cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota cirebon,
Jawa barat
INDONESIA
MAHKAMAH: Jurnal Kajian Hukum Islam
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 186 Documents
PESANTREN DAN PEMBENTUKAN BUDAYA HUKUM ISLAM INDONESIA: PEMBARUAN LITERATUR FIKIH DI PESANTREN Samsudin samsudin
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.686 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v2i2.2039

Abstract

Abastrak   Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang telah berusia ratusan tahun. Hal ini merupakan kekayaan besar bagi bangsa Indonesia, karena tidak sedikit karya dan manfaat yang diberikan oleh institusi ini, Dalam konteks khazanah pemikiran fikih, pesantren juga sangat berperan dalam membangunan kultur hukum Islam di Indonesia. Tidak hanya bagi para santrinya, pesantren telah mampu mentransfer bidang keilmuan Islam ini kepada masyarakat yang ada di sekitarnya atau masyarakat Indonesia secara umum, sistem pembelarajan pesantren, terutama pesantren tradisional atau salaf, selama ini masih bersifat Syafi’i oriented, sehingga pemahaman hukum Islam yang seharusnya dapat lebih luas terlalu disimplifikasikan kepada satu pendapat saja. Perubahan kurikulum pembelajaran fikih ini dapat dimulai dari santri-santri senior yang telah memiliki cukup banyak amunisi untuk memahami fikih secara komprehensif. Selain telah memiliki dasar dalam menjalankan aktifitas keagamaan sehari-hari dari suatu mazhab tertentu, Dengan demikian, penting kiranya untuk membuka kotak pandora yang selama ini belum tersentuh,Kata Kunci : Pesantren, Kitab Kuning, Hukum Islam Pesantren is the oldest Islamic educational institution in Indonesia that has hundreds of years old. This is a great wealth for the Indonesian nation, because not a few works and benefits provided by this institution, In the context of the treasury of jurisprudence, pesantren is also very instrumental in developing the culture of Islamic law in Indonesia. Not only for the santri, pesantren has been able to transfer this field of Islamic scholarship to the surrounding community or Indonesian society in general, pesantren system pemarajan, especially traditional pesantren or salaf, so far still Syafi'i oriented, so that the understanding of Islamic law should be more broadly undermined to one opinion only. Changes in the jurisprudence curriculum can be started from senior santri students who already have enough ammunition to comprehensively comprehend fiqh. In addition to having a basis in running the daily religious activities of a particular school, Thus, it is important to open a box that has not been untouched pandora,Keywords: : Pesantren, Kitab Kuning, Islamic Law  
REVITALISASI PERAN LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA Asep Saepullah
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.978 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v2i1.1614

Abstract

Abstrak : Terciptanya kehidupan yang kondusif, nyaman, dan tentram dalam berbangsa dan bernegara merupan suatu momentum yang dinanti-nantikan oleh sebagian besar penghunyi republik ini. Adapun untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah dengan cara mensterilisasi serta memperbaiki beberapa hal yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kehidupan masyarakat di Negara ini, salah satunya adalah masalah penegakan hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku  manusia  yang mewakili  kepentingan-kepentingan  yang  berbeda  dalam bingkai  aturan  yang  telah disepakati bersama. Oleh karena itu, penegakan hukum tidak dapat semata-mata  dianggap sebagai  proses  menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum  legalistik. Namun proses penegakan hukum  mempunyai  dimensi  yang  lebih luas  daripada  pendapat tersebut, karena dalam penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku  manusia.  Keywords : Revitalisasi, Peradilan Agama Abstrak :  The creation of a conducive, comfortable, and peaceful life in the nation and state is a moment that most of the republic's sounding is waiting for. As for the realization of these ideals is to sterilize and improve some things that have a significant influence on the lives of people in this country, one of which is the problem of law enforcement. Law enforcement is essentially an interaction between various human behaviors that represent different interests within the framework of mutually agreed rules. Therefore, law enforcement can not merely be regarded as a process of applying the law as the legalists argue. But the law enforcement process has a broader dimension than that opinion, because in law enforcement will involve a dimension of human behavior.  Keywords : Revitalization, Religious Courts
PENEGAKAN DEMOKRASI DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU/PEMILUKADA PRESFEKTIF HUKUM KETATANEGARAAN DI INDONESIA sugianto sugianto
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (63.186 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v3i1.2752

Abstract

ABSTRAK Penyelenggaraan Pemilihan Umum / Pemilukada di Indonesia masih adanya kepentingan politik yang cukup tajam “ dalam hal ini karena tarik ulur dalam pembahasan Regulasi sebagai landasan Hukum Penyelenggaraan Pemilu dalam rangka mewujudkan pemilu yang dermokratis.Masih adanya Kepentingan Politik dalam Pemilihan Umum / Pemilihan  kepala daerah secara konstitusional berarti memilih kepala daerah atas aturan yang berdasarkaan konstitusi.Ada 2(dua) hal yang penting dicatat.Pertama, ketika pemilihan kepala daerah itu sendiri sedang berlangsung, calon kepala daerah atau tim suksenya tidak boleh melakukan hal-hal yang bertentangan dengan semangat dan jiwa konstitusi. Kata Kunci : Pemilu/ Pemilu kada dan Demokrasi  ABSTRACT Implementation of General Election / Election in Indonesia is still a sharp political interest "in this case because of the drag on the discussion of the Regulation as the foundation of the Law of Election Operation in order to realize a dermocratic elections.The existence of Political Interest in General Election / Regional Head Elections constitutionally means choosing the regional head for the constitution-based rules. There are 2 (two) important things to note. Firstly, when the election of the head of the region itself is ongoing, the candidate of the regional head or team suksenya should not do things that are contrary to the spirit and spirit of the constitution. Keywords: Election / Elections and Democracy
NIKAH MISYAR PERSPEKTIF YUSUF QARDHAWI DAN DOSEN FAKULTAS SYARIAH IAIN SYEKH NURJATI CIREBON Asep Saepullah; Lilik Hanafiah
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (446.632 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v2i2.2166

Abstract

AbstrakNikah merupakan salah satu syari’at Islam untuk menjaga diri dari zina, dan bertujuan untuk membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah. Namun, dengan perkembangan zaman semakin banyak perempuan yang memilih berkarir hingga ia melewati usia ideal untuk menikah sedangkan sebagai perempuan normal ia tetap mempunyai syahwat dan butuh untuk disalurkan sehingga muncullah nikah misyar. Nikah misyar adalah pernikahan dimana perempuan rela melepas sebagian haknya dan tidak tinggal serumah dengan suami. Timbul beberapa pendapat ulama menegenai nikah misyar. Ada ulama yang mengharamkan seperti Syekh Muhammad Nashirudin Albani, Ali Qurah Daqi, Wahbah Zuhaili dan Abdul Sattar Jubali, dan ada yang menghalalkan di mana salah satunya adalah Yusuf Qardhawi. Oleh karena perdebatan ini penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitan mengenai nikah  misyar perspektif Yusuf Qardhawi dan dosen fakultas syari’ah karena sebagai tenaga pengajar di bidang hukum Islam tentunya mereka faham betul mengenai hukum Islam. Perumusan Masalah dari penelitian ini adalah, bagaimana pendapat Yusuf Qardhawi serta metodologi istinbath hukum Yusuf Qardhawi mengenai kehalalan nikah misyar dan bagaimana nikah misyar perspektif dosen fakultas syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon dilihat dari maqashid al-syari’ah pernikahan. Untuk wilayah penelitian ini adalah,,“Kualitatif” dengan pendekatan normatif filosofis. Dengan teknik pengambilan data berupa wawancara, kepustakaan dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini yaitu Yusuf Qardhawi menghalalkan nikah misyar dengan alasan syarat dan rukunnya telah terpenuhi. Sedangkan dosen fakultas syariah terbagi menjadi tiga, yaitu ada yang menghalalkan, ada yang menghalalalkan dengan syarat, dan ada yang mengharamkan bi al-maqashidKata Kunci:  Nikah  Misyar,  Yusuf Qardhawi, Maqashid al-Syari’ahAbstractMarriage is one of the Islamic Shari'ah to guard against adultery, and the aims is to build a sakinah, mawaddah, wa rohmahfamily. However, with the development of this era that a lot of  career women until it passed the ideal age to get married while as a normal woman that still has lust and need to be channeled to emerge marriage misyar. Marriage misyar is a marriage where women are willing to release some of their rights and not stay at home with their husbands. The formulation problem of this research are, first what is opinion of Yusuf Qardhawi and methodology istinbat law of Yusuf Qardhawi concerning marriage misyar marriage and the second how marriage misyar faculty perspective of sharia faculty of IAIN Sheikh Nurjati Cirebon seen from maqashid shari'ah marriage. For this area of research is, "Qualitative" with a normative philosophical approach. The result of this research is Yusuf Qardhawi justify marriage misyar with reason condition and essential principle have been fulfilled. While faculty lecturers shariah divided into three kinds of opinion, first is by a lawful, second is byallowed with conditions, and third is forbidden to maqashid. Keywords: Misyar Marriage, Yusuf Qardhawi, Maqashid Syariah 
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEJAHATAN SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN ISLAM Didi Sukardi
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (88.418 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v2i1.1665

Abstract

Abstrak Kasus kejahatan seksual terhadap anak terjadi hampir di seluruh daerah di Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Anak  jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Anak jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Anak disebutkan  bahwa bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual maka dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda. Selain itu juga diberikan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, kebiri dan pemasangan alat detektif elektronik. Pidana penjara ditujukan bagi pelaku agar pelaku jera untuk tidak mengulangi kembali perbuatannya, sedangkan pidana denda dibayarkan kepada negara. Dari ketiga undang-undang tersebut ternyata perlindungan bagi anak korban tindak pidana seksual tidak terakomodir.  Larangan melakukan perzinahan ada dalam Qur’an: Al-Israa’ ayat 32. Hukuman zina dikenakan kepada kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) sedangkan untuk hukuman perkosaan (kejahatan seksual)  dikenakan kepada pelakunya.Kata Kunci : Pelindungan, Hukum, Anak, Kejahatan, Seksual Abstract Cases of sexual crimes against children occur almost in all regions in Indonesia. In Law Number 23 Year 2004 on Child Protection jo. Law Number 35 Year 2014 About Amendment To Law Number 23 Year 2004 Concerning Child Protection jo Government Regulation In Lieu of Law Number 1 Year 2016 About The Second Amendment To Law Number 23 Year 2004 Concerning Child Protection mentioned that for actor The criminal of sexual violence shall be subject to imprisonment and a fine of a fine. It is also provided with additional criminal in the form of identity announcement of the perpetrator, and the installation of electronic detective equipment. The imprisonment is intended for the perpetrators to deter the offender from repeating his actions, while the fine is paid to the state. Of the three laws, the protection for child victims of sexual crime is not accommodated. The prohibition on committing adultery is in the Qur'an : Al-Israa 'verse 32. The penalty of adultery is imposed on both sides (male and female) while for the punishment of rape (sexual crimes) is imposed on the perpetrators. Keywords: Protection, Law, Child, Crime, Sexual 
HARTA BERSAMA DAN KEDUDUKAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA TKW YANG BERCERAI DARI PERKAWINAN SIRRI DI DESA BUNDER Abdul Wahid
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (65.815 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v3i1.2579

Abstract

HARTA BERSAMA DAN KEDUDUKAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA TKW YANG BERCERAI DARI PERKAWINAN SIRRI DI DESA BUNDER   Abdul WahidUniversitas Muhammadiyah CirebonFakultas HukumJalan Tuparev Nomor 70 CirebonTelp/WA : 08179095378; Email : abdulwahid.lawyercrb@gmail.com ABSTRAKHidup bersama antara seorang pria dan seorang wanita mempunyai akibat yang sangat penting dalam masyarakat, baik terhadap kedua belah pihak maupun keturunannya serta anggota masyarakat yang lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur tentang hidup bersama antara lain syarat-syarat untuk peresmian hidup bersama, pelaksanaannya, kelanjutannya dan berakhirnya perkawinan itu. Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, merupakan salah satu wujud aturan tata tertib pernikahan yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, di samping aturan-aturan tata tertib pernikahan yang lain yaitu Hukum Adat dan Hukum Agama. Agar terjaminnya ketertiban pranata pernikahan dalam masyarakat, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Peraturan Pemerintah Nomor  9 Tahun 1975 menentukan bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh petugas yang berwenang. Namun kenyataan memperlihatkan fenomena yang berbeda. Hal ini tampak dari maraknya pernikahan siri atau pernikahan di bawah tangan rumah tangga TKW yang terjadi di Desa Bunder Susukan Cirebon.Penelitian ini difokuskan pada bagaimana pembagian harta bersama rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri di Desa Bunder dan bagaimana kedudukan anak dalam rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri di Desa Bunder. Urgensi dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pembagian harta bersama rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri di Desa Bunder dan mengetahui kedudukan anak dalam rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri di Desa Bunder.Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris, dengan spesifikasi penelitian deskriptif kualitatif. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan meliputi: Wawancara dan studi kepustakaan baik berupa buku-buku, perundang-undangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya.Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sistem pembagian harta bersama dalam rumah tangga TKW yang bercerai dari perkawinan sirri yaitu, (a) apabila suami lebih banyak bekerja dibanding isteri, menghasilkan harta maka bagian suami sama besar dengan bagian isteri dihitung dari jumlah banyaknya aset dalam keluarga, (b) apabila isteri lebih banyak bekerja dibanding suami, menghasilkan harta maka bagian isteri lebih besar dibanding bagiannya suami dihitung dari jumlah banyaknya aset dalam keluarga, dan (c) apabila suami atau isteri bekerja mengahasilkan harta yang sama banyaknya maka bagian isteri lebih besar dibanding bagian suami.Adapun kedudukan anak dari perkawinan sirri secara yuridis keberadaan anak nikah sirri tersebut tetap mendapat pengakuan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, sebagaimana ketentuan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Kata Kunci : Harta Bersama, Anak, Cerai, Perkawinan Sirri  TREASURE TOGETHER AND POSITION CHILDREN IN HOUSEHOLD TKW HOUSEHOLD FROM SIRRI MARKET IN VILLAGE BUNDER ABSTRACTLiving together between a man and a woman has a very important consequence in society, both to both parties and their descendants and other members of society. Therefore, it is necessary to have a regulation that regulates the common life among other conditions for the inauguration of the collective life, its implementation, the continuation and the end of the marriage. Act No. 1 of 1974 concerning Marriage, is one form of marriage rule rules owned by the state of Indonesia as a sovereign nation, in addition to other rules of marriage discipline namely Customary Law and Religious Law. In order to ensure the order of marriage institutions in society, Law No. 1 of 1974 jo. Government Regulation No. 9 of 1975 stipulates that every marriage should be recorded by authorized officers. But reality shows different phenomena. This is evident from the rise of siri or marriage marriage under the hands of household TKW that occurred in the village Bunder Susukan Cirebon.This study focuses on how the division of joint property of TKW households is divorced from Sirri marriage in Bunder Village and how the position of the child in the household of TKW is divorced from sirri marriage in Bunder Village. The urgency of this research is to know the division of joint property of TKW households divorced from sirri marriage in Bunder village and to know the position of the child in the household of TKW which divorced from sirri marriage in Bunder village.The approach method used in this research is empirical juridical, with qualitative descriptive research specification. Types of data used include primary data and secondary data. Data collection techniques used include: Interviews and literature studies either in the form of books, legislation, documents, and so on.Based on the results of this study can be concluded that the system of division of common property in households TKW divorced from marriage sirri that is, (a) if the husband works more than wife, resulting in wealth then the husband's part as big as the wife is calculated from the amount of assets in the family , (b) if the wife works more than the husband, yields the property, the wife's part is greater than the husband's share is calculated from the amount of assets in the family, and (c) if the husband or wife works to produce as much wealth then the wife is bigger than part husband.The position of the child from the marriage of sirri in the juridical existence of the married son of sirri still gets the recognition, protection and the certainty of the just law and equal treatment before the law, as the provisions of Article 28D paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Keywords: Joint Treasure, Child, Divorce, Sirri Marriage  
PERUBAHAN HUKUM ISLAM SEBAGAI RESPON ATAS PERUBAHAN MASYARAKAT Nurul Ma'rifah
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.326 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v2i2.2084

Abstract

AbstrakHukum merupakan norma atau aturan yang ditegakkan oleh institusi hukum, maka hukum juga akan mengalami perubahan jika norma dalam masyarakat berubah. Akan tetapi bagaimana dengan hukum Islam, hukum yang bersumber pada wahyu Allah dan Sunnah Rasul baik yang langsung maupun yang tidak langsung, yang mengatur tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini serta harus dikerjakan oleh umat Islam. Masyarakat selalu berproses, tidak ada satu masyarakatpun yang mandeg (stagnan). Oleh karena itu, hukum Islam terkait erat dengan sosiologis masyarakat, perubahan hukum Islam sama sekali bukan berarti pembatalan (terhadap hukum-hukum Tuhan). Perubahan hukum tersebut sejatinya terjadi karena kondisi sosial yang telah berubah dan karena kemaslahatannya yang sudah berganti. Hukum-hukum yang dibangun atas dasar kemaslahatan akan tergantung atas ada atau tidak adanya kemaslahatan itu. Kata Kunci: Perubahan, Hukum Islam, Masyarakat AbstractLaw is a norm or rule enforced by legal institutions, then the law will also change if the norms in society change. But what about Islamic law, the law that comes from the revelation of Allah and the Sunnah of the Prophet both directly and indirectly, which regulate the human behavior that is recognized and believed and must be done by Muslims. Society always processed, no one society that stagnant (stagnant). Therefore, Islamic law is closely related to sociological societies, changes in Islamic law in no way imply the annulment (against the laws of God). Changes in the law is actually due to social conditions that have changed and because kemaslahatannya already changed. The laws built on the basis of benefit will depend on the presence or absence of the benefit. Keywords: Change, Islamic Law, Society 
PERADILAN IN ABSENTIA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI samud samud
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 2, No 1 (2017)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (88.54 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v2i1.1662

Abstract

Abstrak Peradilan In Absentia tidak berbeda dengan tuntutan peradilan dalam perkara biasa di lingkungan peradilan umum. Dalam penuntutan perkara In Absentia seperti lazimnya perkara biasa memuat identitas terdakwa, dakwaan, uraian fakta hukum dan alat bukti yang diajukan dalam pemeriksaan serta analisa pembuktian unsur-unsur pasal yang dirumuskan di dalam dakwaan mengacu kepada alat bukti yang diperoleh didepan persidangan. penyidikan In Absentia tidak terdapat Berita Acara Pemeriksaan Tersangka. Meskipun tidak dilakukannya pemeriksaan terhadap tersangka, namun Berita Acara Pemeriksaan Tersangka seharusnya tetap dilampirkan dan wajib memuat identitas tersangka secara lengkap mengacu pada ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf a KUHAP yaitu nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka. Pentingnya identitas tersangka karena akan dituangkan dalam surat dakwaan dan menjadi syarat formil surat dakwaan. Kata Kunci: Peradilan, Pidana, dan Korupsi The Justice In Absentia is no different from the demands of the judiciary in ordinary matters within the public court. In the prosecution of the case of In Absentia as usual the ordinary case contains the identity of the defendant, the indictment, the description of the legal facts and the evidence presented in the examination and the substantiation analysis of the articles formulated in the indictment refers to the evidence obtained before the court. In Absentia's investigation there is no Minutes of Suspect Inspection. Notwithstanding the examination of the suspect, the Official Report of the Suspect of Investigation should remain attached and must contain the complete identity of the suspect referring to the provisions of Article 143 paragraph (2) letter a of the Criminal Procedure Code which is the full name, place of birth, age or date of birth, sex, nationality, Residence, religion and occupation of the suspect. The importance of the suspect's identity as it will be set forth in the indictment and becomes a formal requirement of the indictment. Keywords: Judicial, Criminal, and Corruption 
CITA PIAGAM MADINAH DALAM KONTEKS PEMILIHAN KEPALA DAERAH MENUJU OTONOMI MADANI sarip sarip
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 3, No 1 (2018)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.242 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v3i1.2753

Abstract

ABSTRAK Kegelapan bagi bangsa Eropa merupkan pertumbuhan peradan Madinah. Cita Piagam Madinah telah memberikan insfirasi sekaligus pembelajaran terbaik dalam pembangunan daerah. Madinah merupakan kota Propinsi sebagaimana di Indonesia tentang pemerintahan daerah. Otonomi pada dasarnya mempunyai wilayah, kewenangan mengurus urusan pemerintahan, dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Kabupaten/kota sebagai bentuk otonomi memiliki desentralisasi secara kewilayahan. Belum ada tulisan yang mengkontruksikan piagam madinah dengan pemilihan kepala daerah di Indonesia. Menggunakan metode deskripsi menggambarkan keadaan cita piagam Madinah ke dalam bentuk pencapaian otonomi madani. Nilai-nilai baik dari sistem Madinah harus senatiasa menjadi pertibangan baik calon gubernur maupun bupati/walikota. Kepala Daerah dalam melaksanakan tugas pokoknya, pada akhirnya akan cenderung menitik beratkan pertanggungjawabnya kepada Presiden sebagai ekspresi kedudukannya sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk gubernur hal ini sangat sejalan dengan nilai Cita Madinah. Bupati/Walikota memiliki hak otonomi Madani atau sebagai pondasi utama dalam otonomi daerah. Maka jaman kegelapan Eropa dan kemajuan peradaban Madinah setidaknya menjadi bahan pertibangan baik bagi yang tertarik mencalonkan diri ataupun terpilih menjadi kepala daerah.Kata Kunci: Piagam Madinah, daerah, otonomi, Madani. ABSTRAK The darkness of Europe is merely the growth of the Medina model. The ideals of Medina Charter have provided the best inspiration and learning in regional development. Medina is a provincial city as in Indonesia about local government. Autonomy basically has the territory, the authority to take care of government affairs, and the interests of local people according to their own initiative based on the aspirations of the people. Districts / municipalities as a form of autonomy have regional decentralization. There is no writing that contradicts the medina charter with the election of regional heads in Indonesia. Using the description method describes the state of the Medina charter in the form of the attainment of civil autonomy. The good values of the Medina system must always be the consideration of both the governor and the regent / mayor candidates. Head of Region in carrying out its main duty, in the end will tend to emphasize its responsibility to the President as the expression of his position as representative of central government in the region for the governor this is very much in line with the value of Ideals Medina. The regent/mayor has the right of Civil autonomy or as the main foundation in regional autonomy. So the era of European darkness and the progress of Medina civilization at least be a matter of good for those interested in being nominated or elected head of the region. Keywords: Medina, charter, area, autonomy, welfare. 
PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Studi Komperatif Imam Syafi’i Dan Imam Abu Hanifah) akhmad shodikin; Asep Abdul Aziz
Mahkamah : Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (201.4 KB) | DOI: 10.24235/mahkamah.v2i2.2167

Abstract

AbstrakDalam wakaf pasti ada barang yang akan diwakafkan karena jika tidak ada barang yang akan diwakafkan maka mustahil akan terjadinya perwakafan. Para ulama berbeda pendapat mengenai status harta wakaf, Dalam penelitian ini penulis meneliti pendapat Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah tentang hal penarikan kembali harta wakaf oleh pemberi wakaf, yang mana terjadi perbedaan pendapat (khilafiyah) dan istinbath hukumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pendapat Imam Syafi’I wakaf adalah harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakaf, dan wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan. Artinya harta yang sudah diwakafkan tidak bisa diminta kembali, dipindah tangankan, atau dijual, atau yang lainnya. Sedangkan berbeda dengan pendapat Imam Abu Hanifah wakaf adalah penahanan pokok suatu harta dalam tangan pemilikan wakaf dan penggunaan hasil barang itu, yang dapat disebut ‘ariyah (pinjam-meminjam) untuk tujuan amal soleh.  Kata kunci : Penarikan harta wakaf oleh Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah AbstractIn waqf there must be goods that will be represented because if there is no goods to be diwakafkan then impossible will happen perwakafan. The scholars differ on the status of waqf property, In this study the authors examine the opinion of Imam Shafi'i and Imam Abu Hanifah on the matter of withdrawal of wakaf property by the giver of wakaf, in which there are differences of opinion and istinbath law. The research method used is qualitative descriptive. From the results of research shows that the opinion of Imam Syafi'I waqf is the property that is represented from the ownership of waqf, and wakif should not do anything to the property that is represented. This means that the assets that have been reproduced can not be requested, changed hands, or sold, or otherwise. While contrary to the opinion of Imam Abu Hanifah waqf is the main custody of a property in the hands of wakaf ownership and the use of the goods, which can be called 'ariyah (borrow-borrow) for the purpose of charity soleh.Keywords: Withdrawal of wakaf property by Imam Syafi'I and Imam Abu Hanifah  

Page 6 of 19 | Total Record : 186