cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Sari Pediatri
ISSN : 08547823     EISSN : 23385030     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 1,496 Documents
Tingkat Kesesuaian antara Rontgen Toraks dengan Genexpert MTB/RIF pada Kasus Dugaan Tuberkulosis Paru pada Anak Diah Anggraini; Fifi Sofiah; RM Faisal; Achirul Bakri
Sari Pediatri Vol 26, No 3 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.3.2024.176-82

Abstract

Latar belakang. Diagnosis tuberkulosis (TB) paru pada anak sering kali sulit dilakukan. Sifat pausibasiler dari TB pada anak kerap seringkali menyulitkan konfirmasi bakteriologis. Oleh karena itu, rontgen toraks menjadi modalitas penting ketika didapatkan hasil negatif pada pulasan bakteri. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat kesesuaian antara hasil rontgen toraks dan GeneXpert MTB/RIF pada kasus TB paru pada anak.Metode. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan dengan menelusuri rekam medis pasien anak dengan dugaan TB paru di Rumah Sakit dr. Mohammad Hoesin Palembang pada tahun 2018-2020. Subjek penelitian dikelompokkan sebagai terdeteksi atau tidak terdeteksi TB berdasarkan hasil GeneXpert MTB/RIF dan sugestif atau non-sugestif TB berdasarkan rontgen toraks. Data kemudian dianalisis menggunakan uji Cohen’s Kappa (k).Hasil. Terdapat 207 kasus dugaan TB paru pada anak dengan sebagian besar subjek berusia 0- <5 tahun (56,0%), dengan usia median 48 bulan (rentang usia 4-209 bulan). Berdasarkan hasil rontgen toraks, 68,5% pasien dinyatakan sugestif TB, sedangkan 31,4% dinyatakan non-sugestif TB. Berdasarkan GeneXpert MTB/RIF, 16,9% pasien terdeteksi TB dan 83,0% tidak terdeteksi TB. Tingkat kesesuaian antara rontgen toraks dan GeneXpert MTB/RIF adalah k= 0,108 (p=0,005).Kesimpulan. Tingkat kesesuaian antara rontgen toraks dan GeneXpert MTB/RIF tergolong rendah. 
Nilai Diagnostik Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin Urin, Kelainan Urinalisis, dan Kombinasi Keduanya pada Infeksi Saluran Kemih Anak Usia 2–5 Tahun Citra Estetika; Sudung O. Pardede; Zakiudin Munasir; Bambang Supriyatno; Titis Prawitasari; Piprim Basarah Yanuarso
Sari Pediatri Vol 26, No 3 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.3.2024.137-45

Abstract

Latar belakang. Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak memiliki manifestasi klinis yang tidak khas sehingga sulit untuk diagnosis dini. Biakan urin memerlukan waktu hingga lima hari sehingga dapat menyebabkan keterlambatan terapi serta tingginya komplikasi ISK. Kelainan urinalisis yang saat ini digunakan masih memiliki spesifisitas yang rendah. Tujuan. Mengetahui nilai diagnostik Neutrophil gelatinase-associated lipocalin (NGAL) urin, kelainan urinalisis, dan kombinasi keduanya untuk mendiagnosis dini ISK pada anak usia 2-5 tahun.Metode. Uji diagnostik menggunakan biakan urin sebagai baku emas dengan desain potong lintang pada anak berusia 2-5 tahun dengan tersangka ISK dan dirawat di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.Hasil. Pemeriksaan NGAL urin diketahui memiliki sensitivitas 85,7% (IK95%: 63,6-96,9%), spesifisitas 74,3% (IK95%: 57,8-86,9%), positive predictive value 64,3% (IK95%: 50,6–75,9%), dan negative predictive value 90,6% (IK95%: 76,9-96,5%) pada anak dengan minimal satu kelainan urinalisis. Pemeriksaan NGAL urin hanya meningkatkan spesifisitas kelainan urinalisis berupa leukosituria saja dan tidak meningkatkan spesifisitas pada yang telah memiliki tiga kelainan urinalisis. Kesimpulan. Neutrophil gelatinase-associated lipocalin urin tidak dianjurkan untuk meningkatkan spesifisitas urinalisis dalam diagnosis ISK pada anak usia 2–5 tahun. Gabungan tiga kelainan urinalisis tanpa NGAL urin sudah memiliki spesifisitas yang baik. Perlu dilakukan penelitian biomarker lain untuk mendiagnosis dini ISK dengan lebih baik.
Prevalensi Bising Inosen dan Proporsi Karditis Subklinis pada Anak Usia 6-12 Tahun Anisa Rahmadhany; Kamilia Rifani Ufairah
Sari Pediatri Vol 26, No 4 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.4.2024.197-201

Abstract

Latar belakang. Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik akut. Pada tahap awal penyakit, pasien mungkin tidak menunjukkan keluhan klinis, tetapi kelainan jantung dapat terdeteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi. Pemeriksaan klinis menjadi sangat penting untuk mendukung diagnosis dini penyakit jantung rematik, khususnya dalam mendeteksi bising jantung melalui auskultasi.Tujuan. Mengetahui prevalensi bising jantung inosen dan proporsi karditis subklinis pada anak usia 6-12 tahun.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan terhadap 201 subyek anak usia 6-12 tahun di Sekolah Dasar. Subyek menjalani pemeriksaan fisik, laboratorium, dan ekokardiografi. Penilaian dan interpretasi ekokardiografi dilakukan oleh dokter kardiologi anak.Hasil. Terdapat 16 subyek yang memiliki bising jantung, tetapi hasil ekokardiografi menunjukkan kondisi normal. Proporsi murmur inosen adalah 7,9%. Karditis subklinis ditemukan pada 1 subyek dengan proporsi 0,5%. Terdapat korelasi signifikan antara murmur dan parameter ekokardiografi dengan nilai P < 0,001.Kesimpulan. Proporsi murmur inosen dan karditis subklinis masing-masing adalah 7,9% dan 0,5%. Selain itu, bising jantung memiliki makna yang signifikan dalam kaitannya dengan hasil ekokardiografi.
Gangguan Pendengaran pada Anak dengan Sindrom Bartter Muyassaroh Muyassaroh; Santo Mudha Pratomo; Heru Muryawan
Sari Pediatri Vol 26, No 3 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.3.2024.183-8

Abstract

Latar belakang. Sindrom Bartter merupakan gangguan tubulus ginjal ditandai dengan hiperaldosteronisme sekunder, alkalosis metabolik hipokalemia, disertai tekanan darah yang normal atau rendah. Gangguan elektrolit akibat kelainan ginjal, berpengaruh pada telinga bagian dalam mengakibatkan gangguan pendengaran. Tujuan. Mengetahui gangguan pendengaran pada anak dengan Sindrom Bartter. Metode. Dilakukan pencarian di PubMed, Google Schoolar, dan Cochrane dengan menggunakan kata kunci “Hearing loss”, “barter syndrome”, dan “hypokalemia”. Hasil pencarian dievaluasi menggunakan kriteria eksklusi dan inklusi. Selanjutnya dilakukan telaah kritis dengan memperhatikan validitas, kepentingan dan penerapan pada pasien terhadap artikel lengkap dari studi yang terseleksi. Hasil. Diperoleh satu studi yang relevan dengan pertanyaan klinis dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Luaran dari studi ini memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh gangguan pendengaran pada pasien dengan Sindrom Bartter.Kesimpulan. Gangguan elektrolit pada anak dengan Sindrom Bartter memengaruhi pendengaran. Tata laksana farmakologi dan rehabilitasi dapat mengatasi gangguan komunikasi yang terjadi. 
Luaran Bayi Prematur dengan Pertumbuhan Janin Terhambat: Sebuah Penelitian Deskriptif Kanya Lalitya Jayanimitta Sugiyarto; Jessica Sylvania Oswari; Muhamad Azharry Rully Sjahrullah; Putri Maharani Tristanita Marsubrin
Sari Pediatri Vol 26, No 4 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.4.2024.244-8

Abstract

Latar belakang. Pertumbuhan janin terhambat (PJT) adalah masalah kesehatan global yang kompleks, berkontribusi terhadap peningkatan morbiditas dan mortalitas pada neonatus. Ketidakmampuan janin untuk mencapai potensi pertumbuhan genetiknya, yang sering kali disebabkan oleh disfungsi plasenta menjadi penanda PJT. Kriteria diagnostik meliputi berat janin atau lingkar perut di bawah persentil ke-10, perlambatan trajektori pertumbuhan, dan sering disertai oligohidramnion. Prevalensi PJT pada neonatus berkisar antara 7-15%, meningkat menjadi 30% di negara berkembang. Bayi dengan PJT berisiko hipoglikemia, komplikasi respiratorik, dan masalah jangka panjang, seperti penyakit kardiovaskular dan gangguan metabolik.Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan luaran klinis bayi prematur dengan PJT.Metode. Penelitian ini adalah studi kohort retrospektif yang mengamati luaran bayi prematur dengan PJT, mengumpulkan data rekam medis di RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari hingga Desember 2023. Kriteria eksklusi mencakup intra uterine fetal death (IUFD) dan rekam medis tidak lengkap. Variabel independen dalam penelitian ini adalah bayi prematur dengan PJT, sedangkan variabel dependen adalah mortalitas dan morbiditas bayi prematur.Hasil. Pada periode Januari hingga Desember 2023, terdapat 664 persalinan prematur, 79 di antaranya dieksklusi. Penelitian ini melibatkan 585 bayi prematur dengan prevalensi PJT sebesar 29,2%. Angka kejadian distres pernapasan dan kebutuhan dukungan respirasi non-invasif lebih tinggi pada kelompok PJT, masing-masing sebesar 81,4% vs 63,4% dan 62,9% vs 45,8%. Angka mortalitas dan morbiditas lainnya tidak berbeda signifikan antara kelompok PJT dengan non-PJT. Kesimpulan. Luaran pada bayi prematur dengan atau tanpa PJT tidak berbeda bermakna. Namun, bayi prematur dengan PJT lebih berisiko mengalami distres pernapasan saat lahir sehingga membutuhkan dukungan ventilasi lebih dibandingkan kelompok non-PJT.
Dampak Pemberian Air Susu Ibu Terhadap Pertumbuhan Bayi pada Usia 0-6 Bulan dengan Riwayat Berat Lahir Rendah di Puskesmas Kota Makassar Tahun 2020-2022 Sri Rahayu Firman; Darmawansyih Darmawansyih; Syatirah Jalaluddin; Rizka Anastasia
Sari Pediatri Vol 26, No 4 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.4.2024.230-5

Abstract

Latar belakang. Pertumbuhan bayi dengan riwayat berat lahir rendah dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bayi selanjutnya, karena berat lahir yang kurang membutuhkan waktu untuk mencapai berat badan yang normal. Pemberian ASI dapat mengoptimalkan pertumbuhan bayi karena dapat mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, maupun sosial. Tujuan. Mengetahui hubungan pemberian ASI terhadap pertumbuhan bayi pada usia 0-6 bulan dengan riwayat berat lahir rendah di puskesmas kota Makassar.Metode. Penelitian analitik obsevasional dengan desain cross sectional dilakukan di puskesmas kota makassar pada bulan November-Desember 2022. Kriteria inklusi adalah bayi berusia 0-6 bulan, bayi usia >6-60 bulan yang memiliki data berat badan dan panjang badan lengkap pada usia 0-6 bulan, ibu yang bersedia menjadi responden dan tidak memiliki kendala dalam berkomunikasi, tinggal di wilayah puskesmas Tamagapa, Antang, Bira, dan Jongaya. Kriteria eksklusi adalah bayi yang sedang sakit kronis, memiliki kelainan kongenital, meninggal saat penelitian, dan ibu yang berpindah domisili saat penelitian berlangsung. Hasil. Hasil uji bivariat chi square menunjukkan adanya hubungan pemberian ASI terhadap pertumbuhan berat badan dan panjang badan menurut umur bayi (p 0,000). Bayi yang diberikan ASI memiliki pertumbuhan (BB/U) normal sebanyak 78 bayi (48,8%) dan yang tidak normal sebanyak 15 bayi (9,4%) Sedangkan bayi yang diberikan ASI memiliki pertumbuhan (PB/U) normal sebanyak 58 bayi (36,3%) dan yang tidak normal sebanyak 35 bayi (21,9%).Kesimpulan. Terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI terhadap pertumbuhan bayi pada usia 0-6 bulan dengan riwayat berat lahir rendah.
Nilai Rasio Neutrofil Limfosit dan Red Cell Distribution Width pada Neonatus Sepsis Farish Machya; Dora Darussalam; Heru Noviat Herdata; Syafruddin Haris; Eka Destianti Edward; Herlina Dimiati
Sari Pediatri Vol 26, No 3 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.3.2024.146-51

Abstract

Latar belakang. Insiden sepsis pada negara berkembang sampai saat ini masih tinggi. Banyaknya faktor risiko yang memengaruhi, menjadikan sepsis sebagai penyumbang tingginya angka kematian pada bayi. Diagnosis yang seringkali terlambat ditegakkan karena pemeriksaan kultur darah sebagai Gold Standard baru bisa didapatkan hasilnya setelah beberapa hari. Deteksi dini sepsis neonatorum dapat diltegakkan salah satunya dengan pemeriksaan rasio neutrofil limfosit dan red cell distribution width.Tujuan. Menilai rasio neutrofil limfosit, red cell distribution width, dan faktor risiko pada neonatus dengan diagnosis sepsis di neonatal intensive care unit - NICU Rumah Sakit Zainoel Abidin Banda Aceh dengan luaran kematian.Metode. Penelitian desain kohort retrospektif dengan data rekam medis neonatus di NICU Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh, dari Februari hingga Oktober 2023. Sebanyak 43 neonatus dengan diagnosis sepsis yang memenuhi kriteria inklusi dianalisis. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik demografis, hasil laboratorium, serta luaran klinis. Analisis dilakukan menggunakan uji Chi-square dan analisis multivariat dengan SPSS versi 20.0.Hasil. Diperoleh 88,3% neonatus menunjukkan peningkatan NLR, dan 86,05% mengalami peningkatan RDW. Terdapat hubungan signifikan antara metode persalinan sectio caesaria (p<0,03) dengan peningkatan risiko mortalitas. Neonatus dengan berat badan ?2500 gram dan usia gestasi preterm lebih sering mengalami peningkatan NLR dan RDW. Kesimpulan. Peningkatan nilai rasio neutrofil limfosit lebih banyak terjadi pada neonatus sepsis dibandingkan nilai red cell distribution width.
Perbedaan Kadar Vitamin D, Tinggi Badan, dan Status Gizi pada Anak Palsi Serebral dengan dan Tanpa Epilepsi di Rumah Sakit Umum Daerah Ulin, Banjarmasin Amelia Mc, Sitti; Bakhriansyah, Muhammad; Ringoringo, Harapan Parlindungan; Khairiyadi, Khairiyadi; Hidayah, Nurul
Sari Pediatri Vol 26, No 4 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.4.2024.212-7

Abstract

Latar belakang. Kurangnya pajanan sinar ultraviolet akibat keterbatasan gerak, efek samping obat antiepilepsi, dan kurangnya asupan diet dapat menyebabkan defisiensi vitamin D serta memengaruhi status gizi dan tinggi badan pasien palsi serebral. Tujuan. Mengetahui perbedaan kadar vitamin D, tinggi badan dan status gizi pada pasien anak palsi serebral dengan dan tanpa epilepsi di Rumah Sakit Umum Daerah BanjarmasinMetode. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang. Sampel terdiri dari 35 pasien dengan palsi serebral tanpa epilepsi dan 35 pasien dengan epilepsi. Kami melakukan pengukuran kadar vitamin D, tinggi badan dan status gizi. Analisis data dilakukan dengan uji chi-square untuk mengetahui perbedaan kadar vitamin D dan status gizi antara kedua kelompok. Uji Mann-Whitney dilakukan untuk mengetahui perbedaan tinggi badan antara kedua kelompok.Hasil. Berdasarkan data kadar vitamin D, tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p=1,000). Namun, terdapat perbedaan tinggi badan yang bermakna antara kedua kelompok (p=0,032). Terkait status gizi, tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok (p=0,473).Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam kadar vitamin D dan status gizi antara kelompok anak palsi serebral yang memiliki epilepsi dan yang tidak. Namun, terdapat perbedaan bermakna dalam tinggi badan antara kelompok tersebut.
Sindrom Nefrotik Monogenik: Pendekatan Klinis dan Diagnosis Fahlevi, Reza; Trihono, Partini Pudjiastuti; Muktiarti, Dina; Wahidiyat, Pustika Amalia; Hidayati, Eka Laksmi; Hafifah, Cut Nurul
Sari Pediatri Vol 26, No 3 (2024)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.3.2024.189-96

Abstract

Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang sering ditemukan pada anak-anak, dengan insiden 1-3 per 100.000 anak di bawah usia 16 tahun. Sekitar 10-20% anak dengan sindrom nefrotik mengalami sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS), dan 10-30% dari kasus ini disebabkan oleh kelainan genetik. Pada SNRS monogenik, terdapat dua jenis yaitu sindromik (dengan gejala ekstra-renal) dan non-sindromik (tanpa gejala ekstra-renal). Penanganan SNRS memerlukan pendekatan klinis yang berbeda tergantung pada etiologi genetiknya. Pemeriksaan genetik, termasuk gen tunggal, panel multigen, dan genomik komprehensif, dapat mengidentifikasi varian patogenik, menetapkan diagnosis yang akurat, menyesuaikan terapi (termasuk penghentian terapi imunosupresan dan pemberian terapi yang lebih spesifik) konseling genetik, serta penanganan komprehensif terhadap manifestasi ekstra-renal terkait. Oleh karena itu, pendekatan klinis yang efektif harus didasarkan pada hasil pemeriksaan genetik untuk pengelolaan yang optimal dan konseling yang lebih tepat.
Faktor Risiko Terjadinya Acute Kidney Injury pada Pasien Anak dengan Acute Respiratory Distress Syndrome Natalia, Selina; Setiawan, Devina June; Yuniar, Irene; Tambunan, Taralan
Sari Pediatri Vol 26, No 5 (2025)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp26.5.2025.321-7

Abstract

Latar belakang. Terjadinya acute kidney injury (AKI) pada pasien acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan kondisi serius yang dapat meningkatkan mortalitas pasien anak di Unit Perawatan Intensif Anak (PICU). Tujuan. Mengidentifikasi faktor risiko yang berperan dalam peningkatan kejadian AKI pada pasien anak sakit kritis usia <18 tahun dengan ARDS.Metode. Penelusuran literatur melalui database PubMed, Cochrane, dan Goggle Scholar tanggal 10-12 Oktober 2024. Hasil. Terdapat satu studi yang sahih dengan subjek penelitian pasien anak dengan ARDS yang mendapatkan ventilasi mekanis. Faktor risiko yang diteliti memiliki hasil yang bermakna meliputi, rasio P/F yang lebih rendah, penggunaan inotropik, penggunaan diuretik, indeks oksigenasi (OI) yang lebih tinggi, positive end-expiratory pressure (PEEP) yang lebih tinggi, dan mean airway pressure (MAP) yang lebih tinggi. Kesimpulan. Pasien anak sakit kritis usia <18 tahun dengan ARDS memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami AKI, yang berhubungan dengan derajat keparahan ARDS. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya AKI pada anak dengan ARDS antara lain rasio P/F yang lebih rendah, penggunaan inotropik, penggunaan diuretik, OI yang lebih tinggi, PEEP yang lebih tinggi (>8 cmH2O), dan MAP yang lebih tinggi.

Filter by Year

2000 2025


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 2 (2025) Vol 27, No 1 (2025) Vol 26, No 6 (2025) Vol 26, No 5 (2025) Vol 26, No 4 (2024) Vol 26, No 3 (2024) Vol 26, No 2 (2024) Vol 26, No 1 (2024) Vol 25, No 6 (2024) Vol 25, No 5 (2024) Vol 25, No 4 (2023) Vol 25, No 3 (2023) Vol 25, No 2 (2023) Vol 25, No 1 (2023) Vol 24, No 6 (2023) Vol 24, No 5 (2023) Vol 24, No 4 (2022) Vol 24, No 3 (2022) Vol 24, No 2 (2022) Vol 24, No 1 (2022) Vol 23, No 6 (2022) Vol 23, No 5 (2022) Vol 23, No 4 (2021) Vol 23, No 3 (2021) Vol 23, No 2 (2021) Vol 23, No 1 (2021) Vol 22, No 6 (2021) Vol 22, No 5 (2021) Vol 22, No 4 (2020) Vol 22, No 3 (2020) Vol 22, No 2 (2020) Vol 22, No 1 (2020) Vol 21, No 6 (2020) Vol 21, No 5 (2020) Vol 21, No 4 (2019) Vol 21, No 3 (2019) Vol 21, No 2 (2019) Vol 21, No 1 (2019) Vol 20, No 6 (2019) Vol 20, No 5 (2019) Vol 20, No 4 (2018) Vol 20, No 3 (2018) Vol 20, No 2 (2018) Vol 20, No 1 (2018) Vol 19, No 6 (2018) Vol 19, No 5 (2018) Vol 19, No 4 (2017) Vol 19, No 3 (2017) Vol 19, No 2 (2017) Vol 19, No 1 (2017) Vol 18, No 6 (2017) Vol 18, No 5 (2017) Vol 18, No 4 (2016) Vol 18, No 3 (2016) Vol 18, No 2 (2016) Vol 18, No 1 (2016) Vol 17, No 6 (2016) Vol 17, No 5 (2016) Vol 17, No 4 (2015) Vol 17, No 3 (2015) Vol 17, No 2 (2015) Vol 17, No 1 (2015) Vol 16, No 6 (2015) Vol 16, No 5 (2015) Vol 16, No 4 (2014) Vol 16, No 3 (2014) Vol 16, No 2 (2014) Vol 16, No 1 (2014) Vol 15, No 6 (2014) Vol 15, No 5 (2014) Vol 15, No 4 (2013) Vol 15, No 3 (2013) Vol 15, No 2 (2013) Vol 15, No 1 (2013) Vol 14, No 6 (2013) Vol 14, No 5 (2013) Vol 14, No 4 (2012) Vol 14, No 3 (2012) Vol 14, No 2 (2012) Vol 14, No 1 (2012) Vol 13, No 6 (2012) Vol 13, No 5 (2012) Vol 13, No 4 (2011) Vol 13, No 3 (2011) Vol 13, No 2 (2011) Vol 13, No 1 (2011) Vol 12, No 6 (2011) Vol 12, No 5 (2011) Vol 12, No 4 (2010) Vol 12, No 3 (2010) Vol 12, No 2 (2010) Vol 12, No 1 (2010) Vol 11, No 6 (2010) Vol 11, No 5 (2010) Vol 11, No 4 (2009) Vol 11, No 3 (2009) Vol 11, No 2 (2009) Vol 11, No 1 (2009) Vol 10, No 6 (2009) Vol 10, No 5 (2009) Vol 10, No 4 (2008) Vol 10, No 3 (2008) Vol 10, No 2 (2008) Vol 10, No 1 (2008) Vol 9, No 6 (2008) Vol 9, No 5 (2008) Vol 9, No 4 (2007) Vol 9, No 3 (2007) Vol 9, No 2 (2007) Vol 9, No 1 (2007) Vol 8, No 4 (2007) Vol 8, No 3 (2006) Vol 8, No 2 (2006) Vol 8, No 1 (2006) Vol 7, No 4 (2006) Vol 7, No 3 (2005) Vol 7, No 2 (2005) Vol 7, No 1 (2005) Vol 6, No 4 (2005) Vol 6, No 3 (2004) Vol 6, No 2 (2004) Vol 6, No 1 (2004) Vol 5, No 4 (2004) Vol 5, No 3 (2003) Vol 5, No 2 (2003) Vol 5, No 1 (2003) Vol 4, No 4 (2003) Vol 4, No 3 (2002) Vol 4, No 2 (2002) Vol 4, No 1 (2002) Vol 3, No 4 (2002) Vol 3, No 3 (2001) Vol 3, No 2 (2001) Vol 3, No 1 (2001) Vol 2, No 4 (2001) Vol 2, No 3 (2000) Vol 2, No 2 (2000) Vol 2, No 1 (2000) More Issue