cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota bandar lampung,
Lampung
INDONESIA
JURNAL POENALE
Published by Universitas Lampung
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 25 Documents
Search results for , issue " Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale" : 25 Documents clear
PERANAN PENYIDIK TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM (Studi di Polresta Bandar Lampung) Dona Raisa Monica, Destea Susagiani, Diah Gustiniati,
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pemberlakuan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak mengamanatkan penyidik anak untuk memenuhi persyaratan yaitu berpengalaman sebagai penyidik, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak serta telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak. Pada kenyataannya belum semua penyidik anak memenuhi persyaratan tersebut. Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakah peranan penyidik terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dan apakah faktor penghambat peranan penyidik terhadap anak yang berkonflik dengan hukum? Pendekatan penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan yuridis empiris, dengan narasumber yaitu Penyidik Polresta Bandar Lampung dan Akademisi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila.  Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: Peranan penyidik terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di Polresta Bandar Lampung termasuk dalam peranan normatif yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dan peranan faktual yang dilaksanakan berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan. Pelaksanaan peranan tersebut meliputi menyediakan penyidik khusus anak, menyediakan ruang pemeriksaan khusus anak, melaksanakan penyidikan dengan suasana kekeluargaan, meminta laporan penelitian kemasyarakatan, melaksanakan upaya paksa dengan berpedoman pada Undang-Undang Sistem Peradilan Anak dan mengupayakan diversi dalam perkara anak. Faktor paling dominan yang menghambat Peranan penyidik terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di Polresta Bandar Lampung adalah faktor masyarakat, khususnya korban dan keluarga korban menolak diversi dan menginginkan agar anak yang berkonflik dengan hukum tetap diproses secara hukum.Kata Kunci:  Peranan, Penyidik, Anak, Berkonflik dengan Hukum DAFTAR PUSTAKAGultom, Maidin. 2008.  Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT Refika Aditama, BandungGosita, Arif. 2009. Masalah Perlindungan Anak, Mandar Maju, Bandung. 2009.Pramukti, Angger Sigit dan Fuady Primaharsya. 2015. Sistem Peradilan Pidana Anak, Pustaka Yustisia, YogyakartaSoekanto, Soerjono. 2002.  Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.
PERAN KEPALA DESA SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA (Studi Pada Desa Adijaya) Gunawan Jatmiko, Liony Nike Ovinda, Erna Dewi,
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkara pidana tidak hanya dapat diselesaikan melalui jalur pengadilan tetapi bisa diselesaikan melalui hukum yang hidup dalam masyarakat dimana dalam perkembangannya sebagai penyelesaian perkara melalui mediasi. Permasalahan dalam penelitian ini  adalah bagaimanakah peran kepala desa sebagai mediator dalam penyelesain perkara pidana, dan bagaimanakah kekuatan hukum dari hasil mediasi perkara pidana oleh kepala desa. Pada penelitian ini penulis melakukan dua pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara studi kepustakaan dan lapangan. Data yang diperoleh dikelola dengan menggunakan metode induktif. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa: (1) peran kepala desa sebagai mediator dalam penyelesain perkara pidana telah diatur secara eksplisit dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Bahkan untuk lebih menekankan fungsi kepala desa sebagai penyelesaian perselisihan, Pasal 28 mengancam melalui sanksi, bagi Kepala Desa yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis. (2) Kekuatan hukum dari hasil mediasi perkara pidana oleh kepala desa  melahirkan suatu kesepakatan perdamaian yang biasanya dibuat secara tertulis. Hasil persetujuan perdamaian tersebut dapat dimintakan kepada kepala desa agar hasil mediasi memiliki kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuatnya, walaupun tidak memiliki kekuatan eksekutorial layaknya akta perdamaian dalam Pengadilan. Saran yang berikan adalah peran kepala desa dalam melaksanakan kewajiban menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa berdasarkan Undang-Undang Desa seharusnya lebih diperkuat sebagai penyelesaian perselisihan guna memperluas access to justice dan mengurangi beban peradilan Negara.Kata Kunci: Peran, Kepala Desa, Penyelesaian Perkara PidanaDAFTAR PUSTAKA Buku - buku Atmasasmita, Romli, 2008, Sinergi Kerja Polri Dan Kejaksaan Agung Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univ. Indonesia, Depok.Nawawi Arief, Barda, 2010, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana; Perkembangan KonsepKUHP Baru, Jakarta, Kencana Prenada Media Group Negeri, Semarang.Undang-UndangUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.No. HP : 082179369872
ANALISIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP AGEN ASURANSI YANG MELAKUKAN PENGGELAPAN PREMI ASURANSI Dona Raisa Monica, Muhammad Arrafi, Erna Dewi,
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Agen perusahaan asuransi yang melakukan tindak pidana penggelapan premi asuransi seharusnya dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, tetapi pada kenyataannya hakim dalam  Putusan Nomor: 4/Pid.B/2017/PN.Pbg lebih memilih Pasal 374 KUHP. Permasalahan penelitian ini adalah: Bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap agen asuransi yang melakukan penggelapan premi asuransi dan apakah dasar pertimbangan hakim dalam menerapkan Pasal 374 KUHP terhadap pelaku tindak pidana penggelapan premi asuransi? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan penarikan simpulan dilakukan dengan metode induktif. Hasil penelitian ini menunjukkan: Penerapan sanksi pidana terhadap agen asuransi yang melakukan penggelapan premi asuransi dilaksanakan oleh aparat penegak hukum  dalam kerangka penegakan hukum yaitu penyidikan oleh Kepolisian, penyusunan Dakwaan dan penututan oleh Penuntut Umum dan penjatuhan pidana oleh hakim Pengadilan Negeri. Penerapan sanksi pidana tersebut sesuai dengan teori formulasi, aplikasi dan eksekusi. Dasar pertimbangan hakim dalam menerapkan Pasal 374 KUHP terhadap pelaku tindak pidana penggelapan premi asuransi sesuai dengan teori pendekatan seni dan intuisi, yaitu  hakim lebih memilih menggunakan Pasal 374 KUHP untuk memutus perkara tindak  pidana penggelapan premi asuransi. Hakim dengan kekuasaan kehakiman nya secara subjektif memilih KUHP dalam memutus perkara tindak pidana perasuransian ini, selain itu hakim juga mendasarkan putusannya pada dakwaan dan tuntutan dari Penuntut Umum yang menggunakan Pasal 374 KUHP. Saran dalam penelitian ini adalah: Aparat penegak hukum agar lebih konsisten menerapkan sanski pidana berdasarkan Undang-Undang Perasuransian. Pihak Perusahaan asuransi hendaknya menerapan sistem aplikasi komputer yang dapat memantau para nasabah asuransi dalam pembayaran premi.Kata Kunci:  Sanksi  Pidana, Agen Asuransi, Penggelapan Premi Asuransi  DAFTAR PUSTAKADjamali, R. Abdoel. 2005.  Pengantar Hukum Indonesia.Raja Grapindo Persada. JakartaNasikum, 1998. Sistem Sosial Indonesia, CV Rajawali, JakartaNawawi Arief, Barda. 1996.  Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti, BandungSasongko, Wahyu. 2013.  Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Universitas Lampung, Bandar LampungSoekanto, Soerjono. 1999.  Pokok Pokok Sosiologi Hukum, cet 9, Raja Grafindo Persada, Jakarta
PERAN PERLINDUNGAN ANAK TERPADU BERBASIS MASYARAKAT (PATBM) BANDAR LAMPUNG TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN Dona Raisa Monica, Qomaruddin Edi Saputra, Erna Dewi,
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anak yang belum dewasa secara mental dan fisik harus dilindungi, tetapi pada kenyataannya anak justru menjadi korban kekerasan. Upaya perlindungan terhadap anak dilaksanakan oleh berbagai stakeholder di antaranya adalah lembaga Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Bandar Lampung. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran PATBM Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan? (2) Apakah faktor-faktor penghambat peran PATBM Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan? Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Peran PATBM Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan secara normatif dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak. Peran secara faktual dilaksanakan dengan pencegahan, penanganan dan pemulihan. PATBM  memberikan perlindungan hukum, perlindungan medis dan perlindungan psikologis. Perlindungan secara medis dilakukan untuk memulihkan kondisi fisik anak yang mungkin mengalami kerugian fisik (luka-luka, memar, lecet dan sebagainya). Perlindungan medis ini diberikan sampai anak korban kekerasan tersebut benar-benar sembuh secara fisik. Perlindungan psikologis diberikan dengan melakukan pendampingan kepada anak korban kekerasan.  (2) Faktor paling dominan yang menjadi penghambat Peran PATBM Bandar Lampung terhadap anak korban kekerasan adalaha masyarakat sebagai faktor yang dominan, yaitu adanya keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan hukum serta kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan.Kata Kunci: Peran, PATBM, Anak, Korban Kekerasan DAFTAR PUSTAKAArivia, Gadis. 2005. Potret Buram Eksploitasi Kekerasan Seksual pada Anak. Ford Foundation. JakartaKementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pedoman Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Edisi I, 2015Reksodiputro, Mardjono. 1994.  Sistem Peradilan Pidana Indonesia Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta.Saleh, Roeslan. 1979.  Penjabaran Pancasila dan UUD 1945 Dalam Perundang-Undangan, Bina Aksara, JakartaSavitri, Primautama Dyah. 2006.  Benang Merah Tindak Pidana Pelecehan Seksual. Penerbit Yayasan Obor. Jakarta.Soekanto Soerjono. 2002.  Sosiologi Suatu Pngantar. Rajawali Press. Jakarta
PENGGUNAAN ALAT BANTU PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) DALAM PROSES PENYIDIKAN Monica, Dona Raisa
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Lie detector adalah sebuah alat pendeteksi kebohongan yang mengukur perubahan fisiologis seperti tekanan darah dan denyut jantung berdasarkan gagasan bahwa penipuan melibatkan unsur kecemasan. Adanya kegunaan alat lie detectortersebut, pada awalnya membantu Kepolisian untuk mengetahui kebohongan yang dilakukan oleh pelaku kejahatan, sehingga Kepolisian bisa dengan mudah untuk mengetahui apakah pelaku kejahatan tersebut jujur atau tidak jujur atas pembicaraan yang telah dikatakannya. Akan tetapi, lama-kelamaan penggunaan alat lie detectortersebut dirasakan semakin tidak efektif..Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan(lie detector) dalam proses penyidikan dan apakah yang menjadi faktor penghambat penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector)dalam proses penyidikan.Pendekatan masalah dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris yang bersumber pada data primer dan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.Responden dalam penelitian ini adalah Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila dan penyidik polda Lampung serta analisis data secara kualitatif.Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan(lie detector) dalam proses penyidikan adalah hasil pemeriksaan alat deteksi kebohongan atau lie detektor yang dilakukan oleh penyidik pada saat melakukan pemeriksaan kepada tersangka bukan menjadi alat bukti utama untuk menggali keterangan pelaku.Hasil dari alat pendeteksi kebohongan itu tidak dapat berdiri sendiri.Cara kerja lie detector adalah dengan menempelkan atau memasang alat di tubuh seseorang dan mengajukan pertanyaan kepada orang yang diuji serta hasil dari tes tersebut akan tertulis di kertas photograph yang dapat dibaca atau diperiksa oleh ahlinya (dokter dan psikolog) serta penyidik, serta hasil pemeriksaan lie detector harus disandingkan dengan alat bukti lainnya untuk memperkuat proses penyidikan kepolisian. Faktor yang menjadi penghambat penggunaan alat bantu pendeteksi kebohongan (lie detector) dalam proses penyidikan diantaranya faktor aparat penegak hukum,faktor sarana dan prasarana dan faktor masyarakat..Adapun saran yang dapat dikemukakan yaitu Pihak kepolisian diharapkan dapat menambah personil penyidik yang berbasiskan pendidikan atau keahlian psikolog agar dapat lebih menguasai penggunaan alat pendeteksi kebohongan (lie detector). DAFTAR PUSTAKAKurniawan, Agung. 2005. Tranformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta: Pembaruan.Kurniawan. Moch Haikhal. 2008. Penggunaan Metode Sketsa Wajah Dalam Menemukan Pelaku Tindak Pidana. Surakarta: Universitas Muhamaddiyah Surakarta.Lubis, dkk. 1987. Teori Organisasi (Suatu Pendekatan Makro). Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia.Makarim, Edmon. 2003. Komplikasi Hukum Telematika. Jakarta: Rajawali Grapindo Persada.Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan). Jakarta: Sinar Grafika.Masriani, Yulies Tiena. 2004. Pengantar Hukum Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika.Permana, Is Heru. 2007. Politik Kriminal. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.Prodjohamijojo, Martiman. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Ghalia IndonesiaSoekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Bandung: UI Press Alumni..________________. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.Undang-undang terkait :Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tugas dan Kewenangan Polisi..Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Internet :http://www.gresnews.com/berita/hukum/101257-menakar-penggunaan-alat-pendeteksi-kebohongan-dalam-kasus-jis/0/.Ika Abshita Dewi, Psikologi Pembelajaran Matematika, http://abshitamath.blogspot.com.
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERJADINYA KEJAHATAN PORNOGRAFI TERHADAP ANAK MELALUI MEDIA ELEKTRONIK Rini Fathonah, Andrea Ayu Strelya, Tri Andrisman,
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

<
ANALISIS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR Budi Rizki Husin, Heli Pitra Liansa, Firganefi,
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana korupsi telah menjadi suatu kejahatan yang luar biasa (extra- ordinary crime). Upaya pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan secara biasa yaitu dengan langkah-langkah yang tegas. Permasalahan adalah bagaimanakah penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah   daerah   Kabupaten   Lampung   Timur?   dan   Apa   saja   faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daerah Kabupaten Lampung Timur?. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan yuridis normatif dan Pendekatan yuridis  empiris.  Narasumber  dalam  penelitian  ini  penyidik  Kepolisian,  Jaksa Pidsus dan Akademisi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat  pemerintah  daerah  Kabupaten  Lampung  Timur  dilaksanakan  sesuai dengan Undang-undang dan tahap-tahap penegakan hukum yang dipakai mengacu pada tahap Formulasi, Aplikasi dan Eksekusi yaitu melalui proses penyidikan, penuntutan  sampai  dengan  putusan  pengadilan,  Faktor  penghambat  paling dominan adalah faktor penegak hukum itu sendiri dimana aparat penegak hukum baik polisi maupun jaksa dalam proses penyelidikan sampai tahap eksekusi harus tegas dan sesuai dengan undang-undang. Saran yang dapat penulis berikan adalah (1)Perlu aparat penegak hukum yang terlatih, jujur, berintegrasi dan profesional. adanya koordinasi yang baik antar aparat penegak hukum dalam menangani kasus tindak pidana korupsi. (2) Hakim dalam menjatuhakan hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi harus sesuai dengan Undang-undang yang berlaku.Kata   Kunci : Penegakan   Hukum,   Tindak   Pidana   Korupsi,   Pejabat Pemerintah Daerah DAFTAR PUSTAKADjoko Sumaryanto, Pembalikan Beban Pembuktian,  Prestasi  Pustaka, Jakarta, 2009Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005Barda  Nawawi  Arif,  Kapita  Selekta Hukum Pidana,   Penerbit   Alumni Bandung, 2003Paulus Mujiran, Republik Para Maling, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004Roeslah  Saleh,  Pembinana  Cita  Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional, (Jakarta: Karya Dunia Pikir.,1986), Hlm. 15Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakukan Peraturan Hukum Pidana di Seluruh Indonesia (KUHP)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiUndang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiNo Hp : 085268914319
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP DELIK-DELIK PEGAWAI NEGERI ATAU PENYELENGGARA NEGARA, HAKIM, DAN ADVOKAT/ PENASIHAT HUKUM YANG MENERIMA SUAP DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Dona Raisa Monica, Muhammad Luki Samad, Maroni,
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai kekacauan dan kerancuan pengaturan terhadap delik-delik Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, Hakim, dan Advokat/Penasihat Hukum yang menerima suap dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK 20/2001 jo. 31/1999). Ruang lingkup pembahasannya adalah bagaimanakah ketentuan delik-delik Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, Hakim, dan Advokat/Penasihat Hukum yang menerima suap dalam UU PTPK 20/2001 jo. 31/1999, dan bagaimanakah penerapan/implementasinya. Pendekatan masalah yang digunakan, yaitu pendekatan yuridis normatif, dan yuridis empiris. Hasil penelitian menyimpulkan, terdapat kerancuan dalam pengaturan UU PTPK 20/2001 jo. 31/1999 yang secara garis besar terbagi dalam dua ruang lingkup permasalahan. Pertama, adanya ketentuan ganda terhadap Pasal penyuapan (pasif) bagi Pegawai Negeri/Penyelenggara Negara, Hakim, dan Advokat/Penasihat Hukum. Kedua, adanya kekacauan/hilangnya delik berkualifikasi bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, Hakim, dan Advokat/Penasihat Hukum yang menerima suap, padahal delik-delik tersebut adalah delik berkualifikasi. Selanjutnya, penerapan dari ketentuan delik-delik terkait Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, Hakim, dan Advokat/Penasihat Hukum yang menerima suap tersebut, telah menimbulkan disparitas penjatuhan pidana yang signifikan. Ketentuan tersebut juga menyebabkan adanya multi tafsir, penerapannya menjadi bersifat subyektif, dan menjadi hilangnya nilai keadilan dalam penerapannya. Saran dalam penelitian ini, sudah seharusnya UU PTPK 20/2001 jo. 31/1999 sesegera mungkin direvisi dengan lebih memperhatikan struktur hukum, materi hukum, dan budaya hukum, serta menjamin terlaksananya prinsip due process of law, dan perlindungan Hak asasi manusia (HAM) bagi para pelaku tindak pidana korupsi.Kata Kunci: Delik, Pegawai Negeri, Penyelenggara Negara, Hakim, Advokat/Penasihat Hukum, Suap, KorupsiDAFTAR PUSTAKABuku:Hamzah. Andi, Asas-Asas Hukum Pidana. cetakan ke-II. Jakarta. Yarsif Watampone. 2005Sianturi. S.R., Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya. Jakarta. Alumni Ahaem- Petehaem. 1989 Makalah:Hamzah. Andi, “Delik Korupsi (Undang-Undang No.31 Tahun 1999 yang Diubah Dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001”. Makalah. Jakarta. 2013Peraturan Perundang-Undangan:Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU RI Nomor 20 Tahun 2001. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150Putusan Pengadilan:Mahkamah Agung Republik Indonesia. Putusan Mahkamah Agung No. 1136 K/PID.SUS/2012, jo. Putusan Pengadilan Tinggi Banten No. 5/PID.SUS/2011/PT.BTN, jo. Putusan Pengadilan Negeri Tangerang No.1884/Pid.B/ 2010/PN.TNG. diakses dari http://putusan.mahkamahagung.go.id pada tanggal 10 November 2017______________. Putusan Mahkamah Agung No.1515 K/Pid.Sus/2013, jo. Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No.18/PID/TPK/2013/PT.DKI, jo. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.65/Pid.B/TPK/2012/PN. JKT.PST. diakses dari http://putusan.mahkamahagung.go.id pada tanggal 10 November 2017
ANALISIS SANKSI PIDANA PERINGATAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA Eko Raharjo, Muhammad Khadafi Azwar, Tri Andrisman,
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pidana peringatan merupakan salah satu sanksi terhadap anak yang melakukan tindak pidana dalam Pasal 71 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012. Pada pelaksanaannya pidana peringatan ini masih menimbulkan kontroversi khususnya mengenai mekanisme pelaksanaan pidana peringatan tersebut. Permasalahan penelitian: (1) Bagaimanakah pelaksanaan sanksi pidana peringatan bagi anak yang melakukan tindak pidana? (2) Apakah faktor penghambat pelaksanaan sanksi pidana peringatan bagi anak yang melakukan tindak pidana?  Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Narasumber terdiri dari hakim  Pengadilan Negeri Tanjung Karang, ketua LSM LAdA dan dosen hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan penarikan simpulan dilakukan dengan metode induktif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Sanksi pidana peringatan bagi anak yang melakukan tindak pidana dapat diterapkan oleh hakim terhadap tindak pidana ringan oleh anak. Hakim dalam menerapkan pidana peringatan mempertimbangkan dampak dari pidana penjara yang berpotensi memberikan dampak buruk pada perkembangan dan kepribadian anak dan penerimaan masyarakat yang kurang baik terhadap anak mantan narapidana, sehingga hakim lebih memilih pemidanaan dalam bentuk pembinaan kepada anak sebagai pelaku tindak pidana.  (2) Faktor-faktor yang dapat menghambat pelaksanaan sanksi pidana peringatan bagi anak yang melakukan tindak pidana faktor perundang-undangan yang menghambat penerapan sanksi pidana peringatan terhadap anak yang melakukan tindak pidana adalah belum adanya mengenai upaya yang harus dilakukan apabila terjadi penolakan diversi. Faktor penegak hukum yaitu secara kuantitas masih terbatasnya jumlah penyidik anak dalam menangani perkara anak.  Faktor masyarakat, yaitu keluarga korban yang tidak menerima pidana peringatan dan menolak dilaksanakannya diversi.Kata Kunci: Sanksi Pidana Peringatan, Anak, Tindak Pidana Daftar PustakaGosita, Arif. 2009. Masalah Perlindungan Anak, Mandar Maju, Bandung.Meliala, Adrianus. 2005. Penyelesaian Sengketa Alternatif: Posisi dan Potensinya di Indonesia Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.Silambi, Erni Dwita dan Andi Sofyan. Penanganan Anak yang Berkonflik dengan Hukum. http://www.hukumonline.com.Wadong, Maulana Hasan. 2006.  Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Gramedia  Widiaksara Indonesia, Jakarta.
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP PRODUSEN MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA Rini Fathonah, Shanti Yoseva Fitriana, Eko Raharjo,
JURNAL POENALE Vol 6, No 2 (2018): Jurnal Poenale
Publisher : FAKULTAS HUKUM UNILA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Makanan merupakan hal pokok bagi manusia. Mirisnya saat ini makanan banyak ditemukan yang mengandung bahan berbahaya sesuai Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012. Kejahatan dalam bidang pangan ini sangat meresahkan masyarakat karena dampaknya yang tidak hanya dapat membahayakan kesehatan manusia bahkan keselamatan manusia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Permasalahan yang diteliti oleh penulis adalah Apakah faktor penyebab produsen makanan membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya? Dan Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap produsen yang membuat dan menjual makanan yang mengandung zat berbahaya ? Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan berupa data primer dan bahan sekunder.Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa Faktor penyebab produsen menjual makanan berbahaya karena tingkat pengetahuan tentang keamanan pangan yang relative rendah, Konsumen makanan tersebut umumnya berasal dari kalangan menengah kebawah. Tingkat pengetahuan konsumen tentang keamanan pangan juga relative rendah. Upaya penanggulangan yang dilakukan dengan cara dengan memberdayakan masyarakat selaku sasaran primer dari promosi kesehatan. Sosialisasi melalui penyuluhan, usaha pemberdayaan masyarakat dari segi sarana dan prasarana pun dapat dilakukan yaitu dengan menyediakan fasilitas yang dapat digunakan masyarakat untuk melaporkan kasus makanan  yang menggunakan bahan berbahaya. Saran dalam skripsi ini yaitu Pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait antara lain BPOM, YLKI, Dinas Kesehatan agar produsen makanan tidak menambahkan zat berbahaya pada makanan. Masyarakat juga harus lebih cerdas dalam membeli makanan yang aman untuk dikonsumsi.Kata Kunci: Kriminologis, Produsen, Makanan Berbahaya DAFTAR PUSTAKAArief, Barda Nawawi. 2010. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta:Prenada Media Group.Soekanto, Soerjono. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Rineka Cipta.Sudarto, 2003. Hukum Pidanadan Perkembangan  Masyarakat, Bandung:PenerbitSinar Baruhttps://id.wikipedia.org/wiki/BahanBerbahayadan_Beracun_(B3)https://indofishtama.wordpress.com/2012/12/25/uu-nomor-18-tahun-2012- tentang-pangan/

Page 1 of 3 | Total Record : 25