cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 1,509 Documents
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Anti-Hbs pada Anak Sekolah Dasar Setelah 10-12 Tahun Imunisasi Hepatitis B Di Kota Padang Lydia Aswati; Yusri Dianne Jurnalis; Yorva Sayoeti; Hafni Bachtiar
Sari Pediatri Vol 14, No 5 (2013)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.896 KB) | DOI: 10.14238/sp14.5.2013.303-8

Abstract

Latar belakang. Hepatitis B merupakan masalah kesehatan global. Risiko kronis hepatitis B akan jauh lebih besar apabila infeksi terjadi pada awal kehidupan dibandingkan usia dewasa. Imunisasi merupakan cara efektif mengontrol infeksi hepatitis B sampai saat ini. Anak yang diimunisasi memperoleh proteksi selama 5-10 tahun. Kadar anti-HBs protektif adalah ≥10 mIU/ml. Apabila daya proteksi setelah pemberian imunisasi pada masa bayi tidak dapat melindungi sampai dewasa, maka booster seharusnya diberikan pada umur prasekolah atau remaja.Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar anti-Hbs pada anak SD setelah 10 -12 tahun imunisasi hepatitis BMetode. Penelitian cross sectional dari bulan Januari sampai Maret 2011 pada 110 anak SD di kota Padang yang berusia 10-12 tahun dan telah mendapatkan 3 kali imunisasi hepatitis B saat bayi. Analisis data menggunakan Chi-square dengan tingkat kemaknaan p=0,05Hasil. Dari 110 sampel didapatkan kadar anti-Hbs <10 mIU/ml dan ≥10 mIU/ml masing-masing 58 (52,7%) dan 52 (47,3%) orang. Umur 12 tahun didapatkan kadar anti-Hbs ≥10 mIU/ml (35%). Semua subyek mempunyai gizi baik. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar anti-Hbs dengan jenis kelamin (p= 0,399) dan dengan jadwal imunisasi (p= 0,364).Kesimpulan. Subyek yang berumur lebih besar mempunyai kadar anti-HBs protektif lebih rendah. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, jadwal imunisasi dengan kadar anti_HBs setelah 10-12 tahun imunisasi Hepatitis B.
Pengaruh Transfusi Trombosit Terhadap Terjadinya Perdarahan Masif pada Demam Berdarah Dengue Krisnanto Wibowo; Mohammad Juffrie; Ida S. Laksanawati; Sri Mulatsih
Sari Pediatri Vol 12, No 6 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.6.2011.404-8

Abstract

Latar belakang. Perdarahan masif merupakan salah satu komplikasi dan berhubungan dengan mortalitasyang tinggi pada demam berdarah dengue (DBD). Pemberian transfusi trombosit pada DBD merupakanterapi suportif yang memberikan efek terapi bila diberikan sesuai dengan indikasi yang tepat. Kegunaantransfusi trombosit masih kontroversial.Tujuan. Mengetahui pengaruh pemberian transfusi trombosit terhadap terjadinya perdarahan masif padaDBD.Metode. Penelitian merupakan penelitian kasus kontrol. Pasien dengan diagnosis DBD sesuai kriteria WHOyang dirawat di instalasi kesehatan anak RSUP Dr.Sardjito tahun 2006-2009 diteliti dari rekam medis. Kasusadalah pasien dengan perdarahan masif, sedangkan kontrol adalah pasien dengan perdarahan tidak masif.Hasil. Sepanjang tahun 2006-2009 terdapat 852 kasus DBD, terdiri dari 443 laki-laki (52%), 409 perempuan(48%), dan 35,7% adalah pasien DBD derajat II. Perdarahan masif terjadi pada 97 kasus (11%) yaituhematemesis 45 (46,4%), melena 20 (20,6%), hematemesis-melena 25 (25,8%), dan koagulasi intravaskulardiseminata 7 (8,2%). Perdarahan masif terbanyak terjadi pada jumlah trombosit <20.000/μL. Sebanyak67 pasien (7,8%) mendapat transfusi trombosit, 23 pada kelompok kasus dan 44 pada kelompok kontrol.Tidak ada perbedaan bermakna terjadinya perdarahan masif pada kedua kelompok tersebut (rasio odds1,39; interval kepercayaan 95% 0,79-2,45; p=0,29).Kesimpulan. Terjadinya perdarahan masif tidak dipengaruhi oleh transfusi trombosit.
Kandungan Zat Besi pada Produk Makanan Bayi Siap Saji Titis Prawitasari
Sari Pediatri Vol 14, No 4 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.4.2012.265-8

Abstract

Latar belakang. Setelah ASI eksklusif 6 bulan, bayi harus telah mendapatkan MPASI karena cadangan zatbesi dalam tubuh yang makin menipis dan asupan yang diperoleh dari ASI sudah tidak memadai lagi.Tujuan. Melakukan evaluasi kandungan zat besi yang tercantum dalam label produk MPASI siap saji yangada di pasaran.Metode. Dilakukan survei terhadap produk MPASI yang terdapat di swalayan di Jakarta Barat dan Timurselama bulan Mei 2011.Hasil. Dievaluasi 15 produk dari 5 produsen, berupa bubur, tim dan biskuit untuk golongan usia 6 bulan keatas, 8 bulan ke atas, dan 9 bulan ke atas. Semua mencantumkan petunjuk penggunaan dan saran penyajian.Takaran saji berbagai produk tersebut berbeda, antara 40-50 g (5-6) sendok makan per saji untuk bubur dantim serta 19-21 g per saji (2-3) keping untuk biskuit. Jumlah kalori per saji MPASI bubur dan tim antara160-210 kalori, sedangkan jumlah kalori per saji MPASI biskuit antara 80-90 kalori. MPASI yang terdapatdi pasaran mempunyai kandungan zat besi berkisar antara 0,48-4,8 mg (6-60)% dari AKG. Setelah 6 bulan,kekurangan asupan zat besi dapat tercukupi dengan minimal pemberian 1-2 kali MPASI siap saji per hari,di samping pemberian ASI atau susu formula sesuai kebutuhan berdasarkan usia.Kesimpulan. Produk MPASI/makanan bayi siap saji yang ada di pasaran mengandung antara 0,48-4,8 mgzat besi per takaran sajinya. Produk MPASI biskuit mempunyai kandungan zat besi yang paling rendah diantara bentuk lainnya.
Peran Instrumen Modifikasi Tes Daya Dengar sebagai Alat Skrining Gangguan Pendengaran pada Bayi Risiko Tinggi Usia 0-6 Bulan Rini Andriani; Rini Sekartini; Ronny Suwento; Jose RL Batubara
Sari Pediatri Vol 12, No 3 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (143.56 KB) | DOI: 10.14238/sp12.3.2010.174-83

Abstract

Latar belakang. Gangguan pendengaran pada bayi dapat menghambat perkembangan bicara, bahasa, dankemampuan kognitif. Identifikasi dan intervensi segera dengan program skrining akan mencegah konsekuensitersebut. Pemeriksaan elektrofisiologi merupakan alat skrining yang direkomendasikan namun memerlukanalat khusus, biaya dan tenaga ahli, sehingga diperlukan kuesioner pendengaran (hearing checklist) sebagaialat skrining. Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan instrumen tes daya dengar sebagaialat skrining gangguan pendengaran yang kemudian dimodifikasi pada tahun 2005.Tujuan. Membandingkan sensitivitas dan spesifisitas instrumen modifikasi tes daya dengar (MTDD) dengan bakuemas pemeriksaan skrining pendengaran yaitu distortion-product otoacoustic emission (DPOAE) dan AABR.Metode. Studi potong-lintang di RSCM pada bayi usia 0-6 bulan dengan satu atau lebih faktor risikoseperti riwayat keluarga dengan tuli bawaan, infeksi TORCH, prematuritas, berat badan lahir rendah,hiperbilirubinemia dengan terapi sinar atau transfusi tukar, sepsis awitan lambat dan meningitis, nilai skorApgar rendah, distress pernapasan, pemakaian alat bantu napas dan pemakaian obat yang bersifat ototoksikselama lebih dari 5 hari. Subjek dilakukan pemeriksaan fisis, pertumbuhan dan perkembangan, MTDD,DPOAE dan AABR.Hasil. Enam puluh subjek diperoleh ikut dalam penelitian, lelaki lebih banyak dengan rasio 1,1:1. Sebagianbesar subjek merupakan anak pertama (38,3%), diasuh oleh orangtua (60%) dan memiliki 􀁴3 faktor risiko(70%). Pemakaian obat yang bersifat ototoksik (76,7%) merupakan faktor risiko terbanyak. Prevalensigangguan pendengaran berdasarkan MTDD 63,3% sedangkan kombinasi DPOAE dan AABR 11,7%. Umursubjek merupakan faktor yang secara bermakna mempengaruhi hasil MTDD (nilai p=0,032). Sensitivitasdan spesifisitas MTDD berturut-turut 85,7% dan 39,6%.Kesimpulan. Instrumen MTDD bukan merupakan alat skrining pendengaran yang ideal namun dibutuhkandan dapat digunakan di negara berkembang seperti Indonesia
Pengaruh Malnutrisi dan Faktor lainnya terhadap Kejadian Wound Dehiscence pada Pembedahan Abdominal Anak pada Periode Perioperratif Tinuk Agung Meilany; Alexandra Alexandra; Ariono Arianto; Qamarrudin Bausat; Endang S K; Joedo Prihartono; Damayanti R Sjarif
Sari Pediatri Vol 14, No 2 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (84.451 KB) | DOI: 10.14238/sp14.2.2012.110-6

Abstract

Latar belakang.Wound dehiscenceadalah salah satu komplikasi bedah abdominal yang jarang ditemui, namun sering menyebabkan kematian, meningkatkan lama rawat, biaya, dan risiko infeksi berat dengan akibat kematian. Malnutrisi dianggap sebagai salah satu faktor yang berkontribusi terhadap kejadian dehiscencetersebut. Tujuan.Menilai angka kejadiandehiscencebedah mayor pada anak yang berbeda status gizi, risiko relatif serta faktor lain yang mempengaruhi risiko dehiscence.Metode. Penelitian kohort prospektif pada 262 kasus bedah abdominal mayor pada anak. Pasien yang memenuhi kriteria dibagi 2 kelompok yaitu menderita malnutrisi dan tidak. Tata laksana dilakukan sesuai standar Bagian Bedah Anak RSAB Harapan Kita. Pengamatan dilakukan selama periode perioperatif sampai pulang dari rumah sakit. Dihitung angka kejadian, risiko relatif, dan faktor atribusi dehiscence. Pengolahan data dan analisis menggunakan SPSS versi 11.5 dan Open Epi Hasil.Angka kejadian dehiscence2,7% (7/262), satu pasien gizi baik (0,8%), gizi kurang 2/7(1,7%), gizi buruk 4/4(100%). Terjadi pada hari kelima pasca operasi (kisaran 3-7hari). Lama rawat 25 hari (14-73) vs10 hari (1-10) tidak dehiscence. Meninggal dunia 1/7dehiscence. Risiko dehiscencemeningkat secara bermakna pada gizi buruk vsgizi baik (RR136, IK95% 19,3-958,6, p=0,000). Hipoalbumin vsnormal (RR23,6, IK95% 5,8-95,4, p=0,000). Anemia vsnormal (RR18,6, IK95% CI3.7-91.9, p=0,000). Sepsis vsnormal (RR10,7, IK95% 2,5-45,5, p=0,000). Faktor atribusi dehiscence99,3% karena gizi buruk, hipoalbumin 96,6%, sepsis 90,7%, gizi kurang 59%. Kesimpulan.Status gizi buruk, hipoalbumin, dan sepsis berperan hampir seratus persen terhadap kejadian dehiscencepada anak. Saran, perlu dilakukan skoring risiko tinggi dehiscencepada anak yang akan menjalani bedah mayor.
Pengaruh Intervensi Diet dan Olah Raga Terhadap Indeks Massa Tubuh, Lemak Tubuh, dan Kesegaran Jasmani pada Anak Obes MS Anam; M Mexitalia; Bagoes Widjanarko; Adriyan Pramono; Hardhono Susanto; Hertanto Wahyu Subagio
Sari Pediatri Vol 12, No 1 (2010)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp12.1.2010.36-41

Abstract

Latar belakang. Obesitas telah berkembang menjadi epidemi baik di negara maju maupun negaraberkembang. Diduga bahwa intervensi diet dan olah raga dapat menurunkan risiko obesitas.Tujuan. Mengetahui pengaruh intervensi diet dan olah raga terhadap indeks massa tubuh, lemak tubuhdan kesegaran jasmani pada anak obesMetode. Uji intervensi one group pre and post test design pada anak SD usia 9–10 tahun di SD BernardusSemarang pada bulan Juni-September 2009. Intervensi diet berupa konseling pada anak dan orangtua.Intervensi olahraga tiga kali 45 menit per minggu selama 8 minggu. Pengambilan data pada awal danakhir penelitian berupa data antropometri dengan menggunakan timbangan Tanita BC 545 Inner ScanBody Composition dan tingkat kesegaran jasmani diukur menggunakan 20 meter shuttle run test, kemudiandilakukan analisis data dengan t-test berpasangan dan analisis multivariat.Hasil. Dua puluh subjek (17 laki-laki dan 3 perempuan) menyelesaikan penelitian. Didapatkan penurunanrerata indeks massa tubuh 0,6 kg/m2 (p=0,006) dan peningkatan rerata tingkat kesegaran jasmani sebesar1,66 ml/kg/menit (p=0,000), tetapi tidak didapatkan perbedaan secara bermakna terhadap lemak tubuh.Asupan diet harian berkurang 421,3 kkal/hari. Berdasarkan analisis multivariat, asupan makanan merupakanvariabel yang lebih berpengaruh dibandingkan dengan olahraga (rsquare=0,33, p=0,018).Kesimpulan. Intervensi diet dan olahraga selama 8 minggu menurunkan indeks massa tubuh, meningkatkantingkat kesegaran jasmani, tetapi tidak didapatkan pengaruh yang signifikan terhadap lemak tubuh. Asupandiet merupakan variabel yang paling berpengaruh.
Terapi Antiretroviral Lini Kedua pada HIV Anak di RS. Cipto Mangunkusumo Dina Muktiarti; Arwin AP Akib; Zakiudin Munasir; Nia Kurniati
Sari Pediatri Vol 14, No 2 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp14.2.2012.130-6

Abstract

Latar belakang. Akses terhadap terapi antiretroviral (ARV) semakin mudah saat ini dan membuat angka harapan hidup anak terinfeksi HIV semakin panjang. Dalam penanganan jangka panjang anak terinfeksi HIV, salah satu masalah baru yang timbul adalah gagal terapi dan resistensi obat. Tujuan. Menilai karakteristik pasien anak terinfeksi di RS. Cipto Mangunkusumo yang menggunakan terapi ARV lini kedua dan indikasi penggantian ke terapi ARV lini kedua.Metode. Penelitian kohort pasien anak terinfeksi HIV di RS Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2002. Kriteria inklusi adalah pasien anak terinfeksi HIV yang berobat di RS Cipto Mangunkusumo sejak tahun 2002 sampai April 2012 dan menggunakan salah satu obat antiretroviral lini kedua. Data yang diambil adalah data demografis, kada CD4, jumlah virus, stadium klinis, dan kombinasi terapi ARV.Hasil. Empatratus empat pasien anak terinfeksi HIV dan 44 (10,9%) menggunakan terapi antiretroviral lini kedua. Sebagian besar (59,1%) gagal terapi adalah kombinasi antara kegagalan virologi, imunologis, dan klinis. Median usia saat memulai terapi ARV lini kedua 69 (26-177) bulan. Median lama subyek menggunakan terapi ARV lini pertama 9 (13-176) bulan. Seluruh subyek penelitian menggunakan lopinavir/ritonavir sebagai salah satu obat ARV lini kedua dengan kombinasi terbanyak adalah didanosin, lamivudin, dan lopinavir/ritonavir (40,9%). Efek samping didapatkan pada 2 pasien akibat abacavir. Sebagian besar subyek (19/25) yang diperiksa jumlah virus pada 6-12 sesudah menggunakan ARV lini kedua mempunyai hasil tidak terdeteksi.Kesimpulan. Jumlah pasien yang menggunakan terapi ARV lini kedua tidak terlalu banyak karena deteksi kegagalan terapi masih lebih banyak berdasarkan kegagalan klinis dan imunologis.
Mutasi Gen CYP21 dan Manifestasi Klinis pada Hiperplasia Adrenal Kongenital Ludi Dhyani; Jose RL Batubara; Setyo Handryastuti; Lamtorogung Prayitno
Sari Pediatri Vol 18, No 1 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp18.1.2016.27-33

Abstract

Latar belakang. Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) adalah suatu kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi gen CYP21 yang bersifat autosomal resesif. Lebih dari 90% kasus terjadi akibat defisiensi enzim 21-hidroksilase (21-OHD).Tujuan. Mengetahui manifestasi klinis mutasi CYP21 pada anak dengan HAK.Metode. Studi deskriptif retrospektif dilakukan selama Oktober-Desember 2014. Subjek adalah anak HAK yang terdaftar di Divisi Endokrinologi Anak RSCM dan pernah dilakukan pemeriksaan mutasi gen CYP21. Data diambil dari rekam medis, dan register HAK tahun 2009-2014.Hasil. Didapatkan 45 subjek HAK (37 perempuan, 8 laki-laki) yang yang telah diketahui jenis mutasinya. Manifestasi klinis yang dijumpai adalah tipe salt wasting (SW) 33 subjek, simple virilizing (SV) 10 subjek, dan non-classic (NC) 2 subjek. Median usia saat terdiagnosis HAK pada tipe SW usia 1 bulan (0-3 bulan), tipe SV usia 3 tahun (2-6 tahun), dan tipe NC usia 5 tahun. Keluhanutama terbanyak adalah genitalia ambigus (60%). Dua jenis mutasi (R356W dan I172N) ditemukan pada 21 subjek, mutasi R356W tunggal ditemukan pada 9 subjek, dan mutasi I172N tunggal ditemukan pada 15 subjek. Mutasi I172N ditemukan pada 80% alel, dan mutasi R356W pada 66,7% alel.Kesimpulan.Manifestasi klinis terbanyak pada penelitian ini adalah tipe SW yang memiliki dua jenis mutasi. Pemeriksaan mutasi gen CYP21 bermanfaat untuk konseling genetik, diagnosis prenatal dan tata laksana pada keluarga yang memiliki risiko HAK. 
Angka Kejadian dan Faktor yang Memengaruhi Potensi Interaksi Obat dengan Obat pada Pasien Leukemia Akut Anak yang Menjalani Rawat Inap Sri Wulandah Fitriani; Rina Mutiara; Amarila Malik; Murti Andriastuti
Sari Pediatri Vol 18, No 2 (2016)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (98.187 KB) | DOI: 10.14238/sp18.2.2016.129-36

Abstract

Latar belakang. Risiko terjadinya potensi interaksi obat dengan obat (PIOO) pada pasien leukemia akut akibat pemberian terapi multidrug cukup tinggi.Tujuan. Mengetahui angka kejadian dan faktor yang memengaruhi PIOO pada subjek penelitian.Metode. Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap pasien leukemia akut pada anak yang menjalani rawat inap di RSCM pada Januari – Desember 2014. Identifikasi PIOO dilakukan menggunakan perangkat lunak Micromedex Drug Reax®.Hasil. Didapat 96 subjek yang memenuhi kriteria penelitian. Subjek berpotensi mengalami PIOO 41,6% dengan tingkat keparahan kontraindikasi (4,70%), berat (60,70%), dan sedang (34,60%). Jenis PIOO paling sering adalah deksametason dan flukonazol yang berpotensi meningkatkan paparan glukokortikoid. Terdapat perbedaan bermakna pada faktor usia (p=0,037), lama hari rawat (p=0,000), dan rerata jumlah obat (p=0,000), sedangkan komorbiditas tidak menunjukkan perbedaan (p=0,082).Kesimpulan. Angka kejadian PIOO pasien leukemia akut pada anak yang menjalani rawat inap di RSCM adalah 41,6%. Faktor usia, lama hari rawat, dan rerata jumlah obat berpengaruh signifikan terhadap kejadian PIOO dengan nilai OR 1,8 terhadap pasien berusia >7 tahun, 6,3 terhadap pasien dengan lama hari rawat >7 hari, dan 5,3 terhadap pasien dengan rerata pemberian >4 obat perhari. Sari 
Perbandingan Frekuensi Tangisan antara Perawatan Metode Kanguru Posisi Pronasi dengan Posisi Lateral Dekubitus pada Bayi Berat Lahir Rendah Ema Alasiry
Sari Pediatri Vol 13, No 5 (2012)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.831 KB) | DOI: 10.14238/sp13.5.2012.329-33

Abstract

Latar belakang. Perawatan metode kanguru (PMK) merupakan suatu cara perawatan dengan meletakkan bayi di dada ibu sehingga terjadi kontak antara kulit bayi dan kulit ibu. Banyak manfaat PMK pada bayi antara lain membuat jumlah tangisan bayi berkurang. Tangisan bayi sering merupakan alasan orang tua mencari masalah kesehatan pada bayi mereka atau menganggapnya sebagai suatu kegagalan orang tua dalam merawat bayinya dan hal ini meningkatkan kecemasan mereka. Metode PMK dapat dilakukan dengan posisi pronasi dan lateral dekubitus.Tujuan.Membandingkan frekuensi tangisan antara PMK posisi pronasi dengan posisi lateral dekubitus pada bayi berat lahir rendah.Metode.Penelitian uji klinik acak terkontrol dengan desain paralel pada BBLR yang memenuhi kriteria di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUH/RS Wahidin Sudirohusodo dan RSIA Siti Fatimah, Makassar periode Mei - Juli 2010.Hasil.Tujuhpuluh subyek yang memenuhi kriteria penelitian dibagi atas kelompok PMK posisi pronasi dan PMK posisi lateral dekubitus. Frekuensi tangisan pada kelompok PMK lateral dekubitus lebih sedikit secara bermakna dibandingkan dengan PMK pronasi. Terdapat penurunan frekuensi tangisan dari hari ke hari terlihat menurun secara bermakna pada kedua kelompok.Kesimpulan.Perawatan metode kanguru (PMK) posisi lateral dekubitus menurunkan frekuensi tangisan bayi secara bermakna dibandingkan PMK posisi pronasi.

Page 11 of 151 | Total Record : 1509


Filter by Year

2000 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 3 (2025) Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue