Claim Missing Document
Check
Articles

PERGESERAN ASAS POINTDINTERETPOINTDACTION DALAM GUGATAN CITIZEN LAW SUIT DAN ACTIO POPULARIS SEBAGAI PEMENUHAN ASAS MANFAAT DALAM PERADILAN PERDATA Kristiani Purwendah, Elly
Cakrawala Hukum Vol 15, No 41 (2013): Cakrawala Hukum
Publisher : Cakrawala Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hukum Acara Perdata mengalami perkembangan yang pesat dalam merespons sisi manfaat akan keadilan para pihak melalui adopsi hukum dari sistem hukum lain, banyak persinggungan yang terjadi dari sistem Anglo Amerika ke dalam sistem hukum acara perdata Indonesia yang menganut sistem Hukum Eropa Kontinental. Merespons perkembang praktek hukum, berkenaan dengan kewajiban penguasa sebagai penyelenggara pemerintahan, pemerintah dapat dituntut secara perdata melalui mekanisme Gugatan Citizen Lawsuit. Dalam gugatan ini, asas point d’interet, point d’action tidak diperlukan lagi bagi penggugat, asas kepentingan hukum yang cukup mulai bergeser menjadi asas demi kepentingan umum sebagai kewajiban warga Negara berhadapan dengan kewajiban hukum pelaku. Pergeseran ini merupakan konsekuensi dari kewajiban hakim perdata memiliki kewajiban melakukan penemuan hukum (rechtsvinding). Keywords : citizen lawsuit, point dinteret, point daction, rechtsvinding.
PENERAPAN REGIME TANGGUNG JAWAB DAN KOMPENSASI GANTI RUGI PENCEMARAN MINYAK OLEH KAPAL TANKER DI INDONESIA Kristiani Purwendah, Elly
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 2, No 2 (2016): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (962.687 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v2i2.8410

Abstract

Pencemaran minyak oleh kapal tanker merupakan risiko dari usaha minyak dalam menjalankan usahanya. Tuntutan ganti rugi pencemaran minyak oleh pemilik kapal tanker menjadi hal yang diatur secara serius oleh sistem hukum laut internasional melalui konvensi internasional tentang pertanggungjwaban sipil yang terus berkembang menjadi regime internasional tentang pertanggung jawaban dan kompensasi bagi pencemaran minyak (The International Regime on Liablity and Compensation for Oil Pollution Damage). Regime tersebut membagi tiga tingkatan kompensasi (the three tier system compensation) ganti rugi bagi pencemaran minyak sumber dari kapal tanker. Tingkatan kompensasi pertama mendasarkan pada ketentuan CLC 1969 dan IOPC Fund 1971, tingkatan kompensasi kedua mendasarkan pada ketentuan CLC 1992 dan IOPC Fund 1992, selanjutnya tingkatan kompensasi ketiga mendasarkan pada Supplementary Fund Protocol 2003. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji masing-masing tingkatan kompensasi serta posisi Indonesia dalam tingkatan kompensasi ganti rugi. Key words :   Regime tanggung jawab dan kompensasi ganti rugi, pencemaran minyak, kapal tanker
IMPLEMENTASIROTTERDAM CONVENTION ON THE PRIOR INFORMED CONSENT PROCEDURE FOR CERTAIN HAZARDOUS CHEMICALS AND PESTICIDES IN INTERNATIONAL TRADEBAGI PERKEMBANGAN HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA Purwendah, Elly Kristiani; Pudyastiwi, Elisabet
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 5, No 1 (2019): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v5i1.16754

Abstract

Konvensi ini memang tidak langsung memberikan efek yang signifikan namun dengan meratifikasi konvensi ini akan memberikan pengaruh terhadap kelangsungan ekspor bahan mentah terlebih sumber daya alam seperti bahan obat-obatan, bahan pangan dan bahan lainnya yang terkontaminasi oleh bahan kimia dan pestisida berbahaya. Ratifikasi konvensi ini akan mempersempit kemungkinan menurunnya kualitas keanekaragaman hayati yang sering dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup. Selain itu adanya konvensi ini akan mencegah munculnya masalah terhadap lapangan pekerjaan bagi pihak-pihak yang terkontaminasi limbah maupun bahan kimia dan pestisida yang berbahaya seperti para petani, nelayan dan masyarakat pada umumnya. Jika ditelaah secara mendalam jumlah ekpor pada sektor pertanian setiap tahun terus mengalami penurunan, hal ini disebabkan oleh menurunya kualitas ekosistem persawahan akibat pemakaian pestisida yang berlebihan. Kata kunci : Konvensi Rotterdam, ratifikasi, hukum lingkungan. 
KONSEP KEADILAN EKOLOGI DAN KEADILAN SOSIAL DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA ANTARA IDEALISME DAN REALITAS Purwendah, Elly Kristiani
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (153.988 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v5i2.18425

Abstract

Keadilan lingkungan berdasarkan taksonomi keadilan dibagi dalam empat katagori (yaitu, keadilan lingkungan sebagai keadilan distributif, keadilan lingkungan sebagai keadilan korektif, keadilan lingkungan sebagai keadilan prosedural dan keadilan lingkungan sebagai keadilan sosial. Dalam pembahasan perumusan permasalah ini, keadilan lingkungan sebagai keadilan sosial. Penulis mengartikan keadilan lingkungan sosial digunakan berbarengan untuk memperkuat pemahaman mengenai keadilan lingkungan sebagai sebuah keadilan sosial. 
PERSEPSI BUDAYA HUKUM DALAM MERESPON PENCEMARAN MINYAK DI LAUT CILACAP AKIBAT KAPAL TANKER DALAM PERSPEKTIF KEADILAN EKOSOSIAL Kristiani Purwendah, Elly
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 8, No 1 (2020): Februari, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v8i1.23671

Abstract

Wilayah laut Indonesia yang mencapai luas 3,11 juta km2 menyebabkan potensi sektor kelautan menjadi tidak ternilai, terutama dari sektor kekayaan alam lautnya.  Potensi kekayaan laut menjadi sedemikian penting sebagaimana diprioritaskan oleh Indonesia dalam Konsep green economy dan blue economy.Lingkungan laut merupakan bagian dari perekonomian suatu negara. Dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km, perairan Indonesia memiliki potensi yang tinggi. Ukuran tersebut merupakan urutan kedua setelah Kanada sebagai Negara yang memiliki garis pantai kedua terpanjang di dunia. Kasus pencemaran di Cilacap secara keadilan ekososial dalam perspektif ekosentrisme menjadi memenuhi nilai keadilan lingkungan laut. Namun bila dilihat secara aphrosentrisme penyelesaian kasus pencemaran minyak di Cilacap menjadi memenuhi nilai keadilan, karena masyarakat meskipun tidak diberi ganti kerugian, mereka diberikan kompensasi pembersihan ceceran minyak di pantai, sehingga penghasilannya selama tidak melaut tergantikan. Prinsip-prinsip hukum lingkungan disimpangi dalam penyelesaian kasus, dan intitusi serta pelaku usaha minyak yang melakukan pelanggaran kewajiban tidak diberikan sanksi. Dominasi negara dalam memilah kepentingan prioritas sedemikian kuat, mengesampingkan kepentingan lingkungan laut. Pelaku usaha tidak dibebani kewajiban akan tanggung jawab dan risiko yang ketat akan usahanya.  Kata kunci : budaya hukum, pencemaran minyak, keadilan.
PROTECTION OF THE SEA REGION FROM OIL POLLUTION BY TANKER SHIP Kristiani Purwendah, Elly
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 6, No 1 (2020): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v6i1.23465

Abstract

In the context of national law, Law Number 32 Year 2009 concerning Environmental Protection and Management (UUPPLH) provides an understanding of the environment as a unitary space with all objects, forces, and living things, including humans and their behavior, which affect nature itself, continuity of life, and the welfare of humans and other living things. Environmental protection has general principles, namely: Sovereignty over natural resources and the responsibility not to cause damage to the environment of other states or areas beyond national jurisdiction; Principle of preventive action; Cooperation; Sustainable development. Specifically the mandate of the 1945 Constitution is spelled out in the weighing section of Law Number 32 of 2009 concerning Protection of Environmental Management (UUPPLH) which states that a good and healthy environment is the human right of every Indonesian citizen as mandated in Article 28H of the Law 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This law states that environmental protection and management are systematic and integrated efforts undertaken to preserve environmental functions and prevent environmental pollution and / or damage which includes planning, utilization, control, maintenance, supervision and law enforcement.
Civil Responsibility Model of Coastal State to Oil Pollution in the Sea as the Impact from the Stipulation of Dumping Area by Tanker Ship Purwendah, Elly Kristiani; Djatmiko, Agoes; Pudyastiwi, Elisabeth
The Indonesian Journal of International Clinical Legal Education Vol 1 No 1 (2019): Indonesian J. Int'l Clinical Leg. Educ. (March, 2019)
Publisher : Faculty of Law Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (471.069 KB) | DOI: 10.15294/iccle.v1i01.20720

Abstract

The research results showed that dumping is stillunderstood pluralistically in Indonesian Legal System through someexisting laws, such as Law No. 17 of 1985 on the Ratification ofUNCLOS, Law No. 32 of 2009 on Environmental Protection andManagement, the Government Regulation No. 29 of 2014 on thePrevention of Environmental Pollution, the Regulation of the Minister ofMaritime Number 136 of 2015 on the Second Amendment to theMinisterial Regulation No. 52 of 2011 on Dredging and Reclamation,and the Ministerial Decree No. 4 of 2005 on the Prevention of Pollutionfrom Ships. Dumping Countermeasures in general is still understood asan act of dredging and reclamation as the cause of the silting ofshipping channels. Indonesia has not ratified the London DumpingConvention. The list of wastes that need special arrangements and isabsolutely not disposed in the territory of the coastal states has notbeen set. Therefore, compensation has not been the priority of theprotection to the marine environment by the state. The responsibility ofthe state through the State Attorney requires procedural formalities inthe form of a special power of attorney. Hence, a cooperation withrelevant institutions, in this case the Ministry of Environment andForestry, is necessary. Currently in Indonesia, there are too manyoverlapping authorities among the agencies that resulted in opposinginterest in interpreting the issues of civil lawsuit for environmentaldamages. The model that we offerred is on putting environmentalpriorities in one ministry, which is the Ministry of Environment andForestry, through the State Attorney.
KEADILAN EKOLOGI DAN KEADILAN SOSIAL SEBAGAI DASAR PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN LINGKUNGAN LAUT DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Purwendah, Elly Kristiani; Djatmiko, Agoes; Pudyastiwi, Elisabeth
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 8, No 2 (2020): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v8i2.24754

Abstract

Kebijakan sistem ekonomi politik ini jika tidak berhati hati dalam penerapannya (anthroposentrisme) dapat bertentangan dengan konsep ekologi sosial yang tengah berkembang di Indonesia melalui konsep ekonomi hijau dan ekonomi biru. Konsep yang dianut dalam sistem ekonomi politik terkait dengan keadilan lingkungan pasca amandemen UUD 45 mulai bergeser dalam era globalisasisehingga mulai merespon modernisasi ekologi. Hal ini tentu saja diharapkan akan berpengaruh pada keadilan ganti kerugian pencemaran minyak oleh kecelakaan kapal tanker di Indonesia. Kebijakan sistem ekonomi politik ini jika tidak berhati hati dalam penerapannya (masih berciri anthroposentrisme) dapat bertentangan dengan konsep ekologi sosial yang tengah berkembang di Indonesia melalui konsep ekonomi hijau dan ekonomi biru. Ciri sistem sosialisme dalam sistem ekonomi politik terkait dengan keadilan lingkungan pasca amandemen UUD 45 mulai bergeser dalam era globalisasisehingga mulai merespon modernisasi ekologi. Namun karena terbentur konsep sosialisme yang bersentral pada peran dan dominasi negara, maka sistem keadilan ekologi dalam konteks sistem hukum Indonesia bernuansa Keadilan ekologi sosial. Hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada keadilan ganti kerugian pencemaran minyak oleh kecelakaan kapal tanker di Indonesia. 
PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DALAM PERSPEKTIF PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRECAUTIONARY PRINCIPLE) Purwendah, Elly Kristiani
Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 1 No 2 (2019): Oktober
Publisher : Program Studi PPKn Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Undiksha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jmpppkn.v1i2.49

Abstract

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 (UUPPLH), tidak ada pengaturan secara spesifik mengenai prinsip kehati-hatian. Pasal 3 UUPPLH mengenai asas, tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup hanya disebutkan asas tangung jawab negara, asas berkelanjutan dan asas manfaat yang bertujuan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam UUPPLH prinsip kehati-hatian belum diatur secara jelas. Tidak diaturnya prinsip ini dalam UUPPLH bukan berarti bahwa Indonesia tidak mengenal prinsip kehati-hatian. Sebagaimana dilihat bahwa Indonesia telah melakukan ratifikasi 2 (dua) konvensi yaitu Ratifikasi Konferensi Rio de Jeneiro yang mengandung prinsip kehati-hatian melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Pengesahan United Nations Conventons on Biological Diversity dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change. Ratifikasi yang dilakukan ini menunjukkan bahwa Indonesia menganut prinip kehati-hatian dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
PRINSIP KEHATI-HATIAN (PRECAUTIONARY PRINCIPLE) DALAM PENCEMARAN MINYAK AKIBAT KECELAKAAN KAPAL TANKER DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Purwendah, Elly Kristiani
Jurnal Media Komunikasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 2 No 1 (2020): April
Publisher : Program Studi PPKn Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Undiksha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jmpppkn.v2i1.81

Abstract

Prinsip kehati-hatian sebagai pengaman dalam kegiatan atau usaha yang berdampak pencemaran bagi lingkungan laut diterapkan dalam sistem hukum nasional melalui peran sentral syahbandar sebagai administrator pelabuhan. prinsip kehati-hatian diterjemahkan melalui bagaimana syahbandar berperan secara administratif mengamankan berbagai hal di awal kegiatan pelayaran laut kapal tanker melalui perijinan dan persyaratan kapal. Syahbandar dalam melaksanakan tugas administratifnya sebagai sebuah perwujudan penerapan prinsip kehati-hatian diwujudkan dalam hal, penyelenggaraan fungsi pelaksanaan pengawasan dan pemenuhan kelaik lautan kapal. Pelaksanaan pengawasan dan pemenuhan fungsi kelaik lautan kapal, sertifikasi keselamatan kapal, pencegahan pencemaran dari kapal dan penetapan status hukum kapal, melaksanakan pemeriksaan managemen keselamatan kapal, melaksanakan pengawasan keselamatan dan keamanan pelayaran terkait dengan kegiatan bongkar muat barang berbahaya dan beracun (B3), pengisian bahan bakar, ketertiban embarkasi dan debarkasi penumpang, pembangunan fasilitas pelabuhan, tertib lalu lintas di perairan pelabuhan dan alur pelayaran, pemanduan kapal serta penerbitan surat persetujuan berlayar. Prinsip kehati-hatian terhadap bahaya di laut dalam hal ini termasuk bahaya pencemaran sudah diantisipasi diawal melalui Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) yang dipimpin oleh seorang Syahbandar dengan didukung oleh struktur organisasi yang meliputi lingkup administrasi dan penegakkan hukum. Bagian-bagian organisasi tersebut meliputi lima bidang yaitu, sub bagian tata usaha, seksi status hukum dan sertifikasi kapal, seksi keselamatan berlayar, penjagaan dan patroli, dan seksi lalu lintas dan angkutan laut serta usaha kepelabuhanan.