Dengan adanya peningkatan produktivitas lahan dan tanaman ylang-ylang yang nyata, tentunya akan diikuti dengan peningkatan pendapatan pengusaha perkebunan dan kesejahteraan masyarakat sekitar kebun, baik sebagai petani penggarap maupun sebagai buruh pemetik bunga. Dengan demikian, diharapkan sentra-sentra produksi ylang-ylang yang baru di Indonesia akan segera tumbuh dan berkembang.Kata kunci : Ylang-ylang, Cananga odoratum Baill forma genuina, produktivitas, pengembangan ABSTRACTProductivity Inprovement and Prospect of Ylang-Ylang Development in IndonesiaYlang-ylang (Cananga odoratum Baill, forma genuina) is one of essential oil crops which is potentially developed in Indonesia as an export commodity. Early harvest period, short plant, and high quality and price of ylang-ylang oil are advantage characteristics of ylang-ylang compared to kenanga (C. odoratum Baill, forma macrophylla). International market for ylang-ylang oil is widely open and current  price  is US$ 110/kg. Information  of  ylang-ylang  in  Indonesia especially cultivation technology and marketing prospect is very limited. Banten and West Java are the production center of ylang-ylang. To develop new planting  areas,  it should be supported with suitable agro ecology and reccomended cultivation technology such as application of sertificate seeds, balanced fertilizer,  and integrated pest control. Top cutting application is also necessary for preventing lower branch fall and easy harvesting.  Inter cropping with other essential oil crops  such  as  patchouli,  etiver  grass, and  Java citronella grass under ylang-ylang trees improves land productivity  nd provides other raw aterials for distillation industry. Increasing productivity of land and ylang-ylang should be followed by the increasing income of the estate owner and prosperity of the people surrounding the estate, both as farmer workers and flower pickers. Hopefully, some new production centers of ylang-ylang in Indonesia will develop.Keywords : Ylang-ylang, Cananga odoratum Baill forma genuina, productivity, development

Page 5 of 21 | Total Record : 203