cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 1,509 Documents
Prevalens dan Faktor Risiko Terjadinya Hipozincemia Bayi Berat Lahir Rendah pada Usia Koreksi Mendekati Cukup Bulan atau Cukup Bulan Risma Kerina Kaban; Nani Dharmasetiawani; Johanes Edy Siswanto
Sari Pediatri Vol 13, No 3 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.3.2011.207-14

Abstract

Latar belakang. Deposit Seng (Zn) berperan terhadap fungsi metabolik tubuh. Bayi kurang bulan mempunyai cadangan Zn yang rendah pada masa fetus, kebutuhan Zn yang tinggi setelah lahir, kapasitas untuk mengabsorbsi dan retensi zat makanan terbatas. Gambaran klinis dari defisiensi Zn yang berat yaitu dermatitis, iritabel, kandidiasis oral, diare, mineralisasi tulang yang buruk, gangguan fungsi motorik dan kognitif, meningkatnya risiko terkena infeksi, dan retardasi pertumbuhan.Tujuan. Untuk menentukan prevalens dan faktor risiko hipozincemia pada bayi berat lahir rendah.Metode.Penelitian prospektif, desain penelitian potong lintang. Data dikumpulkan dari 3 rumah sakit di Jakarta. Informasi faktor risiko dicatat dan kadar Zn diperiksa pada bayi dengan berat lahir <2000 g dan usia gestasi <34 minggu, pada usia koreksi mendekati cukup bulan atau cukup bulan. Hasil dianalisis dengan (T-test, dan Mann-Whitney) (regresi logistik). Defisiensi Zn didiagnosis apabila kadar Zn <55mg/dl (8,4 μmol/L).Hasil. Dari 63 bayi yang diteliti terdapat 18 bayi yang hipozincemia sehingga didapatkan prevalens hipozincemia 28%. Dari 18 bayi hipozincemia, 67% disertai dengan gejala yang paling banyak dijumpai adalah gangguan pertumbuhan. Peningkatan usia gestasi, peningkatan kadar kalsium dan pemberian suplemen besi berhubungan dengan penurunan risiko hipozincemia (OR 0,622; 95% CI: 0,42-0,92), (OR 0,376; 95% CI: 0,16 – 0,88) dan (OR 0,062; 95 % CI: 0,008-0,46). Sedangkan jenis kelamin laki laki berhubungan dengan peningkatan risiko hipozincemia(OR 4,764; 95% CI: 0,06-21,40).Kesimpulan.Prevalens hipozincemia pada bayi usia gestasi <34 minggu dan berat lahir <2000 gram, yang diperiksa pada usia koreksi >35 minggu, didapatkan 28% dengan gejala. Gangguan pertumbuhan merupakan gejala yang paling banyak dijumpai. Faktor risiko hipozincemia ditemukan pada bayi laki-laki, usia gestasi yang lebih rendah, penurunan kadar kalsium dan tanpa pemberian suplementasi besi.
Pemeriksaan Kekeruhan Air Ketuban M. Sholeh Kosim
Sari Pediatri Vol 11, No 5 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp11.5.2010.379-84

Abstract

Air ketuban (AK) adalah cairan jernih dengan warna agak kekuningan yang menyelimuti janin di dalamrahim selama masa kehamilan, berada di dalam kantong ketuban, dan mempunyai banyak fungsi. Airketuban yang berubah menjadi berwarna kehijauan atau kecoklatan, menunjukkan bahwa neonatustelah mengeluarkan mekonium, menjadi petanda bahwa neonatus dalam keadaan stress dan hipoksia.menyebabkan peristaltik usus dan otot sfinter ani relaksasi sehingga mekonium dapat keluar melalui anus.Mekonium merupakan feses pertama janin dan neonatus yang juga mengandung enzim pankreas, asamlemak bebas, orfirin, interleukin-8, fosfolipase A2, biliribun indirek, dan bilirubin direk. Air merupakankomponen terbesar (85%–95%), sehingga kekeruhan AK sebagian besar disebabkan oleh mekonium yangmengandung feses dan asam empedu. Sehubungan keadaan tersebut maka perlu dideteksi adanya feses didalam AK. Pemeriksaan kekeruhan dapat dilakukan secara visual (makroskopik) atau dengan mikrometer danspektrofotometri. Berbagai penelitian mencoba menjawab pertanyaan ini. Di antaranya adalah pemeriksaanspektrofotometri, “meconium crit“, dan “mecometer“ Pemeriksaan feses dapat dilakukan secara konvensionaldengan menggunakan uristiks yang lebih praktis untuk memeriksa komponen kimiawi, untuk berbagaimacam tujuan.
Perdarahan Intrakranial pada Hemofilia: Karakteristik, Tata Laksana, dan Luaran Novie Amelia C; Djajadiman Gatot; Endang Windiastuti; Setyo Handryastuti
Sari Pediatri Vol 13, No 4 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.4.2011.250-6

Abstract

Latar belakang. Perdarahan intrakranial merupakan salah satu penyebab mortalitas tertinggi pada hemofilia dan morbiditas berupa gangguan neurologis. Tujuan.Mengetahui gambaran klinis, tata laksana dan luaran pasien hemofilia anak yang mengalami perdarahan intrakranial di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta selama periode 2007-2010.Metode. Studi retrospektif pasien hemofilia berusia >1 bulan hingga 18 tahun yang dirawat dengan diagnosis perdarahan intrakranial di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM dalam kurun waktu 1 Januari 2007 – 31 Desember 2010. Data dikumpulkan dari Registrasi Hemofilia Divisi Hematologi-Onkologi dan rekam medik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, Jakarta.Hasil. Selama kurun waktu penelitian, dari 154 pasien hemofilia anak (usia <18 tahun) yang terdaftar di Registrasi Hemofilia Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, terdapat 13 episode perdarahan intrakranial yang dialami oleh 11 pasien (7,1%). Pasien adalah hemofilia A dengan median usia 6 tahun (3 - 15 tahun). Delapan dari 13 episode perdarahan intrakranial didahului oleh trauma kepala. Manifestasi klinis tersering adalah nyeri kepala (7), muntah (6), kejang (4), penurunan kesadaran (3), iritabilitas (2), paresis motorik (2), paresis saraf kranial (2) dan vulnus laceratumdi kepala (1). Perdarahan terbanyak adalah pada lokasi subdural (7). Median durasi pemberian faktor VIII adalah 10,5 hari (7-16 hari). Sembilan pasien membaik tanpa komplikasi, satu pasien mengalami epilepsi dan satu pasien meninggal dunia.Kesimpulan. Angka kejadian perdarahan intrakranial pada hemofilia di RSCM 7,1%. Ketersediaan faktor pembekuan untuk replacement therapydan kerjasama tim multidisiplin sangat penting untuk memperbaiki luaran pasien hemofilia yang mengalami perdarahan intrakranial.
Pengaruh Asfiksia Neonatal Terhadap Gangguan Pendengaran Gatot Irawan Sarosa; Alifiani Hikmah Putranti; Tri Kartika Setyarini
Sari Pediatri Vol 13, No 1 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.1.2011.5-13

Abstract

Latar belakang. Kejadian gangguan pendengaran di negara maju 1–3 dari 1000 kelahiran hidup, sedangkan prevalensi gangguan pendengaran di Indonesia ±4,2%, penyebabnya antara lain asfiksia. Identifikasi dini usia 3 bulan pertama kehidupan dan intervensi optimal 6 bulan pertama mencegah gangguan bicara, bahasa, kognitif, personal sosial, emosional, perilaku, akademik dan keterbatasan kesempatan kerja.Tujuan. Membuktikan asfifi ksia sebagai faktor risiko gangguan pendengaran sensorineural dengan mempertimbangkan prematuritas, obat ototoksik, dan ventilator mekanik.Metode. Penelitian observasional dengan rancangan kohort prospektif di RSUP Dr. Kariadi Semarang bulan Desember 2009 – November 2010. Subjek penelitian 68 neonatus terdiri dari 34 neonatus kelompok asfiksia dan 34 neonatus tanpa asfiksia Pemilihan subjek secara consecutive sampling, dicatat data klinis, laboratorium, dilakukan timpanometri, oto acustic emission (OAE) pertama usia <1 bulan dan OAE kedua dan brainstem evoked response audiometry (BERA) usia 3 bulan. Analisis statistik dengan uji Chi-square, uji Mc Nemar dan uji t tidak berpasangan, regresi logistik.Hasil. Kejadian gangguan pendengaran 35,3% pada asfiksia berdasarkan OAE pertama (p=0,003; RR:6,0; 95%CI:1,5-24,8), menjadi 20,6% pada OAE kedua (p=0,15). Gangguan pendengaran pada asfiksia berat 57,1% berdasarkan OAE pertama (p=0,003), menjadi 28,6% pada OAE kedua (p=0,16). Gangguan pendengaran sedang pada asfiksia 11,8% berdasarkan BERA (p=0,14). Faktor risiko prematuritas pada OAE pertama dan kedua p=1,00. Obat ototoksik, ventilator mekanik dan gangguan pendengaran pada OAE pertama (p=0,005; RR:4,4; 95%CI:1,3-14,3 dan p=0,03; RR:3,5; 95%CI:1,5-8,2). Analisis multi variat faktor risiko gangguan pendengaran untuk asfiksia (OR 1,3; 95%CI 0,1 - 19,9; p=0,84), obat ototoksik (OR 3,7; 95%CI 0,3 - 55,0; p=0,34), ventilator mekanik (OR 1,5; 95%CI 0,2-10,2;p=0,69)Kesimpulan. Asfiksia merupakan faktor risiko gangguan pendengaran usia kurang dari satu bulan. Gangguanpendengaran terbanyak pada asfiksia berat. Obat ototoksik dan ventilator mekanik merupakan faktor risikogangguan pendengaran usia kurang dari satu bulan. Prematuritas dan asfiksia, obat ototoksik, ventilatormekanik secara bersama-sama belum dapat disimpulkan sebagai faktor risiko gangguan pendengaran.
Transposisi Arteri Besar dan mutasi gen TBX1 Sri Endah Rahayuningsih
Sari Pediatri Vol 11, No 1 (2009)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1470.464 KB) | DOI: 10.14238/sp11.1.2009.21-5

Abstract

Latar belakang. Transposisi arteri besar (TAB) adalah suatu penyakit jantung bawaan (PJB) yang termasuk dalam malformasi konotrunkal. Kelainan terasebut ditemukan sekitar 5% dari seluruh PJB. Seperti pada PJB yang lain penyebab TAB multifaktor yaitu faktor genetik, nongenetik, dan interaksi antara genetik dan nongenetik. Gen TBX1 adalah suatu gen yang termasuk gen faktor transkripsi dan berperan pada pembentukan konotrunkal saat embriogensis jantung. Mutasi pada gen TBX1 akan menyebabkan malformasi konotrunkal.Tujuan. Mengetahui peran mutasi gen TBX1 pada PJB dengan malformasi konotrunkal.Metode. Subjek penelitian adalah 42 anak PJB dengan malformasi konotrunkal dan 42 anak tanpa PJB sebagai kontrol, yang memenuhi kriteria inklusi. Deteksi mutasi gen TBX1 dilakukan dengan pemeriksaan sekuensing terhadap isolasi DNA.Hasil. Ditemukan satu anak dengan mutasi TBX1, mutasi yang terjadi adalah missense mutations dan tempat mutasi terletak pada. Ekson 04 c.614 A>T (p.Gln205Leu). Mutasi ini tidak ditemukan pada kontrol.Kesimpulan. Ditemukan missense mutation pada TAB, mutasi tidak ditemukan pada kontrol, sehingga TAB pada pasien tersebut diduga akibat mutasi gen TBX1, karena seperti pada PJB yang lain penyebab dari TAB adalah multifaktor. Dengan ditemukannya mutasi gen TBX1 pada TAB, maka hal ini dapat digunakan sebagai bahan konseling genetika.
Pengaruh Penyakit Infeksi terhadap Kadar Albumin Anak Gizi Buruk Nur Aisiyah Widjaja; Siti Nurul Hidayati; Roedi Irawan
Sari Pediatri Vol 15, No 1 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp15.1.2013.46-50

Abstract

Latar belakang. Penyakit infeksi dan gizi buruk merupakan hubungan yang sinergis. Serum albumin merupakan prognostik faktor yang penting untuk pasien gizi buruk terutama yang dirawat di rumah sakit. Pasien rawat inap dengan gizi buruk mempunyai risiko komplikasi klinis yang lebih berat, dan mortalitas lebih tinggi dibanding pasien tanpa gizi buruk.Tujuan. Mengetahui pengaruh penyakit infeksi terhadap kadar albumin anak dengan gizi buruk yang dirawat di rumah sakit.Metode. Penelitian analitik deskriptif retrospektif dari data sekunder status semua pasien gizi buruk dengan atau tanpa edema yang dirawat di bangsal anak RSUD Dr Soetomo, Surabaya sejak Mei tahun 2008-Juni 2009. Data yang diambil adalah data umur, jenis kelamin, dan status penyakit. Pasien dibagi dua kelompok, yaitu kelompok infeksi dan non infeksi, dan diukur kadar albuminnya. Analisis data menggunakan chi-square dan t-test.Hasil. Didapatkan 77 anak dengan gizi buruk tipe non edema, 44 anak dengan penyakit infeksi dan 33 anak dengan penyakit non infeksi. Nilai rerata albumin pada anak gizi buruk dengan infeksi lebih rendah dan bermakna secara statistik dibandingkan gizi buruk non infeksi (3,08±0,74 g/dL dibanding 3,56±0,99 g/dL, p=0,019). Anak gizi buruk dengan serum albumin rendah mempunyai risiko untuk mendapatkan penyakit infeksi lebih tinggi dibanding anak gizi buruk tanpa penyakit infeksi (RR:1,35, CI 95%:1,030-1,946).Kesimpulan. Kadar serum albumin yang rendah pada anak gizi buruk yang dirawat di rumah sakit lebih berisiko untuk mendapatkan infeksi.
Kepatuhan Berobat dengan Antibiotik Jangka Pendek di Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Rahmadi Wibowo; Soepardi Soedibyo
Sari Pediatri Vol 10, No 3 (2008)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.104 KB) | DOI: 10.14238/sp10.3.2008.171-6

Abstract

Latar belakang. Kepatuhan berobat (compliance) merupakan masalah kompleks dan multifaktor yang dapat mempengaruhi hasil pengobatan. Sedangkan dampak dari ketidakpatuhan berobat (non-compliance) pada seseorang dapat mengakibatkan kesalahan dalam menilai efektivitas obat, uji diagnostik, perubahan atau penggantian obat, dan perawatan di rumah sakit yang sebenarnya tidak diperlukan.Tujuan. Mengetahui karakteristik pasien rawat jalan dalam kepatuhan menjalankan pengobatan antibiotik jangka pendek.Metode. Studi analitik deskriptif secara potong lintang, dilakukan di Poliklinik Umum Departemen IKA RSCM selama 12 minggu (Februari-April 2008) pada semua orangtua/wali pasien berusia 1 bulan-18 tahun yang mendapat pengobatan antibiotik jangka pendek. Sampel diambil secara consecutive sampling, data diolah dengan program SPSS ver 12 for windows.Hasil. Delapan puluh dua subjek ikut serta dalam penelitian. Angka kejadian kepatuhan berobat (compliance) dalam melaksanakan pengobatan antibiotik jangka pendek 75,6%. Terdapat korelasi kuat antara ”lupa” (adjusted OR 0,086, IK 95%; 0,019-0,378, p=0,001) dan ”sibuk” (adjusted OR 0,023, IK 95%; 0,003-0,153, p=0,000) dengan ketidakpatuhan berobat seseorang.Kesimpulan. Angka kejadian kepatuhan berobat dalam melaksanakan pengobatan antibiotik jangka pendek di Poliklinik Umum IKA RSCM adalah 75,6%. Lupa dan sibuk merupakan dua faktor yang sangat mempengaruhi kepatuhan berobat pasien.
Skrining Sistematik terhadap Hiperkolesterolemia Familial pada Anak Berdasarkan Kriteria MedPed, Simon Brome Register Register dan Dutch Lipid Clinic Titis Prawitasari; Sudigdo Sastroasmoro; Damayanti R. Sjarif
Sari Pediatri Vol 13, No 2 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.2.2011.152-8

Abstract

Latar belakang. Hiperkolesterolemia familial (HF) merupakan kelainan genetik tersering penyebab terjadinya penyakit jantung koroner/aterosklerosis. Penyakit tersebut seringkali terlambat diketahui, padahal jika dapat diketahui sejak usia muda terjadinya penyakit jantung koroner dan kematian dapat dicegah. Terdapat berbagai macam kriteria untuk dapat mendeteksi dini HF pada orang dewasa, yaitu MedPed, Simon Broome RegisterdanDucth Lipid Clinic.Tujuan. Mendeteksi secara dini HF pada anak dengan riwayat orangtua mengalami penyakit jantung koroner dini dan hiperkolesterolemia berdasarkan kriteria MedPed, Simon Broome RegisterdanDucth Lipid Clinic.Metode. Studi potong lintang dari anak dengan riwayat orangtua mengalami PJK dini dan hiperkolesterolemia. Terhadap anak dan orangtua dilakukan pemeriksaan fisis dan laboratorium profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida dan Apo B) kemudian digolongkan ke dalam 3 kriteria diagnosis berdasarkan MedPed, Simon Broome Registerdan Dutch Lipid Clinic. Dilakukan juga pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan peningkatan kolesterol akibat penyakit lainnya. Hasil. Terdapat 28 subyek dan 20 kasus indeks dari 20 keluarga. Rerata usia anak adalah 11,6±4,75 tahun, dengan rerata usia kasus indeks 47,8±5,50 tahun. Rerata usia saat kasus indeks mengalami serangan jantung pertama kali adalah 45,3±5,65 tahun. Berdasarkan data yang ada dilakukan penggolongan sesuai kriteria MedPed, Simon Broome Registerdan Dutch Lipid Clinic. Didapatkan 15% (3/20) anak yang mungkin menderita HF berdasarkan kriteria MedPed, jika menggunakan kriteria Simon Broome Register didapatkan sekitar 10% (2/20) sedangkan dengan kriteria Dutch Lipid Clinicdidapatkan 50% (10/20) anak yang sangat mungkin(probable)mengalami HF dan 30% (6/20) lainnya mungkin(possible)mengalami HF. Pada penelitian ini memang tidak dilakukan pemeriksaan genetik.Kesimpulan. Kriteria Dutch Lipid Clinicdapat lebih banyak mendeteksi kemungkinan anak yang mengalami HF berdasarkan riwayat orangtua mengalami penyakit jantung koroner dini dan hiperkolesterolemia dibandingkan kriteria lainnya.
Hubungan Ibu Bekerja dengan Keterlambatan Bicara pada Anak Aries Suparmiati; Djauhar Ismail; Mei Neni Sitaresmi
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.288-91

Abstract

Latar belakang. Akhir-akhir ini, terjadi peningkatan jumlah ibu bekerja. Prevalensi keterlambatan bicara pada anak juga meningkat. Salah satu faktor risiko terjadinya keterlambatan bicara pada anak adalah faktor lingkungan termasuk ibu bekerja. Tujuan.Untuk mengetahui hubungan antara ibu bekerja dengan keterlambatan bicara pada anak.Metode.Rancangan penelitian kasus kontrol, dengan jumlah sampel 45 anak pada kelompok kasus, dan 45 kelompok kontrol dengan matching sesuai umur dan jenis kelamin. Kriteria inklusi adalah anak usia 12 sampai dengan 36 bulan, yang mengalami keterlambatan bicara. Kriteria eksklusi adalah anak dengan gangguan pendengaran, global developmentan delay, retardasi mental, dan autisme. Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi-square.Hasil.Tidak ada hubungan antara ibu bekerja dengan keterlambatan bicara pada anak, dengan OR 1,93 (IK95%;0,81–4,58;p=0,13). Sedangkan faktor lain, yang diuji hanya faktor riwayat keluarga terlambat bicara, yang hasilnya bermakna dengan nilai OR 7,81 ( IK 95% 1,636 – 37,36; p=0,04).Kesimpulan.Tidak terdapat hubungan antara ibu bekerja dengan keterlambatan bicara pada anak. Terdapat hubungan antara riwayat keluarga terlambat bicara dengan keterlambatan bicara pada anak.
Surveilan Pneumokokus dan Dampak Pneumonia pada Anak Balita Putu Siadi Purniti; Ida Bagus Subanada; I Komang Kari; BNP Arhana; Ida Sri Iswari; Ni Made Adi Tarini
Sari Pediatri Vol 12, No 5 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.5.2011.359-64

Abstract

Latar belakang. Streptococcus pneumonia (SP) adalah penyebab utama meningitis, pneumonia, danbakteremia pada bayi dan anak. Mikroorganisme tersebut adalah penyebab utama kematian yang dapatdicegah dengan imunisasi pada anak usia di bawah lima tahun. Data tentang insiden invasive pneumococcaldisease (IPD) di Indonesia masih terbatas.Tujuan. Mengetahui dampak pneumonia dan IPD pada populasi target di Rumah Sakit Umum PusatSanglah Denpasar, Bali, Indonesia.Metode. Surveilan aktif berbasis rumah sakit, prospektif selama satu tahun pada anak usia 28 hari sampai 60bulan. Seluruh anak yang tinggal dalam area cakupan penelitian, usia 28 hari sampai 􀁤36 bulan mengalamidemam 􀁴39°C atau menderita pneumonia, menunjukkan gejala IPDHasil. Subjek 736 anak dengan median usia 10 bulan (79,2% usia 28 hari sampai <24 bulan). S. pneumoniatidak terdeteksi dari seluruh subjek. Biakan darah dilakukan pada 736 subjek, 125 di antaranya (17,19%)menunjukkan pertumbuhan bakteri. Bakteri yang diisolasi dari biakan darah antara lain Staphylococcus sp 58(46,4%), S. aureus 45 (36,0%), Pseudomonas sp 9 (7,2%), E. coli 3 (2,4%). Diagnosis awal terbanyak adalahpneumonia, 439 (59,7%). Insiden pneumonia 534,2/100000, usia 28 hari - <6 bulan 167,1/100000, danusia 28 hari - <24 bulan 839/100000. Angka insiden tertinggi pneumonia dengan foto dada usia 28 hari - <6bulan yaitu 10,9/100000, dan kelompok usia 28 hari - <24 bulan 19,4/100000. Angka insiden pneumoniadan foto dada dengan CRP 􀁴40 mg/L tertinggi pada kelompok usia 12 bulan - <24 bulan, 82,9/100000.Dilakukan pemeriksaan PCR S. pneumoniae terhadap 106 sampel, terdiri dari kasus meninggal, meningitis,sepsis dan pneumonia berat tidak terdeteksi S. pneumoniaeKesimpulan. Pneumonia mempunyai dampak yang cukup berarti bagi daerah cakupan RSUP Sanglah yangdisebabkan oleh pneumokokus, dan saat ini masih merupakan tantangan.

Page 12 of 151 | Total Record : 1509


Filter by Year

2000 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue