cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 14 Documents
Search results for , issue "Vol 17, No 4 (2015)" : 14 Documents clear
Gambaran Uji Fungsi Paru pada Diabetes Melitus Tipe 1 Usia 8-18 Tahun Irlisnia Irlisnia; Bambang Supriyatno; Bambang Tridjadja; Endang Windiastuti
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.241-8

Abstract

Latar belakang. Uji fungsi paru dapat membedakan kelainan paru obstruktif, restriktif atau campuran antara obstruktif dn restriktif. Namun demikian, sampai saat ini belum ada penelitian tentang dampak DMT1 terhadap paru di Indonesia.Tujuan. Mengetahui gambaran uji fungsi paru pada pasien DMT1 usia 8-18 tahun.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan di Poliklinik Endokrinologi dan Respirologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), serta Laboratorium Prodia pada bulan Januari 2015.Wawancara orangtua dilakukan dan data kadar HbA1c dalam rentang satu tahun terakhir diambil dari rekam medis atau berdasarkan hasil pemeriksaan sebelumnya. Uji fungsi paru dilakukan tiga kali dan diambil salah satu hasil yang terbaik. Kemudian darah subjek diambil untuk pemeriksaan kadar HbA1c dengan metode cation-exchange high pressure liquod chromatography (HPLC).Hasil. Terdapat 35 subjek, terdiri atas 68,6% perempuan. Rerata usia 14±2,7 dan median durasi DM 4 tahun (1,3-10,2). Rerata parameter FEV1  86,8%±14%, FVC 82,7%±12% dan V 25 83,1% ± 26,2%. Median FEV1 /FVC 92,4% (77,6-100) dan V 50 91,5% (41,1-204). Fungsi paru normal dan terganggu didapatkan 19 (54,3%) dan 16 (45,7%) subjek, terdiri atas 10 (28,6%) gangguan restriktif, 2 (5,7%) obstruktif dan 4 (11,4%) subjek campuran. Rerata HbA1c dalam 1 tahun terakhir pada subjek dengan gangguan restriktif 10,3%.Kesimpulan.Nilai parameter uji fungsi paru pasien DMT1 usia 8-18 tahun masih dalam batas normal. Gangguan fungsi paru didapatkan 16 (45,7%) subjek dengan gangguan restriksi terbanyak 10 (28,6%) subjek
Perbandingan Efektifitas dan Keamanan Parasetamol Intravena dan Ibuprofen Oral pada Penutupan Duktus Arteriosus Persisten pada Bayi Kurang Bulan Oktaviliana Sari; Ria Nova; Herman Bermawi; Erial Bahar
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.221 KB) | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.279-84

Abstract

Latar belakang. Duktus arteriosus persisten (DAP) pada bayi kurang bulan (BKB) dapat menimbulkan gangguan hemodinamika sehingga perlu segera ditutup. Salah satu cara penutupan adalah dengan obat penghambat siklooksigenase (COX), khususnya ibuprofen. Mengingat efek samping yang ditimbulkan ibuprofen, parasetamol yang bekerja menghambat peroksidase mulai diperkenalkan sebagai alternatif dengan efektifitas setara dan efek samping yang minimal.Tujuan. Membandingkan efektifitas dan keamanan antara parasetamol intravena dan ibuprofen oral untuk penutupan DAP pada BKB.Metode. Uji klinis terbuka, acak terkontrol pada bayi dengan usia gestasi ≤37 minggu yang dikonfirmasi DAP dengan menggunakan ekokardiografi. Dilakukan randomisasi blok untuk menerima parasetamol intravena atau ibuprofen oral. Hasil utama yang dinilai adalah respon terapi penutupan duktus arteriosus (DA), efek samping yang timbul, dan kejadian reopening.Hasil. Penutupan DAP terjadi pada 33 dari 36 (91,6%) BKB yang mendapat parasetamol intravena dan 29 dari 40 (72,5%) yang mendapat ibuprofen oral (p=0,03). Pada kelompok ibuprofen, efek samping yang timbul berupa trombositopenia (28,5%) dan perdarahan saluran cerna (25,7%), sedangkan pada kelompok parasetamol intravena tidak dijumpai efek samping. Reopening terjadi hanya pada satu bayi di kelompok ibuprofen oral.Kesimpulan. Parasetamol intravena lebih efektif dan lebih aman dibandingkan ibuprofen oral untuk penutupan DAP pada BKB.
Hubungan antara Kadar Seng dalam Serum dengan Fungsi Eksekutif pada Anak dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) Rivo Mario Warouw Lintuuran; Tjhin Wiguna; Nurmiati Amir; Agung Kusumawardhani
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (220.58 KB) | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.285-91

Abstract

Latar belakang. Belum ada hubungan yang jelas antara kadar seng serum dengan gangguan fungsi eksekutif pada anak dengan GPPH.Tujuan. Mengidentifikasi perbedaan rerata kadar seng dalam serum anak GPPH dengan gangguan dan tanpa gangguan fungsi eksekutif, anak non-GPPH, serta mendapatkan korelasi antara kadar seng dalam serum dengan fungsi eksekutif.Metode. Penelitian potong-lintang yang disertai dengan kelompok kontrol. Dari dua sekolah dasar di Jakarta, secara acak diambil 90 anak sebagai subjek penelitian yang terbagi dalam 3 kelompok, yaitu anak GPPH dengan gangguan (n=30) dan tanpa gangguan (n=30) fungsi eksekutif, serta non-GPPH (n=30). Kadar seng serum diperiksa dengan metode ICP-MS di Laboratorium Prodia Jakarta. Fungsi eksekutif didapatkan melalui kuesioner BRIEF versi Bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan SPPS for Windows versi 20.Hasil. Dari seluruh subjek penelitian, 75% mengalami defisiensi seng. Kadar seng tidak normal terdapat pada 60% anak GPPH dengan gangguan fungsi eksekutif. Rerata serum seng pada kelompok anak GPPH dengan gangguan dan tanpa gangguan fungsi eksekutif, serta non-GPPH berturut-turut 59,40, 55,36, dan 52,93 μg/dL. Tidak dijumpai perbedaan rerata seng di antara tiga kelompok tersebut (p=0,119). Koefisien korelasi antara kadar seng serum dengan fungsi eksekutif adalah r=0,128.Kesimpulan. Kadar seng serum diduga tidak berhubungan secara langsung dengan gangguan fungsi eksekutif, tetapi lebih berhubungan dengan gejala klinis GPPH yang menyerupai beberapa gejala gangguan fungsi eksekutif
Efektivitas Premedikasi untuk Pencegahan Reaksi Transfusi Nadia Devina Esmeralda; Novie Amelia Chozie
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.383 KB) | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.312-6

Abstract

Latar belakang. Penggunaan premedikasi sebelum transfusi meskipun masih digunakan secara luas namun menjadi kontroversi sampai saat ini karena efektivitasnya belum diketahui dengan pasti.Tujuan. Mengetahui efektivitas pemberian premedikasi untuk mencegah reaksi transfusi.Metode. Penelusuran pustaka secara online dengan mempergunakan instrumen pencari Pubmed, Cochrane Library, dan Google. Kata kunci yang digunakan adalah ”premedication”,”transfusion” dan “transfusion reaction”.Hasil. Terdapat 3 artikel yang dianggap relevan dengan masalah. Penelitian retrospekstif penggunaan premedikasi pada pasien yang diberikan transfusi dengan asetaminofen dan difenhidramin tidak terdapat perbedaan dalam kejadian reaksi transfusi antara kelompok yang diberikan premedikasi dengan plasebo. Penelitian prospektif selama 3 tahun menyimpulkan bahwa pemberian premedikasi dapat dikurangi tanpa meningkatkan reaksi transfusi. Cochrane Collaboration melakukan telaah sistematik mengenai premedikasi mendapatkan hasil, reaksi alergi pada kelompok premedikasi RR 1,45 (0,78-2,72) dan untuk reaksi demam didapatkan hasil pada kelompok premedikasi RR 0,52 (0,21-1,25).Kesimpulan. Pemberian premedikasi sebelum transfusi tidak terbukti efektif dalam mencegah reaksi transfusi.
Ketepatan Parameter Klinis dalam Memprediksi Mortalitas Perdarahan Intrakranial Spontan pada Anak Usia Kurang dari Satu Tahun Liveana Sugono; Msy Rita Dewi; Erial Bahar
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.255-60

Abstract

Latar belakang. Pada anak usia di bawah satu tahun, perdarahan intrakranial memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. Diperlukan parameter untuk memprediksi mortalitas guna menentukan tata laksana segera yang tepat sehingga diperoleh hasil akhir yang lebih baik.Tujuan. Mendapatkan tingkat akurasi parameter klinis dalam memprediksi mortalitas perdarahan intrakranial spontan pada anak dengan usia kurang dari satu tahun.Metode. Dilakukan uji prognostik dengan data retrospektif dan prospektif dari rekam medik Januari 2009 -Desember 2014 terhadap anak usia di bawah satu tahun yang dirawat di rumah sakit Moh. Hoesin dengan perdarahan intrakranial tanpa riwayat trauma kepala. Parameter klinis yang diamati, yaitu gejala klinis dan neurologis, pemeriksaan laboratorium termasuk pT dan apTT. Dilakukan analisis untuk menentukan hubungan parameter dengan mortalitas.Hasil. Didapatkan 136 anak yang memenuhi kriteria inklusi, 103 bertahan hidup, 33 meninggal dunia. Dari analisis multivariat ditemukan penurunan reflek cahaya, GCS<8, Hb<7g/dL dan pemanjangan apTT memengaruhi mortalitas dengan probabilitas tertinggi 75,75%. Kemudian disusun sistem skoring dengan alokasi skor berdasarkan Odds ratio. Didapatkan beberapa sistem skoring dengan sensitivitas antara 72,7%-93,94%, spesifisitas antara 42,72%-77,67% dan akurasi antara 55,15%-76,47%.Kesimpulan. Berbagai parameter klinis ditemukan dapat memengaruhi mortalitas perdarahan intrakranial spontan pada anak usia di bawah satu tahun. Beberapa sistem skoring kemudian disusun dari temuan penelitian, meski belum memiliki nilai prediksi mortalitas yang ideal
Mendengkur pada Anak: kapan waktu yang tepat untuk dilakukan tonsiloadenoidektomi? Bambang Supriyatno
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.317-22

Abstract

Mendengkur atau mengorok adalah suara nyaring yang keluar dari saluran respiratori atas sebagai hasil getaran palatum molle dan uvula. Mendengkur bukanlah suatu diagnosis, melainkan gejala yang harus dicari diagnosisnya. Mendengkur perlu diwaspadai karena dapat menimbulkan masalah respiratori di kemudian hari, dan terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu occasional snoring dan habitual snoring. Spektrum mendengkur terdiri dari ringan hingga berat, yaitu primary snoring, upper airway resistance syndrome, obstructive hypoventilation, dan obstructive sleep apnea syndrome (OSAS). Pemeriksaan baku emas untuk membedakan spektrum mendengkur tersebut adalah polisomnografi (PSG), namun pemeriksaan ini belum merata di seluruh daerah. Sebagai alternatif, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah poligrafi, pulse-oximetri, rekaman video, dan tape recorder. Faktor risiko utama OSAS pada anak adalah hipertrofi tonsil dan/atau adenoid, dengan demikian kecenderungan tata laksana saat ini adalah tonsiloadenoidektomi (TA). Sebelum tindakan TA, kortikosteroid intranasal, selama 4-8 minggu, dapat diberikan untuk menurunkan ukuran tonsil dan/atau adenoid. Indikasi TA adalah OSAS sedang dan berat pada anak, tonsilitis akut yang berulang, abses peritonsil, dan tersangka keganasan. Pada daerah dengan fasilitas terbatas, TA dapat dipertimbangkan pada habitual snoring yang tidak respons dengan pemberian kortikosteroid intranasal selama 8 minggu. Setelah dilakukan TA, pemantauan lebih lanjut perlu dilakukan untuk melihat proses catch up terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak
Hubungan Kadar Copeptin Serum dengan Derajat Pneumonia pada anak balita Rianasyah Rianasyah; Audrey MI Wahani; Diana Takumansang Sondakh
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.292-6

Abstract

Latar belakang. Peran copeptin pada pneumonia masih merupakan kontroversi.Tujuan. Mengetahui hubungan antara kadar copeptin serum dengan derajat pneumonia pada anak balita.Metode. Kami melakukan penelitian secara cross sectional pada anak dengan kriteria pneumonia menurut kriteria WHO dan radiologis. Sampel diambil secara consecutive sampling dan dilakukan pemeriksaan kadar copeptin serum. Orang tua atau wali subjek penelitian diminta menandatangani inform consent. Penelitian ini dilaksanakan dibawah persetujuan Komite Etik.Hasil. Didapatkan hasil 38 anak yang terdiri dari 25 laki-laki dan 13 perempuan dengan rerata umur 14,26 (SD 13,544) bulan. Rerata kadar copeptin serum 13.868 ng/mL. Didapatkan hubungan positf antara kadar copeptin serum dengan derajat pneumonia. (r = 0,781 dan p<0,0001)Kesimpulan. Terdapat hubungan yang sangat bermakna dan kuat antara kadar copeptin dengan derajat pneumonia.
Hubungan Kadar Prokalsitonin dan Kultur Bakteri dengan Tingkat Keparahan Pneumonia pada Anak Sri Utami Suwarto; Eddy Fadlyana; Cissy Kartasasmita
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.261-6

Abstract

Latar belakang. Di negara berkembang, pneumonia merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan balita. Penelitian sebelumnya menemukan prokalsitonin dapat menggambarkan keparahan pneumonia pada anak. Dilaporkan juga kultur bakteri positif lebih sering ditemukan pada pneumonia berat dengan komplikasi. Tujuan.Menentukan hubungan kadar prokalsitonin dan kultur bakteri dengan tingkat keparahan pneumonia.Metode. Penelitian potong lintang yang dilaksanakan dari bulan September 2014 hingga Januari 2015 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dilibatkan 61 anak berusia 1 bulan hingga 5 tahun. Subjek terdiri atas 30 anak pneumonia berat dan 31 anak pneumonia. Pemeriksaan prokalsitonin dilakukan dengan Elecsys BRAHMS PCT. Kultur darah diperiksa dengan mesin BACTEC 9050, jika hasilnya positif bakteri kemudian dibiakkan dalam media agar McConkey atau agar darah. Data hasil penelitian diuji dengan Mann Whitney dan chi-square. Hasil.Nilai median PCT pneumonia berat 0,69 ng/mL dan pneumonia 0,075 ng/mL, dengan nilai p<0,001. Hasil kultur positif ditemukan 5 dari 30 pada pneumonia berat dan 10 dari 31 pada pneumonia, dengan nilai p=0,157.Kesimpulan. Keparahan pneumonia berhubungan dengan kadar prokalsitonin dan tidak berhubungan dengan hasil kultur bakteri. Sari Pediatri2015;17(4):261-6.
Korelasi Kadar Timbal dalam Darah dengan Kadar Hemoglobin pada Anak Usia 1-6 tahun Hendra Purnasidha Bagaswoto; Sutaryo Sutaryo; Sasmito Nugroho
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.297-301

Abstract

Latar belakang. Anak yang berusia kurang dari 6 tahun lebih rentan terpapar timbal. Timbal menghambat proses pembentukan hemoglobin dengan cara menghambat aktivitas enzim amino levulinic acid synthetase (ALAS), amino levulinic acid dehydratase (ALAD) dan ferrochelatase serta menghasilkan reactive oxygen substance (ROS) yang dapat menyebabkan hemolisis.Tujuan. Menentukan korelasi kadar timbal dalam darah dengan kadar hemoglobin pada anak usia 1-6 tahun.Metode. Penelitian cross-sectional dilaksanakan bulan Oktober-November 2012. Subjek, anak berusia 1-6 tahun yang bertempat tinggal di sekitar perempatan padat lalu lintas di daerah Gedongtengen, Pingit, dan Juminahan Yogyakarta. Kadar timbal dalam darah dianalisis dengan metode atomic absorption spectrophotometry (AAS) dan kadar hemoglobin dengan metode spektrofotometer. Analisis korelasi Spearman digunakan untuk menentukan korelasi antara kadar timbal dalam darah dengan kadar hemoglobin.Hasil. Sebanyak 65 anak diikutsertakan dalam penelitian dengan rerata usia 3 tahun 10 bulan. Kadar timbal dalam darah di dalam kisaran 0,01-10,67 μg/dL, dengan rerata 3,73 μg/dL. Enam anak (9%) mempunyai kadar timbal dalam darah tinggi menurut kriteria CDC dan AAP. Tidak ditemukan korelasi yang bermakna antara kadar timbal dalam darah dengan kadar hemoglobin (r=0,05; p=0,67).Kesimpulan. Kadar timbal dalam darah tidak memiliki korelasi dengan kadar hemoglobin pada anak usia 1-6 tahun.
Hubungan Kadar Procalcitonindengan Demam Neutropenia pada Leukemia Limfoblastik Akut Anak Yutta Inten; Lelani Reniarti; Alex Chairulfatah
Sari Pediatri Vol 17, No 4 (2015)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp17.4.2015.267-72

Abstract

Latar belakang. Kejadian infeksi bakteri pada leukemia limfoblastik akut (LLA) lebih tinggi pada demam neutropenia (DN).Procalcitonin(PCT) memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibanding dengan C-reactive protein(CRP). Hal ini masih menjadi perdebatan, pada penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa CRP lebih baik dibanding dengan PCT. Tujuan. Menentukan hubungan PCT dengan DN pada LLA anak dengan mengikutsertakan CRP. Metode. Penelitian potong lintang pada 78 subjek usia 0-13 tahun dengan DN dan demam tanpa neutropenia (DTN) yang memenuhi kriteria inklusi dilakukan pemeriksaan PCT serum. Pemilihan subjek secara consecutive sampling. Variabel dengan nilai p<0,25 pada analisis bivariat dilanjutkan analisis multivariat dengan rasio Odds (RO) dan interval kepercayaan (IK) 95%. Hasil.Di antara 78 pasien LLA didapatkan 27 DN dan 51 DTN. Hubungan kadar PCT dan CRP serum dengan DN berturut-turut RO 3,618 (IK95%: 1,227–10,665) dan RO 3,676 (IK95%: 1,22–11,028). Procalcitonin dan CRP memperlihatkan diskriminasi yang baik dengan AUC 0,752 (IK 95%: 0,639–0,866) serta kalibrasi yang kuat (p=0,692).Kesimpulan. Procalcitoninserum berhubungan dengan DN pada LLA anak yang meningkat hubungannya dengan mengikutsertakan CRP

Page 1 of 2 | Total Record : 14


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue