cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Indonesia Medicus Veterinus
Published by Universitas Udayana
ISSN : 24776637     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Health,
Menerima artikel ilmiah yang berhubungan dengan bidang kedokteran dan kesehatan hewan. Naskah yang berkaitan dengan hewan dan segala aspeknya juga kami terima untuk dipublikasikan. Penulis naskah minimal terdiri dari dua orang. Naskah yang ditulis seorang diri belum bisa diterima oleh redaksi, karena kami berpandangan suatu penelitian merupakan suatu kerja sama untuk menghasilkan sesuatu karya. Artikel yang diterima adalah naskah asli, belum pernah dipublikasikan pada majalah ilmiah atau media masa. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa inggris. Panjang artikel sekitar 3000 kata. Artikel harap dilengkapi dengan abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa inggris. Artikel harus telah disetujui untuk dipublikasikan oleh seluruh penulis yang tercantum dalam artikel yang ditandai dengan bubuhan tanda tangan pada hard copy yang dikirim ke redaksi.
Arjuna Subject : -
Articles 843 Documents
Kajian Pustaka: Pemeriksaan Klinik yang Patut Dilakukan pada Kuda Penderita Kolik Gastrointestinal Septianira, Firnanda; Oktaviviani, Syafiana Fairizca; Ariandoko, Ariandoko; Maha Putra, Anak Agung Gede Wahyu; Daud, Richard Christian; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (6) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.6.882

Abstract

Kolik merupakan gejala kompleks yang ditunjukkan oleh hewan ketika terdapat nyeri organ pada abdomen dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit, kematian dini, dan menjadi masalah kesehatan nomor satu pada kuda. Hal ini karena akumulasi gas, pergeseran usus, massa pakan yang terkena dampak, parasit, dan juga beberapa faktor risiko (ras, usia, dan faktor manajemen) dapat meningkatkan terjadinya kolik. Gejala kolik pada kuda seperti, berguling, menoleh ke arah flank, mengais-ngais lantai, berkeringat, suhu tubuh meningkat, sering bangkit dan berbaring kembali, detak jantung dan laju pernapasan meningkat. Pemeriksaan klinis untuk kuda dengan gejala kolik didasarkan atas pemeriksaan fisik, palpasi transrektal, dan temuan ultrasonografi. Dalam artikel ini disajikan 15 laporan kasus kuda yang mengalami kolik pada saluran pencernaan, dengan gejala rasa nyeri saat buang air besar, malas untuk beraktivitas, dehidrasi sedang, mukosa mulut kongesti, takikardia, takipnea, dan hipertermia. Dilakukan pemeriksaan penunjang terhadap kuda kolik seperti ultrasonografi transabdominal dan abdominosentesis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda klinis, dan pemeriksaan penunjang. Abdominosintesis adalah proses memasukkan jarum ke dalam abdomen untuk melihat adanya cairan dan mendapatkan sampel untuk pengujian lebih lanjut. Abdominosentesis penting dalam evaluasi penyakit pada abdomen (penurunan bobot badan, kolik, efusi peritoneal, atau komplikasi pascaoperasi). Terapi dalam kasus kolik ini dapat berupa tindakan medis atau bedah tergantung pada situasi dan tingkat keparahan penyakit yang dialami oleh setiap pasien. Penanganan kolik kuda adalah dengan mengupayakan supaya terjadi dekompresi lambung dan usus besar, obat analgesik, akupuntur, penanganan kolik karena impaksi dan dukungan terapi cairan serta tindakan pembedahan. Metode yang digunakan pada penulisan artikel ini adalah kajian literatur, dengan sumber yang dapat berasal dari buku, jurnal, dan artikel yang terkait dengan topik yang dibahas yaitu pemeriksaan klinik pada kuda penderita kolik gastrointestinal.
Laporan Kasus: Penyingkiran Benda Asing yang Tersangkut pada Kerongkongan Anjing Peranakan Dachshund Sousa, Rojelio Dias Trindade; Batan, I Wayan; Soma, I Gede
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (6) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.6.830

Abstract

Seekor anjing peranakan dachshund, berjenis kelamin jantan, berumur delapan tahun, dengan bobot badan 5,4 kg datang ke Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, dengan keluhan muntah, kesulitan menelan, dan regurgitasi. Pemeriksaan fisik teramati adanya bengkak di leher, nyeri, dan ada reflek muntah saat dipalpasi. Hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan adanya benda asing di dalam esofagus. Berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan radiografi, disimpulkan bahwa anjing kasus mengalami obstruksi benda asing di dalam esofagus. Sebelum melakukan penanganan, anjing dianastesi terlebih dahulu dengan premedikasi menggunakan atropin sulfat dengan dosis anjuran 0,02-0,04 mg/kg BB diberikan secara subkutan. Anastesi diberikan kombinasi xylazine dengan dosis anjuran 1-3 mg/kg BB dan ketamin dengan dosis anjuran 10-15 mg/kg BB diberikan secara intramuskuler. Pengangkatan benda asing berupa sepotong tulang di dalam esofagus berhasil dikeluarkan melalui rongga mulut dibantu dengan alat forceps. Terapi yang diberikan pasca pengangkatan potongan tulang di dalam esofagus antara lain: asam tolfenamat dengan dosis anjuran 4 mg/kg BB secara intramuskuler, antibiotik doxycycline dengan dosis anjuran 4,4-11 mg/kg BB diberikan peroral (dua kali sehari) selama satu minggu, dan prednisone dengan dosis anjuran 0,5 -1 mg/kg BB (satu kali sehari) selama tiga hari. Anjing mengalami kesembuhan pada hari kedua setelah pengangkatan benda asing berupa tulang ayam, ditandai dengan anjing mulai makan dan minun dengan normal.
Kajian Pustaka: Penggunaan Elektrolisis dalam Pembuatan Disinfektan untuk Pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku di Nusa Tenggara Timur Nugraha, Elisabeth Yulia; Nomor, Christiany Frinaldis; Man, Fransiskus Apriano; Lagur, Beatus Gregorio Randiman
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (3) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.498

Abstract

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) disebabkan oleh Foot and Mouth Disease Virus (FMDV) yang berasal dari famili Picornaviridae dan genus Aphtovirus sp.. Penyakit PMK sangat menular pada hewan berkuku belah baik hewan ternak maupun hewan liar seperti sapi, kerbau, domba, kambing, babi, rusa, kijang, unta, dan gajah. Penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi. Nusa Tenggara Timur sebagai wilayah yang masih bebas PMK perlu mendapat perhatian lebih dalam upaya pencegahan penyakit PMK salah satunya dengan memerhatikan sistem biosekuritinya. Sanitasi dan disinfeksi merupakan salah satu kunci manajemen kesehatan ternak. Disinfektan yang digunakan masyarakat umumnya memiliki harga yang lumayan mahal dengan ekonomi masyarakat yang masih tergolong rendah. Tujuan dari penulisan artikel ini yakni untuk mendorong masyarakat menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan menggunakan teknologi elektrolisis dalam upaya mendukung pencegahan PMK di Nusa Tenggara Timur. Penulisan artikel ilmiah ini menggunakan metode studi literatur yaitu mencari dan menghimpun berbagai referensi yang berkaitan dengan topik studi dalam kurung waktu 5 tahun terakhir. Studi kepustakaan difokuskan pada referensi mengenai PMK, status PMK di Indonesia, dampak sosial ekonomi PMK, struktur perekomonian di Nusa Tenggara Timur khususnya bidang peternakan, disinfektan dan metode elektrolisis, Sodium Hypochlorite (NaOCl), serta penggunaannya. Teknologi elektrolisis menghasilkan larutan yang mengandung NaOCl. Larutan NaOCl yang mengandung konsentrasi 1% sudah dapat dijadikan sebagai disinfektan. Kelebihan lain yang dimiliki oleh NaOCl adalah harganya yang murah, terjangkau, dan mudah digunakan oleh masyarakat umum. Berdasarkan hasil studi literatur dapat disimpulkan bahwa penggunaan teknologi elektrolisis dalam pembuatan disinfektan ramah lingkungan dapat mendukung pencegahan PMK di Nusa Tenggara Timur.
Laporan Kasus: Penanganan Demodekosis General pada Anjing Peranakan Pitbull dengan Labrador Harvani, Bq. Harvani; Batan, I Wayan; Jayanti, Putu Devi
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (5) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.5.701

Abstract

Hewan kasus merupakan anjing persilangan pitbull dengan labrador. Anjing kasus bernama El-Chapo, berjenis kelamin jantan, berumur 13 bulan, dengan bobot badan 22,16 kg. Anjing El-Chapo dibawa ke Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Universitas Udayana, Sesetan, Denpasar dengan keluhan sering menggaruk tubuhnya selama satu bulan belakangan ini. Awalnya, anjing kasus mengalami rambut rontok pada siku kaki depan sebelah kanan, kemudian menyebar dari siku ke dada hingga bawah telinga. Selain itu, anjing kasus mengalami eritema pada wajah dan punggung, serta hiperpigmentasi di seluruh permukaan tubuh dan terjadi pembengkakkan pada limfonodus mandibularis, limfonodus popliteus, limfonodus aksilaris, hingga limfonodus parotis. Pemeriksaan hematologi menunjukkan bahwa anjing mengalami anemia makrositik normokromik, limfositosis, dan trombositopenia. Pemeriksaan biopsi kulit menunjukkan adanya potongan tungau Demodex sp. dalam folikel rambut, sedangkan pemeriksaan kerokan kulit hingga berdarah atau deep skin scraping menunjukkan infeksi adanya Demodex sp. Berdasarkan anamnesis, penyebaran lesi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang laboratorium, maka anjing kasus didiagnosis menderita demodekosis general. Anjing kasus diberikan terapi ivermectin, diphenhydramine, caviplex, minyak ikan, dan dimandikan dengan sabun sulfur. Pada hari ke-21 pascaterapi, teramati rambut sudah tumbuh secara menyeluruh diseluruh permukaan badan, tidak tampak adanya eritema, sisik, krusta, dan papula, serta saat dilakukan kembali pemeriksaan kerokan kulit dalam atau deep skin scraping hasilnya tidak ditemukan tungau Demodex sp.
Laporan Kasus: Infeksi Cacing Strongyloides pada Kucing Peliharaan arsa, kadek adya; Erawan, I Gusti Made Krisna; Widyastuti, Sri Kayati
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (3) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.364

Abstract

Strongyloidiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing nematoda Strongyloides sp. Hewan kasus adalah kucing peliharaan berjenis kelamin betina, berumur tujuh bulan, dengan bobot badan 2,24 kg. Kucing kasus mengalami diare selama satu minggu setelah dua minggu dipelihara yang disertai dengan penurunan nafsu makan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan gejala dehidrasi, lemas, mukosa mulut dan mata pucat, serta pembesaran pada abdomen. Pada pemeriksaan feses dengan metode natif ditemukan telur cacing Strongyloides sp.. Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan kucing kasus mengalami leukositosis. Kucing kasus didiagnosis menderita Strongyloidiasis. Penanganan kucing kasus dilakukan dengan diberikan antiparasit ivermectin 0,2 mg/kg BB, terapi suportif dengan cyanocobalamin 250 mcg/ kg BB secara intramuskuler dan diulang dua hari sekali. Hasil pengobatan selama satu minggu menunjukkan perkembangan yang baik ditandai dengan kucing kasus sudah tidak mengalami diare, capillary refill time (CRT) kurang dari 2 detik, turgor kulit normal, mukosa mulut dan mata berwarna merah muda, serta abdomen kembali normal. Pemeriksaan feses kembali dilakukan setelah satu minggu pengobatan sebagai evaluasi. Pemeriksaan feses dilakukan dengan metode natif dan tidak ditemukan telur cacing Strongyloides sp. Untuk mencegah terjadinya infeksi kembali disarankan untuk memberikan obat cacing secara berkala setiap tiga bulan sekali. Perbaikan nutrisi perlu dilakukan dengan memberikan pakan yang baik serta lingkungan yang lebih nyaman.
Kajian Pustaka: Intususepsi Gastroesofagus pada Kucing dan Anjing Mu'ayyanah, Siti; Putera, I Gusti Ngurah Dwipayana; Utomo, Kurniawan Cahyo; Mahasanti, I Gusti Puji Ayu; Margaretha, Aloysiana; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (4) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.4.635

Abstract

Gastroesofagus intususepsi (GEI) merupakan invaginasi lambung pada esophagus, disertai atau tidak disertai organ abdominal lainnya. Intususepsi gastroesofagus merupakan suatu kondisi yang jarang ditemukan pada anjing dan kucing, termasuk dalam kasus emergensi gastrointestinal, dan merupakan penyebab kematian apabila tidak ditangani. Kajian pustaka ini menyajikan 10 kasus gastroesofagus intususepsi pada kucing dan anjing yang mengalami tanda klinis secara umum muntah, regurgitasi, dan penurunan bobot badan. Pemeriksaan penunjang sebagai langkah dalam membantu penegakan diagnosis berupa pemeriksaan darah, radiografi dan ultrasonografi (USG). Terapi yang dilakukan berupa pembedahan gastropeksi dilakukan untuk mencegah kambuh GEI. Prognosis buruk apabila terjadi nekrosis dan perforasi pada lambung.
Umur Sangat Memengaruhi Kejadian Massa Abnormal Superfisial Nonneoplastik pada Mencit di Wilayah Malang Raya Adha, Essly Hervianingsih; Dewi, Sang Ayu Putri Aristya; Wukirani, Maulidi Robingi Mardiyani; Setianingrum, Ani; Hardian, Andreas Bandang
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (4) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.4.506

Abstract

Massa abnormal superfisial sering ditemukan pada mencit yang dibudidayakan di Malang Raya. Massa abnormal superfisial dapat bersifat neoplastik ataupun nonneoplastik, terletak pada bagian superfisial tubuh, dan relatif mudah teramati secara visual. Massa nonneoplastik merupakan massa dengan pertumbuhan yang lambat dan tidak memiliki sel-sel neoplastik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan faktor risiko umur dan kepadatan populasi di dalam kandang mencit terhadap kejadian massa nonneoplastik di Malang Raya. Spesimen diambil dengan metode koleksi secara purposif pada mencit dengan massa nonneoplastik pada delapan peternakan mencit di Malang Raya. Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk mengidentifikasi jenis massa nonneoplastik superfisial, sedangkan hasil wawancara dengan peternak digunakan sebagai data sekunder untuk mengetahui faktor risiko pada manajemen peternakan mencit. Proporsi kejadian divisualisasikan menggunakan QGIS 3.4.5 melalui peta sebaran proporsi temuan massa pada mencit di Malang Raya dan analisis faktor risiko menggunakan uji chi-square SPSS 26 untuk mengetahui ada tidaknya hubungan faktor risiko umur dan kepadatan kandang terhadap kejadian massa nonneoplastik superfisial pada mencit. Identifikasi histopatologi massa nonneoplastik superfisial menunjukkan setidaknya terdapat tiga variasi massa: abses subkutan, dermatitis, dan hematoma. Analisis faktor risiko dengan uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara umur mencit dengan tingkat kejadian massa nonneoplastik superfisial dan tidak ditemukan adanya hubungan dengan kepadatan populasi dalam kandang. Kalkulasi Odd Ratio (OR) menunjukkan mencit dengan umur di atas dua bulan berpeluang 8,21 kali lipat untuk mengalami kejadian massa nonneoplastik superfisial dibandingkan mencit dengan rentang umur 0-2 bulan.
Laporan Kasus: Penanganan Infeksi Parvovirus pada Anjing Kacang Umur Tiga Bulan Insani, Widia; Anthara, Made Suma; Suartha, I Nyoman; Kamaliana, Baiq Reni
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (6) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.6.820

Abstract

Canine parvovirus (CPV) merupakan virus yang sangat infeksius, penyebab kematian tertinggi pada bangsa anjing di seluruh dunia. Infeksi parvovirus prevalensinya lebih tinggi ditemukan pada anjing umur di bawah enam bulan. Seekor anjing lokal diperiksa di tempat Praktek Dokter Hewan Ari Sapto Nugroho dengan keluhan; tidak nafsu makan, muntah dan lemas. Hasil pemeriksaan fisik; membran mukosa mulut pucat, Capillary Refill Time (CRT) lebih dari 2 detik, dan anjing lemah. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan terjadi anemia mikorsitik hipokromik, trombositopenia, leukopenia, limfositosis dan monositosis. Pemeriksaan tes kit menunjukkan hasil positif mengandung antibodi Canine Parvo Virus sehingga anjing kasus didiagnosis terinfeksi Canine Parvovirus (CPV). Terapi yang diberikan pada anjing kasus yaitu terapi cairan menggunakan cairan fisiologis (Ringer Lactate, PT. Widatra Bhakti, Jawa Timur). Cairan fisiologis diberikan melalui rute intra vena selama 5 hari . Selain itu diberikan juga obat antiemetik berupa Maropitant Citrate (Prevomax® 10 mg/mL, LeVet Pharma, Oudewater, Belanda) dengan dosis anjuran 1 mg/kg bb, jumlah pemberian sebesar 0,32 mL [IV; q24h; 5 hari], antibiotik amoxicillin (Amoxicillin 15% LA® 150 mg/mL, Vetoquinol, Amerika) dengan dosis 30 mg/kg bb, jumlah pemberian 0,64 mL [IM; q72h; 2 kali pemberian], Hematodin (Hematodin® 100 ml, PT Romindo Primavet, Jakarta, Indonesia) dengan dosis label 0,5-2 mL/kg bb, jumlah pemberian sebesar 1,6 mL [IM; q24h; 8 hari] dan injeksi Vitamin B kompleks (viamin-34 Inj® 100 ml, Samyang Anipharm, Korea Selatan) dengan dosis label 0,3ml/kg bb, jumlah pemberian sebesar 0,96 ml [SC; q24h; 8 hari]. Selama menjalani masa rawat inap yaitu delapan hari memberikan hasil yang memuaskan terhadap kesehatan anjing kasus dari segi nafsu makan yang membaik, serta menunjukkan tingkah laku menjadi lebih aktif.
Kajian Pustaka: Enterotoxemia pada Kambing Rastiti, Ni Made; Wardani, Putu Intan Kusuma; Diana, Kadek Leni Martha; Burhan, Haris; Yogiana, Wayan; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (5) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.5.755

Abstract

Enterotoxemia adalah gangguan pencernaan akibat penyerapan racun yang dihasilkan oleh spesies genus Clostridium perfringens yang merupakan flora normal dalam saluran pencernaan kambing, akan tetapi bisa menyebabkan masalah apabila jumlahnya berlebihan. Enterotoxemia menjadi salah satu ancaman bagi ternak kambing karena dapat menyebabkan kematian mendadak pada semua kelompok umur. Prevalensi tingkat enterotoxemia berkisar antara 24,13% sampai 100% dan dilaporkan dari berbagai negara di seluruh dunia. C. perfringens diklasifikasikan menjadi lima tipe toksin (A, B, C, D, dan E) menurut produksi empat racun utama, yaitu alpha (CPA), beta (CPB), epsilon (ETX), dan iota (ITX). C. perfringens tipe D merupakan penyebab umum kematian kambing di seluruh dunia. Kehadiran C. perfringens tipe D yang meningkat di usus kecil bersama dengan perubahan mendadak ke diet kaya karbohidrat, pengenalan rumput subur atau tumbuhan lain, dan stres adalah faktor predisposisi utama penyakit ini. Penyebab predisposisi enterotoxemia terjadi yaitu konsumsi pakan yang berlebihan sehingga menyebabkan gangguan pencernaan dan menciptakan lingkungan yang ideal untuk mikroorganisme C. perfringens tipe D berkembang di usus hewan dan pelepasan racun yang menyebabkan penyakit pada inang. Proliferasi C. perfringens yang diikuti dengan produksi toksin dapat merusak jaringan tubuh di sekitarnya, sehingga memudahkan penyebaran. Gejala keracunan karena enterotoksin C. perfringens dapat berupa nyeri perut bagian bawah, diare dan pengeluaran gas, serta jarang disertai dengan demam dan pusing. Perawatan harus difokuskan pada menghambat proliferasi bakteri, mencegah penyerapan racun dari usus, menetralkan racun yang sudah diserap (seroterapi), dan pengobatan tambahan untuk melawan dehidrasi, asidosis, dan syok.
Laporan Kasus: Infeksi Saluran Pernapasan Atas pada Kucing Kampung Putri, Dwi Aprilia; Anthara, Made Suma; Batan, I Wayan
Indonesia Medicus Veterinus Vol 12 (3) 2023
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2023.12.3.451

Abstract

Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan suatu penyakit yang menyerang saluran pernapasan. Kucing kasus adalah seekor kucing kampung/domestik bernama Cimoy, berjenis kelamin betina dengan umur 18 bulan dan memiliki bobot 2,7 kg, rambut berwarna cokelat-hitam, dan belum divaksin. Kucing mengalami keluhan mengeluarkan leleran berwarna kuning dari hidung dan berbau busuk, kucing dalam keadaan lemas, muntah, sesak napas, dan mengalami bersin-bersin semenjak sepuluh hari sebelum dilakukan pemeriksaan. Inspeksi dilakukan pada kucing kasus teramati mengalami sesak napas yang dapat dilihat dari cepatnya gerakan toraks, mukosa mulut berwarna merah muda pucat. Palpasi pada bagian trakea menunjukkan respons nyeri dan batuk, turgor kulit kucing kasus melambat dan limfonodus mandibularis mengalami pembengkakan pada bagian kiri. Auskultasi dan perkusi dilakukan pada daerah paru (toraks) dan terdengar bunyi vesikuler dan tidak terdengar suara abnormalitas. Pemeriksaan x-ray dilakukan dan ditemukan adanya penyempitan pada trakea. Pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan sel darah merah mengalami makrositik hiporomik dengan kenaikan jumlah MCV (69,3 fL; nilai referensi, 39-52 fL) dan penurunan jumlah MCHC (250 g/L; nilai referensi, 300-380 g/L), penurunan jumlah PLT (62x10^9/L; nilai referensi, 100-514x10^9/L) yang mengindikasikan terjadinya trombositopenia dan penurunan jumlah PCT (0,060%; nilai referensi, 0,1-0,5%) yang mengindikasikan terjadinya reaksi inflamasi. Kucing kasus didiagnosis mengalami ISPA yaitu rhinofaringitis dan stenosis trakhea. Penanganan dilakukan pemberian obat antiradang nonsteroid berupa asam tolfenamat dengan jumlah pemberian 0,27 mL (q24h secara IM), pemberian antibiotik cefotaxime dengan jumlah pemberian 1,08 mL (q12h secara IM), pemberian multivitamin dengan jumlah pemberian 3 mL (q24h secara SC) dan dilakukan nebulizer dengan salbutamol sulfat dengan jumlah pemberian 1 mL+5 mL NaCl (q24h) dan pemberian obat jalan berupa doksisiklin tablet dengan dosis 5 mg/kg BB (q12h secara PO). Pada hari ketujuh leleran dari hidung kucing sudah sangat berkurang, sesak napas sudah tidak teramati lagi walaupun nafsu makan belum kembali seperti semula.